Dimensi Ekologis Pengelolaan Wilayah Pesisir berkelanjutan

29 multidimensi multi objectives yaitu mewujudkan kelestarian sustainability pembangunan suatu kawasanekosistem baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial.

II.11. Pengelolaan Wilayah Pesisir berkelanjutan

Menurut Dahuri 2000, konsep pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir untuk mencapai kesejahteraaan masyarakat pesisir dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, sebagai indikator. Fungsi kawasan pesisir adalah 1 menyediakan ruang space yang sehat dan nyaman beserta segenap kegiatan pembangunannya, 2 menyediakan sumberdaya alam, baik melalui penggunaan langsung maupun melalui proses produksi atau pengolahan, 3 menyerap atau menetralisir limbah, dan 4 melakukan fungsi-fungsi penunjang kehidupan life-supporting functions, termasuk siklus biogeokimia, siklus hidrologi dan lainnya. Wilayah pesisir sendiri dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu, dimensi ekologis, dimensi ekonomi dan dimensi sosial Dahuri et al, 1996.

II.11.1. Dimensi Ekologis

Agar pembangunan yang terjadi adalah pembangunan berkelanjutan maka, perlu dilakukan lima langkah pengelolaan. Pertama adalah adanya keharmonisan ruang spatial harmony, antara ruang untuk kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan dengan ruang untuk kepentingan pelestarian lingkungan, kesemuanya dituangkan dalam peta tata ruang. Suatu wilayah pesisir dan lautan, baik dalam lingkup kabupatenkota, propinsi, dan atau nasional, hendaknya tidak dimanfaatkan semua untuk kegiatan pembangunan developmentutilization zone, tetapi harus dialokasikan sebagian untuk zona preservasi dan zona konservasi. Zona preservasi adalah lokasi wilayah pesisir yang mengandung sumberdaya alam flora, fauna, dan mikroba, warisan budaya dan komponen ekosistem lainnya yang bersifat endemik, langka, atau sangat menentukan kelangsungan hidup ekosistem; dan atau merupakan tempat berlangsungnya proses-proses ekologis penting seperti pemijahan spawning grounds, pembesaran nursery grounds, mencari makan feeding grounds dan alur ruaya migratory routes dari ikan beserta spesies lainnya. 30 Zona konservasi merupakan wilayah dimana diperbolehkan berlangsungnya kegiatan pembangunan, tetapi dengan laju atau pada tingkat yang sangat terbatas, misalnya berupa penebangan kayu mangrove secara selektif, snorkling dan menyelam diving di kawasan terumbu karang. Sementara itu, zona pembangunan utilization zone adalah kawasan, yang berdasarkan karakteristik biofisiknya, dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan pembangunan termasuk perikanan tangkap, perikanan budidaya tambak dan marin kultur, kehutanan, pertanian pantai coastal agriculture, pariwisata, pertambangan dan energi, kepelabuhanan dan transportasi, kawasan pemukiman, kawasan perkotaan waterfront city, coastal city, dan industri maritim. Menurut Odum 1976 dan Clark 1996, proporsi luasan zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan dalam suatu wilayah pesisir dan lautan idealnya adalah sekitar 20:20:60 persen. Selanjutnya berdasarkan pada karakteristik biofisik serta pertimbangan sosial-ekonomi dan budaya, zona pemanfaatan pembangunan, yang sekitar 60 persen dari total wilayah pesisir dan laut yang kita kelola, dibagi-bagi menjadi berbagai lokasi kegiatan pembangunan seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata, pertambangan dan energi, kepelabuhanan dan transportasi, dan industri sesuai dengan daya dukung lingkungan yang tersedia. Kedua, adalah bahwa laju pemanfaatan sumberdaya dapat pulih seperti sumberdaya perikanan dan hutan mangrove tidak boleh melebihi kemampuan pulih renewable capacity dari sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam terminologi pengelolaan sumberdaya perikanan, kemampuan pulih lazim disebut sebagai potensi lestari Maximum Sustainable Yield, MSY, sedangkan dalam pengelolaan hutan mangrove diistilahkan sebagai jatah tebangan yang diperbolehkan Total Allowable HarvestTAH. Ketiga, pada saat mengeksploitasi bahan tambang dan mineral sumberdaya tak dapat pulih harus melaksanakan cara-cara yang tidak merusak lingkungan tidak merusak tatanan dan fungsi ekosistem pesisir dan lautan, sehingga tidak mematikan kelayakan usaha viability sektor pembangunan ekonomi lainnya. Selain itu, keuntungan economic rent dari usaha pertambangan tersebut sebagian hendaknya diinvestasikan untuk mengembangkan bahan sumberdaya substitusinya dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang 31 berkelanjutan sustainable economic activities. Idealnya laju pemanfaatan sumberdaya tidak dapat pulih diatur sedemikian rupa, sehingga sebelum sumberdaya ini habis, sudah ditemukan bahan substitusinya. Keempat, limbah yang dibuang ke lingkungan pesisir dan lautan, maka jenis limbahnya bukan yang bersifat B3 Bahan Berbahaya Beracun, seperti logam berat dan pestisida, tetapi jenis limbah yang dapat diuraikan di alam biodegradable seperti limbah organik dan unsur hara. Meski demikian, laju pembuangan limbah yang dapat terurai tersebut, tidak melebihi kapasitas asimilasi assimilative capacity lingkungan pesisir dan lautan. Kelima, manakala kita memodifikasi bentang alam pesisir dan lautan untuk membangun dermaga jetty, pemecah gelombang breakwaters, pelabuhan, hotel, anjungan minyak oil rigs dan infrastruktur lainnya, maka harus menyesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungan pesisir dan lautan, seperti pola arus, pasang surut, sifat geologi dan geomorfologi sediment budget, serta sifat biologis dan kimiawi, sehingga tidak mengganggu tatanan dan fungsi ekosistem. Dengan kata lain, pembangunan kawasan pesisir dan laut harus sesuai dengan kaidah-kaidah alam design and construction with nature Mc.Harg, 1969.

II.11.2. Dimensi Ekonomi