83 Penggunaan lahan tambak lebih banyak dimanfaatkan sebagai budidaya
udang dan bandeng. Dengan adanya peningkatan nilai udang di pasaran international pada tahun 1980, lahan mangrove banyak dikonversi masyarakat
menjadi tambak. Peningkatan luas lahan tambak yang cukup signifikan sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat di Kecamatan tersebut, berdasarkan
data BPS Kecamatan Muara Gembong peningkatan disektor perikanan budidaya selama kurun waktu 10 tahun itu mencapai 29 dari total PDRB di Kecamatan
Muara Gembong
V.4.2. Analisis Kesesuaiaan Lahan Untuk Mangrove
Mangrove merupakan nama dari sebuah komunitas tumbuhan yang mempunyai kemampuan tumbuh di daerah pesisir, di Indonesia mangrove sering
disebut sebagai tanaman bakau atau tanaman pasang surut. Tanaman ini banyak tumbuh didaerah pesisir yang terdiri dari beberapa jenis, seperti Rhizopora sp, api-
api dan banyak jenis lainnya. Di daerah pesisir, mangrove membentuk suatu koloni menjadi hutan yang didalamnya telah membentuk suatu ekosistem.
Hutan mangrove merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat banyak terdapat di Indonesia, menurut data statistik pada tahun 1983 luas mangrove di
Indonesia mencapai 5 209 543 hektar, selama kurun waktu 10 tahun hutan mangrove telah mengalami penyusutan sampai 2 496 185 hektar, pada dasarnya
mangrove mempunyai manfaat ganda baik dari aspek ekologis maupun dari aspek sosial ekonomi, dari kedua manfaat ini telah terbentuk suatu sistem alami dimana
aktifitas ini telah membuat suatu ketergantungan bagi kehidupan manusia. Ekosistem alami ini dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan sosial ekonomi
manusia, seperti ikan, udang sebagai komoditi ekonomi dan sumber protein hewani bagi masyarakat sedangkan kayu mangrove dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi bagi masyarakat. Permasalahan utama tentang pengaruh dan tekanan terhadap habitat
mangrove bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutang mangrove menjadi areal budidaya perairan. Di Kecamatan Muara Gembong yang
menyebabkan kerusakan hutan mangrove cukup besar adalah pembukaan tambak- tambak untuk budidaya udang dan bandeng. Kegiatan ini memberikan kontribusi
terbesar dalam pengrusakan ekosistem mangrove. Dalam situasi seperti ini habitat
84 dasar dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai
penggantinya. Selama kurun waktu 10 tahun, dari tahun 1990 sampai 2000 luas hutan
mangrove yang telah dikonversi menjadi tambak seluas 2 012 hektar dari total luas yang ada, dari luas mangrove pada tahun 1990 seluas 2 dari total luas lahan,
luas mangrove sekarang hanya tinggal 398 hektar dari luas total kecamatan, melihat kondisi mangrove sudah pasti ekosistem mangrove yang ada di Muara
Gembong terganggu. Tabel 13 Kesesuaian Lahan untuk Mangrove di kecamatan Muara Gembong
Lokasi S1
S2 S3
N1 N2
Jumlah Desa Pantai Harapan Jaya
1 342 1 231
230 895
3 698 Desa Pantai Mekar
995 1 254
2 249 Desa Pantai Sederhana
1 354 1 354
Desa Pantai Bakti 2 826
2 826 Desa Bahagia
3 171 3 171
Total 9 688
2 485 230
895 13 298
Berdasarkan hasil analisis di atas, kesesuaian lahan untuk Mangrove Desa Pantai Harapan Jaya memiliki luas lahan terluas dibandingkan dengan Desa Pantai
Mekar, Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bakti dan Desa Bahagia. Luas lahan yang dimiliki oleh Desa Pantai Harapan Jaya, yaitu seluas 3 698 hektar atau 28
persen, pembagian luas kesesuaian lahan untuk mangrove di kecamatan Muara Gembong, yaitu 9 688 hektar memiliki kesesuaian sangat sesuai untuk mangrove
dan 2 485 hektar memiliki kesesuaian cukup sesuai untuk mangrove. Untuk Desa Pantai Sederhana seluruh luas lahanya memiliki kesesuain sangat sesuai untuk
mangrove, dimana luas lahan Desa Pantai Sederhana seluas 13 540 hektar. Desa Pantai Sederhana merupakan desa yang memiliki lahan tersempit dibandingkan
dengan empat desa yang lainnya. Dari kelima desa, Desa Pantai Harapan dan Desa Bahagia memiliki kriteria sangat sesuai dan sesuai untuk Mangrove. Hal ini
ditunjukan dengan presentase lahan untuk mangrove mencapai 90 artinya hamper secara keseluruhan mempunyai pontensi sangat sesuai untuk mangrove.
85
86 Desa Sederhana merupakan desa yang memiliki luas lahan terluas yang
sangat sesuai untuk kesesuaian lahan mangrove dibandingkan dengan empat desa yang lainnya.
Sedangkan desa Pantai Mekar merupakan desa yang memiliki luas lahan yang kurang memiliki kesesuain lahan untuk Mangrove, hal ini ditunjukkan
dengan persentase lahan untuk mangrove hanya sebesar 20 dan persentase lahan yang sesuai untuk mangrove mencapai sebesar 80 . Pada dasarnya kelima
desa tersebut memiliki tingkat kesesuaian lahan untuk Mangrove, tetapi tingkat kesesuaian lahan diantara kelima desa Desa Pantai Harapan Jaya, Desa Pantai
Mekar, Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bakti dan Desa Bahagia tersebut memiliki tingkatan persentase yang berbeda-beda.
Mengkaji jenis kegiatan yang diperkirakan menimbulkan perubahan ekosisitem hutan mangrove menjadi ekosistem non mangrove dapat didekati dari
macam dampak potensialnya. Jenis kegiatan yang menimbulkan penurunan luas hutan mangrove :
1. Konservasi hutan mangrove menjadi lahan pertanianperikanan
Konservasi hutan mangrove menjadi lahan perikanan diperkirakan sekitar 268 743 hektar, dengan daerah yang cukup laus terdapat di Pulau Jawa,
Aceh dan Sulawesi Selatan. Sedangkan konservasi hutan mangrove menjadi lahan pertanian perkebunan kelapa sawit telah terjadi di
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, dimana tidak kurang 3 000 hektar hutan mangrove dengan status Suaka Margasatawa dikonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit. Dampak langsung kegiatan konservasi hutan mangrove menjadi lahan pertanianperikanan adalah hilangnya
biomass hutan mangrove dan habitat organisme yang menggantungkan sebagian atau seluruh hidupnya pada ekosistem mangrove, interusi garam,
erosi garis pantai dan seterusnya. 2.
Pembuatan sampah padat Pembuatan sampah padat banyak terjadi di kota-kota besar, seperti Kota
Jakarta. Dampak dari kegiatan ini adalah kemungkinan terlapisnya pneumatofora akar nafaslentisel yang mengakibatkan kematian pohon-
pohon mangrove. Di samping itu dampak dari kegiatan ini adalah menurunkan kualitas subtrat tempat tumbuh tumbuhan mangrove,
87 mengganggu proses regenerasi alami serta pertumbuhan vegetasi
mangrove, dan pada akhirnya akan mendorong terjadinya kematian tumbuhan mangrove.
3. Pencemaran tumpahan minyak
Kematian tumbuhan mangrove terjadi akibat terlapisnya pneumatofora oleh lapisan minyak. Kondisi ini sulait diatasi dalam jangka waktu
singkat, baik dengan regenerasi alami maupun penanaman kembali. Dampak lain dari pencemaran minyak adalah menurunnya kualitas habitat
organisme biota perairan, satwaliar. 4.
Penambangan dan ekstraksi mineral Penambanngan pasir di laut yang tidak mengindahkan aturan dan kondisi
ekosistem mangrove, seringkali mendorong terjadinya abrasi pantai atau pemunduran garis pantai. Demikian pula penambangan timah yang
membuang limbahnya ke pantai, dapat menyebabkan kematian pohon- pohon mangrove akibat tertutupnya akar nafas.
5. Pengendapan sedimen yang tinggi
Laju pendapatan sedimen yang tinggi akibat aktivitas budidaya pertanian di daerah hulu DAS Citanduy, DAS Cimeneng telah mendorong terjadinya
pendangkalan yang cepat dikawasan ekosisitem hutan mangrove Segara Anakan-Cilacap. Dampak lanjutan dari kondisi tersebut adalah perubahan
komposisi jenis vegetasi, dan menurunnya wilayah yang terkena pasangurut, serta masyarakat secara perlahan telah merubah ekosistem
mangrove menjadi lahan budidaya pertanian. 6.
Penebangan hutan Penebangan hutan mangrove dengan mengikuti pedoman sistem
silvikultur, direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan dengan ketat, diyakini dapat menurunkan dampak negatif yang akan timbul. Penebangan
hutan mangrove yang seringkali menimbulkan dampak berupa penurunan kuantitas dan kualitas hutan mangarove adalah penebangan liar. Kasus
penebangan liar sampai saat ini masih berlangsung. Penebangan liar dilakukan oleh masyarakat untuk keperluan kayu bakar, bahan baku arang,
dan bahan tiang pancang.
88 Di samping dipengaruhi jenis kegiatan, penurunan kualitas dan kuantitas
mangrove di Indonesia juga dipengaruhi oleh kebijakan dan koordinasi yang masih lemah, persepsi masyarakat yang kurang mendukung kelestarian mangrove,
kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai . Berdasarkan analisis kesesuian untuk mangrove dapat dilihat pada gambar berikut ini.
V.4.3. Analisis Kesesuaiaan Lahan Untuk Pemukiman