24 pemerintah, serta mengandalkan dukungan kebijakan usaha kecil dari pemerintah.
Joeveer 2006 juga menemukan bahwa kredit dari bank memiliki pengaruh positif pada indikator kinerja usaha kecil. Kredit mempengaruhi investasi dan
fixed asset dari usaha kecil. Kredit juga mempengaruhi penerimaan, biaya tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh usaha kecil. Selain itu, Wang
2013 menemukan bahwa microfinance memiliki peranan yang sangat penting bagi penerimaan dan pertumbuhan profit usaha kecil.
Selanjutnya, Quaye 2011 menemukan bahwa microfinance berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dari usaha kecil di Kota Kumasi Ghana. Lembaga
keuangan mikro berperan dalam meningkatkan akses pada kredit, peningkatan tabungan, pemberian bisnis, dan pelatihan keungan dan manajerial kepada usaha
kecil. Hasil studi Morris dan Barnes 2005 yang menguji dampak tiga bentuk keuangan mikro di Uganda menunjukkan bahwa nasabah program microfinance
mengalami peningkatan produk dan jasa-jasa baru, memiliki lokasi perusahaan dan pasar yang berkembang, biaya pembelian persediaan yang berkurang, dan
peningkatan volume penjualan. Kredit dan tabungan merupakan dua komponen penting dalam membantu
pengusaha meningkatkan usahanya Vonderlack dan Schreiner, 2001; Ojo, 2009. Tabungan dan kredit memiliki pengaruh positif pada peningkatan produktivitas
perusahaan di Nigeria Ojo, 2009. Tabungan dan kredit juga ditemukan memiliki efek positif pada kesejahteraan perempuan pengusaha di Bangladesh, Indonesia,
Ghana dan Meksiko Vonderlack dan Schreiner, 2001. Kredit, tabungan dan pelatihan ditemukan memiliki dampak positif pada pendapatan dan kesejahteraan
perempuan pengusaha di Haiti, Kenya, Malawi dan Nigeria UNCDF UNDP, 2003.
Bukti empiris juga menunjukkan bahwa kredit akan memberikan dampak yang lebih nyata terhadap usaha jika diiringi dengan adanya pelatihan terhadap
usaha kecil Kuzilwa, 2005; Fasoranti et al.,2006; Cunha, 2007. Kuzilwa 2005 menyatakan kredit dan pelatihan berdampak positif pada kinerja perempuan
pengusaha di Tanzania. Kredit dan pelatihan harus dilaksanakan bersama-sama agar memberikan peranan yang lebih baik bagi usaha kecil. Cunha 2007
menambahkan bahwa keterampilan dan pelatihan diperlukan bagi pengembangan
25 usaha kecil karena memberikan keterampilan usaha yang dibutuhkan untuk usaha
kecil dan menyediakan kompetensi manajerial yang dibutuhkan bagi perusahaan. Fasoranti et al. 2006 menguji dampak microcredit dan pelatihan pada efisiensi
dari pengusaha skala kecil di Nigeri, yang menemukan program pelatihan kewirausahaan yang terstruktur dengan baik dan dilengkapi dengan akses kredit
yang mudah dapat memfasilitasi peningkatan efisiensi yang diinginkan bagi pelaku usaha skala kecil.
Beberapa penelitian tentang dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga telah banyak dilakukan seperti dampak kredit terhadap diversifikasi dan
meningkatkan sumber pendapatan, membantu mengatasi fluktuasi penghasilan, mempertahankan dan memperlancar tingkat konsumsi rumahtangga. Untuk
meningkatkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan percepatan dalam operasi usaha kecil, kegiatan pemantauan yang ekstensif harus disediakan untuk nasabah
yang diberikan pinjaman. Zeller dan Sharma 1998 berpendapat bahwa keuangan mikro dapat membantu dalam perbaikan atau pembentukan perusahaan keluarga,
berpotensi mengurangi kemiskinan dan menciptakan kehidupan ekonomi yang aman.
Zeller et al. 1997 menyatakan bahwa akses kredit mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga melalui tiga jalur. Jalur pertama adalah melalui
pengurangan kendala modal pada rumahtangga, akses kredit secara nyata dapat meningkatkan kemampuan rumahtangga miskin untuk memperoleh sarana
produksi pertanian. Mengurangi kendala modal melalui pemberian kredit, mengurangi biaya peluang aset padat modal relatif terhadap tenaga kerja keluarga,
sehingga mendorong adopsi teknologi yang memberikan hasil lebih tinggi, sehingga meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja. Jalur kedua adalah
dengan meningkatkan kemampuan risk-bearing rumahtangga dan dengan mengatasi strategi risiko, dan jalur ketiga adalah kelancaran konsumsi.
Aghion dan Morduch 2005 juga menyatakan bahwa kredit dapat mempengaruhi outcomes rumahtangga melalui berbagai saluran. Keuangan mikro
dapat membantu rumahtangga memiliki kehidupan yang lebih mapan. Kredit dapat menghasilkan efek pendapatan yang mendorong tingkat konsumsi total,
peningkatan kesejahteraan anak-anak, peningkatan kesehatan dan pendidikan.
26 Zaman 2000 menemukan bahwa partisipasi dalam program kredit mikro
mengurangi kerentanan dengan memperlancar konsumsi, membangun aset, dan memberikan bantuan darurat selama bencana alam. MkNelly dan Dunford 1999
juga menemukan bahwa akses pada kredit memiliki dampak positif terhadap pendapatan dengan mengontrol potensi bias dengan menetapkan kelompok
masyarakat program atau kelompok kontrol. Coleman 1999 menyelidiki dampak dari microfinance di Thailand
menunjukkan bahwa terdapat suatu dampak positif dari program bank desa pada beberapa ukuran kesejahteraan keluarga. Dampak program bank desa
menunjukkan hasil yang positif dan nyata terhadap peningkatan kesejahteraan, tabungan, pendapatan, waktu tenaga kerja, dan produktivitas rumahtangga yang
menjadi pengurus program. Perbedaan dampak antara pengurus dan anggota dapat menjadi hasil dari perbedaan akses terhadap kredit.
Microfinance dan akses pada kredit juga memiliki dampak yang positif terutama kepada pengurangan kemiskinan dan pemberdayaan perempuan. Imai et
al. 2010 menguji dampak akses rumahtangga pada microfinance dalam mengurangi kemiskinan di India. Hasil studinya menunjukkan kredit mikro
memainkan peranan penting dalam mengurangi kemiskinan. Akses pada kredit mikro berdampak mengurangi rata-rata kemiskinan. Morris dan Barnes 2005
meneliti tentang dampak tiga program keuangan mikro di Uganda, yaitu FINCD the Foundation for International Community Assistance, FOCCAS the
Foundation for Credit and Community Assistance dan PRIDE the Promotion of Rural Initiatives and Development Enterprise. Program keuangan mikro tersebut
berdampak pada rumahtangga nasabah yang meliputi penambahan usaha baru, peningkatan jumlah pengeluaran pada aset yang tahan lama dan input-input
pertanian, peningkatan jumlah lahan pertanian yang ditanami, dan peningkatan pendapatan rumah tangga petani. Program keuangan mikro membantu
rumahtangga untuk mengurangi vulnerabilitas keuangan melalui diversifikasi sumber pendapatan dan akumulasi aset.
Aghion dan Morduch 2005 menyatakan bahwa microfinance dapat meningkatkan daya tawar perempuan dalam rumahtangga. Perempuan akan
menjadi diberdayakan dan memiliki kontrol yang lebih besar atas sumberdaya dan
27 keputusan rumahtangga. Keuangan mikro cenderung memberikan perlindungan
kepada perempuan dalam rumahtangga, karena dengan meningkatnya pendapatan rumahtangga secara umum juga dapat mengurangi konflik anggota rumahtangga.
Penghasilan yang bertambah menyebabkan perempuan bisa mendapatkan pengaruh dalam rumahtangga, sehingga menggunakan pendapatan tersebut untuk
mendorong belanja lebih besar dalam bidang yang menjadi perhatian khusus bagi perempuan
Mayoux dan Hartl 2009 menyatakan perluasan microfinance telah meningkatkan akses perempuan secara nyata pada fasilitas kredit kecil dan
tabungan. Peningkatan akses ini tidak hanya berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan sustainability keuangan, tapi juga berkontribusi terhadap
pemberdayaan ekonomi, peningkatan taraf hidup, pemberdayaan sosial dan politik dari perempuan itu sendiri. Peningkatan akses perempuan dalam microfinance
dapat menyebabkan peningkatan pemberdayaan ekonominya. Peran perempuan dalam manajemen keuangan rumahtangga dapat meningkat. Hal ini
memungkinkan perempuan untuk memulai kegiatan ekonominya sendiri, berinvestasi lebih banyak dalam kegiatan-kegiatan yang ada, memperoleh aset
atau meningkatkan statusnya dalam kegiatan ekonomi rumahtangga melalui kontribusi modalnya yang terlihat. Peningkatan partisipasi dalam kegiatan
ekonomi dapat meningkatkan pendapatan perempuan dan pendapatan rumahtangga. Pada gilirannya, dapat memungkinkannya untuk meningkatkan
investasi jangka panjang dan produktivitas kegiatan ekonomi. Peningkatan akses perempuan ke microfinance dapat meningkatkan kesejahteraan rumahtangga,
yang berhubungan dengan kegiatan anggota rumahtangga lainnya, misalnya suami atau anak-anak. Pilihan penyaluran kredit atau tabungan untuk rumahtangga
melalui perempuan dapat memungkinkannya untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam pengambilan keputusan intrahousehold, penurunan kerentanannya dan
rumahtangga, dan meningkatkan investasi bagi kesejahteraan keluarga. Situasi ini dapat bermanfaat kepada anak-anak melalui peningkatan pengeluaran untuk
nutrisi dan pendidikan. Garikipati 2008 juga menunjukkan bahwa keuangan mikro untuk perempuan bisa memperkuat kemampuan rumahtangga untuk
mengatasi kerentananan terutama pada kelompok pendapatan yang paling miskin.
28 Oleh karena itu, kredit mikro dapat menjadi kendaraan yang kuat untuk
meningkatkan pendapatan dan melindungi rumah tangga dari resiko krisis. Hasil berbeda mengenai dampak dari kredit dikemukakan oleh Buckley
1997, Coleman 1999 dan Diagne dan Zeller 2001. Buckley 1997 menyatakan bahwa hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa
microfinance memiliki dampak yang nyata dan berkelanjutan dalam hal pengembangan usaha kecil, peningkatan arus pendapatan dan penyerapan tenaga
kerja. Artinya bahwa perbaikan akses terhadap kredit tidak cukup untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil jika tidak disertai dengan perubahan
atau perbaikan teknologi dan teknik produksi. Coleman 1999 juga menunjukkan bahwa kredit perbankan pedesaan tidak
memberikan dampak nyata terhadap akumulasi aset dan fisik. Peminjam pada akhirnya masih terikat dalam lingkaran setan utang karena menggunakan
pinjaman dari bank desa untuk keperluan konsumsi dan untuk membayar pinjaman ke bank desa, peminjam dipaksa untuk meminjam kepada rentenir
dengan suku bunga yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kredit bukan merupakan satu-satunya alat yang efektif untuk membantu masyarakat miskin dan
usaha kecil untuk keluar dari kemiskinan atau meningkatkan kondisi ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan program kredit harus disertai dengan
program-program lain yang bertujuan membangun kemampuan ekonomi usaha kecil. Hambatan lain yang dihadapi oleh usaha kecil seperti kurangnya akses ke
pasar, kurangnya kemampuan teknis produksi juga harus diatasi sejalan dengan peningkatan akses terhadap kredit.
Hal senada juga disampaikan Diagne dan Zeller 2001 dalam penelitiannya di Malawi yang menunjukkan bahwa keuangan mikro tidak memiliki dampak
yang nyata terhadap pendapatan rumahtangga dan tidak berpengaruh pada pengembangan usaha kecil. Investasi dalam kegiatan usaha kecil tidak akan
berpengaruh dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga karena infrastruktur dan pasar tidak berkembang. Babajide 2012 juga menemukan bahwa akses ke
keuangan mikro tidak meningkatkan pertumbuhan usaha mikro dan kecil di Nigeria. Namun, karakteristik lain seperti ukuran bisnis dan lokasi usaha memiliki
efek positif pada pertumbuhan perusahaan. Hasil ini merekomendasikan untuk
29 merekapitalisasi skema keuangan mikro untuk meningkatkan kapasitasnya dalam
mendukung pertumbuhan dan perluasan usaha kecil.
2.4. Kajian tentang Aksessibilitas dan Dampak Kredit di Indonesia
Penelitian-penelitian tentang kredit di Indonesia telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan oleh Kuntjoro 1983, Rachmina 1994, Syukur 2001,
Nuryartono 2005, Azriani 2008, Asih 2008, Siwang 2012, dan Nuswantara 2012. Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa kredit memang
sangat diperlukan untuk memajukan usaha masyarakat pedesaan dan usaha kecil. Kredit berperan sebagai pelancar pembangunan di pedesaan, unsur pemacu adopsi
teknologi dan upaya pembentukan modal yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Penelitian tentang kredit dan rumahtangga peminjamnya
telah dilakukan oleh Syukur 2001, Nuryartono 2005, dan Asih 2008. Penelitian tentang kredit pada usaha kecil dan industri kecil dilakukan oleh
Rachmina 1994, Azriani 2008, dan Nuswantara 2012. Kuntjoro 1983 menggunakan model analisis fungsi deskriminan dalam penelitiannya untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembalian kredit. Rachmina 1994 yang melakukan penelitian permintaan kredit pada
industri kecil di Jawa Timur menunjukan bahwa tingkat bunga, omzet, dan jenis bank berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit. Pemberian kredit telah
mampu mendorong pembentukan modal, dalam bentuk modal sendiri, aset perusahaan, dan aset keluarga. Namun demikian upaya pembentukan modal pada
industri kecil kurang berkesinambungan, sedangkan pada industri sedang upaya pembentukan modal lebih mapan.
Nuryartono 2005 meneliti isu-isu akses petani kecil terhadap pasar kredit dan lahan dan dampaknya terhadap adopsi dari teknologi pertanian, khususnya di
daerah dataran
tinggi yang
dikhususkan untuk
kakao dan
kopi. Mengklasifikasikan rumahtangga berdasarkan aksesnya kepada keuangan formal.
Rumahtangga dikategorikan menjadi: 1 rumahtangga yang tidak dibatasi kredit, yaitu rumahtangga yang memiliki akses kepada kredit, kemudian memperoleh
kredit secara penuh, rumahtangga yang memiliki akses pada kredit namun tidak berpartisipasi, dan rumahtangga yang tidak memiliki akses pada kredit karena
merasa tidak membutuhkan kredit, 2 rumahtangga yang dibatasi kredit, dapat
30 dibagi dua yaitu: partially quantity constrained, yaitu rumahtangga yang memiliki
akses pada kredit, namun jumlah yang diterima kurang dari yang diinginkan, dan rumahtangga yang tidak memiliki akses pada kredit karena kekurangan agunan
untuk memenuhi persyaratan pasar kredit formal, dan karena self selected. Asih 2008 menganalisis dampak kredit terhadap usaha perikanan dan
ekonomi rumahtangga nelayan tradisional di Kabupaten Tojo Una-una Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan kredit yang diberikan kepada
nelayan tradisonal dalam kebijakan pengembangan perikanan tangkap melalui bantuan kredit memberikan dampak positif yang terlihat dari peningkatan
pendapatan, tambahan manfaat serta peningkatan produksi yang dihasilkan oleh nelayan. Nilai kredit yang diterima oleh nelayan dipengaruhi oleh pendapatan
rumahtangga dari kegiatan perikanan, produksi nelayan, umur perahu dan konsumsi total rumahtangga. Kredit mampu meningkatkan produksi hasil
tangkapan nelayan, yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kemampuan nelayan untuk mengakumulasi modal.
Azriani 2008 menguji peranan kredit BPR terhadap peningkatan kinerja usaha kecil di Sumatera Barat dengan membandingkan BPR binaan bank nagari
dengan BPR non-binaan. Peranan kredit BPR terhadap kinerja usaha kecil dilakukan dengan menggunakan analisis model persamaan simultan. Hasil studi
menunjukkan bahwa kredit yang diterima usaha kecil berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset penjualan, namun tidak berpengaruh secara
nyata terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil. Kinerja usaha nasabah BPR binaan Bank Nagari ternyata tidak berbeda nyata dengan kinerja usaha nasabah
BPR non-binaan Bank Nagari. Nuswantara 2012 menguji peranan kredit mikro dan kecil terhadap kinerja usaha kecil dan ekonomi wilayah di Jawa Tengah
dengan menggunakan analisis persamaan simultan. Hasil studi menunjukkan bahwa kredit mikro dan kecil berpengaruh terhadap penerimaan usaha yang
merupakan indikator kinerja usaha kecil. Penerimaan usaha merupakan komponen utama pendapatan bersih usaha yang akan mendorong peningkatan terhadap
pengeluaran untuk pendidikan dan sosial, konsumsi, dan tabungan yang dilakukan oleh usaha kecil. Kredit mikro dan kecil yang diambil oleh usaha kecil akan
meningkat dengan adanya penurunan suku bunga kredit, sehingga akan
31 menambah modal usaha. Peningkatan modal usaha akan meningkatkan
penggunaan bahan baku, bahan bakar, dan tenaga kerja, sehingga meningkatkan penerimaan usaha. Kredit mikro dan kecil dari bank umum, hanya berpengaruh
kecil masing-masing terhadap produk domestik regional bruoto PDRB di sektor industri pengolaha dan sektor perdagangan, demikian juga kredit mikro dan kecil
dari BPR. PDRB di sektor pertanian tidak dipengaruhi secara nyata oleh kredit dari bank Perkreditan Rakyat BPR dan kredit dari koperasi simpan pinjam
KSP. Siwang 2012 dan Supriatna 2009 mengkaji aksessibilitas pada kredit
oleh petani dan usaha kecil di Indonesia. Siwang 2012 menguji dampak akses kredit pada kesuksesan usaha kecil di Sulawesi Tenggara, dan menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas usaha kecil pada kredit adalah pendidikan, nilai aset, dan umur dari pemilik. Kredit formal juga
berpengaruh positif pada kesuksean UMKM. Supriatna 2009 menyatakan bahwa petani umumnya tidak dapat mengakses lembaga pembiayaan komersial
yang menyediakan bunga rendah, seperti BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat, dan koperasi karena tidak memiliki agunan seperti sertifikat tanah.
Pengembalian kredit secara bulanan sehingga tidak sesuai dengan pola penerimaan usaha tani yang bersifat musiman dan prosedur pengajuan kredit yang
rumit. Petani juga sulit mengakses Koperasi Unit Desa karena kinerjanya lemah, putaran uang lambat, dan modal sulit berkembang. Petani sulit mengakses kredit
program karena kemampuan keuangan pemerintah yang terbatas, sehingga sebagian besar petani memilih lembaga pembiayaan informal meskipun dengan
tingkat bunga yang tinggi. Pola pelayanan kredit yang ideal untuk petani yaitu menghindari penetapan agunan sertifikat tanah, memberikan kredit berbentuk
uang tunai, menyediakan kredit jangka pendek dengan pengembalian musiman, jumlah plafon kredit mencukupi untuk membeli benih, pupuk dan obat-obatan,
serta pengajuanpenyaluran kredit melalui kelompok tani. Di sisi lain, petani perlu memahami prinsip penggunaan kredit yang benar, berusaha membangun modal
sendiri, dan menciptakan diversifikasi usaha yang memberikan penerimaan secara harian, mingguan atau musiman.
32 Penelitian-penelitian terdahulu tentang pasar kredit di Indonesia pada
umumnya baru membahas aspek aksessibilitas dan dampak kredit dari satu skim kredit atau program kredit tertentu saja. Penelitian ini mencoba mengkaji aspek
aksessibilitas dan partisipasi pada sumber pembiayaan formal, dan membahas pengaruh berbagai sumber pembiayaan terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan
rumahtangga pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga.
2.5. Metode-Metode Pengukuran Dampak Kredit
Dampak kredit dapat dinilai dari dua sudut yang saling terkait yaitu siapa yang dijangkau oleh kredit dan bagaimana kredit mempengaruhi kesejahteraan
individu dan rumahtangga. Semua evaluasi dampak berupaya untuk menjawab pertanyaan yang sama tentang bagaimana kehidupan peserta program berbeda dari
kondisi apabila program tersebut tidak diimplementasikan. Mengukur suatu dampak bermanfaat untuk membantu meningkatkan kegiatan usaha, mendapatkan
jawaban yang tepat kepada praktisi, donor, investor, dan pembuat kebijakan. Dengan informasi penting tentang jenis layanan yang efektif, membantu untuk
merancang program yang baik dan mengalokasikan sumberdaya yang lebih baik Karlan dan Goldberg, 2008.
Selanjutnya Karlan dan Goldberg 2008 menyatakan bahwa evaluasi dampak tidak hanya mengukur tentang apakah suatu program yang diberikan
berpengaruh positif pada peserta. Evaluasi dampak yang baik akan berbicara tentang masa depan dan tidak hanya tentang masa lalu. Beberapa komponen
pertanyaan penting yang dibahas dalam evaluasi dampak suatu program adalah 1 bagaimana arus kas dalam rumahtangga atau perusahaan berubah, 2 apakah
lebih banyak uang diinvestasikan dalam barang-barang investasi tahan lama, modal kerja, konsumsi, barang-barang rumahtangga, kesehatan atau pada keadaan
darurat lainnya, 3 jika uang diinvestasikan dalam perusahaan bagaimana keuntungannya, 4 jika ada peningkatan laba perusahaan bagaimana tambahan
keuntungan terakhir dapat dibelanjakan, 5 apakah dana diinvestasikan kembali, atau meningkatkan konsumsi dalam keluarga, dan 6 jika uang dihabiskan untuk
memenuhi kebutuhan apakah harus menjual aset produktif. Evaluasi dampak dapat juga digunakan pada outcome non ekonomi seperti
pemberdayaan perempuan. Penelitian kualitatif sangat membantu untuk
33 memahami konteks lokal dalam rangka menyusun langkah yang tepat dari hasil.
Dalam beberapa kasus, proxy dapat mengurangi ambiguitas yang melekat dalam langkah-langkah kualitatif. Analisis dampak dapat digunakan untuk mengukur
perubahan dalam penggunaan layanan kesehatan, gizi, penyakit dan pendidikan. Ada dua saluran potensial untuk mengamati perubahan dalam outcome kesehatan
dan pendidikan, yaitu pertama dana pinjaman dapat digunakan secara langsung untuk kesehatan, gizi atau pengeluaran pendidikan. Kedua, dana dapat diinves-
tasikan dalam perusahaan yang menyebabkan pendapatan perusahaan lebih tinggi dan kemudian pengeluaran yang tinggi untuk kesehatan, gizi atau pendidikan.
Ada beberapa pilihan metodologi untuk melakukan penilaian mengenai dampak kredit, yang dapat dikelompokkan secara umum ke dalam dua paradigma
yang berbeda, yaitu metode ilmiah dan tradisi humaniora Hulme 2000. Metode ilmiah melalui eksperimen berusaha untuk memastikan bahwa hasil dapat
langsung dihubungkan dengan input. Sebagian ilmuwan sosial telah bergantung pada metode kelompok kontrol, yang melakukan perbandingan antara kelompok
perlakuan dan kelompok yang identik yang tidak menerima perlakuan. Metode ini memungkinkan untuk mengestimasi dampak program dengan kuat dan
kesimpulan yang lebih kuat dari kausalitas. Tradisi humaniora berusaha untuk menafsirkan proses yang terlibat dan mengeksplorasi berbagai dampak yang
masuk akal terutama dengan menggunakan data kualitatif. Kekuatan pendekatan humaniora terletak pada kemampuannya untuk menyampaikan laporan
menyeluruh, menggambarkan dan memeriksa proses itu sendiri dan tidak hanya hasil saja. Pendekatan kemanusiaan meskipun dikritik karena kurangnya ketelitian
dan subjektivitas yang berlebihan dapat memfasilitasi pemahaman yang lebih dalam mengenai dinamika partisipasi terhadap program Hulme 2000. Metode
ilmiah dengan kuantifikasi sering dianggap lebih kuat dibandingkan dengan pendekatan humaniora, namun ada masalah potensial yang melekat dalam metode
ilmiah yaitu bias seleksi. Sumber utama bias seleksi dalam penilaian dampak adalah seleksi diri dari
kredit. Bias seleksi diri dapat terjadi jika anggota kelompok perlakuan memiliki atribut yang tidak teramati yang membuat hasil dari program ini sulit atau tidak
mungkin untuk mengeneralisasi ke populasi yang lebih luas dari calon peserta.
34 Sumber kedua dari bias seleksi adalah penempatan program non-acak. Banyak
program didirikan di lokasi yang nyaman di mana ada saling melengkapi infrastruktur atau aktivitas program sebelumnya Pitt dan Khandker, 1997.
Metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi bias seleksi adalah dengan penggunaan kelompok kontrol. Kelompok kontrol sering secara acak
diambil dari anggota lain dalam masyarakat yang berhak untuk berpartisipasi dalam kredit atau tabungan program. Untuk mengontrol lebih ketat atas perbedaan
sistematis potensial dalam atribut yang tidak teramati, banyak penelitian menggunakan kelompok kontrol yang telah diterima dalam program kredit tetapi
yang belum menerima jasa keuangan mikro. Metode ini mengasumsikan bahwa semua peserta yaitu mereka yang tidak menerima perlakuan serta pada kelompok
perlakuan memiliki karakteristik yang sama atau mirip dengan yang tidak teramati Hulme, 2000.
Teknik ekonometrik yang komplek sering digunakan dalam kombinasi dengan menggunakan kelompok kontrol untuk mengontrol bias seleksi. Analisis
regresi dasar memungkinkan untuk pengukuran langsung dampak program pada serangkaian variabel hasil tertentu, sementara mengendalikan mengamati
individu atau karakteristik rumahtangga yang juga mungkin mempengaruhi variabel hasil. Namun, pendekatan ini tidak dapat mengontrol karakteristik yang
tidak teramati yang dapat menyebabkan bias seleksi. Ada tiga teknik ekonometrik dalam menanggapi masalah bias seleksi
Hulme, 2000. Metode pertama mengasumsikan distribusi kesalahan dianggap normal dari variabel hasil tanpa perlakuan. Efek perlakuan ini kemudian
ditentukan dengan mengukur penyimpangan dari normalitas hasil dalam kelompok perlakuan. Metode kedua untuk mengendalikan bias seleksi adalah
dengan menggunakan instrumen variabel. Instrumen mengidentifikasi harus menjadi penentu bergabung dengan kredit program, tapi bukan penentu variabel
hasil, seperti pendapatan rumahtangga atau tingkat pengeluaran. Instrumen tersebut sangat sulit ditemukan.
Metode ketiga dengan penggunaan data panel, sering dianggap cara terbaik untuk mengendalikan bias seleksi, namun data panel sulit dan mahal dilakukan,
sehingga hanya beberapa studi yang mampu menggunakan metode ini. Beberapa
35 penelitian yang menggunakan seleksi bias cukup banyak. Zaman 2000
menggunakan prosedur dua langkah Heckman ketika memeriksa dampak BRAC untuk mengendalikan bias seleksi. Zaman bergantung pada satu set data cross-
sectional besar yang terdiri dari 1.072 orang, termasuk 547 anggota BRAC dan 525 kelompok kontrol yang memenuhi syarat non anggota di sepuluh desa dimana
BRAC beroperasi. Tahap pertama adalah dengan membentuk model persamaan partisipasi yang mencoba untuk menangkap karakteristik individu, rumahtangga
dan desa yang mempengaruhi probabilitas partisipasi dalam program. Dari koefisien persamaan partisipasi, perkiraan probabilitas partisipasi diperoleh.
Perkiraan ini kemudian digunakan untuk membangun jangka selektivitas yang dikenal sebagai Mills ratio. Tahap kedua melibatkan penambahan Mills ratio
untuk persamaan konsumsi dan mengestimasinya dengan menggunakan OLS. Jika koefisien dari selektivitas adalah nyata, maka proses seleksi ada bias partisipasi.
Jika koefisien dari istilah selektivitas tidak nyata, perkiraan OLS dapat digunakan untuk model.
Simtowe 2006 dalam menganalisis dampak akses kredit pada adopsi jagung hibrida menggunakan model switching regression pada suatu model
double hurdle. Rumahtangga dibagi menjadi rumahtangga terkendala kredit dan tidak terkendala kredit. Pitt dan Khandker 1997 memperkirakan dampak dari
partisipasi gender dalam tiga kelompok program berbasis kredit dengan menggunakan desain survei quasi-experimental untuk mengidentifikasi pengaruh
program kredit dengan kerangka maximum likelihood. Desain survei meliputi satu kelompok rumahtangga yang memiliki pilihan untuk masuk program kredit dan
yang dapat mengubah perilakunya dalam menanggapi program, dan kelompok kontrol yang tidak diberikan pilihan memasuki program tetapi yang perilakunya
masih diukur. Pitt dan Khandker kemudian memperkirakan reduced form persamaan kredit yang dipilah berdasarkan gender, untuk mengidentifikasi
dampak kredit spesifik gender. Coleman 1999 mengatasi masalah seleksi diri dan penempatan program endogen dengan menggunakan data dari quasi-
experiment yang dilakukan di timur laut Thailand pada tahun 1995-1996. Rumahtangga dibedakan menjadi rumahtangga anggota dan bukan anggota di 14
desa yang disurvei empat kali selama setahun.