Dimensi Ekonomi Pengelolaan Wilayah Pesisir berkelanjutan

31 berkelanjutan sustainable economic activities. Idealnya laju pemanfaatan sumberdaya tidak dapat pulih diatur sedemikian rupa, sehingga sebelum sumberdaya ini habis, sudah ditemukan bahan substitusinya. Keempat, limbah yang dibuang ke lingkungan pesisir dan lautan, maka jenis limbahnya bukan yang bersifat B3 Bahan Berbahaya Beracun, seperti logam berat dan pestisida, tetapi jenis limbah yang dapat diuraikan di alam biodegradable seperti limbah organik dan unsur hara. Meski demikian, laju pembuangan limbah yang dapat terurai tersebut, tidak melebihi kapasitas asimilasi assimilative capacity lingkungan pesisir dan lautan. Kelima, manakala kita memodifikasi bentang alam pesisir dan lautan untuk membangun dermaga jetty, pemecah gelombang breakwaters, pelabuhan, hotel, anjungan minyak oil rigs dan infrastruktur lainnya, maka harus menyesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungan pesisir dan lautan, seperti pola arus, pasang surut, sifat geologi dan geomorfologi sediment budget, serta sifat biologis dan kimiawi, sehingga tidak mengganggu tatanan dan fungsi ekosistem. Dengan kata lain, pembangunan kawasan pesisir dan laut harus sesuai dengan kaidah-kaidah alam design and construction with nature Mc.Harg, 1969.

II.11.2. Dimensi Ekonomi

Dimensi ekonomis dan dimensi sosial dari pembangunan berkelanjutan sebenarnya merepresentasikan permintaan demand side manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah termaksud. Permintaan tersebut tidak hanya dari penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan lautan yang sedang kita kelola melainkan dapat pula berasal dari penduduk luar, seperti kabupaten, propinsi, bahkan negara lain untuk pasar ekspor. Pembangunan berkelanjutan dari perspektif sosial-ekonomi adalah bagaimana kita mengelola agar permintaan agregat total demand terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tersebut tidak melampaui kemampuan wilayah pesisir dan lautan untuk menyediakannya. Implikasinya adalah kita harus mengusahakan peningkatan daya dukung lingkungan wilayah pesisir dan laut melalui penerapan Iptek yang tepat dan benar. Pada saat yang sama, kita pun harus mengendalikan permintaan agregat manusia akan sumberdaya alam dan 32 jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan melalui pengendalian jumlah penduduk, pengendalian optimalisasi tingkat konsumsipemanfaatan sumberdaya alamkapita, mekanisme pasar dan kebijakan serta program pemerintah government interventions secara proporsional. Agar kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan, termasuk yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan, dapat dikendalikan sesuai dengan daya dukung lingkungan untuk menyediakannya sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan reorientasi konsep ekonomi konvensional ekonomi neoklasik yang selama ini menjadi dasar pembangunan ekonomi di hampir seluruh negara-negara di dunia. Reorientasi tersebut terutama mencakup tiga aspek 1 Hubungan antara barang modal dan pembangunan ekonomi Konsep pembangunan berkelanjutan mengenal empat macam barang modal yang menentukan pembangunan ekonomi kemajuan dan kemakmuran, yaitu: a barang modal buatan, b sumberdaya alam, c sumberdaya manusia, dan d modal sosial. Barang modal buatan manufactured capital mencakup benda buatan manusia, seperti kapal, tambak, dan lainnya. Dalam konsep ekonomi konvensional, sumberdaya alam natural capital hanya berupa lahan, tetapi dalam konsep pembangunan berkelanjutan, sumberdaya alam berupa ekosistem di alam seperti lahan, air bersih, kayu hutan, ikan, dan mineral beserta segenap fungsi lingkungan {environmental functions yang terkandung di dalamnya. Human capital sumberdaya manusia berupa pendidikan dan keterampilankeahlian skills yang dimiliki oleh individu manusia. Modal sosial adalah pengetahuan knowledge dan aturan main rules yang berkembang di dalam budaya dan kelembagaan suatu masyarakat, seperti sistem hukum, adat istiadat, dan hak kepemilikan property rights. Selanjutnya paradigma pembangunan berkelanjutan menganjurkan agar barang modal tersebut dimanfaatkan secara lestari dan dipelihara pada tingkatan level yang mampu menunjang kesejahteraan umat manusia dengan mernperhatikan ekosistem alam. Konsep ekonomi konvensional memperlakukan barang modal buatan dan sumberdaya alam sebagai sesuatu yang sepenuhnya dapat saling menggantikan fully substitutable Costanza dan Daly 1992. Pengertian ini menyatakan bahwa 33 tidak ada alasan untuk mengkonservasi sumberdaya alam, sepanjang hasil dari pemanfaatan sumberdaya alam dapat memperbesar barang modal dengan nilai finansial lebih besar. Hal tersebut sama dengan pengurasan depletion nilai sumberdaya alam yang dimiliki suatu kelompok masyarakat atau bangsa. Misalnya anggapan bahwa pemerintah berhak untuk membabat habis hutan mangrove, menguras sumberdaya ikan, dan mereklamasi terumbu karang, sepanjang hasil dari semua kegiatan ini dapat diinvestasikan kembali untuk pembangunan. Untuk memperbaiki teori ini, pembangunan berkelanjutan menawarkan alternatif pemecahan, yaitu: a weak sustainability approach dan a strong sustainability approach. Pendekatan keberlanjutan lemah a weak sustainability approach membolehkan pemanfaatan atau pengurasan sumberdaya alam, asalkan keuntungan dari aktivitas ekonomi, diinvestasikan kembali dalam kegiatan- kegiatan ekonomi yang berkelanjutan atau barang-barang yang terpulihkan reproducible capital Hartwick 1977; Solow 1986. Syarat dalam pendekatan ini adalah nilai total dari manufactured capital dan natural capital tetap konstan sepanjang masa. Nilai tersebut diperoleh melalui penghitungan menyeluruh dari pengurasan sumberdaya alam a full accounting of natural capital depletion Serafy 1993. Sementara pendekatan keberlanjutan kuat a strong sustainability approach menganggap daya substitusi tersebut bersifat terbatas tetapi saling melengkapi, sehingga dapat digunakan secara sinergis. Namun untuk sumberdaya alam yang vital critical natural capital, seperti daerah pemijahan ikan dan sumber air bersih, hampir tidak dapat disubstitusi dengan barang modal buatan. Pendekatan ini juga meyakini bahwa ada semacam batas terhadap pertumbuhan skala ekonomi makro. Dengan pengertian bahwa sistem pembangunan ekonomi tidak mungkin tumbuh terus melampaui batas-batas yang ditentukan sesuai kemampuan regenerasi ekosistem alam. Oleh karena itu, syarat minimal a minimum necessary condition bagi kelestarian sumberdaya alam, yaitu untuk sumberdaya dapat pulih maka tingkat pemanfaatannya tidak boleh melebihi potensi lestari sustainable yield- nya. Sedangkan untuk sumberdaya tak dapat pulih adalah hasil pemanfaatan sumberdaya ini, diinvestasikan kembali pada usaha-usaha yang menghasilkan subtitusi berupa sumberdaya dapat pulih. Pendekatan ini 34 menyarankan untuk mengimplementasikan program-program: penggunaan energi non-petroleum seperti energi surya, angin, pasang-surut, dan OTEC; pertanian organik; pengendalianpembatasan jumlah penduduk; pembatasan konsumsi moderate consumption; dan keadilan global international equity Dahuri et al .1996. 2 Keadilan Antar Generasi Intergenerational equity Keberlanjutan menurut konsep pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai keadilan antargenerasi yang menjamin bahwa generasi mendatang memiliki warisan barang modal buatan, sumberdaya alam, human capital, dan social capital, dengan kondisi yang paling tidak sama dengan yang dimiliki generasi sekarang. Hal tersebut sukar dicapai, jika proses perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan hanya berdasarkan pada konsep ekonomi konvensional teori ekonomi neoklasik. Ekonomi neoklasik mendefinisikan keberlanjutan sebagai maksimalisasi kesejahteraan manusia, yang diidentikan dengan maksimalisasi manfaat dari aktivitias konsumsi atau pemanfaatan sumberdaya alam. Indikator kinerja yang digunakan hanya berupa satu indikator tunggal a measurable single-dimensional indicator. Dalam ekonomi makro, biasanya berupa PDB Produk Domestik Bruto atau Gross National Product GNP. Sedangkan dalam ekonomi mikro berupa NPV Net Present Value, IRR Internal Rate of Return, atau BC Benefit and Cost Ratio yang dikenal sebagai analisis manfaat dan biaya cost-benefit analysis. Dalam analisis manfaat dan biaya, suatu kegiatan pembangunan pada umumnya dinilai menggunakan discount rate, yang nilainya sama dengan nilai tingkat suku bunga interest rate yang berlaku pada saat dilakukan analisis. Semakin besar nilai discount rate yang digunakan berarti nilai sumberdaya alam di masa depan dianggap semakin rendah. Contohnya, dengan discount rate 10, maka nilai uang US 72 saat ini sama dengan US 1 juta pada seratus tahun yang akan datang. Karenanya hampir semua kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam bersifat mencari keuntungan jangka pendek, tanpa mengindahkan kelestarian sumberdaya alam. Jika ingin pembangunan ekonomi berlangsung secara berkelanjutan on a sustainable basis , maka perlu penyempurnaan kriteria analisis kelayakan 35 kegiatan pembangunan. Penyempurnaan tersebut dapat ditempuh melalui berbagai pendekatan. Pertama adalah penggunaan discount rate serendah mungkin, jika perlu nol persen untuk kegiatan-kegiatan pembangunan yang menyangkut pemnfaatan sumberdaya alam. Kedua dengan cara memasukkan kerusakan lingkungan dan kerugian sosial sebagai komponen biaya dalam analisis manfaat dan biaya. Meski masih mengandung sejumlah kelemahan, namun sudah tersedia teknik untuk menghitung nilai moneter atribut dan fungsi-fungsi lingkungan dari ekosistem alam. Teknik tersebut dikenal sebagai valuasi ekonomi economic valuation Costanza et al., 1997. Ketiga adalah menerapkan prinsip kehati- hatian precautionary principles untuk kegiatan pembangunan yang dampak negatifnya terhadap ekosistem alam sangat signifikan atau tidak terpulihkan atau dampaknya terhadap ekosistem alam dan kehidupan manusia belum dapat diprediksi. Untuk kegiatan pembangunan semacam ini sebaiknya ditunda. 3 Green accounting dan genuine saving Indikator yang selama ini digunakan dalam mengevaluasi kemajuan ekonomi suatu negara hanya berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi GDP dan GNP atau pada aspek pendidikan dan kesehatan saja yang berupa HDI Human Development Index, tanpa memasukkan indikator kelestarian lingkungan. Akibatnya sebagian besar perencana dan pelaksana pembangunan saat ini hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, tetapi kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Apabila kerangka berfikir semacam ini diteruskan, maka pembangunan berkelanjutan tidak akan mecapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, perlu perbaikan kriteria atau cara-cara kita menilai kemajuan ekonomi dari segi makro ekonomi. Penyempurnaan dimaksud dapat ditempuh melalui tiga cara Harris 2003. Pertama dengan cara mengoreksi statistik pendapatan nasional dan daerah, yaitu dengan memasukkan pengurangan sumberdaya alam natural capital depriciation ke dalam perhitungan GNP, GDP, atau PDRB. Instrumen ini cocok diterapkan untuk sumberdaya yang mudah dihitung valuasi ekonominya. Pendekatan ini menimbulkan implikasi signifikan terhadap kebijakan perdagangan dan makro ekonomi suatu negara, terutama yang bergantung pada ekspor sumberdaya alam. Hal ini disebabkan pengurangan sumberdaya alam dimasukkan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan statistik pendapatan nasional atau 36 daerah. Kedua dengan menyusun satellite accounts yang menghitung semua stok dan fungsi lingkungan dalam bentuk fisik, tanpa mengkonversikan ke dalam nilai uang, kemudian ditambahkan ke dalam statistik pendapatan nasional atau daerah Lange dan Duchin, 1993. Satellite accounts ini menyajikan gambaran yang lebih lengkap tentang kondisi lingkungan hidup dan kekayaan sumberdaya alam. Ketiga dengan penghitungan genuine saving, yang memasukkan pengurangan sumberdaya alam sebagai akibat dari pembangunan ekonomi, dalam penghitungan statistik pendapatan negara atau daerah. Pendekatan ini mengungkapkan sesuatu yang seolah-olah sebagai keberhasilan pembangunan, tetapi sebenarnya telah menimbulkan kerusakan sumberdaya alam yang dahsyat, dalam beberapa kasus bahkan menghasilkan a net negative genuine saving rate Dahuri et al. 1996.

II.11.3. Dimensi Sosial