Pengaruh Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan

140 mengalokasikan dana kreditnya untuk meningkatkan investasi pada aset tetap seperti pembelian mesin dan peralatan, tetapi mengalokasikan kepada kegiatan lainnya. Hal ini terjadi karena kegiatan investasi aset tetap membutuhkan waktu yang lama dari waktu pinjaman. Pengeluaran untuk aset tetap memerlukan pertimbangan yang lebih rinci dari pengusaha, tergantung kepada kecendrungan penjualan produknya dalam jangka panjang. Ini sejalan dengan Pellegrina 2011 yang menyatakan bahwa perlu waktu yang lebih lama dari waktu pinjaman yang diberikan kepada pencairan dana kredit untuk pembelian modal fisik aset tetap. Pencairan dana untuk aset tetap diasumsikan terjadi sampai dua puluh empat bulan dari pinjaman, sedangkan belanja modal kerja hanya berlangsung dalam waktu 12 bulan dari pinjaman. Hal ini sesuai dengan data histori pinjaman dari pengusaha IKRT non pangan. Pada umumnya pengusaha yang meminjam kepada bank dan PKBL merupakan peminjam yang memiliki pengalaman kredit yang pertama kali meminjam, yaitu sekitar 78.13 persen dari keseluruhan pengusaha IKRT non pangan yang meminjam. Pengusaha yang meminjam lebih dari satu kali hanya sekitar 21.87 persen, yang terdiri dari pengusaha yang meminjam untuk kedua kalinya sekitar 12.5 persen, dan pengusaha yang meminjam untuk ketiga kalinya hanya 9.38 persen. Rata-rata cicilan yang dibayarkan oleh pengusaha adalah cicilan ke 5, sehingga belum bisa dengan baik menjelaskan efektifitas ketiga sumber pembiayaan yang berbeda terhadap investasi aset tetap IKRT non pangan.

8.1.2.2. Penggunaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan

Persamaan penggunaan tenaga kerja ingin menunjukkan apakah kredit yang ada digunakan untuk membiayai tenaga kerja pada kegiatan produksi. Pemanfaatan tenaga kerja yang besar menunjukkan kemampuan industri kecil tersebut meningkatkan skala usahanya dan meningkatkan produksinya serta menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Semakin besar jumlah tenaga yang digunakan menunjukkan usaha IKRT tersebut dapat memberikan pengaruh positif pada ekonomi masyarakat sekitar, karena dapat memanfaatkan angkatan kerja yang ada di sekitar IKRT tersebut. Besaran 141 penggunaan tenaga kerja yang dimasukkan dalam persamaan adalah jumlah orang yang bekerja pada IKRT non pangan. Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Total pendapatan pengusaha TPEND 6.54e-08 0.006 a 0.3961 Lama pendidikan TPD 0.5387725 0.190 e 0.4070 Jumlah anggota keluarga JTKG 0.9641433 0.189 e 0.4565 Dummy jenis usaha JU 1.306515 0.407 Dummy Posisi pemilik POS 0.5393354 0.762 Dummy aset DASET 5.952776 0.014 a Praduga pembiayaan bank P1 3.476792 0.717 Praduga pemb. PKBL P2 5.938528 0.330 Praduga pemb. informal P3 13.56039 0.168 Konstanta -12.18324 0.114 R 2 = 0.3852 Prob F = 0.0002 DW  2 = 1.5453 ; Pr DW = 0.0166 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen e nyata pada taraf α = 20 persen Hasil pendugaan pada Tabel 26 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.3852. Artinya variasi dari variabel penggunaan tenaga kerja dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel penjelas sebesar 38.52 persen. Total pendapatan pengusaha dan dummy aset berpengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pengusaha industri kecil dan rumahtangga non pangan pada taraf α 1 persen. Total pendapatan pengusaha menunjukkan tingkat kesejahteraan pengusaha IKRT non pangan, sehingga peningkatan kesejahteraan pengusaha akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja dalam usaha. Nilai parameter dugaan pendapatan total rumahtangga pengusaha terhadap penggunaan tenaga kerja sangat kecil, ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan total rumahtangga pengusaha akan memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap penggunaan tenaga kerja. Nilai elastisitas penggunaan tenaga kerja terhadap total pendapatan pengusaha yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja kurang responsif terhadap pendapatan total rumahtangga pengusaha. Artinya disamping pendapatan, pengusaha menggunakan tenaga kerja dengan mempertimbangkan faktor lain seperti keahlian dan keterampilan tenaga kerja. Kondisi IKRT non pangan di daerah penelitian menunjukkan bahwa pengusaha 142 IKRT menghadapi kekurangan tenaga kerja ahli dalam proses produksinya, karena tingkat partisipasi angkatan kerja untuk bekerja di IKRT non pangan semakin berkurang karena angkatan kerja tersebut lebih tertarik bekerja di pabrik atau bekerja di Jakarta. Parameter dugaan dummy aset yang bernilai positif menunjukkan bahwa pengusaha yang memiliki kekayaan lebih dari Rp 50 juta akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha IKRT non pangan yang lebih kaya akan lebih mampu untuk memperkerjakan tenaga kerja yang lebih banyak. Lama pendidikan dan jumlah anggota keluarga pengusaha berpengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pengusaha IKRT non pangan pada taraf α 20 persen. Jumlah anggota keluarga dapat berlaku sebagai sumber tenaga kerja dari IKRT non pangan yang bertindak sebagai tenaga kerja dalam keluarga. Sehingga, peningkatan jumlah anggota keluarga akan meningkat- kan ketersediaan tenaga kerja keluarga yang bekerja dalam IKRT non pangan. Secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja akan meningkat dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga. Dummy jenis usaha dan dummy posisi pemilik tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pengusaha IKRT non pangan. Praduga probabilitas jenis pembiayaan kredit perbankan dan kredit PKBL tidak berpengaruh nyata dalam menentukan penggunaan tenaga kerja pengusaha industri kecil non pangan. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan status pembiayaan pengusaha IKRT non pangan dari modal sendiri kepada kredit bank dan PKBL tidak berpengaruh menentukan penggunaan tenaga kerja pengusaha, namun perpindahan status pengusaha dari modal sendiri kepada sumber pembiayaan informal ternyata berpengaruh positif walaupun dengan taraf kepercayaan yang lebih rendah yaitu 20 persen. Nilai elastisitas yang dihasilkan menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada kegiatan industri kecil dan rumahtangga non pangan kurang responsif terhadap semua variabel penjelas yang ada. 143

8.1.2.3. Penggunaan Bahan Baku Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan

Penggunaan bahan baku merupakan jumlah bahan baku yang digunakan oleh IKRT non pangan dalam satuan rupiah. Jumlah penggunaan bahan baku dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku. Besarnya biaya bahan baku yang digunakan juga menjelaskan perilaku pengusaha IKRT non pangan dalam menggunakan dana kredit yang diperoleh dari berbagai sumber pembiayaan terhadap kegiatan produksi yang berhubungan dengan peningkatan bahan baku. Jenis bahan baku yang digunakan untuk produksi IKRT non pangan cukup beragam, yaitu terdiri dari: bahan kulit imitasi, latex, lem, karton, sol sepatu, dan acessoris. Penggunaan bahan baku merupakan permintaan terhadap input bahan baku. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, permintaan input merupakan fungsi dari harga input, harga output, output, input substitusi dan pendapatan. Dalam penelitian ini, harga input tidak dimasukkan karena sulit untuk mendapatkan data yang akurat. Penggunaan input bahan baku diduga dipengaruhi oleh total pendapatan pengusaha, harga output, pengalaman usaha, jumlah anggota keluarga, dummy aset dan praduga probabilitas jenis pembiayaan yang berbeda. Tabel 27 menunjukkan semua paramater dugaan dari peubah penjelas tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan menghasilkan koefisien determinasi R 2 sebesar 0.4282. Hasil ini berarti bahwa variasi dari penggunaan bahan baku dapat dijelaskan oleh variasi dari semua peubah penjelas sebesar 42.82 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Hasil pendugaan parameter total pendapatan pengusaha berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku. Nilai parameter dugaan total pendapatan pengusaha IKRT menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan pengusaha sebesar 1 unit akan meningkatkan permintaan akan bahan baku sebesar Rp 6.723322 setahun. Nilai elastisitas peng-gunaan bahan baku terhadap total pendapatan pengusaha sebesar 0.706 menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku relatif responsif terhadap total pendapatan pengusaha, karena nilai elastisitasnya mendekati 1. Pendapatan pengusaha IKRT non pangan menunjukkan daya beli IKRT non pangan, ketika pendapatan 144 pengusaha meningkat maka kemampuan untuk membeli bahan baku juga meningkat. Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bahan Baku Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Total pendapatan pengusaha TPEND 6.723322 0.000 a 7.06E-01 Harga output HPROD 425.114 0.811 2.17E-02 Pengalaman usaha PU 1784690 0.745 Dummy aset DASET 1.54e+08 0.187 e Praduga pembiayaan bank P1 1.04e+08 0.719 Praduga pemb. PKBL P2 3.36e+08 0.172 e Praduga pemb. informal P3 6.00e+08 0.138 d Konstanta -2.49e+08 R 2 = 0.4282 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.8333 ; Pr DW = 0.2046 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen d nyata pada taraf α = 15 persen e nyata pada taraf α = 20 persen Nilai pendugaan parameter dummy aset yang positif menunjukkan bahwa pengusaha IKRT tas dan pengusaha yang memiliki kekayaan diatas Rp 50 juta akan meningkatkan penggunaan bahan baku. Ini menunjukkan bahwa pengusaha IKRT non pangan yang lebih kaya akan memiliki kemampuan untuk membeli input produksi seperti peningkatan bahan baku. Variabel harga output dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh nyata dalam menentukan penggunaan bahan baku. Parameter dugaan pengalaman usaha tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan bahan baku pengusaha IKRT non pangan. Praduga probabilitas sumber pembiayaan kredit bank bernilai positif namun tidak berpengaruh nyata dalam menentukan penggunaan bahan baku. Nilai parameter dugaan sebesar 1.04e+08 menunjukkan bahwa perpindahan status pembiayaan IKRT non pangan dari modal sendiri ke pembiayaan kredit bank akan meningkatkan penggunaan bahan baku sebesar Rp 104 000 000 per tahun dibandingkan modal sendiri, namun nilainya tidak nyata mempengaruhi penggunaan bahan baku IKRT non pangan. Artinya sumber pembiayaan kredit bank belum efektif dalam mempengaruhi kegiatan usaha dalam menambah modal untuk pembelian bahan baku. Data alokasi penggunaan kredit juga menunjukkan bahwa alokasi kredit untuk bahan baku oleh IKRT yang meminjam ke kredit bank 145 memiliki persentase yang lebih kecil dibandingkan dari pengusaha yang meminjam ke kredit PKBL dan pembiayaan informal. Praduga probabilitas kredit PKBL dan pembiayaan informal berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 20 persen dan 25 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku. Nilai parameter dugaan praduga kredit PKBL menunjukkan bahwa perubahan staus pembiayaan pengusaha dari modal sendiri kepada kredit PKBL akan meningkatkan pengeluaran penggunaan bahan baku sebesar Rp 336 000 000 per tahun dibandingkan modal sendiri . Nilai parameter dugaan praduga probabilitas sumber pembiayaan informal menunjukkan bahwa perubahan status pembiayaan pengusaha IKRT non pangan dari modal sendiri ke pembiayaan informal akan meningkatkan pengeluaran penggunaan bahan baku sebesar Rp 600 000 000 per tahun dibandingkan dengan modal sendiri. Efektifitas sumber pembiayaan kredit PKBL dan informal lebih terlihat pada penggunaan bahan baku daripada sumber pembiayaan bank. Hal ini terjadi karena skim kredit yang diberikan oleh kredit PKBL dan pembiayaan informal lebih mudah dan sederhana dari kredit perbankan. Bentuk kredit yang diberikan oleh sumber pembiayaan informal dalam bentuk kemudahaan penyediaan bahan baku sangat mempengaruhi perilaku pengusaha IKRT non pangan untuk lebih menggunakan kreditnya kepada pembelian bahan baku. Perbedaan sistem pelayanan dan konsultasi yang diberikan oleh sumber pembiayaan yang berbeda juga akan mempengaruhi keputusan IKRT non pangan terhadap porsi dana yang akan diinvestasikan dan jenis pengeluaran yang dilakukan. Kualitas pengawasan dan penolakan kredit di masa depan dapat menyebabkan sikap yang berbeda terhadap penggunaan kredit Pellegrina, 2011. Sumber pembiayaan informal dalam bentuk suplier secara tidak langsung melakukan pengawasan terhadap IKRT non pangan melalui monitoring kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Apabila dana yang diberikan dalam bentuk pembelian bahan baku tidak digunakan dengan baik oleh pengusaha dalam kegiatan produksi, maka kualitas produk yang rendah serta tidak sesuai dengan yang diinginkan bisa menyebabkan return dari suplier atau penolakan produk yang dihasilkan dimasa yang akan datang. 146 Pengawasan yang dilakukan oleh PKBL adalah adanya hubungan yang semi formal antara tenaga lapangan dan pengusaha IKRT non pangan. Tenaga lapangan dari perusahaan yang memberikan kredit PKBL lebih dekat kepada IKRT non pangan, sehingga dapat memonitor penggunaan dana pinjaman yang lebih tepat. Hubungan antara tenaga lapangan dengan pengusaha IKRT non pangan lebih bersifat informal, sehingga tindakan monitoring kepada IKRT lebih efektif. Kondisi diatas juga menunjukkan bahwa faktor informasi yang tidak sempurna antara pelaku usaha dengan sumber pembiayaan dan tingkat fungibilitas dari kredit akan mempengaruhi perilaku penggunaan kredit. Sumber pembiayaan informal dan PKBL memiliki informasi yang lebih mengenai pengusaha IKRT non pangan dibandingkan pembiayaan perbankan, yang dihubungkan dengan pasar produk pengusaha IKRT.

8.1.2.4. Biaya Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan

Biaya produksi adalah total pengeluaran pengusaha IKRT non pangan untuk semua kegiatan produksi. Biaya produksi dapat menunjukkan perilaku pengusaha IKRT non pangan dalam menggunakan dana kredit untuk modal kerja. Biaya produksi disini meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya lain-lain. Secara teoritis biaya merupakan fungsi dari output dan harga- harga input, namun dalam penelitian ini harga input tidak dimasukkan. Komponen biaya bahan baku merupakan komponen utama dari biaya produksi, yaitu sekitar 75 persen biaya produksi merupakan biaya bahan baku. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi biaya produksi adalah total pendapatan pengusaha, jumlah produksi, pengalaman usaha, dummy jenis usaha, dummy aset, dan praduga probabilitas sumber pembiayaan kredit bank, kredit PKBL, dan sumber pembiayaan informal. Hasil pendugaan pada Tabel 28 menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.5405, artinya variasi pada biaya produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel penjelas independen sebesar 50.05 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Variabel total pendapatan pengusaha berpengaruh positif menentukan biaya produksi pengusaha IKRT non pangan dan nyata pada taraf α 1 persen. Nilai 147 parameter dugaan total pendapatan pengusaha mengandung arti bahwa apabila pendapatan pengusaha meningkat Rp 1 maka biaya produksi akan meningkat sebesar Rp 8.375 per tahun. Ini menunjukkan peningkatan pendapatan pengusaha akan meningkatkan kemampuan pengusaha untuk membiayai kegiatan usahanya, baik dengan penambahan pengeluaran untuk pembelian bahan baku, atau mampu membayar biaya tenaga kerja yang lebih besar. Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Biaya Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Total pendapatan pengusaha TPEND 8.375372 0.000 a 6.93E-01 Produksi total QTOT 2053.762 0.005 a 1.32E-01 Pengalaman usaha PU 4473193 0.511 7.99E-02 Dummy jenis usaha JU 1.20e+08 0.214 Dummy aset DASET 1.27e+08 0.377 Praduga pembiayaan bank P1 2419011 0.995 Praduga pemb. PKBL P2 4.72e+08 0.114 d Praduga pemb. informal P3 9.15e+08 0.064 c Konstanta --4.84e+08 0.195 R 2 = 0.5405 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.9421 ; Pr DW = 0.3550 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen b nyata pada taraf α = 5 persen c nyata pada taraf α = 10 persen Peningkatan pendapatan total akan mampu meningkatkan kemampuan pengusaha dalam meningkatkan kapasitas produksi. Porsi pendapatan total IKRT non pangan dari pendapatan usaha adalah sekitar 94 persen, sehingga peningkatan pendapatan total pengusaha IKRT non pangan akan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksinya dan akan meningkatkan biaya produksi. Nilai elastisitas biaya produksi terhadap total pendapatan pengusaha bernilai 0.693, artinya biaya produksi kurang responsif terhadap total pendapatan pengusaha. Produksi total berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan biaya produksi IKRT non pangan. Hal ini sesuai dengan apriori ekonomi bahwa biaya merupakan fungsi dari outputnya. Apabila jumlah output meningkat, maka kebutuhan input produksi akan meningkat, sehingga pengeluaran untuk membiayai penambahan penggunaan input juga meningkat. Output IKRT non pangan dihitung dengan jumlah unit produksi. Nilai elastisitas biaya produksi terhadap produksi total menunjukkan bahwa biaya produksi 148 kurang responsif terhadap produksi total. Pengalaman usaha, dummy jenis usaha, dummy aset tidak berpengaruh nyata dalam menentukan biaya produksi. Pendugaan parameter praduga probabilitas pembiayaan kredit perbankan bertanda positif namun tidak berpengaruh nyata dalam menentukan biaya produksi. Artinya perpindahan status dari modal sendiri kepada status meminjam ke bank tidak akan berpengaruh meningkatkan modal kerja pengusaha. Dana kredit yang dipinjam dari perbankan tidak digunakan sepenuhnya untuk membiayai kegiatan produksi atau modal kerja usaha pengusaha, namun mungkin digunakan untuk aktivitas lain oleh pengusaha. Hal ini bisa saja terjadi, karena pihak perbankan tidak melakukan monitoring dan evaluasi tentang penggunaan dana oleh pengusaha yang meminjam di lapangan, sehingga tingkat fungibilitas dari kredit lebih tinggi pada pembiayaan perbankan. Bank hanya menanyakan penggunaan dana pada saat kontrak kredit secara tertulis dilakukan, tanpa melakukan pengawasan lebih lanjut kepada kegiatan operasional pengusaha IKRT yang meminjam. Supriatna 2009 juga menyatakan bahwa salah satu kelemahan atau kekurangan dari pembiayaan bank adalah lembaga tersebut tidak melakukan pengawasan terhadap penggunaan kredit yang disalurkan, dan tidak adanya pembinaan terhadap kegiatan usaha. Hal ini didukung oleh Atieno 2001 yang menyatakan bahwa sumber pembiayaan bank lebih menekankan pada screening untuk peminjam baru daripada monitoring, sehingga tingkat fungibilitas dari kredit akan lebih besar. Data alokasi penggunaan kredit dari sumber pembiayaan bank juga menunjukkan bahwa alokasi dana bank untuk usaha lain dan investasi dalam bentuk lain oleh IKRT non pangan lebih besar pada kredit perbankan, yaitu 11.67 dan 10 persen dari total kredit yang dipinjam. Praduga probabilitas pembiayaan kredit PKBL berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 15 persen dalam menentukan biaya produksi atau modal kerja dari usaha pengusaha IKRT non pangan. Artinya perubahan status pembiayaan pengusaha dari modal sendiri kepada meminjam ke kredit PKBL akan meningkatkan modal kerja dari pengusaha IKRT non pangan. Peningkatan modal kerja ini bisa saja berasal dari peningkatan biaya penggunaan bahan baku atau biaya penggunaan tenaga kerja atau biaya lainnya. Salah satu yang membedakan kredit PKBL dengan bank adalah jadwal pembayaran pinjaman. Jadwal 149 pembayaran kredit PKBL lebih longgar dari kredit bank, yaitu 3 sampai 6 bulan setelah kredit diberikan, sehingga pengusaha memiliki kesempatan untuk menggunakan dana yang diterimanya pada kegiatan investasi yang menghasilkan outputnya. Jadwal pembayaran pada pembiayaan bank lebih ketat yaitu satu bulan setelah kredit diterima, sehingga kesempatan untuk menggunakan dana pada kegiatan produktif sulit dilakukan. Pellegrina 2011 juga menyatakan pengetatan jadwal pembayaran dapat menghalangi peminjam dari melakukan investasi yang membutuhkan waktu untuk menghasilkan keuntungan. Adanya proses sosialisasi atau pembinaan dalam bentuk pelatihan yang diberikan oleh pembiayaan PKBL juga mempengaruhi perilaku penggunaan kredit pada modal kerja IKRT non pangan. Hal ini sesuai dengan observasi di lapangan bahwa pengusaha yang meminjam kepada kredit PKBL pada awal kegiatan mendapatkan semacam training atau sosialisasi dengan materi mengenai manajemen keuangan dan usaha sehingga dapat meningkatkan pengetahuan pengusaha tentang penggunaan dana yang baik untuk perkembangan usahanya. Proses penyaluran dana PKBL yang juga melibatkan pihak desa dan kelompok juga akan mempengaruhi perilaku penggunaan dana pinjaman untuk kegiatan modal kerja. Praduga probilitas pembiayaan informal juga berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 10 persen dalam biaya produksi IKRT non pangan. Tanda positif dari parameter dugaan praduga probabilitas pembiayaan formal berarti bahwa perubahan status pembiayaan pengusaha dari modal sendiri kepada meminjam ke pembiayaan informal akan meningkatkan biaya produksi sebesar Rp 1 400 000 000 per tahun dibandingkan dengan modal sendiri. Bentuk skim kredit pem- biayaan informal yang lebih mudah dan berkaitan dengan pasar dan penyediaan bahan baku akan mempengaruhi perilaku pengusaha IKRT non pangan dalam menggunakan dana pinjaman pada kegiatan produksi. Bentuk kredit dalam hal kemudahan penyediaan bahan baku akan mempengaruhi biaya produksi, sehingga modal kerja untuk meningkatkan penggunaan bahan baku akan lebih baik. Berbeda dengan penelitian Diagne 1999, pada penelitian ini fungibilitas dari kredit informal menjadi lebih kecil dibandingkan dari sumber pembiayaan bank. 150

8.1.2.5. Nilai Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan

Nilai produksi menunjukkan produksi yang dihasilkan oleh pengusaha IKRT non pangan dalam satu tahun. Nilai produksi diukur dengan satuan rupiah per tahun. Nilai produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu harga produk, pengeluaran untuk biaya produksi, dan permintaan produk serta peluang pasar. Pada penelitian ini nilai produksi diduga dipengaruhi oleh total pendapatan pengusaha, penggunaan bahan baku, pengalaman usaha, dummy jenis usaha, dummy aset, dan praduga probalitas sumber pembiayaan kredit bank, kredit PKBL, dan sumber pembiayaan informal. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Total pendapatan pengusaha TPEND 0.5397511 0.014 a 4.14E-02 Penggunaan bahan baku BBB 1.291472 0.000 a 9.42E-01 Pengalaman usaha PU 796925.6 0.358 1.32E-02 Lama pendidikan TPD 1833727 0.528 1.75E-02 Dummy jenis usaha JU 2.62e+07 0.033 b Dummy aset DASET 2.24e+07 0.209 d Praduga pembiayaan bank P1 6.19e+07 0.311 Praduga pemb. PKBL P2 1.17e+08 0.006 a Praduga pemb. informal P3 1.83e+08 0.007 a Konstanta -1.37e+08 0.004 R 2 = 0.9938 Prob = 0.0000 DW  2 = 1.9351 ; Pr DW = 0.3262 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen b nyata pada taraf α = 5 persen d nyata pada taraf α = 15 persen Tabel 29 menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 bernilai 0.9938, artinya variasi dari nilai produksi dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas sebesar 99.38 persen. Semua parameter dugaan memiliki tanda sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa variabel yang mempengaruhi nilai produksi adalah total pendapatan pengusaha, penggunaan bahan baku, dummy jenis usaha, dummy aset, dan praduga sumber pembiayaan kredit PKBL dan pembiayaan informal. Hasil pendugaan parameter penggunaan bahan baku berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan nilai produksi. Penjelasan rasional teori ekonomi terhadap hasil ini adalah setiap peningkatan pada input produksi yaitu pada kasus penelitian ini adalah jumlah bahan baku tas dan alas kaki seperti 151 bahan imitasi, asesoris, dan sol sepatu akan meningkatkan output produksi tas dan alas kaki dengan asumsi bahwa produk marjinal bernilai positif. Peningkatan output tentu saja akan meningkat nilai produksi dari IKRT non pangan. Fakta yang mendukung bahwa produk marjinal dalam IKRT masih positif adalah berdasarkan wawancara yang menunjukkan bahwa pengusaha masih dapat meningkatkan produksinya dengan sumberdaya yang dimilikinya atau masih dibawah kapasitas optimal dalam produksi, karena IKRT non pangan masih dihadapkan dengan beberapa kendala dalam meningkatkan produksi. Kendala utama rumahtangga dalam meningkatkan produksi tersebut adalah keterbatasan modal yang dimiliki untuk membeli bahan baku dan keterbatasan pasar untuk memasarkan hasil produksinya. Nilai elastisitas nilai produksi terhadap bahan baku sebesar 9.42E-01, menunjukkan nilai produksi responsif terhadap penggunaan bahan baku. Peningkatan bahan baku akan meningkatkan nilai produksi pengusaha IKRT non pangan. Total pendapatan pengusaha juga berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen. Artinya peningkatan kesejahteraan rumahtangga pengusaha akan mendorong peningkatan nilai produksi usaha pengusaha. Nilai parameter dugaan sebesar 0.5397511 mengandung arti bahwa jika total pendapatan pengusaha meningkat Rp 1, nilai produksi akan meningkat sebesar Rp 0.5397511 per tahun. Sumber pendapatan utama dari rumahtangga pengusaha adalah keuntungan dari usaha IKRT itu sendiri, sehingga apabila pendapatan rumahtangga dari usaha tersebut meningkat, maka pengusaha IKRT non pangan akan terdorong untuk meningkatkan kemampuan untuk memproduksi tas dan alas kaki lebih banyak. Nilai elastisitas nilai produksi terhadap pendapatan pengusaha yang sebesar 0.0414 menunjukkan bahwa nilai produksi tidak responsif terhadap total pendapatan pengusaha. Variabel lama pendidikan pengusaha, jumlah anggota keluarga, pengalaman usaha dan dummy posisi pemilik pengusaha tidak berpengaruh secara nyata terhadap omset produksi pengusaha. Hanya dummy aset yang berpengaruh positif pada taraf α 20 persen. Nilai dummy aset menunjukkan bahwa pengusaha IKRT yang memiliki kekayaan lebih dari Rp 50 juta akan meningkatkan nilai produksi sebesar Rp 26 800 000 per tahun. Dummy aset juga menunjukkan tingkat 152 kesejahteraan atau tingkat kekayaan pengusaha, semakin sejahtera dan kaya pengusaha akan meningkatkan nilai produksi. Dummy jenis usaha berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 5 persen. Artinya pengusaha yang mengusahakan tas akan meningkatkan nilai produksi sebesar Rp 28 100 000 per tahun. Praduga sumber pembiayaan kredit bank berpengaruh positif tetapi tidak nyata dalam menentukan nilai produksi. Artinya perpindahan status pembiayaan pengusaha dari modal sendiri kepada meminjam ke bank akan meningkatkan nilai produksi pengusaha sebesar Rp 4 4000 000 per tahun namun tidak nyata terhadap nilai produksi. Hal ini dapat diartikan juga bahwa kredit yang dipinjam pengusaha ke bank tidak berpengaruh nyata pada kegiatan produksi pengusaha. Praduga kredit PKBL dan sumber informal berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan nilai produksi. Artinya perpindahan status pengusaha dari modal sendiri kepada meminjam ke kredit PKBL dan pembiayaan informal akan meningkatkan nilai produksi Rp 13 0000 000 per tahun dan Rp 21 2000 000 per tahun. Dari hasil parameter dugaan terlihat bahwa sumber kredit PKBL dan informal ternyata lebih banyak digunakan dan bermanfaat untuk kegiatan produksi usaha IKRT tas dan alas kaki. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem pembayaran kredit dan adanya kepastian pasar yang diberikan kepada pengusaha. Sumber pembiayaan informal berupa suplier memberikan kepastian pasar, sehingga akan berpengaruh terhadap nilai produksi pengusaha. Analisis sensitifitas menunjukkan bahwa nilai produksi IKRT non pangan kurang responsif inelastis terhadap perubahan dari semua peubah penjelas, yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas yang kurang dari satu. Hal ini diduga karena selain kelima faktor penjelas tersebut, produksi juga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti pola pesanan dan musim.

8.1.2.6. Pengeluaran Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan

Selain melihat efektifitas atau pengaruh berbagai sumber pembiayaan yang ada pada kegiatan produksi pengusaha IKRT. Penelitian ini juga melihat efektifitas atau pengaruh dari berbagai sumber pembiayaan yang ada pada pengeluaran total rumahtangga pengusaha. Pengeluaran total rumahtangga pengusaha diukur dari pengeluaran untuk konsumsi total rumahtangga pengusaha. 153 Pengeluaran untuk konsumsi total juga menunjukkan kesejahteraan rumahtangga dari pengusaha. Semakin tinggi pengeluaran untuk konsumsi menunjukkan kemampuan pengusaha untuk memenuhi kebutuhannya semakin meningkat, sehingga tingkat kesejahteraannya juga meningkat. Menurut Ghosh 1999, kredit sangat penting dalam perekonomian masyarakat pedesaan yang memiliki pendapatan rendah dengan berbagai cara, termasuk pada IKRT. Selain diperlukan untuk membiayai modal kerja dan investasi dalam modal tetap, kredit juga merupakan instrumen penting untuk memperlancar pengeluaran. Kredit dapat digunakan untuk kebutuhan yang mendesak seperti untuk pendidikan, pengobatan, atau pernikahan. Oleh karena itu, melihat pengeluaran rumahtangga IKRT non pangan juga dapat melihat pengaruh kredit pada perilaku pengeluaran yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumahtangga pengusaha IKRT non pangan. Pengeluaran untuk konsumsi total meliputi pengeluaran untuk kebutuhan pokok, pengeluaran untuk kesehatan, pengeluaran untuk pendidikan, dan pengeluaran untuk kebutuhan tambahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi total adalah karakteristik individu dan rumahtangga pengusaha, karakteristik usaha, dan jenis pembiayaan yang digunakan. Pada penelitian ini variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi total adalah pendapatan total pengusaha, jumlah anggota keluarga atau ukuran keluarga, pengeluaran pokok, dummy posisi pemilik, dummy aset, dan praduga berbagai sumber pembiayaan yang berbeda. Tabel 30 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.8880, artinya variasi dari pengeluaran untuk konsumsi total dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel penjelas sebesar 88.80 persen. Dari uji F terlihat bahwa secara keseluruhan model ini cukup baik menjelaskan perilaku pengeluaran total rumahtangga pengusaha. Variabel total pendapatan pengusaha dan pengeluaran pokok berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha. Nilai parameter dugaan total pendapatan pengusaha menunjukkan bahwa jika pendapatan total pengusaha meningkat Rp 1, maka pengeluaran untuk konsumsi total meningkat sebesar Rp 0.1257457 per tahun. Total pendapatan pengusaha menunjukkan kemampuan daya beli pengusaha, 154 sehingga semakin tinggi pendapatan pengusaha IKRT non pangan maka tingkat pengeluaran totalnya juga meningkat. Ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa permintaan terhadap suatu barang akan dipengaruhi oleh pendapatan yang dihasilkan. Nilai elastisitas yang kecil menunjukkan pengeluaran total tidak responsif terhadap total pendapatan rumahtangga pengusaha. Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Total pendapatan pengusaha TPEND 0.1257457 0.000 a 1.91E-01 Jumlah anggota keluarga JTKG 1357400 0.079 c 1.61E-01 Pengeluaran pokok KPOK 1.166273 0.000 a 7.01E-01 Dummy posisi pemilik POS 2644028 0.142 d Dummy aset DASET 2261956 0.340 Praduga pembiayaan bank P 1 8995920 0.195 e Praduga pemb. PKBL P 2 2710903 0.642 Praduga pemb. informal P 3 882305.2 0.924 Konstanta -5799095 0.476 R 2 = 0.8880 Prob F = 0.0000 DW  2 = 2.1764 ; Pr DW = 0.7706 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen c nyata pada taraf α = 10 persen d nyata pada taraf α = 15 persen e nyata pada taraf α = 20 persen Variabel pengeluaran kebutuhan pokok berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan pengeluaran total rumahtangga menunjukkan bahwa komponen pengeluaran rumahtangga yang terbesar itu masih didominasi oleh kebutuhan pokok pengusaha IKRT. Jumlah anggota keluarga pengusaha berpengaruh positif pada taraf α 10 persen dalam menentukan pengeluaran total rumahtangga pengusaha IKRT non pangan. Nilai parameter dugaan jumlah anggota keluarga menunjukkan apabila anggota keluarga meningkat 1 orang, maka pengeluaran untuk konsumsi total akan meningkat sebesar Rp 1 357 400 per tahun . Setiap peningkatan anggota keluarga akan meningkatkan pengeluaran rumahtangga pengusaha baik untuk pengeluaran pokok, pengeluaran tambahan maupun pengeluaran untuk sekolah dan kesehatan. Jumlah anggota keluarga menunjukkan ukuran keluarga yang dapat dianggap sebagai beban bagi pengusaha, sehingga peningkatan jumlah anggota keluarga akan meningkatkan beban keluarga, sehingga kebutuhan rumahtangga pengusaha juga meningkatkan 155 dan pada akhirnya akan meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi total rumahtangga pengusaha IKRT non pangan. Dummy posisi pemilik berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 15 persen. Posisi pemilik sebagai pengelola akan memiliki pengeluaran untuk konsumsi total lebih besar. Dummy aset tidak berpengaruh nyata dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT non pangan. Praduga probabilitas kredit PKBL dan pembiayaan informal bertanda positif namun tidak nyata dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha. Praduga probabilitas kredit bank berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 20 persen dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha, sedangkan praduga kredit PKBL, dan pembiayaan informal tidak nyata mempengaruhi pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT non pangan. Nilai parameter dugaan dari praduga kredit bank mengandung arti bahwa perpindahan status pembiayaan pengusaha dari modal sendiri kepada meminjam kredit ke bank akan meningkatkan pengeluaran sebesar Rp 18 000 000 per tahun dibandingkan sumber modal sendiri. Ini dapat juga diartikan bahwa kredit perbankan lebih banyak digunakan untuk memperlancar pengeluaran pengusaha IKRT non pangan, seperti seperti untuk pemenuhan kebutuhan pokok, keperluan pendidikan, atau kebutuhan tambahan lainnya. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh karakteristik usaha IKRT non pangan. IKRT non pangan lebih membutuhkan sumber pembiayaan yang mem- berikan interaksi antara pasar input dan pasar output melalui kemudahan pengadaan bahan baku serta kepastian pasar, dibandingkan dengan sumber pembiayaan yang hanya menyediakan kemudahan modal saja. 8.2. Pengaruh Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha Pada bagian ini akan disajikan hasil analisis perilaku penggunaan kredit dalam kegiatan produksi dan pengeluaran pada IKRT pangan. Perilaku penggunaan kredit dalam produksi dinyatakan dalam pengaruh kredit dalam kinerja usaha IKRT pangan. Seperti halnya pada IKRT non pangan, kinerja usaha yang disajikan dalam studi ini adalah nilai aset tetap, penggunaan bahan baku, 156 penggunaan tenaga kerja, biaya produksi, nilai produksi, sedangkan yang berhubungan dengan pengeluaran IKRT pangan yang dilihat dari pengeluaran terhadap konsumsi total. Sama halnya dengan IKRT non pangan, maka pembahasan analisis disajikan menurut tahapan analisis two stage yang mengikuti langkah Heckman Model, yaitu pembahasan pertama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persamaan seleksi partisipasi dalam berbagai sumber pembiayaan yang menggunakan multinomial logit. Pembahasan selanjutnya, hasil dari persamaan kinerja usaha dan pengeluaran total pengusaha IKRT pangan. 8.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan Sumber pembiayaan pada pengusaha IKRT pangan sedikit berbeda dengan pengusaha non pangan. Sumber pembiayaan pada pengusaha IKRT pangan hanya terdiri dari kredit perbankan, dana kredit PKBL, dan modal sendiri, sedangkan sumber pembiayaan informal berupa suplier tidak ada. Dengan demikian, kita melihat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pengusaha pada sumber pembiayaan kredit bank dan PKBL relatif terhadap modal sendiri dari IKRT pangan. Tabel 31 menunjukkan hasil pendugaan persamaan partisipasi pengusaha pada sumber pembiayaan berbeda. Tingkat kepercayaan yang dihasilkan oleh masing-masing variabel penjelas independen ternyata lebih rendah daripada variabel penjelas non pangan. Tingkat kepercayaan dari uji z hanya berkisar pada taraf α 10 – 25 persen. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu 1 data berupa cross section yang menyebabkan sulit untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, dan 2 kemungkinan kurangnya ukuran sampel yang diambil bisa mempengaruhi tingkat kepercayaan, sehingga menghasilkan tingkat kepercayaan yang lebih rendah. Berdasarkan Tabel 31, nilai likelihood ratio chi-square adalah 43.09, dengan nilai P |z| sebesar 0.0003 menunjukkan bahwa secara keseluruhan model tersebut layak digunakan dalam menganalisis persamaan seleksi peluang partisipasi pengusaha IKRT pangan pada sumber kredit bank dan kredit PKBL. 157 Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Industri kecil dan Rumahtangga Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan Jenis Pembiayaan Variabel Parameter Dugaan Standar Error P |z| Bank P 1 Lama pendidikan 0.3518759 0.1877144 0.061 c Jumlah anggota keluarga 0.0383668 0.2137089 0.858 Pengalaman usaha 0.0695555 0.068001 0.306 Posisi pemilik -0.8741973 1.442147 0.544 Dummy organisasi -0.6991232 1.148892 0.543 Dummy pelatihan 20.52724 21827.71 0.999 Dummy aset 1.394395 0.9108514 0.126 d Dummy omset -0.1363658 0.8029467 0.865 Konstanta -4.463271 2.203136 0.043 PKBL BUMN P 2 Lama pendidikan 6.00609 4.751569 0.206 e Jumlah anggota keluarga 4.048843 3.173032 0.202 e Pengalaman usaha 0.5489451 0.4933159 0.266 Posisi pemilik 43.96501 1799.214 0.981 Dummy organisasi 40.34345 1799.183 0.982 Dummy pelatihan 46.94205 22222.13 0.998 Dummy aset -49.25282 5605.702 0.993 Dummy omset -19.05853 15.9919 0.233 Konstanta -104.1593 1800.447 0.954 LR chi2 = 43.09 a Keterangan: c nyata pada taraf α = 10 persen d nyata pada taraf α = 15 persen e nyata pada taraf α = 20 persen Pendugaan paramater lama pendidikan berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 10 persen dalam menentukan persamaan seleksi partisipasi pengusaha pangan terhadap kredit bank. Lama pendidikan juga berpengaruh positif namun nyata pada taraf α 20 persen terhadap kredit PKBL. Lama pendidikan berpengaruh positif terhadap log odd relatif antara kredit bank dengan modal sendiri. Nilai parameter dugaan lama pendidikan menunjukkan satu tahun kenaikan pendidikan pengusaha pangan akan meningkatkan 0.35187 log odd relatif antara pembiayaan kredit perbankan dengan terhadap modal sendiri. Artinya peluang untuk meminjam di bank lebih besar seiring dengan meningkatnya lama pendidikan pengusaha. Hal ini sesuai dengan hipotesis apriori bahwa pengusaha yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi memiliki peluang yang lebih besar menggunakan sumber pembiayaan formal perbankan. Kondisi pengusaha IKRT pangan ini serupa dengan pengusaha IKRT non pangan sebelumnya, bahwa pendidikan nyata berpengaruh positif dalam menentukan partisipasi pengusaha dalam meminjam ke kredit bank relatif terhadap modal sendiri. 158 Dummy aset berpengaruh positif dalam menentukan log odd relatif pembiayaan bank terhadap modal sendiri pada taraf α 20 persen, namun tidak nyata pada log odd relatif pembiayaan PKBL terhadap modal sendiri. Dummy aset yang positif menunjukkan pengusaha IKRT pangan yang memiliki kekayaan lebih besar dari Rp 50 juta akan meningkatkan peluang partisipasi yang lebih besar untuk meminjam ke sumber pembiayaan bank relatif dari modal sendiri, karena pengusaha yang lebih kaya akan memiliki kepercayaan diri yang lebih besar untuk dapat membayar pinjaman yang diambil dari perbankan. Pengusaha yang lebih kaya dimungkinkan memiliki syarat atau collateral yang biasanya disyaratkan oleh perbankan. Setelah diperoleh hasil pendugaan persamaan seleksi partisipasi kepada sumber pembiayaan kredit bank dan kredit PKBL, langkah selanjutnya adalah menentukan nilai praduga probabilitas sumber pembiayaan kredit bank dan PKBL. Nilai praduga probabilitas kedua jenis pembiayaan tersebut kemudian dimasukkan ke masing-masing persamaan kinerja usaha dan pengeluaran pengusaha IKRT pangan.

8.2.2. Pengaruh Partisipasi terhadap Kinerja Usaha dan Pengeluaran Pengusaha IKRT Pangan

Perilaku usaha dan sifat produk antara IKRT non pangan dan pangan yang berbeda menyebabkan variabel-variabel penjelas yang dimasukkan ke persamaan yang sama akan berbeda. Hasil pendugaan kinerja usaha dan pengeluaran rumahtangga pengusaha dengan menggunakan program STATA versi 11 menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 bervariasi antara 34.63 persen sampai 98.67 persen. Nilai R 2 menunjukkan seberapa besar variasi variabel dependen dijelaskan oleh variasi dari independen atau penjelas. Nilai R 2 yang terkecil terdapat pada persamaan penggunaan tenaga kerja dan terbesar pada persamaan nilai produksi. Nilai F hitung pada setiap persamaan menghasilkan bahwa variabel independen secara keseluruhan dapat menjelaskan variasi yang ada dalam masing-masing persamaan dengan taraf α 1 persen.

8.2.2.1. Nilai Aset Tetap Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan

Seperti halnya pada IKRT non pangan, nilai aset tetap menunjukkan jumlah kekayaan yang dimiliki IKRT pangan yang berhubungan dengan kegiatan usaha. 159 Nilai aset tetap juga menunjukkan kegiatan investasi yang dilakukan oleh pengusaha IKRT pada aset tetap. Semakin tinggi nilai aset tetap berarti investasi yang dilakukan oleh pengusaha IKRT pangan terhadap aset tetap ini juga semakin tinggi. Kegiatan investasi terhadap aset tetap bisa berasal dari kredit yang dipinjam oleh IKRT pangan, sehingga nilai aset tetap juga menunjukkan penggunaan dana kredit oleh pengusaha IKRT pangan pada kegiatan investasi aset tetap dari usahanya. Aset tetap dari usaha tempe meliputi mesin penggiling, krei, drum, cembung dan saringan. Tabel 32 menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.3487, artinya variasi dari nilai aset tetap pengusaha IKRT pangan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas sebesar 34.87 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan. Dari beberapa variabel yang diduga mempengaruhi nilai aset, hanya tabungan yang berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen, sedangkan pengalaman usaha dan praduga sumber pembiayaan bak dan kredit PKBL tidak berpengaruh dalam menentukan nilai aset IKRT pangan. Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Aset Tetap Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Tabungan TAB 0.1575279 0.012 a 0.31932 Pengalaman usaha PU 32472.65 0.442 0.12448 Praduga pembiayaan bank P 1 746698.1 0.614 Praduga pemb. PKBL P 2 629945.5 0.568 Konstanta 1537157 0.037 R 2 = 0.3487 Prob F = 0.0016 DW  2 = 1.2249 ; Pr DW = 0.19 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen Variabel tabungan berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam mempengaruhi nilai aset tetap pengusaha IKRT pangan. Nilai parameter dugaan tabungan sebesar 0.1575279 mengandung arti bahwa peningkatan tabungan sebesar Rp 1, akan meningkatkan nilai aset sebesar Rp 0.157 per tahun. Nilainya yang kecil juga terlihat dari kurang responsifnya nilai aset terhadap tabungan yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas yang relatif kecil. Tabungan yang bertanda positif menunjukkan bahwa peningkatan tabungan akan meningkatkan nilai aset usaha pengusaha IKRT pangan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha 160 IKRT pangan masih mengandalkan modal sendiri untuk melakukan investasi pada aset tetap produksi. Praduga pembiayaan kredit bank dan kredit PKBL bertanda positif namun tidak nyata mempengaruhi nilai aset pengusaha IKRT pangan. Nilai parameter dugaan praduga pembiayaan bank sebesar 746 698.1 mengandung arti bahwa perpindahan status pembiayaan dari modal sendiri ke sumber pembiayaan bank akan meningkatkan nilai aset sebesar Rp 746 698.1 , namun tidak nyata mempengaruhi nilai aset tetap pengusaha IKRT pangan. Nilai parameter dugaan praduga kredit PKBL sebesar 629 945.5 menunjukkan bahwa perpindahan status pembiayaan dari modal sendiri kepada meminjam kredit PKBL akan meningkatkan nilai aset pengusaha sebesar Rp 629 945.5 namun tidak nyata. Dengan kata lain, alokasi penggunaan kredit perbankan dan PKBL tidak digunakan sepenuhnya untuk peningkatan aset tetap produksi, namun dialokasikan untuk aktivitas lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya tentang alokasi penggunaan kredit yang dipinjam oleh IKRT pangan. Pengusaha IKRT pangan lebih banyak mengalokasikan dana yang dipinjamnya untuk investasi pada usaha lain dan investasi dalam bentuk lain, yaitu sekitar 7 sampai 40 persen dari kredit yang dipinjam. Komponen aset tetap pengusaha IKRT pangan tidak terlalu besar, dan tidak membutuhkan peralatan dan mesin yang membutuhkan nilai investasi yang besar. Investasi aset juga dipengaruhi trend penjualan produk IKRT pangan dalam jangka panjang. Sifat produk IKRT pangan yang bersifat inelastis dan sebagai barang kebutuhan pokok menyebabkan jumlah produksi yang dihasilkan tidak terlalu berfluktuasi juga mempengaruhi perilaku untuk melakukan investasi terhadap aset tetap.

8.2.2.2. Penggunaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan

Penggunaan tenaga kerja pada IKRT pangan adalah kebutuhan tenaga kerja total yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kebutuhan tenaga kerja total merupakan permintaan tenaga kerja untuk kegiatan produksi IKRT pangan. Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara diperoleh informasi bahwa jumlah tenaga kerja IKRT pangan lebih sedikit dibandingkan IKRT non pangan dan kegiatan produksi lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. 161 Hal ini menunjukkan usaha yang dijalankan pada IKRT pangan lebih berskala kecil dan bersifat industri rumahtangga. Variabel-variabel yang menjelaskan penggunaan tenaga kerja IKRT pangan agak berbeda dengan variabel-variabel penjelas pada IKRT non pangan. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi penggunaan tenaga kerja pada IKRT pangan adalah nilai produksi, upah dalam produksi, jumlah anggota keluarga, dummy aset, dan praduga probabilitas sumber pembiayaan kredit bank dan PKBL. Tabel 33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Upah dalam produksi UDP -3.40e-08 0.088 c -0.320 Nilai produksi OMSET 4.74e-09 0.005 a 0.795 Upah dalam produksi UDP -3.40e-08 0.088 c -0.320 Jumlah anggota keluarga JTKG 0.0519362 0.560 0.1139 Dummy aset DASET 0.1397706 0.772 Praduga pembiayaan bank P 1 0.3299179 0.715 Praduga pemb. PKBL P 2 0.2447536 0.671 Konstanta 0.696592 0.211 R 2 = 0.3463 Prob F = 0.0040 DW  2 = 1.8204 ; Pr DW = 0.2405 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen c nyata pada taraf α = 10 persen Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 33 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.3463, artinya variasi dari penggunaan tenaga kerja dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen sebesar 34.63 persen. Hasil pendugaan parameter menunjukkan variabel nilai produksi dan biaya tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pada taraf α 1 persen dan 10 persen, sedangkan jumlah anggota keluarga dan dummy aset tidak berpengaruh secara nyata. Nilai elastisitas yang dihasilkan juga menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja kurang responsif terhadap semua variabel bebas yang ada dalam persamaan. Parameter dugaan upah dalam produksi memiliki tanda negatif dan sesuai dengan kriteria ekonomi. Permintaan tenaga kerja akan berbanding terbalik dengan harga tenaga kerja yang ditangkap oleh upah dalam produksi. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja IKRT pangan biasanya bersifat harian. Nilai elastisitas yang kecil dari 1 menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada 162 IKRT pangan tidak responsif terhadap upah dalam produksi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penggunaan tenaga kerja pengusaha IKRT pangan tidak terlalu memperhatikan upah tenaga kerja, karena lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.Variabel nilai produksi menunjukkan penjualan dari produksi IKRT pangan. Peningkatan penjualan akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja, karena kebutuhan tenaga kerja untuk menghasilkan produksi yang lebih banyak juga meningkat. Berdasarkan nilai parameter dugaan nilai produksi terlihat bahwa pengaruh penjualan terhadap penggunaan tenaga kerja sangat kecil dan kurang responsif. Nilai parameter dugaan praduga probabilitas kredit bank dan kredit PKBL bernilai positif terhadap penggunaan tenaga kerja, namun tidak berpengaruh nyata dalam menentukan penggunaan tenaga kerja. Artinya perubahan status pembiayaan IKRT pangan dari modal sendiri ke kredit bank maupun kredit PKBL tidak akan mempengaruhi penggunaan tenaga kerja pengusaha IKRT pangan. Hal ini sama dengan yang terjadi pada IKRT non pangan. Ini berarti dengan adanya penambahan dana dari kredit, tidak otomatis akan mendorong pengusaha IKRT untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja akan lebih dipengaruhi terutama oleh penjualan produksi IKRT pangan tersebut. Berbeda dengan IKRT pangan ini, pada IKRT non pangan penggunaan tenaga kerja lebih dipengaruhi oleh faktor pendapatan atau kesejahteraan dan faktor kekayaan serta faktor individu dan rumahtangga pengusaha. Hal ini menunjukkan sifat dari IKRT yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada komponen yang sama pada kegiatan usaha. 8.2.2.3. Penggunaan Bahan Baku Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Penggunaan bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang digunakan. Penggunaan bahan baku menunjukkan permintaan IKRT pangan terhadap bahan baku produksinya. Bahan baku utama dari usaha IKRT pangan adalah kedelai. Permintaan terhadap bahan baku dipengaruhi oleh harga input, pendapatan, karakteristik individu atau usaha pengusaha. Pada penelitian ini, penggunaan bahan baku diduga dipengaruhi oleh pendapatan usaha, harga input, penggunaan bahan tambahan, dummy omset, dan praduga proba- bilitas kredit bank dan kredit PKBL. Tabel 34 menunjukkan nilai koefisien 163 determinasi R 2 sebesar 0.9615, artinya variasi dari penggunaan bahan baku dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen sebesar 96.15 persen. Tabel 34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bahan Baku Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Pendapatan usaha PENDU 8.34e-07 0.000 a 3.58E-01 Harga input HINP -0.0004447 0.116 -0.0401 Bahan tambahan BBT 0.0000314 0.000 a 0.5376 Dummy omset DOMSET 14.97892 0.035 b Praduga pembiayaan bank P 1 33.26879 0.00 a Praduga pemb. PKBL P 2 15.95072 0.094 c Konstanta -5.348332 0.388 R 2 = 0.9615 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.9040 ; Pr DW = 0.3516 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen b nyata pada taraf α = 5 persen c nyata pada taraf α = 10 persen Variabel pendapatan usaha berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen. Nilai parameter dugaan pendapatan usaha sebesar 8.34e-07 menunjukkan bahwa apabila pendapatan usaha meningkat Rp 1, maka penggunaan bahan baku akan meningkat sebesar Rp 83 400 000 per tahun. Pendapatan usaha dapat menunjukkan kemampuan menghasilkan uang tunai dan keuntungan serta daya beli pengusaha dalam membeli input usaha. Pendapatan usaha yang meningkat akan meningkatkan kemampuan pengusaha IKRT pangan untuk menggunakan bahan baku lebih banyak. Penggunaan bahan baku tersebut kurang responsif terhadap pendapatan usaha, ini dapat dilihat dari nilai elastisitas yang kurang dari satu. Proporsi pendapatan usaha IKRT pangan terhadap pendapatan totalnya lebih kecil daripada proporsi pendapatan usaha IKRT non pangan, yaitu sebesar 67.83 persen. Inilah yang menyebabkan jumlah penggunaan bahan baku kedelai kurang responsif terhadap pendapatan usaha. Sifat dari produk tempe yang kurang elastis menyebabkan penggunaan bahan baku kurang responsif terhadap harga yang tercermin dari pendapatan usaha pengusaha. Penggunaan bahan tambahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf α1 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku kedelai. Bahan tambahan merupakan komplemen dari pembuatan tempe, sehingga peningkatan biaya tambahan juga meningkatkan penggunaan bahan baku kedelai. Dummy omset 164 berpengaruh positif dan signfikan pada taraf α 5 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku kedelai. Hal ini menunjukkan pengusaha yang memiliki omset diatas Rp 300 juta atau memiliki skala usaha yang lebih besar akan menggunakan bahan baku yang lebih besar. Praduga probabilitas pembiayaan bank dan kredit PKBL berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dan 10 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku. Artinya perpindahan status pembiayaan pengusaha dari modal sendiri ke meminjam pada kredit bank atau PKBL akan meningkatkan penggunaan bahan baku pengusaha. Hal ini menunjukkan kredit bank dan PKBL efektif meningkatkan penggunaan bahan baku dari IKRT pangan. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis apriori bahwa akses pengusaha kepada sumber kredit akan meningkatkan kemampuan pemenuhan modal usahanya, dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan bahan baku. Disini terlihat bahwa kredit bank dan PKBL tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap penggunaan bahan baku IKRT pangan. Alokasi penggunaan kredit pada IKRT pangan juga menunjukkan bahwa sebesar 28.923 persen kredit bank digunakan untuk pembelian bahan baku, sedangkan pada kredit PKBL sebesar 39.29 persen digunakan untuk pembelian bahan baku.

8.2.2.4. Biaya Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan

Biaya produksi adalah total pengeluaran pengusaha IKRT pangan untuk semua kegiatan produksi. Biaya produksi dapat menunjukkan perilaku pengusaha IKRT pangan dalam menggunakan dana kredit untuk modal kerja. Biaya produksi pada pengusaha IKRT pangan meliputi biaya pembelian kedelai sebagai bahan baku tempe, pembelian bahan tambahan seperti ragi, plastik, daun pembungkus, pembelian bahan bakar, dan biaya tenaga kerja. Besar biaya produksi menunjukkan kemampuan modal kerja dari pengusaha IKRT pangan, semakin tinggi biaya produksi kemampuan modal kerja untuk memproduksi tempe juga meningkat. Tabel 35 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.9867, artinya variasi biaya produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen sebesar 98.67 persen. 165 Tabel 35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Biaya Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Penggunaan bahan baku BBB 1.219022 0.000 a 9.82E-01 Pengalaman usaha PU 295092 0.640 1.21E-02 Praduga pembiayaan bank P 1 7955444 0.710 Praduga pemb. PKBL P 2 1.98e+07 0.225 Konstanta -2644539 0.804 R 2 = 0.9867 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.9385 ; Pr DW = 0.4155 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen Penggunaan bahan baku yang digunakan bernilai positif dan nyata 1 persen dalam mempengaruhi biaya produksi IKRT pangan. Ini wajar karena peningkatan penggunaan bahan baku akan meningkatkan biaya produksi. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa biaya produksi relatif responsif terhadap penggunaan bahan baku, karena nilai elastisitasnya yang mendekati 1. Komponen bahan baku utama dari usaha pangan adalah kedelai, sehingga peningkatan penggunaan pemakaian kedelai akan meningkatkan biaya produksi. Hasil pendugaan praduga pembiayaan bank dan kredit PKBL bertanda positif namun tidak berpengaruh nyata dalam menentukan biaya produksi pengusaha IKRT pangan. Nilai parameter dugaan praduga pembiayaan bank sebesar Rp 7 955 444 mengandung arti bahwa perubahan status pembiayaan pengusaha pangan dari modal sendiri ke pembiayaan bank akan meningkatkan biaya produksi sebesar Rp 7 955 444 setahun, namun tidak nyata mempengaruhi biaya produksi IKRT pangan. Nilai parameter dugaan praduga kredit PKBL sebesar 1.98e+07 mengandung arti bahwa perubahan status pembiayaan pengusaha pangan dari modal sendiri kepada meminjam kredit PKBL akan meningkatkan biaya produksi sebesar Rp 19 800 000 setahun, namun tidak nyata mempengaruhi biaya produksi IKRT pangan. Perbedaan skim kredit antara bank dan PKBL tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada biaya produksi IKRT pangan. Artinya sumber pembiayaan bank dan kredit PKBL tidak mempengaruhi penggunaan modal kerja pengusaha IKRT pangan. Hal ini berbeda dengan hasil pendugaan pada IKRT non pangan, dimana kredit bank dan kredit PKBL memberikan pengaruh yang berbeda pada kegiatan produksi IKRT non pangan. Pada IKRT non pangan, praduga probabilitas kredit PKBL berpengaruh positif 166 dan nyata dalam menentukan biaya produksi, sedangkan pada IKRT pangan tidak berpengaruh. Hal ini bisa dilihat dari porsi alokasi penggunaan kredit oleh IKRT pangan yang lebih banyak digunakan untuk usaha lain dan investasi dalam bentuk lain. Alokasi penggunaan kredit untuk usaha dan investasi lain pada sampel yang meminjam ke bank adalah sebesar 54.64 persen, sedangkan alokasi untuk investasi lain pada kredit PKBL sebesar 9.29 persen. Angka ini lebih besar dari alokasi kredit pada IKRT non pangan, artinya tingkat fungibilitas kredit bank dan PKBL pada IKRT pangan lebih besar daripada IKRT non pangan.

8.2.2.5. Nilai Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan

Nilai produksi menunjukkan produksi yang dihasilkan oleh pengusaha IKRT pangan dalam satu tahun. Nilai produksi diukur dengan satuan rupiah per tahun. Nilai produksi pengusaha IKRT pangan dapat juga diproksi dari volume penjualan pengusaha. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi nilai produksi IKRT pangan adalah penggunaan bahan baku, penggunaan tenaga kerja, pengalaman usaha, dummy aset, dan praduga probabilitas sumber pembiayaan kredit bank dan PKBL. Tabel 36 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 cukup tinggi, yaitu sebesar 0.9840. Artinya variasi dari nilai produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen sebesar 98.40 persen. Penggunaan bahan baku berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan nilai produksi. Seperti halnya pada IKRT non pangan, penggunaan bahan baku berpengaruh positif dan nyata menentukan nilai produksi. Ini terjadi karena penggunaan input bahan baku yang lebih besar akan meningkatkan produksi, dan selanjutnya akan meningkatkan nilai produksi dari IKRT pangan. Nilai elastisitas nilai produksi terhadap bahan baku sebesar 0.917, artinya apabila bahan baku meningkat 1 persen, nilai produksi akan meningkat sebesar 0.917 persen. Ini menunjukkan nilai produksi relatif responsif terhadap penggunaan bahan baku. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan nilai produksi IKRT pangan. Ini menunjukkan bahwa IKRT pangan masih merupakan padat karya, yang proses produksinya tergantung kepada ketersediaan tenaga kerja, sehingga penggunaan tenaga kerja dan 167 penggunaan bahan baku secara bersama-sama akan meningkatkan produksi yang lebih banyak, sehingga nilai produksi yang dihasilkan juga meningkat. Namun demikian, nilai elastisitas yang kecil menunjukkan bahwa nilai produksi kurang responsif terhadap penggunaan tenaga kerja. Artinya ada faktor lain yang menentukan nilai produksi selain tenaga kerja yang tidak dimasukkan dalam persamaan ini seperti lokasi pemasaran produk. Tabel 36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Penggunaan bahan baku BBB 1.28793 0.000 a 9.17E-01 Penggunaan tenaga kerja JTK 1.47e+07 0.002 a 8.76E-02 Praduga pembiayaan bank P 1 1203733 0.961 Praduga pemb. PKBL P 2 1.99e+07 0.275 Konstanta -3970925 0.742 R 2 = 0.9840 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.5269 ; Pr DW = 0.0403 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen Parameter praduga pembiayaan bank bertanda positif namun tidak berpengaruh nyata dalam menentukan nilai produksi pengusaha IKRT pangan. Parameter praduga pembiayaan PKBL bertanda positif, namun juga tidak nyata mempengaruhi nilai produksi IKRT pangan. Nilai parameter dugaan praduga pembiayaan bank sebesar Rp 1 203 733 mengandung arti bahwa perubahan status pembiayaan pengusaha dari modal sendiri kepada kredit bank akan meningkatkan nilai produksi sebesar Rp 1 203 733 setahun, namun tidak nyata dalam menentukan nilai produksi IKRT pangan. Nilai parameter dugaan praduga kredit PKBL sebesar 1.99e+07 mengandung arti bahwa perubahan status pembiayaan pengusaha pangan dari modal sendiri kepada kredit PKBL akan meningkatkan nilai produksi sebesar Rp 19 900 000 setahun, namun juga tidak nyata dalam menentukan nilai produksi IKRT pangan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara kredit bank dan kredit PKBL dalam nilai produksi pada IKRT pangan.

8.2.2.6. Pengeluaran Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan

Pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT pangan meliputi pengeluaran untuk seluruh konsumsi total yang dilakukan oleh rumahtangga pengusaha IKRT 168 pangan. Pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT pangan dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan IKRT pangan. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi total rumahtangga IKRT pangan adalah total pendapatan pengusaha, jumlah anggota keluarga, dummy aset dan praduga jenis pembiayaan. Tabel 37 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 adalah sebesar 0.8097, artinya variasi dari pengeluaran dapat dijelakan oleh variasi variabel-variabel dependen sebesar 80.97 persen. Tabel 37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan Variabel Simbol Parameter Dugaan P|t| Elastisitas Total pendapatan pengusaha TPEND 0.4332941 0.000 a 6.58E-01 Jumlah anggota keluarga JTKG 2483785 0.001 a 2.88E-01 Dummy aset DASET 2413012 0.546 Praduga pembiayaan bank P 1 508381.5 0.940 Praduga pemb. PKBL P 2 1614225 0.728 Konstanta 1080844 0.810 R 2 = 0.8097 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.7921 ; Pr DW = 0.2046 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen Total pendapatan pengusaha dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT pangan. Artinya peningkatan pendapatan total pengusaha IKRT pangan dan peningkatan jumlah anggota keluarga akan meningkatkan pengeluaran total rumahtangga pengusaha. Pendapatan yang meningkat, akan meningkatkan kebutuhan pengusaha baik untuk barang kebutuhan pokok, barang normal, dan untuk kebutuhan tambahan lainnya. Jumlah anggota keluarga dapat dipandang sebagai beban, sehingga peningkatan jumlah anggota keluarga akan meningkatkan kebutuhan pengusaha dan pada akhirnya akan meningkatkan pengeluaran total. Nilai elastisitas pengeluaran total terhadap pendapatan menunjukkan bahwa pengeluaran total kurang responsif terhadap pendapatan total rumahtangga pengusaha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian pengeluaran IKRT pangan merupakan pengeluran untuk memenuhi kebutuhan pokok. Data menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen pengeluaran total rumahtangga pengusaha merupakan kebutuhan pokok. Nilai elastisitas pengeluaran total terhadap jumlah anggota keluarga menunjukkan pengeluaran total kurang responsif terhadap jumlah 169 anggota keluarga. Respon ini juga menunjukkan bahwa berbagai jenis pengeluaran adalah merupakan pengeluaran untuk kebutuhan dasar, sehingga apabila jumlah anggota keluarga yang merupakan tanggungan bertambah, maka pengeluaran untuk konsumsi total juga akan meningkat. Hasil pendugaan untuk pengeluaran total pada IKRT pangan memiliki hasil yang sama dengan IKRT non pangan. Artinya kedua kelompok IKRT masih membelanjakan pendapatan yang diterimanya untuk kebutuhan pokok anggota keluarganya. Hasil parameter dugaan praduga pembiayaan bank dan kredit PKBL bertanda positif namun tidak berpengaruh nyata dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT pangan. Artinya perpindahan status pembiayaan pengusaha IKRT pangan dari modal sendiri kepada meminjam bank atau kredit PKBL tidak memberikan pengaruh kepada kelancaran pengeluaran rumahtangga pengusaha. Hal ini juga dapat dikatakan pembiayaan bank dan kredit PKBL tidak berpengaruh kepada kesejahteraan pengusaha IKRT pangan. Hasil ini berbeda dengan perilaku IKRT non pangan, dimana kredit bank lebih berpengaruh pada kegiatan pengeluaran IKRT non pangan dibandingkan kredit PKBL. 8.3. Ringkasan Pengaruh Partisipasi pada Berbagai Sumber Pembiayaan terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Pengaruh partisipasi IKRT terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga pengusaha menunjukkan perbedaan pada berbagai sumber pembiayaan bank, PKBL, informal dan jenis usaha non pangan dan pangan. Tabel 38 menunjukkan ringkasan pengaruh partisipasi pada berbagai sumber pembiayaan terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga pengusaha industri kecil dan rumahtangga. Pada IKRT non pangan hanya sumber pembiayaan bank yang mempengaruhi pengeluaran rumahtangga pengusaha. Hal ini diduga bahwa dana kredit yang dipinjam dialokasikan pada porsi yang lebih besar untuk keperluan pengeluaran IKRT non pangan, seperti pengeluaran untuk kebutuhan mendesak diantaranya untuk biaya pendidikan dan kesehatan, keperluan tambahan, dan lainnya. Alokasi penggunaan kredit pada pengusaha yang menggunakan sumber pembiayaan bank lebih besar untuk konsumsi 170 daripada sumber kredit PKBL, yaitu 18.89 persen sedangkan pada kredit PKBL hanya 5.89 persen. Tabel 38. Ringkasan Pengaruh Partisipasi pada Berbagai Sumber Pembiayaan terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Kinerja Simbol IKRT Non Pangan IKRT Pangan Bank P 1 PKBL P 2 Informal P 3 Bank P 1 PKBL P 2 Usaha: Nilai aset ASET ns ns ns ns ns Penggunaan tenaga kerja JTK ns ns ns ns ns Penggunaan bahan baku BBB ns s s s s Biaya produksi BPROD ns s s ns ns Nilai produksi OMSET ns s s ns ns Kesejahteraan: Pengeluaran rumahtangga EXP s ns ns ns ns Keterangan: ns = tidak nyata s = nyata Sumber pembiayaan kredit PKBL dan pembiayaan informal lebih mempengaruhi modal kerja IKRT non pangan seperti untuk pembelian bahan baku, biaya produksi lain dan nilai produksi. Perbedaan pengaruh kredit bank dengan pembiayaan informal lebih disebabkan karena skim kredit yang diberikan oleh pembiayaan informal relatif lebih mudah, dan adanya interaksi dengan pasar input dan output. Karakteristik produk yang dihasilkan oleh pengusaha IKRT non pangan yang sangat tergantung kepada perilaku pasar membuat pengusaha IKRT non pangan lebih memilih pembiayaan yang memiliki karakteristik yang berhubungan erat dengan produk yang dihasilkan. Perbedaan pengaruh antara sumber pembiayaan bank dengan kredit PKBL dapat disebabkan oleh perbedaan cara pencairan kredit dan jadwal pembayaran kredit. Pencairan kredit bank lebih mengandalkan screening dan jadwal pembayaran yang lebih ketat dari kredit PKBL. Sedangkan kredit PKBL selain mengandalkan screening juga memberikan semacam sosialisasi atau pembinaan kepada IKRT dalam bentuk pelatihan tentang manajemen dan alokasi penggunaan dana yang tepat. Jadwal pembayaran yang lebih longgar dari kredit bank membuat pengusaha IKRT lebih mampu menggunakan dananya untuk investasi pada modal kerja. Atieno 2001 juga menyatakan bahwa pengalaman pada Grameen Bank menunjukkan bahwa usaha kecil dapat menggunakan pinjamannya dengan baik 171 dan mengembalikannya jika prosedur yang efektif untuk pencairan dana, pengawasan, dan pembayaran pinjaman telah ditetapkan dengan baik. Lebih lanjut Atieno 2011 menyatakan bahwa perbedaan sumber pembiayaan bank dengan informal adalah sumber pembiayaan bank lebih mengandalkan pelaksanaan pemberian pinjaman yang menekan screening daripada monitoring, yaitu lebih memperhatikan adverse selection daripada moral hazard, sedangkan pemberi pinjaman informal lebih bergantung pada karakter dan sejarah peminjam, terutama pada pengetahuan pribadi peminjam. Sumber pembiayaan informal memiliki pengetahuan yang lebih tentang kliennya. Sedangkan pada sumber pembiayaan bank, monitoring jarang dilakukan kepada usaha kecil karena menghasilkan biaya monitoring yang mahal, sehingga akan mempengaruhi perilaku penggunaan dana pada pelaku IKRT. Jenis layanan yang diberikan sumber pembiayaan informal sebagian besar berbeda dengan yang ditawarkan oleh program kredit bank. Layanan ini didasarkan pada aturan yang lebih fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan ekonomi nasabahnya. Kebanyakan sumber pembiayaan informal berorientasi klien, sehingga membuat layanannya lebih menarik usaha kecil meskipun dengan tingkat bunga yang tinggi. Pemberi pinjaman informal juga dapat merancang kontraknya untuk memenuhi dimensi individu, persyaratan dan selera dari peminjam Aryeetey, 1996. Hal ini kontras dengan praktik pembiayaan formal perbankan yang membebankan suku bunga yang relatif rendah, namun sering memberlakukan prosedur yang secara substansial meningkatkan biaya transaksi peminjam. Pada IKRT pangan, sumber pembiayaan bank dan kredit PKBL memiliki pengaruh yang sama terhadap kegiatan produksi dan pengeluaran IKRT. Kredit bank dan PKBL hanya mempengaruhi penggunaan bahan baku IKRT pangan. Sedangkan nilai aset, penggunaan tenaga kerja, biaya produksi, nilai produksi dan pengeluaran tidak dipengaruhi oleh sumber pembiayaan bank dan PKBL. Skim kredit yang berbeda antara bank dan PKBL tidak berarti memberikan pengaruh yang berbeda pada IKRT pangan. Karakteristik individu dan usaha dari IKRT pangan yang berbeda dengan IKRT non pangan memberikan perilaku penggunaan dana kredit juga berbeda. Sehingga sumber pembiayaan yang membiayai usaha 172 kecil harus mampu menawarkan jenis pinjaman yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh industri kecil dan rumahtangga.

8.4.1. Pengaruh Credit Rationing terhadap Kinerja Usaha dan Pengeluaran

Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Analisis Pengaruh credit rationing terhadap kinerja usaha dan pengeluaran rumahtangga pengusaha industri kecil dan rumahtangga hanya dilakukan pada sampel yang meminjam ke sumber pembiayaan formal. Analisis Credit Rationing tidak disagregasi berdasarkan IKRT non pangan dan pangan karena keterbatasan jumlah sampel yang meminjam ke sumber pembiayaan formal. Tabel 39 menunjukkan hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi credit rationing. Dari beberapa variabel yang diduga mempengaruhi credit rationing, hanya variabel dummy aset yang berpengaruh negatif dan nyata pada taraf α 20 persen. Artinya pengusaha yang memiliki kekayaan kecil atau sama dengan Rp 50 juta memiliki credit rationing yang lebih besar daripada pengusaha yang memiliki kekayaan diatas Rp 50 juta. Dummy aset menunjukkan kekayaan yang dimiliki oleh pengusaha IKRT. Pengusaha yang lebih kaya akan memiliki resiko yang lebih kecil dalam meminjam ke sumber pembiayaan formal, karena memiliki jaminan yang lebih besar untuk meminjam ke sumber pembiayaan formal. Tabel 39. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi Credit Rationing pada Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Omset OMSET -.0016458 0.621 -7.48E-02 Lama menjadi nasabah LMNS -196718.2 0.234 -1.17E-01 Dummy aset DASET -6507196 0.204 e Konstanta 2.05e+07 0.000 R 2 = 0.3150 Prob F = 0.0000 DW  2 = 2.5604 Pr DW = 0.8418 Keterangan: e nyata pada taraf α = 20 persen Lama menjadi nasabah bernilai negatif, namun tidak nyata mempengaruhi credit rationing. Artinya semakin lama pengusaha menjadi nasabah sumber pembiayaan formal, maka credit rationing yang dihadapi semakin kecil, namun nilainya tidak nyata hingga taraf α 20 persen dalam menentukan credit rationing. Lama menjadi menjadi nasabah baru nyata pada taraf α 25 persen. Dengan kata 173 lain, lama atau barunya pengusaha menjadi nasabah sumber pembiayaan formal tidak mempengaruhi credit rationing. Rata-rata lama menjadi nasabah pada sumber pembiayaan formal dari pengusaha IKRT adalah 15 bulan, artinya rata- rata lama menjadi meminjam masih kurang dari 2 tahun.

8.4.2. Pengaruh Credit Rationing terhadap Nilai Aset Industri Kecil dan

Rumahtangga. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai aset IKRT secara umum adalah tabungan, pengalaman usaha, dummy aset, dan praduga credit rationing. Tabel 40 menunjukkan hasil pendugaan parameter nilai aset dengan memasukkan praduga credit rationing. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.4304, artinya variasi pada nilai aset tetap dapat dijelaskan oleh variabel-variabel tabungan, pengalaman usaha, dummy aset, dan praduga credit rationing sebesar 43.04 persen. Dari variabel penjelas yang ada, hanya pengalaman usaha yang mempengaruhi nilai aset. Pengalaman usaha berpengaruh positif dan nyata pada taraf nyata 5 persen dalam menentukan nilai aset. Tabel 40. Hasil Pendugaan Pengaruh Credit Rationing terhadap Nilai Aset Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Tabungan TAB 0.0254938 0.938 3.19E-02 Pengalaman usaha PU 711767.3 0.035 b 1.215618 Posisi pemilik POS 3994315 0.462 Praduga credit rationing Pslcr -0.1163501 0.845 Konstanta -1349295 0.915 R 2 = 0.4304 Prob F = 0.1890 DW  2 = 1.9634 ; Pr DW 0.3938 K eterangan: b nyata pada taraf α = 5 persen Nilai parameter dugaan pengalaman usaha sebesar 711 767.3 mengandung arti bahwa jika pengalaman usaha meningkat 1 tahun maka nilai aset akan meningkat sebesar Rp 711 767.3. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pengalaman usaha yang meningkat akan meningkatkan akumulasi modal yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi aset tetap. Keputusan investasi aset tetap yang membutuhkan waktu yang lebih lama ditentukan juga oleh lamanya pengusaha menjalankan usahanya. Semakin lama pengusaha menjalankan usahanya, kemampuan pengusaha untuk mempelajari penjualan dan 174 perkembangan usaha selama ini akan mempengaruhi keputusan investasi aset tetap atau nilai aset tetap. Praduga credit rationing bertanda negatif, namun tidak nyata mempengaruhi nilai aset pengusaha IKRT. Nilai parameter dugaan praduga credit rationing sebesar -0.1163501 mengandung arti bahwa peningkatan credit rationing atau peningkatan selisih antara jumlah kredit yang diajukan dengan yang diterima semakin besar, maka nilai aset akan semakin berkurang. Artinya credit rationing yang terjadi pada sumber pembiayaan formal tidak mempengaruhi investasi pada aset tetap pengusaha IKRT. Hasil ini terkait dengan hasil analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa investasi aset tetap pengusaha tidak dipengaruhi oleh berbagai sumber yang berbeda baik pada IKRT non pangan maupun IKRT pangan.

8.4.3. Pengaruh Credit Rationing terhadap Penggunaan Tenaga Kerja

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Penggunaan tenaga kerja yang digunakan pada analisis ini adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan produksi IKRT. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penggunaan tenaga kerja pada IKRT secara keseluruhan adalah nilai omset, dummy posisi pemilik, dan praduga credit rationing. Tabel 41 menunjukkan hasil pendugaan parameter penggunaan tenaga kerja IKRT secara keseluruhan. Tabel 41. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Penggunaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Nilai Produksi OMSET 9.81e-09 0.001 a 9.28E-01 Dummy posisi pemilik POS 3.965168 0.176 e Praduga credit rationing Pslcr 1.17e-07 0.764 Konstanta -1.726391 0.809 R 2 = 0.7092 Prob F = 0.0027 DW  2 = 2.2108 ; Pr DW = 0.5593 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen e nyata pada taraf α = 20 persen Nilai R 2 sebesar 0.7092 menunjukkan bahwa variasi dari penggunaan tenaga kerja dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 70.92 persen. Uji F juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan persamaan ini mampu 175 menjelaskan penggunaan tenaga kerja Industri Kecil dan Rumahtangga. Variabel nilai produksi berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen. Artinya peningkatan produksi akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Nilai elastisitas penggunaan tenaga kerja terhadap nilai produksi mendekati satu, artinya penggunaan tenaga kerja relatif responsif terhadap nilai produksi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi IKRT lebih bersifat padat karya, baik pada IKRT non pangan dan pangan. Rata-rata total tenaga kerja yang digunakan adalah 6.43 orang. Dummy posisi pemilik bertanda positif dan nyata pada taraf α 20 persen dalam mempengaruhi penggunaan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa posisi pemiliki yang berstatus sebagai pengelola saja akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Hal ini wajar, karena pemiliki tidak ikut bekerja dalam proses produksi IKRT sehingga lebih banyak menggunakan tenaga kerja terutama dari luar keluarga. Praduga credit rationing bertanda positif namun tidak nyata pada taraf α 10 persen dalam mempengaruhi penggunaan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masalah credit rationing tidak akan menghambat penggunaan tenaga kerja oleh pengusaha industri kecil dan rumahtangga.

8.4.4. Pengaruh Credit Rationing terhadap Penggunaan Bahan Baku

Industri Kecil dan Rumahtangga Penggunaan bahan baku didekati dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penggunaan bahan baku IKRT secara keseluruhan adalah harga input, penggunaan tenaga kerja, dan praduga credit rationing. Tabel 42 menunjukkan hasil pendugaan parameter penggunaan bahan baku berdasarkan credit rationing. Berdasarkan uji F terlihat bahwa secara keseluruhan semua variabel independen mampu menjelaskan persamaan penggunaan tenaga kerja IKRT. Nilai R 2 sebesar 0.8750 menunjukkan bahwa variasi pada penggunaan tenaga kerja dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen sebesar 87.50 persen. Harga input berpengaruh negatif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku. Hal ini sesuai dengan kaidah ekonomi bahwa permintaan input akan dipengaruhi oleh harga input, sehingga peningkatan harga input akan mengurangi penggunaan bahan baku. Namun, nilai elastisitas yang 176 kecil menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku kurang responsif terhadap harga inputnya. Tabel 42. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Penggunaan Bahan Baku Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Harga input HINP -13611.79 0.004 a -3.69E-01 Jumlah tenaga kerja JTK 6.14e+07 0.000 a 9.71E-01 Praduga credit rationing Pslcr -39.7834 0.015 a Konstanta 8.50e+08 0.007 R 2 = 0.8750 Prob F = 0.0000 DW  2 = 2.4114 ; Pr DW = 0.6487 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam mempengaruhi penggunaan bahan baku. Penggunaan tenaga kerja merupakan komplemen dalam penggunaan bahan baku. Keduanya merupakan variabel yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Jika tenaga kerja yang tersedia meningkat, maka penggunaan bahan baku juga akan meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa usaha IKRT masih merupakan usaha yang berupa padat karya, yaitu yang masih mengandalkan penggunaan banyak tenaga kerja. Praduga credit rationing bertanda negatif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan penggunaan bahan baku. Nilai parameter dugaan sebesar - 39.7834 menunjukkan bahwa peningkatan masalah credit rationing pada sumber pembiayaan formal akan mempengaruhi penggunaan bahan baku pengusaha IKRT secara keseluruhan sebesar Rp -39.7834 pertahun. Dengan kata lain, masalah credit rationing akan menganggu peningkatan penggunaan bahan baku oleh IKRT.

8.4.5. Pengaruh Credit Rationing terhadap Biaya Produksi Industri Kecil

dan Rumahtangga Besarnya biaya produksi yang digunakan juga menunjukkan kemampuan pengusaha untuk memenuhi modal kerja dari usahanya. Biaya produksi diduga dipengaruhi oleh pendapatan total rumahtangga pengusaha, pengalaman usaha, penggunaan tenaga kerja, dan praduga credit rationing. Tabel 43 menunjukkan hasil pendugaan parameter penggunaan biaya produksi berdasarkan credit 177 rationing. Nilai R 2 sebesar 0.8537 menunjukkan bahwa variasi dari biaya produksi dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 85.37 persen. Tabel 43. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Biaya Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Pendapatan total RT pengusaha TPEND 4.891235 0.079 c 5.79E-01 Jumlah tenaga kerja JTK 4.37e+07 0.011 a 5.53E-01 Pengalaman usaha PU 1.42e+07 0.286 3.18E-01 Dummy omset DOMSET 7.94e+07 0.735 Praduga Credit rationing Pslcr -26.5268 0.297 Konstanta 6.49e+07 0.908 R 2 = 0.8537 Prob F = 0.0015 DW  2 = 1.8319 ; Pr DW = 0.2773 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen c nyata pada taraf α = 10 persen Variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan biaya produksi. Nilai parameter dugaan jumlah tenaga kerja sebesar 4.37e+07 menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja sebanyak 1 orang akan meningkatkan biaya produksi sebesar Rp 43 700 000 per tahun. Peningkatan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan produksi akan meningkat biaya produksi pengusaha IKRT. Nilai elasitisitas sebesar 5.53E-01 menunjukkan bahwa biaya produksi kurang responsif terhadap penggunaan tenaga kerja. Pendapatan total rumahtangga pengusaha berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 10 persen. Peningkatan pendapatan menunjukkan kemampuan pengusaha untuk membiayai kegiatan produksi. Pendapatan rumahtangga pengusaha yang semakin besar akan meningkatkan kemampuan pengusaha tersebut dalam membiayai produksinya. Nilai parameter dugaan pendapatan total rumahtangga pengusaha sebesar 4.891235 menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan total rumahtangga sebesar Rp 1 akan meningkatkan biaya produksi sebesar Rp 4. 89 per tahun. Namun, biaya produksi kurang responsif terhadap pendapatan total rumahtangga pengusaha yang dapat dilihat dari nilai elastisitas yang kecil. Pengalaman usaha dan omset bernilai positif namun tidak nyata mempengaruhi biaya produksi. Praduga credit rationing bertanda negatif namun tidak nyata dalam mempengaruhi biaya produksi IKRT. Nilai parameter dugaan 178 praduga credit rationing sebesar -26.5268 menunjukkan bahwa peningkatan masalah credit rationing akan menurunkan biaya produksi sebesar Rp 26.5268 per tahun , namun tidak nyata mempengaruhi biaya produksi. Artinya adanya credit rationing tidak berpengaruh dalam menentukan biaya produksi atau modal kerja dari pengusaha IKRT.

8.4.6. Pengaruh Credit Rationing terhadap Nilai Produksi Industri Kecil

dan Rumahtangga Nilai produksi dapat mencerminkan produksi yang dihasilkan oleh IKRT. Peningkatan nilai produksi berarti peningkatan produksi yang dihasilkan oleh IKRT. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai produksi adalah pendapatan usaha, penggunaan bahan baku, dummy aset, dan praduga credit rationing. Tabel 44 menunjukkan hasil pendugaan parameter nilai produksi berdasarkan credit rationing. Hasil dari uji F menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel- variabel independen dapat menjelaskan persamaan nilai produksi. Nilai R 2 sebesar 0.9989 menunjukkan bahwa variasi pada nilai produksi dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 99.89 persen. Pendapatan usaha dan penggunaan bahan baku berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 1 persen dalam menentukan nilai produksi. Tabel 44. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Nilai Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Pendapatan usaha PENDU 0.8643947 0.006 a 8.61E-02 Penggunaan bahan baku BBB 1.245098 0.000 a 9.07E-01 Dummy aset DASET 1.71e+07 0.574 Praduga credit rationing P slcr -2.844732 0.384 Konstanta 5.04e+07 0.387 R 2 = 0.9989 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.9188 Pr DW 0.3389 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen Peningkatan pendapatan usaha akan meningkatkan nilai produksi. Pendapatan usaha menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan keuntungan. Peningkatan usaha akan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksinya. Hal ini dapat dilihat dari nilai produksi yang dihasilkan oleh IKRT. Namun, peningkatan nilai produksi kurang responsif terhadap pendapatan usaha. 179 Parameter dugaan bahan baku yang bernilai positif menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan bahan baku akan meningkatkan nilai produksi. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi produksi bahwa peningkatan input akan meningkatkan produksi. Nilai elastisitas nilai produksi terhadap penggunaan bahan baku yang mendekati 1 menunjukkan bahwa nilai produksi responsif terhadap penggunaan bahan baku. Pendugaan credit rationing bertanda negatif namun tidak nyata dalam mempengaruhi nilai produksi IKRT. Artinya adanya credit rationing tidak mempengaruhi nilai produksi dari usaha IKRT.

8.4.7. Pengaruh Credit Rationing terhadap Pengeluaran Rumahtangga

Industri Kecil dan Rumahtangga Pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT menunjukkan kesejahteraan rumahtangga IKRT. Peningkatan pengeluaran rumahtangga menunjukkan peningkatan kemampuan pengusaha dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengeluaran rumahtangga adalah pendapatan total rumahtangga pengusaha, jumlah anggota keluarga, dan praduga credit rationing. Tabel 45 menunjukkan hasil pendugaan parameter pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT. Hasil uji F menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel-variabel independen mampu menjelaskan persamaan pengeluaran rumahtangga pengusaha. Nilai R 2 sebesar 0.6124 menunjukkan bahwa variasi dari pengeluaran rumahtangga pengusaha dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 61.24 persen. Pendapatan total rumahtangga pengusaha berpengaruh positif dan nyata dengan taraf α 1 persen dalam menentukan pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT. Semakin meningkat pendapatan total rumahtangga pengusaha, maka pengeluaran rumahtangga juga meningkat. Pendapatan total rumahtangga pengusaha menunjukkan kemampuan daya beli pengusaha dalam memenuhi segala kebutuhan rumahtangga baik kebutuhan pokok, tambahan, kesehatan dan pengeluaran untuk kesehatan. Hal ini sesuai dengan kaidah ekonomi yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan kebutuhan akan barang, sehingga permintaan terhadap barang akan meningkat. Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 10 persen. Ukuran keluarga 180 juga bisa menunjukkan beban tanggungan keluarga pengusaha. Sehingga, semakin besar jumlah anggota keluarga maka pengeluaran rumahtangga juga meningkat. Tabel 45. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Pengeluaran Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga Variabel SIMBOL Parameter Dugaan P |t| Elastisitas Pendapatan total RT pengusaha TPEND 0.2975421 0.000 a 5.19E-01 Jumlah anggota keluarga JTKG 3300495 0.087 c 3.27E-01 Praduga credit rationing P slcr -8083040 0.413 Konstanta 9686676 0.203 R 2 = 0.6124 Prob F = 0.0000 DW  2 = 1.8034 Pr DW = 0.2164 Keterangan: a nyata pada taraf α = 1 persen c nyata pada taraf α = 10 persen Praduga credit rationing bertanda negatif namun tidak nyata dalam mempengaruhi pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT. Tanda negatif dari praduga credit rationing menunjukkan bahwa pengusaha yang menghadapi credit rationing akan menurunkan kesejahteraan pengusaha, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata. Artinya credit rationing tidak mempengaruhi kesejahteraan rumahtangga dari pengusaha IKRT. Dari hasil pendugaan pengaruh credit rationing diatas menunjukkan bahwa credit rationing yang dihadapi oleh IKRT pada sumber pembiayaan formal hanya mempengaruhi kinerja usaha pada penggunaan bahan baku,namun tidak berpengaruh pada nilai aset tetap, biaya produksi, nilai produksi, dan kesejahteraan rumahtangga. Porsi kredit yang diterima pengusaha dari yang diajukan masih besa yaitu berkisar 72.74 persen hingga 91.61 persen menyebabkan credit rationing tidak menjadi faktor yang mempengaruhi semua kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga IKRT. Ini juga menunjukkan bahwa kinerja usaha IKRT tidak hanya dipengaruhi oleh pasar kredit tapi juga faktor- faktor lain seperti pendapatan usaha dan pendapatan total rumahtangga pengusaha serta faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan kinerja usaha IKRT. 181

IX. SKIM KREDIT YANG DIINGINKAN PENGUSAHA INDUSTRI

KECIL DAN RUMAHTANGGA DI KABUPATEN BOGOR Skim kredit yang diberikan kepada industri kecil dan rumahtangga selama ini didasarkan pada kebijakan sisi penawaran, yaitu dari lembaga pemberi pinjaman saja, tanpa memperhatikan keinginan dari pengusaha IKRT untuk memperoleh kredit. Hasil wawancara dengan pengusaha IKRT sampel tentang kriteria skim kredit yang diinginkan disajikan pada Tabel 46. Tabel 46. Kriteria Skim Kredit yang Diinginkan oleh Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel di Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2013 Kriteria Skim Kredit Sampel IKRT Non Pangan n=80 Sampel IKRT Pangan n=50 Jumlah org Persentase Jumlah org Persentase 1. Jenis Agunan a. Sertifikat Tanah 8 10.0 4 8.0 b. Akta jual beli tanah 34 42.5 19 38.0 c. Aset produksi 10 12.5 6 12.0 d. BPKB kendaraan 6 7.5 3 6.0 e. Tanpa agunan 22 27.5 18 36.0

2. Bentuk kredit

a. Tunai 68 85.0 44 88.0 b. Natura 12 15.0 6 12.0

3. Jangka waktu kredit

a. Jangka pendek 1-2 thn 39 48.75 30 60.0 b. Jangka panjang 2 thn 41 51.25 20 40.0

4. Bentuk Pembayaran

a. Bulanan 80 100 48 96.0 b. Mingguan 0.0 2 4.0

5. Tingkat keperluan pembinaan oleh

lembaga pembiayaan kepada pengusaha a. Perlu 42 52.5 12 24.0 b. Tidak perlu 38 47.5 38 76.0

6. Bentuk pembinaan yang dilakukan

a. Manajemen 12 29.0 2 17.0 b. Mutu produk 5 12.0 4 33.0 c. Pembinaan informasi dan strategi pasar 20 48.0 3 25.0 d. Ketiga bentuk pembinaan tersebut 5 12.0 3 25.0 182 Tabel 46. Lanjutan Kriteria Skim Kredit Sampel IKRT Non Pangan n=80 Sampel IKRT Pangan n=50 Jumlah org Persentase Jumlah org Persentase 7. Waktu pembinaan yang dilakukan a. Setiap bulan 5 12.0 5 42.0 b. 3 bulanan 20 48.0 4 33.0 c. 6 bulanan 12 29.0 3 25.0 d. Setiap tahun 5 12.0 0.0

8. Tingkat keperluan interaksi

dengan pasar a. Ada 51 64.0 16 32.0 b. Tidak ada 29 36.0 34 68.0

9. Bentuk interaksi yang diinginkan

a. Memudahkan penyediaan bahan baku 11 22.0 6 37.5 b. Memudahkan memasarkan produk 38 75.0 4 25.0 c. Memudahkan penyediaan bahan baku dan pasar 2 4.0 6 37.5

10. Bentuk kelembagaan sumber

pembiayaan a. Perbankan 21 26.25 20 40.0 b. Koperasi 31 38.75 17 34.0 c. BUMN 16 20.00 6 12.0 d. BPR,BMT 6 7.5 2 4.0 e. Tidak tahu 6 7.5 5 10.0

11. Tingkat bunga yang

memberatkan pengusaha a. 5-9 persen 15 18.75 6 12.0 b. 9 persen 19 23.75 15 30.0 c. 12 persen 30 37.5 16 32.0 d. 18 persen 13 16.25 12 24.0 e. Tidak tahu 3 3.75 1 2.0 Jenis agunan yang mampu dipenuhi atau yang diinginkan oleh pengusaha IKRT non pangan dan pengusaha IKRT pangan dalam meminjam pada sumber pembiayaan adalah sama. Jenis agunan yang diinginkan oleh pengusaha IKRT non pangan dan pangan adalah akta jual beli tanah atau girik 42.5 persen dan 38 persen. Hal ini berkaitan dengan jenis surat tanah yang dimiliki oleh pengusaha IKRT, dimana surat tanah yang dimiliki pengusaha paling banyak adalah dalam bentuk akta jual beli girik. Pengusaha IKRT non pangan memiliki akta jual beli atau girik sebesar 62.50 persen, hanya 12.5 persen yang memiliki sertifikat tanah dan pengusaha 183 pangan memiliki surat akta jual beli sebesar 40 persen, hanya 22 persen yang memiliki sertifikat tanah. Pengusaha yang menginginkan pinjaman tanpa agunan adalah 27.5 persen untuk IKRT non pangan dan 36 persen untuk IKRT pangan. Hal ini juga sesuai dengan komposisi surat tanah yang dimiliki pengusaha, dimana pengusaha IKRT non pangan yang tidak memiliki surat tanah sebesar 25 persen, sedangkan IKRT pangan yang tidak memiliki surat tanah sebesar 50 persen. Aset produksi sebagai agunan merupakan jenis agunan yang diharapkan dapat dijadikan jaminan yang ketiga oleh pengusaha, yaitu sebesar 12.5 persen untuk IKRT non pangan dan 12 persen untuk pengusaha pangan, sedangkan agunan berupa sertifikat tanah hanya 8 persen pada kedua jenis agunan. Kondisi diatas dapat memberikan gambaran kepada lembaga pemberi pinjaman, bahwa jenis agunan yang disyaratkan kepada IKRT sebaiknya disesuaikan dengan aset yang dimiliki pengusaha. Jenis agunan tidak harus dalam bentuk sertifikat tanah, tetapi bisa dalam bentuk surat tanah lainnya seperti akta jual beligirik. Pilihan pengusaha dalam memenuhi jenis agunan yang diharapkan menunjukkan kemampuan pengusaha dalam meminjam ke berbagai lembaga pembiayaan yang berbeda. Pilihan pengusaha kepada jenis agunan hanya berupa akta jual beli tanahgirik dan tanpa agunan serta aset produksi menunjukkan pengusaha lebih memilih lembaga pinjaman dalam bentuk kredit PKBL dan pembiayaan informal, karena lembaga tersebut memiliki kemudahan dalam hal jaminan kredit. Pilihan pengusaha juga menunjukkan seberapa besar jumlah pinjaman yang mampu ditanggung oleh pengusaha. Jaminan dalam bentuk sertifikat tanah akan memiliki nilai pinjaman yang lebih besar daripada jaminan dalam bentuk akta jual beligirik tanah. Jaminan dalam bentuk aset produksi dan tanpa agunan akan memiliki nilai kredit yang lebih kecil lagi. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha IKRT pada umumnya masih berskala rumahtangga dan usaha kecil yang hanya mampu meminjam dalam bentuk kredit mikro. Pemberian pinjaman yang diinginkan oleh pengusaha sebagian besar dalam bentuk uang tunai pada kedua kelompok IKRT. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha menginginkan untuk mengelola uangnya sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Tingkat utilitas pengusaha dalam menggunakan dana kredit dalam 184 bentuk uang tunai lebih tinggi, namun fungibilitas dari kredit akan menjadi lebih besar. Pinjaman yang awalnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan modal untuk meningkatkan produksi dapat saja digunakan untuk keperluan konsumsi dan keperluan lainnya. Pemberian pinjaman dalam bentuk natura hanya 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pengusaha IKRT non pangan banyak terikat dengan suplier sumber informal dalam bentuk kredit bahan baku, bukan berarti pengusaha menyetujui bentuk kredit tersebut. Pengalaman pemberian kredit dalam bentuk sarana produksi sering menimbulkan kerugian, yaitu: 1 sering terjadi pengurangan dalam kuantitas atau kualitas dalam bahan input produksi, 2 keterlambatan dalam penyaluran dikarenakan masalah transportasi, dan 3 ketidaksesuaian antara jenis input produksi yang diberikan dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pengusaha. Jangka waktu kredit yang diinginkan oleh pengusaha IKRT non pangan sebagian besar adalah dalam jangka panjang 51.25 persen yaitu kredit dengan masa pembayaran lebih dari 2 dua tahun. Pengusaha IKRT pangan lebih menginginkan kredit dalam jangka waktu pendek 60 persen, yaitu kredit dengan masa pembayaran antara 1-2 tahun. Jangka waktu kredit juga menunjukkan kemampuan pengusaha dalam meminjam kepada lembaga pemberi pinjaman. Semakin lama jangka kredit, maka kemampuan untuk meminjam dalam jumlah kredit yang lebih banyak akan lebih besar. Bentuk pembayaran cicilan yang diinginkan oleh kedua kelompok pengusaha adalah pembayaran setiap bulan. Hal ini sesuai dengan karakteristik kegiatan produksi kedua kelompok IKRT. Berbeda dengan kegiatan pertanian yang memiliki periode produksi sekali 3 bulan, kedua kelompok IKRT ini memiliki periode produksi lebih pendek. Pengusaha IKRT non pangan memiliki periode produksi mingguan, sedangkan pengusaha IKRT pangan memiliki periode produksi 3 hari, namun kegiatan produksi dilakukan secara kontinu setiap hari. Tingkat keperluan pembinaan oleh lembaga pembiayaan kepada pengusaha menunjukkan kondisi yang berbeda antara pengusaha IKRT non pangan dan pangan. Pengusaha IKRT non pangan sebagian besar melihat pembinaan oleh lembaga pembiayaan kepada pengusaha adalah perlu 52.5 persen, sedangkan 185 pengusaha pangan sebagian besar melihat pembinaan oleh lembaga pembiayaan tidak perlu 76 persen. Hal ini bisa saja disebabkan oleh karakteristik produksi yang berbeda antara kedua kelompok. Kegiatan produksi non pangan lebih menuntut mutu dan inovasi dari produk yang dihasilkan karena sangat tergantung kepada selera konsumen, sedangkan kegiatan produksi pangan lebih bersifat teknologi tradisional yang tidak membutuhkan pengetahuan teknologi khusus, serta produknya merupakan kebutuhan pokok yang lebih bersifat inelastis terhadap permintaan konsumen. Bentuk pembinaan yang paling diinginkan oleh pengusaha IKRT non pangan adalah pembinaan informasi dan strategi pasar 48 persen diikuti oleh pembinaan manajemen 29 persen, pembinaan mutu produk 12 persen dan ketiga bentuk pembinaan tersebut 12 persen. Hal ini sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pengusaha saat ini bahwa informasi pasar dan jaringan pemasaran produk yang masih rendah. Hal ini menyebabkan pengusaha non pangan sering lebih tergantung kepada pedagang grosir atau suplier dalam memasarkan produknya. Kondisi tersebut menyebabkan pengusaha non pangan memiliki posisi yang lemah dalam menentukan harga produknya. Pembinaan manajamen dibutuhkan oleh pengusaha, karena tingkat pendidikan pengusaha yang rendah, dan kemampuan manajemen usahanya yang masih rendah. Pengelolaan keuangan, pembukuan, dan sumberdaya manusia pengusaha tas maupun alas kaki masih sangat rendah, sehingga tidak memiliki pembukuan usaha yang jelas secara tertulis. Pembinaan mutu produk menunjuk- kan bahwa produk yang dihasilkan oleh pengusaha non pangan masih memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan produk yang dihasilkan oleh pengusaha besar dan produk impor yang sedang merajalela di pasaran. Hal ini menyebabkan produk yang dihasilkan oleh pengusaha non pangan kalah bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh pengusaha besar dan produk impor. Ini sangat dirasakan oleh pengusaha non pangan sejak beberapa tahun terakhir, sehingga permintaan terhadap produk yang dihasilkan juga berkurang. Bentuk pembinaan yang paling dibutuhkan oleh pengusaha pangan adalah pembinaan mutu produk 33 persen. Pembinaan mutu produk yang diinginkan tersebut berbeda dengan yang diinginkan pada pengusaha non pangan. 186 Pembinaan mutu produk pada pengusaha tempe dan tahu lebih kepada kualitas proses produksi tempe dan tahu. Persaingan produk tempe tidak begitu tinggi, karena tempe merupakan kebutuhan pangan yang lebih inelastis. Interaksi antara lembaga pembiayaan dengan pasar menunjukkan bahwa pengusaha IKRT non pangan pada umumnya menginginkan ada interaksi antara lembaga pemberi pinjaman dengan pasar produk 51 persen. Bentuk interaksi yang diinginkan oleh pengusaha IKRT non pangan adalah kemudahan dalam memasarkan produk yang dihasilkan oleh pengusaha. Pengusaha IKRT non pangan membutuhkan suatu skema kredit yang memiliki interaksi antara kemudahan permodalan dengan pasar output. Walaupun kemudahan dalam meminjam kepada pasar kredit dapat diperoleh oleh pengusaha, namun jika kemudahan memasarkan produk tidak terpenuhi maka dengan demikian lembaga pemberi kredit tersebut sama saja tidak membantu pengembangan usaha pengusaha. Hal ini sesuai dengan jenis sumber pembiayaan yang banyak digunakan oleh pengusaha yaitu pembiayaan informal atau suplier dari produk 36.25 persen yang mencakup kemudahan bahan baku pengusaha dan juga membantu menampung produk yang dihasilkan. Namun disisi lain, kemudahan prosedur pemberian pinjaman oleh suplier dikompensasi dengan transmisi bunga yang lebih tinggi melalui harga bahan baku. Pengusaha membeli bahan baku dengan harga yang lebih tinggi. Bentuk interaksi yang diinginkan oleh pengusaha IKRT pangan lebih dalam hal memudahkan penyediaan bahan baku dan akses pasar. Bahan baku utama produksi tempe adalah kedelai yang akhir-akhir ini memiliki fluktuasi harga yang tinggi dan kelangkaan kedelai yang sering terjadi. Sifat dari bahan baku kedelai yang bulky menyebabkan pembelian dalam jumlah banyak lebih menguntungkan daripada pembelian dalam jumlah sedikit karena sangat dipengaruhi oleh biaya transportasi. Pengusaha membutuhkan ketersediaan bahan baku yang mudah diakses dan dengan harga kedelai yang murah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua kelompok IKRT tersebut membutuhkan suatu interaksi antara lembaga pembiayaan dengan kelangsungan usaha. Kondisi ini bisa dijadikan sebagai masukan kepada lembaga pembiayaan yang telah ada termasuk program kredit pemerintah dalam pembuatan kebijakan 187 skema kredit yang sesuai dengan kondisi usaha pengusaha IKRT non pangan dan pangan tersebut. Lembaga pembiayaan tersebut terutama lembaga keuangan pemerintah yang memang dikhususkan mengurus kredit usaha kecil seperti BRI unit dan BPD, serta microfinance diharapkan mampu memperhatikan kebutuhan pengusaha IKRT tersebut. Pengusaha tidak hanya membutuhkan modal kerja saja, tetapi juga membutuhkan integrasi usaha dengan kemudahan pemasaran produk dan kemudahan memperoleh bahan baku. Dengan demikian, kemudahan pasar kredit dengan kemudahan pasar produk dan input merupakan suatu kebijakan yang dilakukan secara simultan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nuryartono 2011 yang menyatakan bahwa fungsi kredit atau sumber pembiayaan tidak cukup hanya terkait dengan kebutuhan modal untuk usaha, investasi dan juga konsumsi saja dalam menyelesaikan permasalahan mendasar seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan produktivitas nasabah dan juga keberlangsungan program dengan baik. Kredit atau pinjaman untuk modal kerja maupun investasi hanya sebagai salah satu upaya untuk membuka akses bagi penduduk miskin, usaha mikro kecil untuk dapat berkembang lebih lanjut. Keberhasilan suatu kredit program dari pemerintah perlu dilakukan melalui integrasi usaha. Nuryartono 2011 juga menyatakan bahwa diperlukan suatu model atau skema pembiayaan yang disesuaikan menurut kelompok sasaran. Lembaga keuangan tidak hanya berfungsi sebagai intermediary institution saja tetapi sekaligus di dalamnya melekat fungsi-fungsi intermediasi sosial, layanan pengembangan usaha dengan memberikan pelatihan dan pelayanan, sehingga diharapkan mampu memberikan tiga manfaat sekaligus yaitu; 1 mencapai target sasaran yang jelas outreach, 2 memberikan manfaat dan dampak yang nyata terhadap upaya pengentasan kemiskinan, peningkatan kapasitas usaha, penyerapan angkatan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan impact dan 3 lembaga keuangan serta nasabahnya dapat menjaga keberlangsungan usaha sustainability. Bentuk lembaga pembiayaan yang diharapkan oleh pengusaha IKRT non pangan paling banyak adalah koperasi. Koperasi dirasakan lebih bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh pengusaha IKRT non pangan seperti pemenuhan kebutuhan bahan baku, pemenuhan kebutuhan modal, dan pemenuhan

Dokumen yang terkait

Strategi Kehidupan Rumahtangga Sirkulator dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumahtangga (Studi Kasus di Desa Curug, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

0 28 124

Pekerja Anak-Anak di Pedesaan (Peranan dan Dampak Anak Bekerja pada Rumahtangga Industri Kecil Sandal : Studi Kasus di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 19 120

Industri Kecil dan Rumahtangga, Tinjauan terhadap Karakteristik dan Idealisasinya sebagai Agen Pembaru di Pedesaan (Studi Kasus Desa Cikeas, Kecamatan Kedunghalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 7 154

Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tapioka Di Tarikolot Dan Bubulak Desa Ciluar Kota Bogor

0 9 119

Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Kecil Gerabah di Sentra Industri Gerabah Kasongan Kabupaten Bantul

0 8 221

Analisis Keberlanjutan, Jangkauan Dan Dampak Pembiayaan Lkms Terhadap Pengurangan Kemiskinan Rumahtangga Tani Di Perdesaan Jawa Barat

2 38 189

Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 1

Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya di Desa Parakan Kec.Ciomas Kabupaten Bogor,Jawa Barat "Reviewer"

0 3 4

Sumbangan industri kecil menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

0 6 111

Aksesibilitas Industri Agro Skala Mikro Kecil pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha di Kabupaten Bogor

0 4 89