88 Di samping dipengaruhi jenis kegiatan, penurunan kualitas dan kuantitas
mangrove di Indonesia juga dipengaruhi oleh kebijakan dan koordinasi yang masih lemah, persepsi masyarakat yang kurang mendukung kelestarian mangrove,
kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai . Berdasarkan analisis kesesuian untuk mangrove dapat dilihat pada gambar berikut ini.
V.4.3. Analisis Kesesuaiaan Lahan Untuk Pemukiman
Jenis rumah yang terdapat di Kecamatan Muara Gembong banyak dalam bentuk semi permanen, dimana perumahan ini banyak terdapat di daerah yang
memiliki lahan yang tidak tergenang air, sedangkan untuk lahan yang berada di pesisir lebih banyak berbentuk pemukiman sederhana, hal ini disebabkan oleh hak
kepemilikan lahan, karena lahan yang terdapat di daerah Muara Gembong lebih banyak dimiliki oleh perhutani, akibatnya kurang minat masyarakat untuk
merubah jenis rumah mereka menjadi permanen, faktor lain disebabkan oleh tingginya harga bahan baku seperti semen, kayu dan lain-lain.
Fasilitas infrastruktur untuk pemukiman di beberapa desa belum ada, seperti air minum, sarana kesehatan dan sebagainya. Akibatnya fasilitas yang
belum memadai ini mengakibatkan beberapa desa tidak layak huni sehingga tidak cocok untuk pemukiman.
Untuk penggunaan lahan pemukiman sarana dan prasarana merupakan sesuatu hal yang sangat fital, karena untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
diperlukan sarana dan prasaran, seperti air minum, jalan, kesehatan dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan pada beberapa desa kesesuaian lahan untuk pemukiman
tidak cocok, ketidak cocokan bukan berarti tempat tersebut tidak bisa di huni tetapi untuk masuk pada klasifikasi sesuai kebutuhan sarana dan prasarana ini
perlu dilengkapi.
89 Tabel 14. Kesesuaian Lahan untuk Lahan Pemukiman di kecamatan Muara
Gembong Lokasi
Baik Sedang
Buruk Jumlah
Desa Pantai Harapan Jaya 430
1 789 1 479
3 698 Desa Pantai Mekar
1 574 675
2 249 Desa Pantai Sederhana
135 1 219
1 354 Desa Pantai Bakti
1 130 1 696
2 826 Desa Bahagia
317 2 854
3 171 Total
5 376 7 922
13 298
Berdasarkan kesesuaian lahan untuk lahan pemukiman, Desa Pantai Harapan Jaya merupakan desa terluas dengan luasnya sebesar 3 698 ha,
pembagian luas lahan Desa Pantai Harapan Jaya, yaitu 430 hektar klasifikasi lahan baik dan 1 789 hektar Sedang untuk lahan pemukiman serta 1 479 hektar
Buruk untuk lahan pemukiman. Secara global dari kelima desa, yaitu Desa Pantai Harapan Jaya, Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bakti dan Desa Bahagia tidak
satupun desa yang memiliki kriteria Baik untuk kesesuaian lahan pemukiman, hal ini ditunjukkan dengan lahan dengan klasifikasi baik tidak ada sama sekali.
Berdasarkan kesesuaian lahan untuk pemukiman menunjukkan Desa Pantai Harapan Jaya merupakan desa yang memiliki tingkat kesesuaian lahan sedang
paling luas untuk pemukiman dibandingkan dengan Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bakti dan Desa Bahagia.
Evaluasi lahan untuk daerah pemukiman mencakup penilaiaan kesesuaian lahan untuk gedung septic tanck, jalan, tempat pembuangan sampahpenimbunan
sampah. Pemukiman merupakan tempat dimana sejumlah penduduk tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari. Penentuan kelas suatu lahan untuk tempat tinggal
didasarakn pada kemampuan lahan sebagi penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh adalah daya dukung tanah, sifat-sifat tanah yang berpengaruh
terhadap biaya penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat lahan seperti kerapatan, tata air, bahaya banjir, pladtisitas, tekstur dan potensi mengembang dan mengerutnya
tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Sedangakan biaya penggalian tanah pondasi dipengaruhi oleh tata air tanah, lereng, kedalaman tanah sampai
hamparan batuan dan keadaaan batu dipermukaan.
90 Tanah-tanah bertekstur liat yang banyak mengandung liat akan menyerap
banyak air sehingga mempunyai nilai batas cair tinggi. Nilai batas cair berhubungan erat dengan compressibility tanah penurunan volume tanah oleh
bebantegangan yang diberikan pada tanah tersebut. Semakin tinggi nilai batas cair maka nilai compressibility semakin besar. Daya dukung tanah bertekstur pasir
dan kerikil untuk pondasi lebih besar daripada tanah bertekstur liat karena tanah bertekstur liat menyerap air lebih banyak sehingga menjadi lunak. Pengerutan dari
tanah yang banyak mengandung liat telah banyak menyebabkan kerusakan pada pondasi bangunan yang ringan. Untuk menghindari adanya kerusakan bangunan
yang disebabkan oleh pengerutan tanah, hendaknya pondasi dibangun lebih dalam dimana proses pengerutan tanah tidak terjadi atau sampai kedalaman batuan.
Penentuan kelas suatu tanah untuk lapangan drainase didasarkan pada kemampuan tanah menyerap aliran dari septic tank. Sifat-sifat tanah yang
berpengaruh pada kemampuan tanah menyerap aliran dari septic tank adalah permeabilitas tanah, tinggi muka air tanah, dalamnya tanah sampai kehamparan
batuanbahan induklapisan kedap air, perkolasi tanah, bahaya banjir, lereng dan keadaan batu di permukaaan. Tanah bertekstur sangat kasar pasir berlempung,
pasir, dan kerikil merupakan bahan penyaring relatif buruk, dan mungkin akan menimbulkan pencemaran terhadap sumber air tanah bila digunakan sebagia
lapangan drainase. Tanah akan berfungsi baik sebagai drainase septic tank bila tinggi muka air tanah 120 cm lebih dalam dari saluran, dan akan berfungsi kurang
baik bila tinggi muka air tanah kurang dari 60 cm dari. Berdasarkan persentase kesesuaian lahan untuk pemukiman tidak ada satu
desa pun yang memiliki kriteria sangat sesuai untuk lahan untuk pemukiman. Sebagian besar luas lahan Desa Pantai Mekar, memiliki kesesuaian lahan untuk
pemukiman yang cukup luas, hal ini ditunjukkan dengan nilai kesesuaian lahan untuk pemukiman mencapai 70 . Desa Pantai Sederhana dan Desa Bahagia
merupakan desa yang memiliki tingkat kesesuaian lahan untuk pemukiman cukup kecil dibandingkan dengan ketiga desa lainnya, hal ini ditujukkan dengan
persentase lahan yang tidak sesuai. Pemukiman kedua desa tersebut mencapai 90 dan persentase lahan yang sesuai untuk kesesuaian lahan untuk pemukiman
hanya mencapai 10 .
91
92 Ketentuan pengadaan prasarana lingkungan perumahan mencakup aspek
teknis dan non teknis. Aspek teknis antara lain standard lingkungan perumahan, ketentuan teknis mengenai prasarana dan pola keterkaitan antara sistim
lingkungan denagn sistim kota. Sedang aspek non teknis mencakup ketentuan hubungan antara pemerintah daerah, pengembanng dan pemukim tentang hak dam
kewajiban dalam pengadaan dan pemeliharaaan prasarana lingkungan. Secara umum, prasarana lingkungan dikenal sebagai utilities dan amenties, atau dalam
khasanah perencanaan di Indonesia dikenal sebagai wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih spesifik lagi, jenis-jenis tersebut adalah fasilitas sosial,
sistem jarinagn sirkulasi, drainasi dan kesehatan lingkungan. Ketentuan besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atas fasilitas tersebut.
Secara normatif standard kebutuhan diukur persatuan jumlah penduduk tetentu, sesuai denagn kebutuhannya. Disamping besaran penduduk, dapat pula diturunkan
dari jumlah unit rumah yang dilayani, satuan luas atau satuan wilayah administratif yang dilayani.
Secara umum di Indonesia digunakan standard Cipta Karya, yang tercantum dalam standar perumahan sederhana tidak bertingkat. Standard tersebut
merupakan penyempurnaan dari standard Soefaat. Sedang penempatan fasilitas, dapat dilihat dari dari dua aspek, yaitu atas dasar ketentuan yang bersifat hirakis
struktural terhadap sistim yang lebih besar dan jarak tempuh. Kedudukan fasilitas dalam sistim prasarana yang lebih luas keterkaitan struktural, seperti
jenjang fasilitas kesehatan, pendidikan dan rekreasi. Jarak minimal atau area pelayanan minimal utuk satu jenis pelayanan, yang diukur atas dasar jarak tempuh
dengan jalan kaki atau angkutan lingkungan. Penempatan fasilitas dapat pula ditentukan oleh tujuan tertentu, misalnya untuk pemerataan pencapaian dan
efisiensi, fasilitas diletakkan dan dikumpulkan di pusat lingkungan di pusat lingkungan central place theory. Tetapi dapat pula diletakkan pada garis
singgung komunitas yang berbeda, dengan tujuan untuk menyatukan 2 komunitas yang berbeda. Di samping ketentuan yang berkaitan dengan jenis dan besaran,
standard teknis juga mengatur mengenai persyaratan teknis minimal untuk setiap jenis fasilitas, seperti dimensikapasitas minimal, daya dukung dan tingkat
layanan.
93 Kebutuhan fasilitas lingkungan, selain didekati dengan standard
perencanaan yang
baku, dapat
pula didekati
dengan kebutuhan
setempatrelatif,untuk tujuan tertentu. Biasanya klasifikasi tingkat layanan yang disediakan berada diatas standard baku, seperti penyediaan amenties, kemudahan
sirkulasi. Tujuan dari penyediaan fasilitas yang berlebih tersebut berhubungan dengan tujuan tertentu, terutama untuk menciptakan lingkungan perumahan yang
bercitra tertentu, sebagai bagian dari strategi bisnis para pengembang. Ketentuan mengenai hubungan sistim lingkungan dengan sistim wilayah yang
melingkupinya antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut : a.
Hubungan struktural yang menerus dan compatible, antara sistim lingkungan dengan sistim wilayah.
b. Hubungan struktural yang menerus dan compatible, antara sistim
lingkungan dengan sistim lingkungan tetangga. c.
Jika antara sistim lingkungan dengan sistim wilayah atau lingkungan tetangga belum memungkinkan, sistim dalam lingkungan tersebut harus :
- Mampu memenuhi kebutuhan sendiri, tanpa mengakibatkan
dampak negatif bagi lingkungan sekitar. -
Menyiapkan “joint” sambungan yang compatible dengan sistim lain yang akan datang, baik sistim wilayah maupun sistim
lingkungan tetangga. d.
Rencana struktur prasarana wilayah memberikan arahan yang jelas mengenai bagaimana dan dimana terjadi hubungan dengan sistem
lingkungan. Kegiatan pembangunan perumahan dilakukan oleh banyak aktor, tetapi
dalam skala besar, yang dominan adalah hubungan antara Pemerintah daerah sebagai pengelola wilayah dan pengembang sebagai pembangun. Masalah
koordinasi dalam penyediaan prasarana ini menjadi rawan pada kasus pembangunan perumahan skala besar. Pada umumnya, pembangunan perumahan
skala besar akan membutuhkan penyediaan prasarana yang juga besar volumenya, yang membutuhkan inletoutlet yang besar pula. Untuk kawasan perumahan yang
dibangun diluar built up area, sistim wilayah belum ada, sedang untuk yang didalam built up area, sistim yang ada tidak mencukupi. Perangkat yang efektif
94 untuk berlangsungnya proses koordinasi adalah arahan kebijakan pembangunan
kota yang mencakup : a.
Kebijakan yang bersifat insentif dan disinsentif b.
Rencana struktur ruang yang disepakati sebagai pedomen arah pengembangan kota, khususnya untuk prasarana kota.
c. Distribusi tanggung jawab penanganan prasarana lingkungan, yang
membagi secar adil tanggung jawab penanganan prasarana lingkungan.
V.4.4. Analisa Kesesuaiaan Lahan untuk Sawah