Pasangan kelima “Puji Tuhan kami sangat diberkahi dengan memiliki anak yang tidak malu
dengan kondisi orang tuanya, kami pun bangga, anak-anak kami pun sekarang bisa berbagai bahasa, bahasa Indonesia, bahasa inggris, bahasa karo, gak
ketinggalan bahasa isyarat ini sebagai bukti bakti anak-anak ini kepada kami” Pasangan keenam:
“karena anak masih kecil, yah seringnya pakai bahasa isyarat aja, tapi dia bisa kok tetap bicara, karena kan ada kawan-kawannya di sekitar rumah.”
Dari hasil transkrip wawancara di atas diketahui bahwa keenam pasangan difabel tunawicara dalam penelitian ini mampu berkomunikasi dengan anak
mereka yang tidak mengalami gangguan dalam berbicara ataupun mendengar.Umumnya dengan dukungan dan juga pemahaman yang diberikan
oleh pihak keluarga kepada anak-anak informan, membuat anak-anak tersebut memiliki pandangan yang baik terhadap ketidakmampuan orang tua mereka
dalam upaya berkomunikasi secara normal.Perbedaan penggunaan pola komunikasi baik itu verbal ataupun nonverbal ketika sedang melakukan transaksi
informasi, tidak menjadi sebuah penghalang yang berarti jika dapat dimaknai secara bersama-sama, salah satunya seperti dalam upaya pencapaiann makna
bersama tersebut.Keseluruhan pembahasan ini sebenarnya berkaitan dengan konsep diri.Konsep diri merupakan objek sosial pentingnya didefenisikan dan
dipahami berdasarkan jangka waktu tertenu selama interaksi kita dengan orang- orang terdekat. Konsep diri anda tidak lebih dari rencana anda terhadap diri anda,
identitas anda, ketertarikan, kebencian, tujuan, ideologi, serta evaluasi diri anda. Konsep diri memberikan acuan dalam menilai objek lain. Seluruh rencana
tindakan ini berasal dari konsep diri.
4.10 Harapan kedepannya terhadap penggunaan bahasa isyarat
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang mendalam yang dilakukan dengan informan yakni enam pasangan suami istri yang dilakukan di
Kota Kabanjahe, hasilnya adalah: Pasangan pertama:
“Harapan kami, agar bahasa ini bisa lebih global lagi dalam penggunaannya”
Universitas Sumatera Utara
Pasangan kedua: “Pengennya sih, biar orang-orang gak mengolok-ngolok kami yang pakai bahasa
isyarat tangan ini” Pasangan ketiga:
“Semoga kedepannya kami sekeluarga semakin akrab dan tidak terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi antar aku, istri, anak dan sanak famili
la.” Pasangan keempat:
“InsyaAllah bahasa apapun yang digunakan, asal hati dan pikiran kita saling terbuka ketika berkomunikasi, akanmampu menyiratkan arti-arti dan penciptaan
makna, jadi tidak selamanya kalau pakai bahasa isyarat itu pesan yang disampaikan akan gagal dimaknai orang lain.Kedepannya yah, pemerintah
maulah lebih memberi pelatihan kepada masyarakat tentang bahasa ini, biar kaum difabel tunawicara tidak selalu jadi kaum marginal.”
Pasangan kelima: “Saya selalu bilang ke keluarga untuk terus bersyukur dengan apa yang kita
miliki, dan kami pun bersyukur orang-orang sekitar mau nerima kekurangan kami.”
Pasangan keenam: “Yang penting sehat-sehat lah, biar lah kami tetap pakai bahasa ini, karena
bahasa ini membawa kebahagiaan buat kelompok kami yang ditakdirkan Tuhan punya kekurangan”
Dari hasil transkrip wawancara di atas diketahui bahwa keenam pasangan difabel tunawicara dalam penelitian ini memiliki harapan-harapan yang berbeda
satu sama lainnya mengenai penggunaan bahasa isyarat ini. Harapan terbesar yang tersirat dari setiap wawancara adalah keinginan agar mereka kaum difabel
tunawicara tidak dijadikan sebagai bahan olokan ketika mereka menggunakan bahasa isyarat untuk berbicara dengan orang-orang di sekitar
mereka.Ketidakmampuan mereka berbicara layaknya manusia normal lainnya tidaklah menjadi sebuah penghalang dalam upaya penciptaan makna-makna
bersama ketika pesan disampaikan secara verbal ataupun nonverbal.Menurut pandangan interaksi simbolis, makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana
Universitas Sumatera Utara
tindakan tidak merupakan sesuatu yang terisolasi satu sama lain. Seluruh ide paham interaksionisme simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui
interaksi. Orang-orang terdekat memberikan pengaruh besar dalam kehidupan kita. Mereka adalah orang-orang dengan siapa kita memiliki hubungan dan ikatan
emosional seperti orang tua atau saudara. Mereka memperkenalkan kita dengan kata-kata baru, konsep-konsep tertentu atau kategori-kategori tertentu yang
kesemuanya memberikan pengaruh kepada kita dalam melihat realitas. Orang terdekat membantu kita dalam belajar membedakan antara diri kita dan orang lain
sehingga kita terus memiliki sense of self.
4.3 Pembahasan