Urgensi – Skema Penataan, Bukan Menentang, Melainkan Memberi Alternatif

commit to user I - 3 Tanggul Bengawan Solo, pembentuk lahan bantaran yang ada, merupakan wujud kebutuhan akan proteksi, juga merupakan refleksi dari potensi melimpasnya volume air Bengawan Solo. Yang diketahui, aliran Bengawan Solo melalui daerah depresi antara beberapa vulkan intermountain plain yaitu Lawu, Merapi, dan Pegunungan Seribu. Kondisi itu membuat Bengawan Solo berperan sebagai muara banyak anak sungai, memiliki banyak suplier air selain Waduk Gajah Mungkur sebagai penyuplai utama. Kejadian banjir akhir 2007 silam yang melibatkan debit aliran air Bengawan Solo merupakan banjir terbesar sejak tahun 1966. Tercatat, banjir serupa pernah terjadi pada tahun 1863, 1904, dan 1966 bahkan penguasaan airnya meluas, sebagai gambaran, pernah hingga menggenangi tengah kota Surakarta. Curah hujan di DAS Bengawan Solo hulu per 26 Desember 2007 memiliki rata-rata 124 mmhari atau ekuivalen dengan periode ulang 55 tahun sebagai perbandingan banjir tahun 1966 ekuivalen dengan periode ulang 60 tahun. Debit puncak di Jurug diperkirakan sebesar 1986 m 3 detik atau ekuivalen dengan periode ulang 30 tahun. 2 Informasi di atas menggambarakan problematika pemanfaatan bantaran sungai di Sangkrah. Kemanfaatan bantaran sungai untuk permukiman selama ini dihantui oleh potensi permasalahan banjir bantaran. Oleh karena itu, kondisi tersebut membutuhkan tindak lanjut berdasarkan batasan normatif yang ada.

3. Urgensi – Skema Penataan, Bukan Menentang, Melainkan Memberi Alternatif

Tentunya, kasus ini terlebih dahulu keluar dari kemungkinan kebijakan penggusuran yang sering dilakukan sebagai jalan keluar dari pemanfaatan bantaran sungai untuk permukiman yang didasari oleh peraturan atau regulasi tata lahan yang ada, entah dengan penyelesaian masalah kependudukan seperti apa nantinya. Yang jelas, pemanfaatan bantaran sungai selama ini belum berhasil keluar dari belenggu 2 Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. Gambar 1.2 Cakupan Banjir Bengawan Solo Sumber: inigeonews.blogspot.com, 7 Agustus 2010 commit to user I - 4 paradigma bahwa hal tersebut hanya akan saling memberikan kerugian antara dua subjek, manusia dan air serta ruang hijau, yang tidak bisa saling berbagi ruang dan fungsi yang berdampingan. Indikasinya, menurunnya kualitas lingkungan, ketidakseimbangan siklus hidrologi, persoalan air, serta di satu sisi, bagi manusia bahaya dari permasalahan banjir, kerugian material dan jiwa. Kebijakan-kebijakan regulatif yang ada tentunya didasarkan sebagai antisipasi berkembangnya masalah tersebut. Proyek tugas akhir ini merupakan gagasan desain ideal sebagai eksperimen untuk memperluas pandangan mayoritas di atas. Prinsipnya yaitu fungsi permukiman dan fungsi ruang air serta ruang hijau bantaran sebagaimana mestinya dapat ditampung bersama dalam suatu lahan bantaran. Hal itu bukan tanpa dasar. Banyak teknologi dan ide arsitektural berkaitan dengan pemanfaatan lahan dengan resiko banjir flood risk dan air. Di sisi lain, ada juga konsep-konsep green dan keberlanjutan yang ramah lingkungan untuk diterapkan pada pengelolaan bantaran sungai. Skema yang muncul yaitu dengan toleransi kerugian yang sekecil-kecilnya, pemanfaatan bantaran sungai sebagai lahan potensial dapat dioptimalkan sebanyak-banyaknya. Singkatnya, pemanfaatan lahan bantaran secara liar dan dekonstruktif masih banyak dilakukan. Lalu, mengapa tidak sekalian saja keberadaannya direncanakan agar hasilnya relatif lebih baik?

C. PERMASALAHAN DAN PERSOALAN