commit to user
I - 1
BAB I
PENDAHULUAN
PENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI SANGKRAH DENGAN ARSITEKTUR SEBAGAI RESPON TERHADAP BANJIR
A. PEMAHAMAN JUDUL
Permukiman  dipahami  sebagai  wadah  tempat  untuk  melakukan  kegiatan  bermukim hidup  manusia.  Lahan  bantaran  sungai  di  Sangkrah  telah  berperan  sebagai  permukiman
atau tempat merumah  bagi sejumlah manusia. Penataan permukiman meliputi pengaturan komponen-komponen  permukiman  yang  ada  pada  bantaran  sungai  di  Sangkrah  sebagai
suatu lingkup bahasan permukiman. Penataan  permukimaan  ini  dilakukan  dengan  maksud  untuk  menghilangkan
permasalahan  banjir  bantaran  yang  sifatnya  mutlak  dapat  terjadi  terhadap  kemanfaatan bantaran  sungai  di  Sangkrah  tersebut  guna  menunjang  keberhasilan  pewadahan  aktivitas
bermukim  pada  lahan,  tentu  saja  dengan  cara  merespon  banjir  yang  terjadi  pada perencanaannya.
B. LATAR BELAKANG
1. Umum – Diskriminasi Lahan, Perkembangan Paradigma, dan Konsekuensi
Pemanfaatan Bantaran Sungai
Tanggul  merupakan  bangunan  pengendali  sungai  yang  dibangun  dengan persyaratan teknis tertentu  untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan
air sungai.
1
Adanya tanggul yang dibangun di sepanjang tepian sungai secara sederhana menciptakan  dua teritori, area luar  tanggul  berupa  daratan  terlindung  dan  area  dalam
tanggul  berupa  sungai  itu  sendiri  serta  sebagian  kecil  area  lahan  di  bibir  sungai  yang tidak lain disebut bantaran sungai, sesuai dengan pengertiannya bahwa bantaran sungai
merupakan  lahan  pada  kedua  sisi  sepanjang  palung  sungai  dihitung  dari  tepi  sampai dengan  kaki  tanggul  sebelah  dalam.  Tanggul  secara  signifikan  telah  menjadi  pembeda
lahan daratan. Dalam perkembangannya, telah berkembang pula paradigma tentang pemanfaatan
bantaran  sungai.  Minoritas  memandang,  bantaran  sungai  sederhananya  adalah  lahan yang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan lebih fungsional, terutama untuk memenuhi
kebutuhan  properti  sebagai  salah  satu  kebutuhan  primer  manusia  selain  sandang  dan
1
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 1991 Tentang Sungai.
commit to user
I - 2
pangan.  Dengan  urgensi  dan  latar  belakang  yang  berbeda-beda,  manusia  “dituntut” untuk memanfaatkan lahan bantaran, mengalihkan dari kefungsian seharusnya sebagai
ruang hijau disertai penurunan kualitas lingkungan lebih lanjut. Di  sisi  lain,  kemanfaatan  bantaran  sungai  tersebut  tidak  lepas  dari  problematika
lokasionalnya. Sebagai pelindung, fungsi tanggul yaitu melindungi daerah sekitar sungai luar  tanggul  dari  limpasan  atau  kenaikan  debit  air  sungai.  Sehingga,  semua  sungai
bertanggul  dan  berbantaran  tentu  saja  berpotensi  terjadi  limpasan  air  sungai  karena memang adanya tanggul yang kemudian menciptakan bantaran sungai diperuntukkan
untuk  itu.  Adanya  kondisi  tersebut  secara  umum  juga  terrumus  dalam  salah  satu permasalahan  klasik  air,  disebut  dengan  3T  too  little,  too  much,  dan  too  dirty.  Pada
dasarnya, keadaan di mana air yang ada lebih baca: terlalu banyak dari kondisi normal disebut dengan banjir.
Banjir bantaran, sebutan untuk limpasan yang terjadi, banjir yang terjadi pada lahan bantaran,  yang  kemudian  menjadi  permasalahan  apabila  merugikan,  mulai  kerusakan
material,  occupancy  tidak  berhasil  akibat  keterancaman  jiwa  dan  ketidakamanan, tekanan  psikis,  hingga  kerugian  finansial  harta  benda.  Banjir  di  bantaran  merupakan
banjir yang mutlak baca: wajar terjadi. Tentunya, pemanfaatan bantaran sungai selalu dihadapkan pada permasalahan banjir bantaran tersebut.
2. Khusus – Sangkrah dan Masalah Banjir Bantaran
Fenomena  nyata  dari  problematika  pemanfaatan  bantaran  sungai  salah  satunya digambarkan  oleh  kondisi  permukiman  bantaran  sungai  di  Sangkrah,  Surakarta.
Bagaimanakah ketika pemanfaatan bantaran sungai untuk  permukiman “konvensional” dihadapkan  pada  permasalahan  banjir?  Berdasarkan  kejadian  banjir  2007,  akibat
tingginya luapan air sungai yang berarus, belum lagi sifat destruktifnya, hampir seluruh properti  pada  lahan  bantaran  terendam  limpasan  air  Bengawan  Solo,  mati  dari  segala
aktivitas bermukim akibat gangguan  banjir tersebut, belum lagi kerusakan yang terjadi akibat sifat destruktif aliran fluida air. Yang ada berupa kegagalan fungsional total.
Gambar 1.1
Gambaran Kondisi Permukiman Bantaran Sungai di Sangkrah saat Banjir Sumber: konsorsiumsolo.multiply.com, 22 Oktober 2008
commit to user
I - 3
Tanggul  Bengawan  Solo,  pembentuk  lahan  bantaran  yang  ada,  merupakan  wujud kebutuhan akan proteksi, juga merupakan refleksi dari potensi melimpasnya volume air
Bengawan  Solo.  Yang  diketahui,  aliran  Bengawan  Solo  melalui  daerah  depresi  antara beberapa  vulkan  intermountain  plain  yaitu  Lawu,  Merapi,  dan  Pegunungan  Seribu.
Kondisi  itu  membuat  Bengawan  Solo  berperan  sebagai  muara  banyak  anak  sungai, memiliki banyak suplier air selain Waduk Gajah Mungkur sebagai penyuplai utama.
Kejadian  banjir  akhir  2007  silam  yang  melibatkan  debit  aliran  air  Bengawan  Solo merupakan banjir terbesar sejak tahun 1966. Tercatat, banjir serupa pernah terjadi pada
tahun  1863,  1904,  dan  1966  bahkan  penguasaan  airnya  meluas,  sebagai  gambaran, pernah hingga menggenangi tengah kota Surakarta. Curah hujan di DAS Bengawan Solo
hulu  per  26  Desember  2007  memiliki  rata-rata  124  mmhari  atau  ekuivalen  dengan periode  ulang  55  tahun  sebagai  perbandingan  banjir  tahun  1966  ekuivalen  dengan
periode ulang 60 tahun. Debit puncak di Jurug diperkirakan sebesar 1986 m
3
detik atau ekuivalen dengan periode ulang 30 tahun.
2
Informasi  di  atas  menggambarakan  problematika  pemanfaatan  bantaran  sungai  di Sangkrah.  Kemanfaatan  bantaran  sungai  untuk  permukiman  selama  ini  dihantui  oleh
potensi permasalahan banjir bantaran. Oleh karena itu, kondisi tersebut membutuhkan tindak lanjut berdasarkan batasan normatif yang ada.
3. Urgensi – Skema Penataan, Bukan Menentang, Melainkan Memberi Alternatif
Tentunya,  kasus  ini  terlebih  dahulu  keluar  dari  kemungkinan  kebijakan penggusuran  yang  sering  dilakukan  sebagai  jalan  keluar  dari  pemanfaatan  bantaran
sungai  untuk  permukiman  yang  didasari  oleh  peraturan  atau  regulasi  tata  lahan  yang ada,  entah  dengan  penyelesaian  masalah  kependudukan  seperti  apa  nantinya.  Yang
jelas,  pemanfaatan  bantaran  sungai  selama  ini  belum  berhasil  keluar  dari  belenggu
2
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo.
Gambar 1.2
Cakupan Banjir Bengawan Solo Sumber: inigeonews.blogspot.com, 7 Agustus 2010
commit to user
I - 4
paradigma  bahwa  hal  tersebut  hanya  akan  saling  memberikan  kerugian  antara  dua subjek,  manusia  dan  air  serta  ruang  hijau,  yang  tidak  bisa  saling  berbagi  ruang  dan
fungsi yang
berdampingan. Indikasinya,
menurunnya kualitas
lingkungan, ketidakseimbangan siklus hidrologi, persoalan air, serta di satu sisi, bagi manusia bahaya
dari permasalahan banjir, kerugian material dan jiwa. Kebijakan-kebijakan regulatif yang ada tentunya didasarkan sebagai antisipasi berkembangnya masalah tersebut.
Proyek  tugas  akhir  ini  merupakan  gagasan  desain  ideal  sebagai  eksperimen  untuk memperluas  pandangan  mayoritas  di  atas.  Prinsipnya  yaitu  fungsi  permukiman  dan
fungsi  ruang  air  serta  ruang  hijau  bantaran  sebagaimana  mestinya  dapat  ditampung bersama dalam suatu lahan bantaran. Hal itu bukan tanpa dasar. Banyak teknologi dan
ide  arsitektural  berkaitan  dengan  pemanfaatan  lahan  dengan  resiko  banjir  flood  risk dan  air.  Di  sisi  lain,  ada  juga  konsep-konsep  green  dan  keberlanjutan  yang  ramah
lingkungan  untuk  diterapkan  pada  pengelolaan  bantaran  sungai.  Skema  yang  muncul yaitu  dengan  toleransi  kerugian  yang  sekecil-kecilnya,  pemanfaatan  bantaran  sungai
sebagai lahan potensial dapat dioptimalkan sebanyak-banyaknya. Singkatnya, pemanfaatan lahan bantaran secara liar dan dekonstruktif masih banyak
dilakukan. Lalu, mengapa tidak sekalian saja keberadaannya direncanakan agar hasilnya relatif lebih baik?
C. PERMASALAHAN DAN PERSOALAN
Permasalahannya,  bagaimanakah  tatanan  permukiman  bantaran  sungai  di  Sangkrah
yang  dapat  menghilangkanmeminimalisir  permasalahan  banjir  bantaran  yang  potensial terjadi  terhadap  kefungsian  kemanfaatan  lahan,  sehingga  dapat  mewadahi  aktivitas
bermukim masyarakatnya dengan baik. Persoalan dipaparkan sebagai berikut.
- Bagaimanakah  desain  yang  dapat  menjadi  solusi  untuk  menghilangkan  permasalahan
banjir bantaran terhadap kemanfaatan lahan sebagai permukiman. -
Bagaimana  tatanan  baru  yang  tetap  dapat  menjadi  wadah  kegiatan  bermukim masyarakat bantaran sungai di Sangkrah yang ada dengan baik.
- Bagaimanakah  desain  yang  sebisa  mungkin  dapat  mengembalikan  fungsi  dan  kualitas
lingkungan bantaran sungai pada lokasi sebagaimana mestinya sebagai area hijau.
D. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuannya, tatanan permukiman bantaran sungai di Sangkrah yang mewadahi aktivitas
bermukim  dengan  baik,  tanpa  adanya  permasalahan  banjir  sebagai  problema  lokasional.
Sasaran dipaparkan sebagai berikut.
- Tata massa bangunan.
- Bentuk permukiman dan model hunian.
- Sistem struktur dan konstruksi bangunan.
commit to user
I - 5
- Material bangunan.
- Tata kawasan dan landscaping.
- Sistem sirkulasi bangunan dan kawasan.
- Sistem utilitas penunjang fungsi
E. LINGKUP DAN BATASAN