commit to user
I - 5
- Material bangunan.
- Tata kawasan dan landscaping.
- Sistem sirkulasi bangunan dan kawasan.
- Sistem utilitas penunjang fungsi
E. LINGKUP DAN BATASAN
Lingkup  pembahasan  adalah  cakupan  disiplin  ilmu  arsitektur  antara  lain  tema  spesifik
mengenai banjir, aspek permukiman sebagai produk fisik, aspek lingkungan bantaran, serta
lokasi  site  spesifik  area  bantaran  sungai  di  Sangkrah,  Surakarta.  Batasannya  dapat
dijelaskan sebagai berikut. -
Pembahasan  tema  banjir  dibatasi  mengenai  banjir  yang  terjadi  pada  lokasi  serta mengenai flood proofing.
- Aspek  mengenai  permukiman  berdasarkan  pemahaman  esensial  dengan  mengabaikan
ketentuan  dan  standar  yang  ada  untuk  lebih  dulu  memprioritaskan  pada  bentukan- bentukan flood proofing yang sifatnya urgen.
- Aspek  mengenai  lingkungan  bantaran  dibatasi  pada  isu-isu  yang  bersangkutan,  keluar
dari ketentuan-ketentuan formal mengenai pengelolaan bantaran sungai. -
Aspek  lokasi  berkaitan  dengan  fisik  permukiman  esksisting  dan  kependudukan  sebagai objek perencanaan,
F. METODOLOGI
1. Metode Penelusuran Masalah
- Observasi,  menyusul  adanya  fenomena  kejadian  banjir  dan  permasalahan
permukiman  bantaran  sungai  khususnya  pada  lokasi  sebagai  stimulan  ide,  lebih lanjut untuk memperkaya pengalaman indrawi mengenai permasalahan yang aktual
terjadi. -
Studi literatur, menemukan keterkaitan antara fenomena yang terjadi dengan acuan ilmu.
2. Metode Pencarian Data dan Informasi
- Survey  lanjutan,  melanjutkan  pengamatan  pada  lokasi  dan  aspek-aspek  yang
berhubungan dan dibutuhkan dalam pertimbangan kebijakan desain nantinya. -
Studi  literatur,  mengumpulkan  referensi  ilmu  untuk  mengolah  informasi  dan  data yang diperoleh.
commit to user
I - 6
3. Metode Perumusan Konsep Desain
Perumusan  konsep  perancanaan  dan  perancangan  desain  yaitu  melalui  metoda induktif  berdasar  data  empirik  dan  metode  deduktif  berdasar  referensi  yang
membantu  mengarahkan  pembahasan.  Cara  yang  digunakan  yaitu  analisis  deskriptif, yaitu  analisis  dengan  cara  membandingkanmembahas  data  dan  informasi  dengan
referensi yang ditentukan.
4. Metode Desain
- Mentransformasikan  konsep  yang  diskriptif  verbal  ke  dalam  bentuk  gambar
visual. -
Sketsa ide. -
Studi tiga dimensi. -
Realisasi gambar ide menjadi suatu wujud rancangan desain.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Sebagai  Pendahuluan  untuk  memberikan  gambaran  tentang  keseluruhan
substansi penulisan ini.
BAB II Pemahaman Referensi, di sini sebagai acuan ilmu atau pengetahuan umum
yang dipilih dan dibutuhkan berkaitan dengan pembahasan.
BAB III Merupakan input, berupa Data dan Informasi Lapangan.
BAB IV Menjelaskan  Penentuan  Konsep  Desain  berupa  penyelesaian  persoalan
desain untuk menghasilkan konsep desain.
BAB V Merupakan  output,  memaparkan  desain  dan  hasil  rumusan  dari  proses
desain sebagai Konsep.
commit to user
II - 1
BAB II
PEMAHAMAN REFERENSI
A. PEMAHAMAN MENGENAI BANJIR
1. Mengenal Banjir
“A relatively high flow or stage in a river, markedly higher than the usual, also the inundation of low land that may result therefrom. A body of water, rising,
swelling and overflowing the land not usually thus covered.”
1
Menurut  pengertian  di  atas,  banjir  merupakan  arus  atau  tingkatan  muka  air
yang tinggi pada sungai jaringan drainase, lebih tinggi dari kondisi normal biasanya, dan  juga  disertai  dengan  genangan  tidak  adanya  penurunan  yang  signifikan  pada
permukaan  yang  lebih  rendah.  Limpahan  air  yang  terjadi  meluapi  dan  menutupi daratan di sekitarnya.
Secara  umum  penyebab  banjir  ada  dua,  yaitu  akibat  yang  ditimbulkan  oleh
manusia,  serta  kejadian  alam  yang  terjadi  alamiah.
2
Oleh  manusia,  beberapa  hal yang  menimbulkan  banjir  di  antaranya  aktivitas  tata  guna  lahan  yang  tidak
memperhatikan  kaidah  konservasi  tanah  dan  air,  pemanfaatan  air  tanah  yang berlebihan,  penghalangan  aliran  drainase,  pemanfaatan  flood  plain  untuk
permukiman atau pertanian, pendangkalan sungai oleh sedimen sampah. Pendangkalan  sungai  oleh  sedimen  akibat  kerusakan  hutan  merupakan  faktor
alam yang berpengaruh.
3
Lebih lanjut, pengaruh faktor daerah tangkapan air seperti ukuran,  bentuk,  posisi,  topografi,  geologi  menentukan  terjadinya  banjir.  Laju  dan
volume  banjir  suatu  daerah  tangkapan  air  meningkat  bila  ukuran  daerah  juga meningkat, akan tetapi laju dan volume banjir per satuan luas daerah tangkapan air
berkurang jika luas daerah banjir bertambah.
4
Ada  beberapa  jenis  banjir.  Perbedaan  lokasi  “endemik”  banjir  menghasilkan
karakter  yang  berbeda-beda.  Banjir  sungai  adalah  salah  satu  jenis  banjir,  selain banjir  air  laut  air  pasang  atau  tsunami,  serta  banjir  danau  termasuk  waduk  dan
bendungan.
5
Banjir  sungai  atau  banjir  pada  saluran  drainase  ruang  darat  meliputi jenis dengan aliran lambat serta flash flood. Kejadian banjir kilat, banjir yang terjadi
1
Pengertian berdasarkan sumber “Multilingual Technical Dictionary on Irrigation and Drainage”, ICID.
2
Siswoko 1996.
3
Menurut Lee 1980 dalam Subagio 1990.
4
Schwab 1997.
5
Jenis banjir menurut menurut “Geografi”, penerbit Yudhistira Ghalia Indonesia.
commit to user
II - 2
TRADISIONAL “NO PROBLEM”
MODERN MASALAH BANJIR
MUKA AIR NORMAL
MUKA AIR BANJIR
Gambar 2.1
Permasalahan Banjir Sumber: Dok. pribadi berdasarkan “Banjir, Masalah Banjir, dan Upaya Mengatasinya”
sangat cepat dengan kecepatan dan kekuatan arus air yang tinggi pula, dapat terjadi hanya  pada  kondisi  tertentu  misalnya  hujan  badai  yang  intens,  atau  pelepasan  air
dari wadah penampungan air dalam debit yang besar sekaligus tak terkontrol.
Banjir  memberikan  efek  buruk  bagi  kehidupan  manusia.  Primary  effects,
meliputi  kerusakan  fisik  pada  properti,  bahaya  dan  kematian  sebagai  resiko  jiwa. Secondary effects, mulai dari persoalan suplai air, ketersediaan air bersih, kegagalan
panen  pada  lahan  pertanian  dan  langkanya  bahan  makanan,  serta  kerusakan  alam lanjut.  Ada  pula  tertiary  effects,  permasalahan  ekonomi  akibat  matinya  kehidupan
ekonomi wilayah banjir, pemulihan, menurunnya tourism, mahalnya logistik.
2. Permasalahan Banjir
Menurut  pengertiannya,  fisik  banjir  hanyalah  tetap  berwujud  air,  air  yang meninggi,  air  dengan  volume  besar,  air  dan  sebagainya.  Lalu  misalnya,  apakah
luapan  air  berskala  besar  yang  terjadi  di  rimba  terpencil  menjadi  sebuah permasalahan bagi orang-orang di kota? Bagaimana dengan bertambahnya volume
air pada got-got di perumahan pada musim penghujan? Apakah sebenarnya yang dipermasalahkan dari banjir?
Karena  itulah  di  sini  ada  istilah  “permasalahan  banjir”.  Pada  dasarnya,  banjir menjadi  masalah  ketika  adanya  banjir  tersebut  menimbulkan  gangguan  atau
kerugian.
6
Dengan adanya kontak fisik dengan banjir, praktis akan timbul gangguan atau  kerugian  tersebut.  Ketika  tidak,  lalu  mengapa  banjir  perlu  dipermasalahkan?
Yang ada hanya banjir, tanpa permasalahan.
Konsep  sederhana  yang  dilakukan  guna  mitigasi  banjir  yaitu  dengan menghilangkan adanya kontak  antara fungsi dengan banjir. Pada dasarnya ada dua
metode.  Pertama,  menghilangkan  banjir  dari  fungsi.  Dalam  hal  ini,  dilakukan rekayasa  pada  banjir.  Upaya  agar  banjir  tidak  terjadi  atau  paling  tidak  luapan  air
yang  ada  tidak  menjangkau  fungsi,  dilakukan  dengan  jalan  penyelamatan lingkungan,  pengelolaan  drainase  dengan  baik,  menerapkan  ruang  terbuka  pada
6
Menurut sumber Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
commit to user
II - 3
kota  sebagai  area  resapan,  membangun  tanggul  untuk  menjaga  konsistensi  ruang untuk air, dan sebagainya.
Kedua,  menghilangkan  fungsi  dari  banjir.  Upaya  dilakukan  berkaitan  dengan lokasi.  Pemilihan  lokasi  yang  aman,  baik  swadaya  maupun  oleh  peran  penting
pemerintah melalui kebijakan regulatifnya dapat diupayakan. Kendati  dua  metode  di  atas  telah  dilakukan,  faktanya  masih  ada  fenomena
limpasan  air  yang  tak  terkendali  hingga  mencapai  area  fungsional,  atau  di  sisi  lain masih banyak ditemui fungsi-fungsi terbangun pada area banjir. Inilah permasalahan
banjir  era  modern,  masih  dan  makin  ada  saja  kontak  antara  fungsi  terbangun dengan banjir.
3. Pemanfaatan Ruang Daerah Banjir
Penganti-banjiran,  konsep  lain  yang  dapat  dilakukan
7
sebagai  jalan  keluar pemanfaatan  lahan  banjir.  Prinsipnya  bahwa  dengan  adanya  kontak  antara  fungsi
dengan  banjir,  relatif  tidak  terjadi  gangguan  atau  kerugian.  Pengalaman  tentang arsitektur  anti  banjir  dapat  dianalogikan  dari  berbagai  pemikiran  terhadap  kondisi
keruangan yang identik.
a. Arsitektur AirPerairan
Proses  pembentukan  ruang  tidak  terbatasi  oleh  karakter  tempat.  Pada dasarnya,  keberhasilan  produk  arsitektur  adalah  fungsi.  Ketika  suatu
perencanaan  berada  pada  area  perairan,  yang  terpenting  adalah  bagaimana fungsi  itu  mampu  terpresentasikan  dengan  baik,  dengan  rekayasa  tertentu
untuk  menunjang  dan  membentuk  ruang.  Didukung  berbagai  ide  inovasi  dan teknologi  sekarang  ini,  membangun  di  area  air  bukanlah  hal  yang  sulit  atau
mustahil. Paradigma  mengenai  “lokasi”  sebagai  “lahan”  berkembang  menjadi
pemahamannya  sebagai  “ruang”  memunculkan  ide-ide  meruang  pada  lokasi perairan,  serupa  dengan  munculnya  ide  mengenai  pengembangan  hunian
vertikal di mana sudah tidak lagi dihiraukan keberadaan “lahan” terhadap fungsi. Teknisnya,  pemanfaatan  ruang  terhadap  perairan  yang  tipikal  ada  dua.
Pertama,  pemanfaatan  ruang  dalam  air,  terwujud  berupa  teknologi  nautika kapal  selam,  terowongan  lintas  pulau,  akuarium  bawah  air,  dan  sebagainya.
Yang  kedua,  pemanfaatan  ruang  di  atas  permukaan  air,  wujudnya  berupa peninggian permukaan, berbagai bentuk jembatan, kapal dan perahu, tambang
minyak lepas pantai, dan sebagainya. Dalam  arsitektur,  teknis  di  atas  diadopsi  sebagai  sebuah  pemecahan
persoalan  meruang  terhadap  lingkungan  perairan,  munculnya  ide-ide  tentang kota-kota  berbasis  air,  resort  lepas  pantai,  bangunan  di  tepi  sungai,  sea  world,
rumah di dataran banjir, dan penerapan yang lain.
7
Maksudnya selain dua metode yang telah disampaikan sebelumnya yaitu mengenai penghilangan kontak antara fungsi dengan banjir..
commit to user
II - 4
Sebagai objek pada perairan, pembahasan arsitektur bangunan air juga tidak lepas dari aspek aliran air terhadap perencanaan yang bersangkutan. Terlebih, di
sini sungai merupakan perairan dengan karkteristik air yang tidak statis, memiliki aliran  atau  kecepatan  dan  arah  gerak.  Pada  ilmu  hidrolika,  sungai  sendiri
merupakan  jenis  saluran  terbuka.  Pembahasan  hidrolika  berkaitan  dengan seberapakah  aliran  air  berpengaruh  terhadap  objek  desain  yang  ada,  atau
sebaliknya.
b. Sedikit Teori dan Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Banjir
Meng-anti banjir dilakukan dengan dasar bahwa secara garis besar, ada tiga bentuk respon terhadap bahaya banjir yang dapat dilakukan oleh manusia.
8
- Adjustment penyesuaian,
mengarah pada penataan manusia juga meliputi
produk  dan  sarana  pemenuh  kebutuhan  manusia,  karena  banjir  tidak  akan menjadi problem jika tidak ada manusia yang terkena dampak.
- Protection  perlindungan  merupakan  bentuk  perlindungan  manusia
terhadap  banjir  dalam  bentuk  modifikasi  saluransungai,  lebih  mengarah pada  perlakuan  pada  lingkungan  terjadinya  banjir  untuk  meminimalisasi
luapan ke daerah terlindung. -
Abatement  pengurangan  potensi merupakan
upaya  perlindungan  banjir yang  lebih  komplek  karena  membentuk  perlakuan  terhadap  DAS  secara
menyeluruh. Mengenai  pemanfaatan  bantaran  untuk  kawasan  terbangun,  ada  sedikit
teknis untuk segi arsitektural mencakup teknis bangunan dan tata lahan.
9
Dalam
pengolahan  lahan,  sebagai  salah  satu  bagian  dari  penanganan  banjir,
pengelolaan dilakukan dengan berprinsip pada konservasi lahan dan air. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara-cara berikut.
- Pembuatan terasering.
8
Berdasarkan buku “Floods, A Geographical Approach” karya Roy Ward.
9
Berdasarkan “Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir” yang dikeluarkan oleh Ditjen Penataan Ruang Dept. PU.
Gambar 2.2
Gambaran Arsitektur dan Air pada Desain Water Cities Wierdedorp Ezinge dan Palm Jumeirah Dubai
Sumber: www.core77.com, 17 Desember 2010
commit to user
II - 5
- Penghijauan dengan tanaman keras.
- Pembuatan saluran-saluran tanah yang dapat mengurangi erosi tanah, yang
dapat menyebabkan sedimentasi sungai. -
Pembuatan sumur resapan. -
Rehabilitasi situ-situ. -
Pembuatan  check  dam  di  badan  sungai  untuk  menanggulangi  erosi  dasar sungai.
Metode flood proofing merupakan cara yang dapat digunakan sebagai salah
satu  metode  dalam  perancangan  bangunan  di  area  banjir.  Tujuan  dari  flood
proofing  untuk  mengurangi  dampak  bencana  pada  saat  kejadian  banjir minimalisasi permasalahan banjir.
Prinsipnya  yaitu  menghindarkan  area  fungsional  pada  bangunan  dari kemungkinan  capaian  banjir,  antara  lain  dengan  rekayasa  elevasi  muka  tanah
atau elevasi muka struktur, serta menggunakan materialbahan bangunan tahan air  dan  tekanan.  Flood  proofing  dapat  dilakukan  dengan  mempertimbangkan
beberapa aspek. -
design  flood  level,  yang  merupakan  ketinggian  permukaan  air  banjir maksimum  atau  yang  sering  terjadi  baik  dari  perhitungan,  analisa  dan
perkiraan, maupun dari kejadian yang pernah terjadi. -
Tinggi  jagaan  free  board,  sebagai  toleransi  dari  ketinggian  perkiraan  air banjir. Kisarannya yaitu 30 cm hingga 50 cm di atas design flood level. Aspek
ini  berkaitan  dengan  flood  proofing  dengan  cara  meninggikan  elevasi  dari bagian fungsional bangunan.
- Penentuan lokasi yaitu di tepi dataran banjir flood fringe.
Dalam  perencanaan  area  banjir  menjadi  lahan  terbangun  harus memperhatikan  resiko  banjir  flood  risk  yang  nantinya  dapat  menjadi  input
dalam  penentuan  zonifikasi  dataran  banjir  floodplain  zoning,  meliputi beberapa  aspek  yang  sifatnya  non  fisik  yang  menentukan  tingkat  resiko  banjir
seperti  besarnya  banjir  yaitu  kedalaman  dan  kecepatan  aliran  banjir karakteristik  banjir,  efektifnya  waktu  peringatan  banjir,  kesiapan  menghadapi
banjir,  kecepatan  naiknya elevasi  banjir, lamanya  genangan  yang  dapat  terjadi,
Gambar 2.3
Skema Teknis Flood Proofing Sumber: “Pedoman Pemanfaatan Kawasan Rawan Bencana Banjir”
commit to user
II - 6
halangan-halangan  aliran  air  banjir,  tingkat  kerusakan  bencana  banjir,  dan masalah evakuasi jika diperlukan.
c. Flood Proofing Sebagai Inovasi Arsitektur Merespon Banjir
Menurut  Kiran  Curtis
10
pada  kompetisi  flood  proof  houses  yang  diadakan oleh  Norwich  Union  dan  RIBA,  dengan  memandang  fenomena  banjir  yang
sifatnya  universal,  menjelaskan  bahwa  strategi  pendekatan  untuk  desain  pada resiko banjir secara umum dapat menggunakan salah satu dari empat metode.
1 Rumah dengan rekayasa elevasi. Prinsip ini serupa dengan rumah panggung.
2 Rumah  apung  atau  amphibious.  Rumah  ini  merupakan  adopsi  sifat  apung
dari teknologi nautika kapal dan perahurakit-rakit sederhana. 3
Rumah  dengan  dry  flood  proofing,  atau  dengan  pertahanan  terhadap intervensi  banjir  resilient.  Pada  dasarnya,  bagian  luar  rumah  berfungsi
sebagai penahan benteng aliran air agar tidak masuk ke bagian fungsional rumah. Aspek struktur dan kekuatan material sangat penting di sini.
4 Rumah  dengan  wet  flood  proofing,  yang  tidak  bermasalah  walaupun
diintervensi oleh banjir. Ini adalah skema yang fleksibel dengan melibatkan rumah  berlantai  lebih  dari  satu.  Sederhananya,  ketika  banjir,  lantai  dasar
dibiarkan  “mati”  untuk  sementara,  habit  masih  bisa  berlangsung  di  lantai atas bangunan.
d. Studi pada Ide Desain yang Merespon Banjir
Arsitektur  dengan  respon  terhadap  banjir  bukanlah  hal  yang  baru  karena permasalahan banjir merupakan permasalahan primitif, telah ada seiring adanya
manusia  sebagai  subjek  yang  mempermasalahkan  banjir.  Akan  tetapi,  hal tersebut  juga  bukan  sesuatu  yang  umum  dan  banyak  dilakukan  karena  lokasi
banjir  kebanyakan  bukan  merupakan  pilihan  bertempat  kecuali  sebuah keterpaksaan.
Oleh  karena  itu  beberapa  gagasan  ideal  mengenai  peresponan  banjir  pada perencanaan  bangunan  di  daerah  banjir  yang  sudah  ada  dapat  dipakai  sebagai
acuan penggagasan desain. Sesuai  penuturan  Kiran  Curtis,  desain  dengan  peresponan  banjir  yang  ada
teridentifikasi  memiliki  prinsip-prinsip  flood  proofing.  Terlepas  dari  stimulasi ideal,  nyatanya  peresponan  banjir  memang  telah  banyak  diterapkan  pada
perancangan  bangunan  yang  sudah  ada.  Banjir  sebagai  kondisi  alam  yang ekstrim kadang menghasilkan desain arsitektur yang unik pula, karena memang
perubahan skala prioritas terutama demi keamanan kadang harus meninggalkan ukuran-ukuran  estetika  publik  yang  dicerminkan  oleh  wujud-wujud  standar
relatif bangunan “konvensional” yang lebih dahulu ada.
10
Principle dari KCA Architect
commit to user
II - 7
1 Rekayasa Elevasi Bangunan
Tipologi  panggung  sudah  menjadi  ciri  rumah  tradisional  khususnya  di kawasan Asia Tenggara, beberapa di antaranya di Indonesia seperti Rumah
Panjang,  Rumah  Panggung,  Rumah  Gadang  dan  beberapa  yang  lain.  Sejak awal,  bentuk  panggung  diterapkan  untuk  menghindari  bahaya.  Banjir  dan
hewan buas merupakan yang dimaksud.
Selanjutnya,  fungsi  panggung  semakin  berkembang  sesuai  dengan kebutuhan  dan  pemikiran  akan  tuntutan  efisiensi.  Mengingat  bahwa  banjir
sifatnya insidental, juga intensitas kondisi banjir tentu lebih jarang dibanding kondisi  normal,  selebihnya  sela  di  bawah  panggung  digunakan  untuk
penyimpanan,  kandang,  bekerja,  dan  sebagainya  yang  lebih  fungsional daripada
sekedar untuk
ruang toleransi
air. Dengan
tetap mempertimbangkan  resiko  banjir,  pemanfaatan  kolong  panggung  bukan
untuk fungsi krusial, melainkan fungsi kebutuhan sekunder. Kini  bentukan  panggung  tersebut  tidak  lebih  dari  sekedar  ciri  rumah
adat  regional  lokasi  yang  bersangkutan.  Yang  aktual,  ada  beberapa  rumah tradisional  dengan  panggung  yang  masih  “berfungsi”  seperti  contohnya
rumah tradisional Suku Asmat di Sungai Pomako.
Lebih  modern,  Hind  House  oleh  John  Pardew  adalah  contoh  rekayasa
elevasi bangunan. Hunian yang berada di tepi sungai ini dibuat berada lebih
Gambar 2.4
Beberapa Tipologi Rumah Tradisional Berpanggung Sumber: www.koran-jakarta.com, 17 September 2010
Gambar 2.5
Rumah Tradisional Suku Asmat yang Ada di Perairan Sumber: adikurnia.wordpress.com 17 September 2010
commit to user
II - 8
Gambar 2.7
MOS Floating House Sumber: www.egodesign.ca, 17 Desember 2010
Gambar 2.6
Hind House by John Pardew Sumber: www.topinteriordesign.com, 17 Desember 2010
tinggi  dari  permukaan  tanah  dengan  tiang-tiang  penyangga.  Bagian  bawah panggung dibiarkan berupa space kosong yang mungkin dapat dimanfaatkan
untuk sekedar memarkir mobil. Akses menuju rumah menggunakan tangga. Konstruksi rumah cukup sederhana, berupa struktur rangka metal dan kayu
sebagai dindingnya.
2 Floating atau Amphibious
Konsep floating dapat dilihat dari MOS Floating House. Daripada rumah
anti  banjir,  penerapan  floating  lebih  karena  lokasinya  yang  berada  di perairan.  Sub-strukturnya  menggunakan  bentuk  drum-drum  yang  dirangkai
untuk  menunjang  pengapungan.  Dengan  mekanisme  pengapungan  yang sederhana  ini,  konstruksi  rumah  bagian  atas  dibuat  menggunakan  material
yang ringan.
Konsep amphibious dapat dicontohkan pada Brad Pitt’s Floating House.
Serupa dengan mekanisme floating, hanya saja normalnya rumah berada di atas daratan. Struktur rumah tetap dengan pondasi dan kolom, akan tetapi
dengan  mekanisme  pengapungan,  pelat  rumah  dapat  bergerak  vertikal, menyesuaikan ketinggian banjir yang terjadi.
commit to user
II - 9
Gambar 2.9
Desain Rumah dengan Wet Flood Proofing oleh Eleena Jamil Architects dan oleh Nissen Adams LLP
Sumber: “Flood-proof Houses for the Future: A Compendium of Design”
Gambar 2.8
Desain Rumah oleh Pohkit Goh Sumber: “Flood-proof Houses for the Future: A Compendium of Design”
3 Dry Flood Proofing
Pada  penerapannya,  metode  ini  sangat  sedikit  digunakan  karena resikonya  tinggi.  Metode  ini  lebih  familiar  pada  kondisi  banjir  yang  kecil,
dengan  peresponan  menyerupai  sistem  dam-dam  sederhana.  Desain
resilient  house  Pohkit  Goh  dapat  menjadi  contoh  aplikasinya.  Pada
bangunan  dengan  bentuk  kotak  sederhana,  kaca  sebagai  bagian  luar bangunan  yang  dominan  dibuat  dengan  ketahanan  terhadap  air  sehingga
banjir  tidak  dapat  masuk  ke  rumah.  Kekuatan  kaca  tersebut  dibantu  oleh susunan kayu-kayu, tidak hanya sebagai pelindung, namun juga menunjang
estetika.
4 Wet Flood Proofing
Metode  ini  biasanya  disertai  dengan  sistem  peruangan  yang  fleksibel pada  lantai  dasar  untuk  menunjang  keamanan  properti  dan  kemudahan
evakuasi.  Sirkulasi  air  dalam  ruangan  menjadi  penting  agar  tidak  merusak
commit to user
II - 10
Gambar 2.10
Gambaran Kawasan Dordrecht Municipality Sumber: www.baca.uk.com, 13 Agustus 2010
atau aliran air tidak menjadi terhambat. Contohnya dapat dilihat dari desain
rumah  oleh  Eleena  Jamil  Architects  dan  juga  Nissen  Adams  LLP  berikut.
Perencanaan  unit  rumah  yang  tipikal  memungkinkan  terbentuk  jalur sirkulasi  darurat  saat  banjir  yang  dapat  diakses  melalui  lantai  atas  masing-
masing.
Secara  umum,  ada  pula  Dordrecht  Municipality,  hunian  massal  berwujud
apartemen  dan  rusun  dengan  unit  yang  berbeda-beda,  yang  menggunakan gabungan  beberapa  metode  flood  proofing.  Desain  ini  masih  dalam  tahap
pembangunan.  Lokasinya  berada  di  tepi  sungai  di  Dordrecth  yang  telah diketahui berpotensi terjadi banjir.
Gambar 2.11
Macam Flood-proof pada Unit-unit Bangunan Sumber: www.baca.uk.com, 13 Agustus 2010
commit to user
II - 11
Gambar 2.12
Perubahan Ketinggian Permukaan Air Terhadap Bangunan Sumber: www.baca.uk.com, 13 Agustus 2010
Gambar 2.13
Analisa Kawasan Dordrecht Municipality Sumber: www.baca.uk.com, 13 Agustus 2010
Bangunan  ini  diadakan  karena  kebutuhan  masyarakat  akan  hunian  yang besar. Urgensi  yang muncul  untuk  pemanfaatan  lahan  tepi  air ini  yaitu  potensi
panorama dan suasana tepi air yang begus, dan juga sebagai landmark kawasan. Di  sisi  lain  hal  tersebut  juga  meningkatkan  nilai  jual  properti    bagi  masyarakat
kelas atas.
commit to user
II - 12
B. PEMAHAMAN MENGENAI PERMUKIMAN
1. Esensi Permukiman dan Kegiatan Bermukim
11
Pengertian Umum Permukiman
Istilah  permukiman  pengertiannya  luas  sebagai  suatu  kesatuan  ekologis  antara masyarakat  manusia  dengan  lingkungannya,  baik  lingkungan  alam  maupun
lingkungan buatan, yang bertumbuh membangun peradabannya dalam multidimensi sosial-keluarga  dan  komunitas,  sosial-ekonomi,  sosial-politik,  sosial-budaya,  dan
sosial-keagamaan. Pada  skala  yang  kecil,  permukiman  dapat  diartikan  sebagai  lingkungan  hunian,
lebih luas dapat berwujud sistem lingkungan perkotaan, dan seterusnya. Meskipun tidak dihuni secara langsung, hutan, sungai, langit, lautan yang juga berperan pada
sistem kehidupan manusia sebagai subjek yang melakukan aktivitas bermukim, juga merupakan bagian permukiman. Sehingga yang lebih luas lagi, tata surya dapat pula
diartikan sebagai permukiman di mana mewadahi seluruh sistem aktivitas bermukim yang sangat besar.
Kegiatan Bermukim
Selain  adanya  kesatuan  ekologis  antara  manusia  dan  lingkungannya, permukiman  dapat  diindikasikan  dari  telah  tumbuhnya  kegiatan  bermukim.  Suatu
keluarga  bekerja,  bersekolah,  bermain,  bernafas,  makan  minum,  beristirahat, beribadah,  berolahraga  dalam  suatu  lingkungan,  baik  dalam  ruang  rumah  maupun
ruang  bersama, mereka  telah  disebut  bermukim  pada  lingkup lingkungan  tersebut. Kegiatan  bekerja,  rekreasi,  dan  sebagainya,  juga  dilakukan  bukan  hanya  di
lingkungan tempat tinggal, namun juga di tempat yang lebih jauh, di mana rumah- rumah  tetap  menjadi  tempat  berasal  dan  tempat  kembali  dari  berbagai  aktivitas
tersebut,  maka  mereka  juga  melakukan  kegiatan  bermukim  di  wilayah  yang  lebih luas  tersebut.  Bahkan  bagi  yang  sering  berpindah  tempat  kerjanya,  terbang
menggunakan  pesawat,  berlayar  dengan  kapal,  semua  itu  tergolong  kegiatan bermukim. Semua itu dilakukan di tempat yang habitable.
Oleh karena itu sering dijumpai modifikasi lingkungan agar menunjang kegiatan bermukim, seperti toilet dan tempat makan pada alat transportasi seperti kapal, bus
dan  pesawat.  Bahkan  aktivitas  yang  ada  di  lahan  yang  dikatakan  illegal  untuk  area “permukiman”, yang  di  dalamnya ada  anak-anak  bersekolah,  ayah mencari  nafkah,
ibu mengurus rumah tangga, juga digolongkan kegiatan bermukim.
Adaptasi, Hubungan Alami, dan Menciptakan Tempat
Berdasarkan  kesatuan  ekologis  dan  tumbuhnya  kegiatan  bermukim  tersebut, maka permukiman mengambil ruang dan tempat space and place dalam skala yang
11
Dipahami dan dirangkum berdasarkan artikel Moh. Jehansyah Siregar, Ph.D, KK Perumahan dan Permukiman, SAPPK-ITB, “Memahami Permukiman dan Pengaturannya”, disusun sebagai
masukan akademis dalam penyusunan RUU Perumahan dan Permukiman pada 2010.
commit to user
II - 13
beragam.  Permukiman  dapat  berupa  lingkungan  hunian,  skala  lingkungan  kota, sistem kota atau sistem desa – kota, lebih luas lagi sistem antar wilayah negara, dan
seterusnya.  Kemampuan  beradaptasi  dalam  ruang  dan  tempat  kegiatanlah  yang menentukan skala permukiman mereka. Tidak semua manusia memiliki kemampuan
adaptasi  terhadap  berbagai  skala  ruang  dan  tempat.  Ada  manusia  yang  nyaman untuk  bersekolah  di  dalam  kota  saja,  berarti  lingkup  permukimannya  dalam  skala
kota.  Ada  pula  orang  yang  nyaman  bekerja  secara  menglaju  commuting,  maka lingkup  permukiman  yang  terbentuk  berskala  antar-kota.  Bahkan  ada  orang  yang
anti sosial, hanya dapat beradaptasi didalam rumah, maka lingkupnya hanya dalam skala rumah sebagai permukiman.
Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan ini menandai suatu hubungan yang alami  antara  manusia  dan  hunian  serta  lingkungan  tempat  tinggalnya.  Berbagai
faktor sosial budaya yang mempengaruhi adaptasi manusia dan lingkungan tempat tinggalnya  inilah  yang  pada  gilirannya  menentukan  pilihan-pilihannya  akan  tempat
tinggal.  Aspek  inilah  yang  kemudian  tidak  menjadi  prioritas  dalam  pertimbangan penyediaan  tempat  tinggal  dan  permukiman,  contohnya  seperti  banyak  sekali
mistarget pembangunan perumahan. Di satu sisi banyak perumahan yang tidak laku akibat  tidak  diminati  mayarakat.  Di  sisi  lain,  tumbuhnya  permukiman  informal
ilegal  pada  hakikatnya  menunjukkan  adanya  kebutuhan  riil  akan  tempat  tinggal kelompok itu di lokasi tersebut.
Mengapa  bisa  terjadi?  Karena  didasari  kemampuan  beradaptasi  tersebut, individu  dan  keluarga  melakukan  suatu  pilihan  tempat  tinggalnya  mengikuti
dorongan kebutuhan yang khas dan unik untuk setiap individu dan keluarga. Individu dan  keluarga  memilih  tempat  tinggal  dengan  lebih  banyak  pertimbangan  dan
dengan waktu lebih lama.
Pengaturan Urusan Permukiman
Urusan permukiman di sini tentunya tidak menyangkut permukiman secara luas dan  makro  seperti  diuraikan  tersebut.  Mangapa?  Karena  permukiman  dalam  arti
luas pada dasarnya merupakan fenomena yang tumbuh secara alamiah. Oleh karena itu,  istilah  “penyelenggaraan  permukiman”  yang  maknanya  luas  sekali,  tentunya
tidak  tepat  lagi.  Penyelenggaraan  permukiman  dengan  lingkup  makro  mungkin mendekati lingkup penyelenggaraan negara.
Pada  sudut  pandang  yang  lebih  terbatas,  hubungan  perumahan  dan permukiman  hendaknya  tidak  dilihat  dari  kacamata  pelaksanaan  proyek-proyek
secara  formalistik  seperti  ini.  Kategorisasi  terhadap  komponen-komponen  fisik memaknai  perumahan  sebagai  kumpulan  rumah-rumah,  sedangkan  permukiman
diartikan  sebagai  kumpulan  rumah-rumah  yang  plus-plus  fasilitas  dan  prasarana. Pemahaman  yang  salah  kaprah  inilah  yang  akhirnya  memandang  bahwa  urusan
perumahan  dan  permukiman  dapat  dikotak-kotakkan  begitu  saja  untuk  kemudian dijadikan objek hukum suatu pengaturan melalui undang-undang.
commit to user
II - 14
2. Rumah Sebagai Unsur Utama Permukiman
Rumah, pengertiannya adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau  hunian  dan  sarana  pembinaan  keluarga.
12
Kebutuhan  akan  dapat  berlindung sebenarnya termasuk kebutuhan yang utama, selanjutnya karena manusia tidak lagi
hidup  secara  berpindah-pindah,  maka  mereka  memerlukan  tempat  tinggal  yang tetap, yang sekarang bisa disebut rumah.
13
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia akan papan merupakan bagian dan perumahan dan permukiman yang perlu ditata agar dapat berkelanjutan,
serta  dapat  meningkatkan  kesejahteraan  penghuni  di  dalamnya  karena  akan menunjang pembangunan ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang yang lain.
14
Rumah  beserta  lingkungannya  permukiman  merupakan  pusat  kegiatan keluarga,  pendidikan,  pembentukan  kepribadian  dan  nilai  budaya  suatu  komunitas
serta  sebagai  tempat  persemaian  generasi  yang  akan  datang  yang  dapat melambangkan  peradaban  manusia  serta  dapat  menjadi  cermin  jati  diri  dan  taraf
hidup  penghuninya  sebagai  gambaran  peri  kehidupan  dan  penghidupan  yang menyeluruh.
15
Ketika  permukiman  diukur  pada  skala  individu  dan  keluarga,  maka  rumah merupakan  permukiman  pada  skala  yang  kecil.  Paradigma  mengenai  kebutuhan
hunian masyarakat di negara ini yaitu bahwa bertambahnya satu angka pernikahan berarti bertambahnya satu kebutuhan hunian. Artinya satu keluarga inti untuk satu
rumah.  Batasan  rumah  adalah  rumah  sebagai  wadah  privasi  dan  aktivitas  anggota keluarga yang ditentukan menempati rumah tersebut.
Rumah  tidak  lebih  dari  sekedar  wujud  fisik  rumah  ruang,  hak  untuk menempati,  hak  akan  privasi,  untuk  melakukan  aktivitas  merumah,  baik  itu  rumah
sewa  ataupun  rumah  sendiri  tergantung  kemampuan  suatu  keluarga  dalam mengadakan hunian bagi mereka.
Fungsi utama yang terkandung dalam sebuah rumah sebagai tempat bermukim,
yaitu:
16
- Rumah  sebagai  penunjang  identitas  keluarga  identity  yang    diwujudkan  pada
kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat  tinggal  dimaksudkan  agar  penghuni  dapat  memiliki  tempat  berteduh
guna melindungi diri dari iklim setempat.
12
Musthofa Bisri, 2008
13
Juhana, 2000.
14
UU RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
15
Arti penting rumah, oleh Silas, 1993.
16
Turner.
commit to user
II - 15
- Rumah  sebagai  penunjang  kesempatan  opportunity  keluarga  untuk
berkembang  dalam  kehidupan  sosial  budaya  dan  ekonomi  atau  fungsi pengemban  keluarga.  Kebutuhan  berupa  akses  ini  diterjemahkan  dalam
pemenuhan  kebutuhan  sosial  dan  kemudahan  ke  tempat  kerja  guna mendapatkan sumber penghasilan.
- Rumah sebagai penunjang rasa aman security dalam arti terjaminnya keadaan
keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan  perumahan  yang  ditempati  serta  jaminan  keamanan  berupa
kepemilikan rumah dan lahan the form of tenure.
3. Mengenai Penataan Permukiman
a. Metode Penataan Permukiman
Untuk kawasan di atas tanah legal slums: 1
Model Land Sharing Yaitu  penataan  ulang  di  atas  tanah  dengan  kepemilikan  masyarakat
cukup tinggi. Masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan luas yang  sama  dengan  memperhitungkan  kebutuhan  untuk  prasarana  umum
jalan, saluran, dan sebagainya. Beberapa prasyaratnya antara lain:
- Tingkat kepemilikanpenghunian secara sah cukup tinggi dengan luasan
yang terbatas. -
Tingkat  kekumuhan  tinggi  dengan  ketersediaan  lahan  yang  memadahi untuk menempatkan sarana dan prasarana dasar.
- Tata letak permukiman belum berpola.
2 Model Land Consolidation
Model  ini  juga  menerapkan  penataan  ulang  di  atas  tanah  yang  selama ini telah dihuni. Beberapa prasyaratnya antara  lain:
- Tingkat penguasaan lahan secara tidak  sah tidak memiliki bukti primer
pemilikan atau penghunian oleh masyarakat cukup tinggi. -
Tata letak permukiman tidakkurang berpola, dengan pemanfaatan yang beragam tidak terbatas pada hunian.
- Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih
strategis dari sekedar hunian. Untuk kawasan di atas tanah ilegal squatters:
1 Resettlement
Pemindahan  penduduk  menuju  pada  suatu  kawasan  yang  khusus disediakan.  Pemindahan  ini  perlu  dilakukan  bila  permukiman  berada  di
kawasan  fungsional  yang  akan  direvitalisasi  sehingga  bertujuan  juga  untuk memberikan nilai ekonomi bagi pemerintah.
2 Konsolidasi Lahan
commit to user
II - 16
Apabila  dalam  kawasan  tersebut  akan  dilakukan  refungsionalisasi kawasan  dengan  catatan  sebagian  lahan  yang  disediakan  masih  bagi  lahan
hunian, guna menampung penduduk yang kehidupannya sangat bergantung pada  kawasan  sekitarnya  serta  bagi  penduduk  yang  masih  ingin  tinggal  di
kawasan  ini.  Salah  satu  pemecahannya  adalah  penempatan  dalam  rumah sewa.
b. Studi Penataan Permukiman
1 Penataan Permukiman di Kali Anyar, Mojosongo
17
Diawali  keinginan  warga  untuk  memperjuangkan  kepemilikan  tanah secara  serempak.  Mulanya  beberapa  tidak  dapat  dikabulkan  karena
berbagai permasalahan. -
Tempat tinggal warga berada di area bentaran Kali Anyar. -
Beberapa berada dalam 10 meter garis sempadan sungai. -
Terkena proyek pelebaran Jln. Tentara Geni Pelajar. -
Lokasi merupakan area luapan banjir sungai. Permasalahan  tersebut  dapat  menjadi  alasan  kuat  diadakan  relokasi.  Akan
tetapi  Pemda  mengajukan  alternatif  lain  yaitu  kepemilikan  tanah  dapat diperoleh apabila warga bersedia lahannya ditata ulang.
Lokasi  merupakan  kawasan  permukiman  yang  padat  dengan  letak permukiman yang tidak teratur. Hal ini telah menyebabkan timbulnya slum.
Fasilitas MCK, selokan pembuangan, listrik, serta penyediaan air bersih pada permukiman ini tidak tersedia cukup.
Terdapat  61  rumah  61  KK  dengan    kondisi  fisik  yang  kotor,  tidak beraturan.  Material  yang  dipakai  kebanyakan  menggunakan  triplek  atau
anyaman  bambu  dan  lantai  plester  serta  banyak  yang  tidak  berventilasi. Jumlah  rumah  dengan  kondisi  demikian  ada  65  atau  sekitar  40  rumah.
Kondisi  rumah  dengan  anyaman  bambu  dan  lantai  tanah  ada  21  atau  12 rumah.  Sisanya  rumah  yang  sudah  lebih  permanen.  Kemudian  diadakan
peremajaan pada lahan ini dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, ditetapkan  batas  fisik  lahan  bantaran  yang  diperbolehkan  untuk  didirikan
diatasnya hunian. Pada  penataannya,  61  unit  yang  ada  dibagi  menjadi  51  rumah  dan  10
kios.  Desain  rumah  dibuat  seragam,  bentuknya  bertingkat  yaitu  sekitar  35 m
2
.  Material  menggunakan  batu  bata,  kayu  dan  genteng  keramik  untuk atap,  serta  lantai  berupa  plesteran  dan  ubin.  Kondisi  ini  telah  memenihi
standar rumah sehat oleh Umar Fachmi Ahmadi Komarudin, 1996. Fasilitas kawasan ini juga telah diperbaiki hingga telah layak digunakan.
Jalan  lingkungan  berpaving.  Terdapat  area  parkir  yang  memadai, penerangan  jalan  yang  cukup,  pohon  peneduh  di  sepanjang  sungai,  dan
taman-taman di depan rumah dan beberapa taman public. Saluran air bersih
17
Dikutip dari Laporan Tugas Akhir, Sarah Kuji Yosephine, “Penataan Bantaran Sungai Tipes”, UNS.
commit to user
II - 17
Gambar 2.14
Permukiman Kali Code Sumber: proconcervation.blogspot.com, 6 Desember 2009
terdapat  di  tiap  belakang  rumah  dan  septic  tank  komunal  terdapat  pada masing-masing blok rumah sebanyak 5 unit. Disediakan sambungan telepon
dan juga listrik. Selain itu disediakan sarana beribadah yang cukup. 2
Penataan Permukiman Bantaran Kali Code, Yogyakarta
18
Kampung  Code  Utara  di  Yogyakarta  merupakan  contoh  keberhasilan proyek alternatif penggusuran warga. Kampung sederhana binaan mendiang
Yusuf  Bilyarta  Mangunwijaya  ini  tertata  apik  dengan  berbagai  fasilitas, tempat bermain, WC umum, rumah susun yang sehat, dan balai warga.
Awalnya,  Kampung  Code  ini  merupakan  permukiman  liar  yang  sangat kumuh  dan  suram.  Status  tanah  di  bawah  jembatan  Gondolayu  ini  tidak
bertuan,  sehingga  banyak  dimanfaatkan  oleh  masyarakat  yang  belum memiliki  hunian  untuk  menjadikan  wilayah  ini  sebagai  tempat  tinggal
dengan  bangunan  seadanya,  sangat  menggambarkan  kondisi  masyarakat miskin  kota.  Bangunan  yang  ada  sebagaian  besar  terbuat  dari  kardus  dan
triplek. Bila musim penghujan, ancaman banjir datang. Pada  tahun  1984,  pemerintah  berencana  merelokasi  daerah  tersebut
setelah  terjadinya  bencana  banjir.  Pemerintah  beralasan  daerah  tersebut
18
www.fardhani.com
commit to user
II - 18
Gambar 2.15
Sketsa Bantaran Sungai Sumber: Dokumentasi pribadi
tidak layak  untuk hidup. Saat itu masyarakat menolak adanya  penggusuran ini.  Awalnya  Romo  Mangun  datang  karena  faktor  kemanusiaan  pasca
bencana  banjir,  tetapi  kedekatan  terhadap  masyarakat  memicu  nalurinya untuk menata kampung ini menjadi lebih baik dan sehat.
Romo  Mangun  menata  ulang  permukiman  yang  ada  sehingga  fasilitas umum  menjadi  terpenuhi  seperti  WC  umum,  open  space  untuk  bermain,
balai  serbaguna  yang  berfungsi  sebagai  perpustakaan,  tempat  belajar  dan tempat  pertemuan  warga.  Romo  Mangun  juga  mampu  mengubah  mental
masyarakat  di  kampung  Code  sehingga  mereka  memiliki  profesi  yang  lebih baik seperti pedagang, tukang parkir maupun karyawan toko.
Kampung  Code  memiliki  aset  kampung  berupa  rumah-rumah peninggalan  Romo  Mangun  dan  ada  konvensi  tak  tertulis  di  dalamnya.
Rumah-rumah  tersebut  tidak  boleh  dikalim  oleh  siapapun.  Yang  boleh menempati  rumah  tersebut  adalah  warga  Code  yang  benar-benar  belum
memiliki rumah atau bagi gelandangan homeless. Jika suatu saat keadaan ekonomi  membaik,  atau  anggota  keluarga”habis”  karena  telah  meninggal
dunia  atau  menikah  dan  keluar  dari  Kampung  Code,  maka  rumah  tersebut harus dikembalikan kepada kampung dan digunakan kembali oleh warganya
yang benar-benar membutuhkan.
C. PEMAHAMAN MENGENAI BANTARAN SUNGAI
1. Mengenal Bantaran Sungai
Pengertiannya yaitu lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi  hingga  kaki  tanggul  sebelah  dalam.  Sedangkan  tanggul  merupakan  bangunan
pengendali  sungai  yang  dibangun  dengan  persyaratan  teknis  tertentu  untuk melindungi daerah sekitar sungai dari limpasan air.
19
Bantaran sungai merupakan ruang terbuka yang terbentuk akibat adanya aliran sungai,  dengan  lebar  ruang  bebas  cukup  beragam,  dan  sangat  tergantung  daerah
yang  dilalui  aliran  tersebut.  Ruang  bebas  bantaran  tersebut  merupakan  ruang penangkap  air  apabila  terjadi  limpahan  air.  Dengan  demikian  ruang  tersebut
19
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 1991 Tentang Sungai, tercantum pada pasal 1 yang menybutkan pengertian-pengertian.
commit to user
II - 19
bersifat  sebagai  ruang  pelindung  dan  pengamanan  aliran  sungai,  sebagai  daerah penyangga buffer dalam pengelolaan air.
20
2. Menuju Bantaran Hijau
Keberadaan  bantaran  sungai  secara  primer  adalah  untuk  kepentingan  sungai, kepentingan  air.  Konsep  keberlanjutan  pada  penataan  lingkungan  bantaran  sungai
tidak  lepas  dari  tujuan  konservasi  sumber  daya  air.  Hal  itu  terkait  beberapa persoalan lingkungan yang berujung pada tiga permasalahan klasik air yaitu 3T, too
little kekeringan, too much banjir, dan too dirty ketersediaan air bersih sebagai indikasi ketidakseimbangan peredaran air siklus hidologi terutama di ruang darat.
Untuk memenuhi aspek konservasi sumber daya air, prinsipnya yaitu bagaimana bisa  menahan  aliran  permukaan  run-off  sebesar-besarnya  dan  memberi
kesempatan  selama-lamanya  untuk  meresap  ke  dalam  tanah  menjaga keseimbangannya.  Konsep  ini  aktual,  terkait  dengan  isu  banyak  berubahnya  area
konservasi,  lahan-lahan  hijau  menjadi  area  budidaya  terbangun.  Pemanfaatan bantaran sungai adalah salah satu contohnya.
Tingginya  intensitas  banjir  atau  luapan  air  yang  menyebabkan  permasalahan banjir  di  beberapa  tempat  menjadi  indikasi  makin  banyaknya  air  yang  beredar  di
atas permukaan tanah yang kemudian memakan ruang lebih, termasuk area bukan ruang untuk air ketika ruang air yang disedikan tidak memadahi lagi.
Bantaran sungai dalam landscape ekologi perkotaan merupakan elemen struktur landscape  dalam  bentuk  koridor  hijau  vegetasi  riparian,  selain  memberikan
manfaat kesejukan dan keindahan,
21
juga berfungsi sebagai jasa bio-eko-hidrologis di wilayah perkotaan.
22
Berubahnya  fungsi  bantaran  sungai  dari  yang  semestinya  sebagai  area  terbuka hijau menjadi area terbangun mengakibatkan beberapa hal.
- Menghilangkan  kemampuan  mengendalikan  banjir.  Adanya  pepohonan  dapat
menghalangi  kecepatan  arus  limpahan  sungai  yang  terjadi  sebelum  mencapai area daratan sehingga kekuatan destruktifnya berkurang.
- Meningkatkan kepadatan tanah yang mengakibatkan porositas tanah berkurang.
Sesuai prinsip konservasi air, air permukaan seharusnya terkonversi menjadi air tanah  sehingga  menjaga  keseimbangan  siklus  hidrologi,  peredaran  air
permukaan berkurang. -
Sedimentasi  sungai  karena  kurangnya  vegetasi.  Adanya  vegetasi  sendiri  dapat sebagai pengikat tanah oleh akar-akarnya.
Adapun  manfaat  penting  mempertahankan  bantaran  sungai  sebagaimana mestinya antara lain sebagai berikut.
20
Manan 1990.
21
Hough 1978.
22
Forman dan Gordon 1986
commit to user
II - 20
- Dapat memberikan naungan dan keteduhan oleh vegetasi peneduh.
- Bantaran sungai menjadi pengontrol sistem drainese alami sebagai area infiltrasi
air ke dalam tanah. Adanya vegetasi alami di bantaran sungai menghambat arus air  permukaan  dan  tanahnya  menyerap  sebagian  air.  Perakaran  vegetasi
meningkatkan  kemampuan  tanah  untuk  menyerap  air.  Melalui  proses transpirasi, mendukung pula siklus hidrologi.
- Vegetasi yang  ada  pada  bantaran  berfungsi menyaring  air  dari limbah  sebelum
masuk  ke  aquifer,  pencemaran  air  dari  limbah  berkurang,  sebagai  tindakan preventif dari permasalahan air, too dirty.
- Bantaran  sungai  juga  sebagai  cagar  keanekaragaman  hayati,  baik  digambarkan
oleh  varian  vegetasi  yang  ada  tapi  juga  bantaran  sungai  yang  hijau  sebagai habitat hewan, serangga, burung, mamalia.
- Area  bantaran  sungai  sendiri  secara  otomatis  berperan  sebagai  pengendali
banjir  untuk  ruang  di  luar  bantaran.  Hal  ini  sesuai  dengan  fungsi  bantaran sebagai ruang toleransi limpasan air sungai. Sederhananya, memperbaiki daerah
bantaran  sungai  sebagai  kawasan  bervegetasi  alami,  membiarkan  sungai mengaliri  dan  menggenangi  tempat  yang  diinginkannya  sendiri,  serta
menghindari penutupan bantaran oleh bangunan. Secara  keseluruhan,  peran  bantaran  sebagai  penjaga  kesinambungan  siklus  air
tanah dan air permukaan sangatlah penting. Pemanfaatan bantaran lebih fungsional harus berdasarkan prinsip konservasi air yang dapat ditempuh melalui berbagai cara
yang disampaikan di atas. Outputnya berupa aplikasi bantaran sebagai koridor hijau dengan  sendirinya  menunjang  nilai  ekologis  bantaran  sungai  dan  juga  berperan
sebagai ruang hijau kota.
commit to user
III - 1
Gambar 3.1
Tinjauan Makro Lokasi Terhadap Kota Surakarta Sumber: Dokumentasi pribadi
BAB III
DATA DAN INFORMASI LAPANGAN
Lokasi  permasalahan  banjir  sebagai  objek  pembahasan  ini  berada  dalam  wilayah administratif Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Lahannya merupakan
salah satu segmen dari keseluruhan bantaran Bengawan Solo yang juga dibatasi oleh tanggul Upper  Solo  River  Improvement.  Terhadap  Kota  Surakarta  secara  administratif  dan  letak
geografis,  lokasinya  berada  di  pinggiran  timur  kota  yang  identik  dengan  sebutan  “daerah terpinggirkan” kota pada umumnya.
A. BANTARAN SUNGAI DI SANGKRAH SEBAGAI FLOODPLAIN
1. Faktor Melimpasnya Air Bengawan Solo
Banjir  yang  terjadi  di  bantaran  sungai  di  Sangkrah  melibatkan  luapan  aliran Sungai Bengawan Solo sebagai penyebab utamanya. Seperti diketahui bahwa peran
ruang  di  atas  lahan  bantaran  sungai  adalah  untuk  toleransi  melimpahnya  air, sehingga di sini ketika aliran air Bengawan Solo “membutuhkan” ruang lebih untuk
mengalir, otomatis lahan bantaran yang ada menjadi terpakai oleh air. Permasalahan banjir bantaran yang paling aktual terekam berdasarkan kejadian
banjir yang melibatkan aliran air Bengawan Solo tahun 2007, yang merupakan banjir terbesar sejak tahun 1966, juga serupa dengan tahun 1863 dan 1904.
Curah hujan di DAS Solo hulu per 26 Desember 2007 memiliki rata-rata 124 mmhari atau ekuivalen
dengan periode ulang 55 tahun sebagai perbandingan banjir tahun 1966 ekuivalen dengan  periode  ulang  60  tahun.  Debit  puncak  di  Jurug  diperkirakan  sebesar  1986
m
3
detik atau ekuivalen dengan periode ulang 30 tahun.
1 1
Sumber: Balai Besar Bengawan Solo.
commit to user
III - 2
Gambar 3.2
Peta Banjir Kota Surakarta Sumber: Dokumen Budi Setiyarso
Penyebab  bertambahnya  debit  air  Bengawan  Solo  secara  signifikan  ini  adalah melimpahnya suplai air pada hulu akibat curah hujan tinggi, dan juga pendangkalan
Waduk Gajah  Mungkur  sebagai  supplier  air  sehingga  tidak  mampu  menampung  air berlebih.
Kejadian  banjir  tersebut  memberi  dampak  yang  sangat  luas,  tidak  hanya  bagi area dalam badan sungai termasuk bantaran sungai, tapi juga area di luar tanggul.
Sebagai  gambaran,  pada  Kota  Surakarta  sebagai  contohnya,  beberapa  daerah  di dalam kota juga menjadi terendam air karena sungai-sungai kecil yang melalui dalam
kota  yang  juga  merupakan  anak  Bengawan  Solo  alirannya  meluap.  Hal  tersebut dikarenakan air tidak dapat mengalir menuju Bengawan Solo akibat ditutupnya pintu
air  karena  permukaan  air  Bengawan  Solo  meninggi.  Penutupan  pintu  air  dilakukan justru untuk menghindari kondisi banjir yang lebih parah apabila aliran air Bengawan
Solo  terlimpah  pada  sungai  kota.  Salah  satunya  Kali  Pepe  sebagai  sungai  yang alirannya “membelah” Kota Surakarta, belum lagi ada sungai-sungai yang lebih kecil
yang  merupakan  anak  sungainya,  meluapnya  sistem  sungai  ini  membuat  beberapa daerah  di kota menjadi  terendam  air, seperti  pada  daerah  Sangkrah  yang  terparah
karena sebagai lokasi pintu air menuju Bengawan Solo muara Kali Pepe, Kelurahan Jagalan, Kampung Sewu, Semanggi, bahkan pada banjir tahun 1966 yang lebih parah,
tengah kota juga terendam air.
2
Kondisi serupa mungkin terjadi pada kota-kota lain yang berada pada DAS Bengawan Solo.
Pada  lahan  bantaran  di  Sangkrah  yang  relatif  datar  ini,  permukaan  air  pada banjir  besar  terakhir  dapat  digambarkan  hingga  hampir  mencapai  langit-langit
sebagian rumah, atau diperkirakan sekitar 2 meter dari permukaan tanah bantaran. Meskipun bukan tipe flash flood, banjir yang terjadi sedikit memiliki sifat destruktif
karena merupakan banjir sungai yang tentu saja beraliranarus yang serupa dengan arus sungai tersebut.
2
Hal tersebut menjadi gambaran perbedaan banjir bantaran dengan banjir pada daerah terlindung di luar bantaran.
commit to user
III - 3
Gambar 3.3
Kondisi Penduduk Bantaran Sangkrah saat Banjir Sumber: konsorsiumsolo.multiply.com, 22 Oktober 2008
2. Kondisi Akibat Banjir
Seperti yang dipermasalahkan, kondisi pada bantaran sungai di Sangkrah akibat banjir  yaitu  berupa  kegagalan  fungsional  total  permukiman  yang  ada.  Lingkungan
sebagai  tempat  bermukim  tidak  dapat  berfungsi  karena  sepenuhnya  terendam  air. Pada banjir besar terakhir, kondisi ini bertahan selama 2 minggu lebih, hingga debit
air menyurut dan kembali normal. Akibat  aliran  air,  beberapa  properti  dengan  struktur  yang  tidak  memadahi
mengalami  kerusakan.  Hal  tersebut  antara  lain  meliputi  rumah  sederhana  dengan konstruksi  bambu  dan  dinding  anyam  seadanya,  aset  milik  warga  seperti  gerobak
untuk  berdagang,  dan  fasilitas  umum,  peralatan  elektronik,  serta  kerusakan  pada landscaping.
Praktisnya pada kondisi itu seluruh kegiatan bermukim tidak dapat berlangsung meliputi kegiatan tinggal pada rumah yang ada, bersosialisasi, termasuk penggunaan
listrik  dan  ketersediaan  air  bersih  pada  lahan  bantaran.  Untuk  sementara  warga harus berpindah tempat bermukim mengungsi pada tempat yang telah disediakan,
termasuk  pada  area  tanggul  dan  juga  fasilitas  umum  di  luar  bantaran  yang  tidak terkena  banjir.  Lebih  lanjut,  warga  korban  banjir  harus  menggantungkan
penghidupannya dari bantuan seperti makanan, pakaian dan uang karena kerugian material harta benda yang diderita akibat banjir.
Belum  lagi  pasca-banjir,  kondisi  yang  ditinggalkan  oleh  luapan  air  memberikan kesulitan  tersendiri  bagi  masyarakat  bantaran  untuk  kembali  ke  kondisi  normal,
termasuk di sini kerusakan yang diakibatkan, kekotoran oleh sedimen bawaan atau bekas pada dinding bangunan, hingga genangan air karena drainase yang buruk pada
lahan.
3. Upaya Peresponan Banjir
Melihat fakta empiris dan berdasar karakter umum  floodplain, bantaran sungai di  Sangkrah  diakui  sebagai  area  potensial  banjir.  Di  satu  sisi,  bantaran  tersebut
memiliki  peran  fungsional  untuk  permukiman.  Beberapa  upaya  oleh  lembaga- lembaga  masyarakat  dan  pihak  kelurahan  untuk  mengatur  manusia  adjustment
commit to user
III - 4
terhadap  banjir  yang  berpotensi  terjadi  telah  dilakukan.  Wujudnya,  sosialisasi informasi kesiapsiagaan banjir Kelurahan Sangkrah.
Petunjuk ini  disosialisasikan  dalam  bentuk  papan  peringatan  yang  ditempatkan di  simpul-simpul  jalan  agar  tertanam  pada  masyarakat,  sehingga  nantinya  ketika
banjir,  warga  dengan  sendirinya  bergerak  pada  pola-pola  yang  telah  diatur sedemikian  rupa  baik  untuk  evakuasi,  lokasi  pendirian  tenda,  termasuk  juga  lalu
lintas pertolongan dan bantuan. Papan informasi itu meliputi tips menghadapi banjir dan  juga  nomor  telepon  penting  antara  lain  Satlak  Penanggulangan  Bencana,  PMI
dan  ambulans,  pemadam  kebakaran,  SAR  UNS,  PLN,  serta  puskesmas  dan  kantor Kelurahan Sangkrah.
B. BANTARAN SUNGAI DI SANGKRAH SEBAGAI OBJEK PERMUKIMAN
1. Kondisi Fisik
Permukiman  pada  lokasi  ini  secara  fisik  didominasi  unit-unit  hunian  dan  juga beberapa fasilitas umum pendukung kegiatan bermukim yang ada seperti area MCK
umum,  mushola,  pos  keamanan.  Adanya  struktur  permukiman  yang  demikian menunjukkan bahwa pada lokasi terdapat kebutuhan akan fungsi-fungsi tersebut.
Garis  besarnya,  wujud  hunian  yang  ada  berupa  unit  rumah  permanen sederhana,  masing-masing  berdiri  di  atas  bidang  tanah  tertentu,  keseluruhan
membentuk  perumahan  horizontal  “konvensional”.  Pengadaan  rumah  yang dilakukan  secara  swadaya  menghasilkan  bentuk  rumah  yang  berbeda-beda.  Tipikal
yang  ada  didominasi  bentuk  rumah  sederhana,  dinding  kayu  dan  bata  baik  ekspos maupun  berfinishing  dengan  struktur  beton  sederhana  dan  beratap  kampung
pelana  dengan  struktur  kayu  dan  genteng  tanah  liat,  lantainya  berupa  tegel, keramik atau hanya plesteran. Ada pula beberapa rumah yang masih menggunakan
struktur kayu dan bambu, dinding anyam, serta berlantai tanah. Ukuran rumah yang
Jalur Evakuasi Lokasi Pendirian TendaTempat Pengungsian
Jalur Distribusi Bantuan Posko BencanaKelurahan
Gambar 3.4
Informasi Kesiapsiagaan Banjir Kelurahan Sangkrah Sumber: Dokumentasi pribadi
commit to user
III - 5
Gambar 3.5
Kondisi Fisik Permukiman Bantaran Sungai di Sangkrah Sumber: Dokumentasi pribadi
ada besarnya minimal, representatif dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, juga menyesuaikan dengan luasan persil yang berhak ditempati.
Unit rumah yang ada secara sederhana tersusun dengan berorientasi pada jalan lingkungan  utama  sebagai  akses,  sehingga  tatanan  yang  ada  sesuai  dengan  bentuk
jalan lingkungan. Di sisi lain, beberapa jalan yang lebih informal muncul sebagai anak dari jalan lingkungan yang ada. Hal tersebut untuk menyesuaikan keberadaan rumah
yang tumbuh belakangan, yang tertata secara random, yang tidak berada di sisi jalan lingkungan utama yang ada. Perletakan rumah terhadap lahan bervariasi.  Sebagian
besar  rumah  langsung  berbatasan  dengan  jalan,  menutupi  keseluruhan  persil.  Ada pula sejumlah kecil rumah yang masih “mampu” berhalaman. Tatanan permukiman
yang  terbentuk  merefleksikan  kondisi  masyarakat  permukiman  bantaran  sungai  di Sangkrah yang heterogen.
Mushola  yang  ada  merupakan  gambaran  kebutuhan  fungsi  bersangkutan  pada lokasi  tersebut.  Urgensinya  biasanya  berkaitan  dengan  kegiatan  Shalat  Jumat  atau
adanya  permasalahan  lain  yang  dapat  terpecahkan  dengan  adanya  mushola tersebut, misalnya kegiatan religius lain yang tidak terwadahi.
Sebagian  rumah  yang  ada  telah  mampu  mengusahakan  air  dan  kamar  mandi sendiri,  sebagian  lagi  belum,  mengingat  kemampuan  ekonomi  dan  ukuran
rumahnya.  Bantaran  sungai  di  Sangkrah  yang  tidak  difasilitasi  jaringan  PDAM membuat masyarakat kesulitan memperoleh air bersih. Fasilitas yang ada untuk hal
tersebut, yang biasanya diadakan secara swadaya berupa MCK dan sumur bersama seadanya.  Limbah  buangannya  dan  air  kotor  dikelola  dengan  saluran-saluran
drainase got menuju ke Bengawan Solo.
commit to user
III - 6
2. Kondisi Masyarakat
a. Gambaran Kependudukan
Jumlah  penduduk  pada  lokasi  kurang  lebih  450  orang  dalam  116  kepala
keluarga  116  rumah  sehingga  masing-masing  terdiri  kurang  lebih  3  hingga  5 anggota keluarga.
Secara  garis  besar,  panduduk  bantaran  sungai  di  Sangkrah  dapat digolongkan  sebagai  masyarakat  menengah  ke  bawah.  Warganya  bermata
pencaharian  sebagai  buruh,  pegawai,  dan  sisanya  pada  sektor  informal  seperti pedagang,  home  industry,  dan  berbagai  usaha  jasa.  Untuk  memenuhi  tuntutan
urban,  beberapa  komoditi  sekunder  bagi  sebagian  masyarakat  telah  menjadi kebutuhan primer seperti kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitas tinggi.
Hubungan sosial masih sangat tinggi, digambarkan dengan masih banyaknya aktivitas  bersama  yang  ditemui,  bercengkrama,  anak-anak  bermain  bersama,
kegiatan-kegiatan  rutin,  meskipun  tidak  ada  space  khusus  yang  “berpangkat” sebagai  ruang  komunal,  hanya  ada  jalanan,  teras-teras  kecil  rumah,  warung,
tempat rindang di atas tanggul, yang dapat dimanfaatkan.
b. Cerita Tentang Masyarakat Bantaran Sungai di Sangkrah
Warga  bantaran  sungai  di  Sangkrah  yang  dikatakan  “asli”  telah  lama bermukim  pada  lokasi,  semenjak  pendahulu  mereka,  sebelum  ada  Tanggul
Bengawan Solo yang kini mendiskriminasi. Perkembangan penduduk dan rumah- rumah  yang  muncul  belakangan  merupakan  akibat  dari  adanya  budaya
urbanisasi. Lahan  yang  ditempati  sebagian  besar  telah  bersertifikat  hak  milik,  karena
memang  sejak  awal  demikian,  kendati  dalam  pandangan  regulatif  umum mendirikan bangunan pada lahan bantaran adalah ilegal, seperti yang tercermin
pada  kondisi  yang  ada  sekarang.  Menurut  penuturan  warganya,  keberadaan masyarakat  bermukim  pada  lokasi  itu  memang  sudah  diakui  dan  dibebaskan
sejak  masa  pemerintahan  Bung  Karno.  Baru  kemudian  ketika  muncul permasalahan  air,  pembangunan  tanggul,  lalu  banjir,  keberadaan  permukiman
yang telah terbentuk sejak lama  mulai dipermasalahkan. Relokasi  masih  menjadi  satu-satunya  solusi  yang  dapat  ditawarkan.
Pemerintah Surakarta sebagai eksekutor regulasi dan juga pelaksana tata ruang praktisnya  memandang  area  bantaran  sungai  tidak  layak  untuk  lahan
permukiman.  Akan  tetapi,  masyarakat  sebagai  subjek  penghuni  permukiman bantaran yang bersangkutan tidak sependapat dan kukuh untuk tetap bermukim
di  situ  dengan  memandang  bahwa  hal  tersebut  merupakan  yang  terbaik  bagi mereka sendiri. Urgensi yang ada bermacam-macam.
- Sebagian  besar  karena  warga  telah  lama  tinggal  di  permukiman  bantaran
yang  terbentuk,  terutama  masyarakat  yang  ada  turun-temurun.  Bahkan bukti  kepemilikan  tanah  beberapa  memiliki,  sehingga  dianggap  masyarakat
bebas  menggunakan  lahannya  sendiri.  Justru  masyarakat  menganggap  diri
commit to user
III - 7
menjadi  korban  program  pemerintah  dengan  perencanaan  tanggul  pada lokasi tersebut.
- Masyarakat  telah  mapan  bermukim  pada  lokasi  tersebut  karena  mereka
telah  beradaptasi  dengan  skala  lingkungan  permukiman  yang  dibentuk masing-masing  dengan  merumah  pada  bantaran  sungai  di  Sangkrah  ini,
misalnya  orientasi  dengan tempat  kerja  atau  tempat berpenghidupan  yang lainnya yang belum tentu dapat diperoleh di lokasi yang baru.
- Terutama terhadap program rusunisasi, masyarakat yang biasa hidup secara
“horizontal”  sangsi  rusun  akan  bisa  mewadahi  kehidupan  lama  tersebut, seperti  memiliki  kandang  dan  hewan  ternak,  bertanam  dan  memiliki
halaman, posisi rumah dengan jalan, dan sebagainya.
c. Eksistensi Masyarakat Bantaran
1 Intern
Umumnya,  dengan  didasari  adanya  suatu  kesenasiban  terhadap kegiatan  memukim  pada  bantaran  sungai  yang  memiliki  karakter  rawan
banjir  khususnya,  masyarakat  bantaran  yang  ada  berusaha  menjaga eksistensi dan kebersamaan untuk menghadapi permasalahan bersama yang
muncul. Adalah  SKoBB  Solidaritas  Korban  Banjir  Bantaran  sebagai  bentuk
keber-ada-an  masyarakat  bantaran.  Selama  ini  SKoBB  telah  berperan menampung  aspirasi,  memperjuangkan  kesejahteran  dan  eksistensi  warga
bantaran  seperti  upaya  mediasi  dengan  pihak  pemerintah  daerah  terkait masalah-masalah kependudukan, upaya pembangunan tempat pertunjukan
kesenian  bersama  di  bantaran  sungai  di  wilayah  Semanggi  untuk memfasilitasi  kegiatan  sosial  yang  ada,  dan  juga  ada  pula  cerita  mengenai
rencana  pengadaan  mesin  pemurni  air  sungai  secara  swadaya  untuk menunjang  ketersediaan  air  bersih  pada  bantaran,  dengan  mengacu  pada
preseden penyediaan air bersih pada korban tsunami Aceh silam. 2
Ekstern Masyarakat  bantaran  secara  administratif  diakui  sebagai  bagian  dari
sistem  kependudukan  secara  keseluruhan  pada  skala  yang  lebih  luas.  Hal tersebut ditunjukkan dengan status  warga bantaran bersama dengan warga
di luar tanggul membentuk kelompok administratif paling kecil yang dikenal dengan  sistem  Rukun  Tetangga  RT.  Pada  lokasi  ini,  RT.02  dan  03  RW.X,
RT.05  RW.XI  Kelurahan  Sangkrah  sebagian  merupakan  penduduk  bantaran dan  sebagian  lagi  merupakan  penduduk  luar  tanggul.  Bahkan  keseluruhan
RT.04 RW.XII merupakan penduduk bantaran seluruhnya. Pada  lingkup  administratif  yang  lebih  luas,  bersama  dengan  penduduk
luar  bantaran,  masyarakat  bantaran  termasuk  dalam  sistem  RW  Rukun Warga,  kemudian  menjadi  bagian  Kelurahan  Sangkrah,  Kecamatan  Pasar
Kliwon,  hingga  Kota  Surakarta,  dan  seterusnya.  Terlepas  dari  karakter  dan permasalahan  lokasinya,  masyarakat  bantaran  dapat  dipandang  layaknya
commit to user
III - 8
masyarakat  “biasa”  sebagai  penduduk  “biasa”  yang  menjadi  bagian  dari lingkungan  administratif  layaknya  masyarakat  yang  berada  di  area  luar
tanggul.
C. BANTARAN SUNGAI DI SANGKRAH SEBAGAI LAHAN
Lokasi  lahan  bantaran  sungai  di  Sangkrah  sebagai  objek  studi  dapat  diterangkan pada gambar sebagai berikut.
Lahan  cenderung  memiliki  topografi  yang  datar.  Variasi  perbedaan  ketinggian permukaan  tanah  berada  di  luar  lahan  karena  adanya  tanggul  dan  sungai.  Posisi
permukaan tanggul lebih tinggi sekitar 2,5 meter dari lahan, sedangkan area sungai lebih rendah kurang lebih 3 meter. Adanya jalan yang berhubungan dengan tanggul membuat
tanggul aksesibel dan juga berperan sebagai jalur sirkulasi. Untuk mencapai area sungai yang ada hanya jalan setapak yang licin dan kecil.
Pada  area  lahan  jarang  dijumpai  adanya  area  pepohonan  kolektif,  bahkan  pohon yang  ada  jumlahnya  sedikit,  karena  memang  padatnya  susunan  bangunan  yang
terbentuk  tidak  lagi  memberikan  toleransi  bagi  pohon,  begitu  pula  ruang  terbuka. Pepohonan  masih  dapat  dijumpai  hanya  pada  daerah  tepian  sungai.  Untuk  menahan
tanah  dari  arus  sungai  dan  longsor,  talud  yang  diusahakan  oleh  masyarakat  berupa bambu-bambu yang dipasang dan dirangkai.
Gambar 3.6
Gambaran Lahan Bantaran Sungai di Sangkrah Sumber: Dokumentasi pribadi
Keterangan: 1. Makam Kleco batas utara
2. Bengawan Solo batas timur 3. Lahan bantaran kosong batas selatan
4. Jalan pada permukiman di luar tanggul 5. Tanggul batas barat
commit to user
III - 9
Gambar 3.7
Gambaran Topografi Sekitar Lahan Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 3.8
Penyeberangan Perahu Tradisional Bengawan Solo Sumber: Dokumentasi pribadi
Area lahan sudah difasilitasi dengan jaringan listrik PLN, tapi tidak demikian dengan jaringan  telepon  kabel  dan  air  bersih  PDAM.  Selama  ini  penggunaan  air  diusahakan
memanfaatkan air tanah dengan sumur atau pompa. Pada keadaan mendesak, air sungai yang melimpah biasa dimanfaatkan walaupun kebersihannya tidak terjamin.
Jalan lingkungan utama yang ada pada lahan tidak lain merupakan ekstensi dari jalan di luar tanggul. Dapat dikatakan, jalan lingkungan pada lahan merupakan jalan informal.
Salah  satunya,  yang  terbesar  adalah  ekstensi  dari  Jln.  Untung  Suropati.  Selebihnya merupakan ekstensi dari jalan-jalan lingkungan yang lebih kecil. Area atas tanggul yang
tentu saja aksesibel membuat tanggul juga berperan sebagai jalan. Pada segmen lahan bantaran sungai ini terdapat satu titik penyeberangan alternatif
tradisional  dengan  perahu.  Hal  ini  telah  menjadi  ciri  khas  Bengawan  Solo  yang  masih dipertahankan yaitu potensi transportasi sungai. Penyeberangan tradisional ini menjadi
penting, mengingat jembatan penyeberangan untuk melintas Bengawan Solo jumlahnya tidak  banyak  dan  jaraknya  jauh,  terutama  untuk  diakses  dari  daerah  yang  “tanggung”
seperti di permukiman Sangkrah ini.
Hal  tersebut  membuat  jalan  lingkungan  pada  bantaran  menjadi  penting  sebagai akses  menuju  titik  penyeberangan  tersebut.  Intensitas  penggunaan  jalan  relatif  tinggi
tidak hanya oleh masyarakat permukiman setempat tapi juga masyarakat dari luar yang hendak menggunakan jasa penyeberangan perahu tradisional.
commit to user
IV - 1
Gambar 4.1
Pendekatan yang Terintegrasi Sumber: “Climate Change Toolkit – Designing for Floodrisk”
BAB IV
PENENTUAN KONSEP DESAIN
Perencanaan  dan  perancangan  ini  ditujukan  untuk  menyelesaikan  permasalahan menyangkut  tatanan  permukiman  pada  bantaran  sungai  di  Sangkrah  nantinya  sebisa
mungkin  tanpa  adanya  permasalahan  banjir.  Persoalan  yang  ada  berdasarkan  urutan prioritasnya yaitu sebagai berikut.
- Persoalan banjir.
- Persoalan fungsional permukiman.
- Persoalan bantaran sungai untuk fungsi “hijau”.
Penjelasan:
Pada  dasarnya,  persoalan  banjir  harus  diselesaikan  terlebih  dahulu  sebelum  dapat “dihuni”  oleh  fungsi  yang  bersangkutan.  Penanggulangan  permasalahan  banjir  pada  fungsi
yang  ada  menjadi  parameter  utama  keberhasilan  pemanfaatan  bantaran  sungai  yang diketahui  berpotensi  banjir,  karena  praktis  bantaran  sungai  di  Sangkrah  tidak  akan  dapat
fungsional sebagai permukiman apabila belum terlepas dari permasalahan banjir. Selain  itu,  keberhasilan  fungsional  tidak  dapat  lepas  dari  fungsi  itu  sendiri.  Di  sini
permukiman harus tetap berperan sebagai wadah yang tepat bagi kehidupan manusia yang ada dan hidup di sana.
Yang  terakhir,  pemanfaatan  bantaran  sungai  juga  dikaitkan  dengan  isu-isu  bantaran sungai sebagai syarat  untuk dapat dimanfaatkan sebagai fungsi terbangun. Lahan bantaran
sungai yang ada sebisa mungkin dikembalikan kualitas hijaunya.
commit to user
IV - 2
A. MERESPON BANJIR