69
500 1000
1500 2000
2500 3000
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
h e
k ta
r
10 20
30 40
50 60
70
to n
h e
k ta
r
Land Use Sawah ha Produktivitas Tonha
Gambar 8. Produktivitas maksimal untuk lahan sawah dari tahun 1990 sampai tahun 2000 di kecamatan Muara Gembong
V.2.3. Produktivitas Maksimal Untuk Lahan Tegalan
Penggunaan lahan tegalan untuk Jagung di Kecamatan Muara Gembong sebagaimana ditunjukkan pada table dibawah ini dari tahun 1990 sampai tahun
2000 berkisar antara 17 hektar sampai 27 hektar atau berkisar antara 3.5 sampai 6.97 dari total luas tegalan. Luas panen jagung pada tahun 1995 merupakan
luas tertinggi yaitu 27 hektar dan pada tahun 1992 dan tahun 1993 merupakan luas terrendah yaitu seluas 17 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman jagung
di Kecamatan Muara Gembong adalah berfluktuatif. Meskipun luas panen tertinggi untuk tanaman jagung mencapai 27 hektar
pada tahun 1995, namun apabila kita bandingkan dengan hasil produksi panen tertinggi, justru dicapai pada tahun 1994 yaitu mencapai 5.7 ton per hektar, dan
terendah adalah 3.4 ton per hektar pada tahun 1992 dan 1993.
70 Tabel 10. Produktivitas Tanaman Jagung dari tahun 1990 sampai tahun 2000 di
kecamatan Muara Gembong Tahun
Penggunaan Lahan Tegalan ha
Luas Panen Jagung ha
Produktivitas Tonha
1990 529
20 3.78
2.0 1991
505 19
3.76 2.1
1992 476
17 3.57
2.0 1993
465 17
3.66 2.0
1994 459
23 5.01
2.5 1995
445 27
6.07 1.7
1996 439
23 5.24
1.7 1997
426 23
5.40 1.8
1998 419
21 5.01
1.7 1999
412 21
5.10 1.9
2000 405
20 4.94
2.0 Sumber : BPS 2000, Deptan 2000
Timbulnya perbedaan produktivitas ini disebabkan karena adanya perbedaan varietas dari bibit yang ditanam yang memberikan perbedaan terhadap
hasil, juga disebabkan sistem pembudidayaan yang belum optimal dijalankan, sehingga budi daya tanaman jagung kebanyakan merupakan tanaman yang
dikonsumsi sendiri dengan penanamannya pada sela-sela tanaman lainnya, dan kurangnya pemeliharaan. Namun apabila dilihat produktivitas tertinggi yang
mencapai 2.5 ton per hektar, menunjukkan bahwa pembudidayaan tanaman Jagung di Kecamatan Muara Gembong pada dasarnya cukup potensial
dikembangkan.
100 200
300 400
500 600
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
h e
k ta
r
10 20
30 40
50 60
to n
h e
k ta
r
Penggunaan Lahan Jagung Produktivitas
Gambar 9. Produktivitas maksimal Untuk Lahan Tegalan Tanaman Jagung dari tahun 1990 sampai tahun 2000 di kecamatan Muara Gembong
71 Penggunaan lahan tegalan untuk budidaya Ubikayu menunjukkan
penurunan luas panen dari tahun 1990 hingga tahun 2000 yaitu dari 36 hektar tahun 1990 tinggal 17 hektar tahun 2000, bahkan pada tahun 1996 penanaman
ubi kayu hanya mencapai 10 hektar. Kondisi ini menunjukkan bahwa tanaman ubikayu sama dengan tanaman jagung, dilihat dari tanaman ubikayu merupakan
tanaman sela dan pada umumnya untuk di konsumsi sendiri sehingga pemeliharaan kurang diperhatikan.
Tabel 11. Produktivitas Ubikayu dari tahun 1990 sampai tahun 2000 di kecamatan Muara Gembong
Tahun Penggunaan lahan
Tegalan ha Luas Panen
Ubikayu ha Produktivitas
Tonha 1990
529 36
6.8 12.4
1991 505
35 6.9
12.4 1992
476 33
6.9 12.4
1993 465
33 7.1
14.5 1994
459 20
4.4 14.5
1995 445
17 3.8
12.7 1996
439 10
2.3 14.5
1997 426
15 3.5
13.0 1998
419 14
3.3 13.2
1999 412
17 4.1
13.2 2000
405 17
4.2 13.0
Sumber : BPS 2000, Deptan 2000 Pada dasarnya tanaman ubikayu yang dibudidayakan perlu dilakukan
intensifikasi seperti penyiangan dan pemupukan agar mencapai produktivitas yang tinggi, berdasarkan pada tabel bahwa produktivitas yang tertinggi yang
mencapai 14.5 ton per hektar dengan luas panen 33 hektar pada tahun 1993.
72
100 200
300 400
500 600
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
h e
k ta
r
110 115
120 125
130 135
140 145
150
to n
h e
k ta
r
penggunaan lahan ubi kayu ha Produktivitas Tonha
Gambar 10. Produktivitas maksimal Untuk Lahan Tegalan Tanaman Ubikayu dari tahun 1990 sampai tahun 2000 di kecamatan Muara Gembong
Berdasarkan uraian di atas, pembudidayaan penggunaan lahan tegalan baik untuk tanaman Jagung, maupun untuk Ubikayu belum mencapai optimum.
Sehingga hasil produksi yang didapatkan tidak mencapai kemampuan produktivitas nya. Kondisi ini sebenarnya merugikan masyarakat yang melakukan
pembudidayaan, karena sistem pengolahan yang sangat minimal sehingga produksi yang didapatkan jauh dari optimalnya.
V.3. Efisiensi Penggunaan Lahan