Metode-Metode Pengukuran Dampak Kredit
38 pada harga ekuilibrium baru, namun kondisi tersebut tidak terjadi pada pasar
kredit karena adanya masalah asymmetric information. Keseimbangan pasar kredit terjadi dengan adanya credit rationing.
Credit rationing terjadi dalam situasi dimana pemberi pinjaman atau bank membatasi kreditnya sehingga permintaan kredit melebihi penawaran kredit pada
tingkat kredit yang ditetapkan oleh bank tersebut Jaffee dan Modigliani, 1969. Stiglitz dan Weis 1981 menyatakan bahwa keseimbangan pasar kredit dengan
adanya credit rationing terjadi karena bank memberikan pinjaman tidak hanya memperhatikan tingkat bunga yang dibebankan pada pinjaman, tetapi juga
memperhatikan resiko dari pinjaman. Suku bunga mempengaruhi resiko dari pinjaman, dengan memilih peminjam potensial efek adverse selection atau
dengan mempengaruhi tindakan peminjam insentive effect. Kedua efek tersebut berasal dari informasi tidak sempurna yang ada di pasar kredit. Hal ini dilakukan
karena bank tidak memiliki informasi lengkap tentang peminjam. Aspek adverse selection dan moral Hazard adalah dua faktor yang
menyebabkan adanya credit rationing. Adverse selection terjadi karena pemberi pinjaman atau bank ingin mengidentifikasi peminjam yang paling mungkin untuk
membayar pinjamannya karena penerimaan yang diharapkan bank tergantung pada kemungkinan pembayaran. Aspek adverse selection dari tingkat bunga
adalah sebuah konsekuensi bahwa setiap peminjam yang berbeda memiliki probabilitas berbeda dalam membayar pinjamannya. Namun, bank kesulitan untuk
untuk mengidentifikasi peminjam yang baik, karena adanya immperfect information dan karena itu, bank menggunakan berbagai perangkat skrining.
Tingkat bunga yang bersedia dibayar konsumen dapat bertindak sebagai salah satu perangkat skrining. Peminjam yang bersedia membayar tingkat bunga yang tinggi,
rata-rata memiliki risiko yang lebih buruk, karena peminjam yang bersedia untuk meminjam pada suku bunga tinggi memiliki kemungkinan untuk membayar
pinjaman yang rendah. Tingkat bunga meningkat, maka tingkat resiko dari yang meminjam meningkat yang akan menurunkan keuntungan bank Stiglitz dan
Weis, 1981. Apabila informasi sempuna, maka bank akan dapat menetapkan dengan
tepat semua tindakannya terhadap peminjam yang mungkin mempengaruhi
39 penerimaan dari kredit. Adanya asymmetric information menyebabkan bank
tidak dapat secara langsung mengontrol semua tindakan peminjam, karena itu bank akan merumuskan ketentuan dari kontrak untuk mendorong peminjam agar
mengambil tindakan yang sesuai dengan kepentingan bank, serta menarik peminjam berisiko rendah.
Gambar 1 menunjukkan mekanisme terjadinya credit rationing yang dapat dilihat dari hubungan antara penerimaan return yang diharapkan bank pada
kredit dan tingkat bunga yang ditentukan. Penerimaan yang diharapkan bank meningkat lebih lambat dari tingkat bunga, dan akan menurun setelah titik R.
Hal ini terjadi karena peningkatan tingkat bunga tidak secara proporsional meningkatkan penerimaan bank karena peningkatan tingkat bunga akan
meningkatkan kemungkinan kegagalan dalam pengembalian kredit. Bank tidak akan mengenakan tingkat bunga diatas R
, karena penerimaan akan menurun jika bank melakukan hal tersebut, sehingga pada titik R
merupakan penerimaan yang diharapkan bank yang maksimal. Tingkat bunga yang diharapkan terhadap
penerimaan bank yang dimaksimalkan disebut sebagai tingkat bunga optimal dari bank, R
.
Sumber: Stiglitz dan Weiss, 1981 Gambar 1. Hubungan antara Tingkat Bunga dengan Return yang Diharapkan
Bank Penerimaan yang diharapkan bank dapat menunjukan sebagai penawaran
kredit yang bersedia diberikan oleh bank. Penjelasan selanjutnya tentang interaksi antara permintaan dan penawaran kredit dalam pasar kredit dengan adanya credit
rationing dapat dilihat pada Gambar 2. LS
1
merupakan penawaran kredit oleh bank yang diturunkan dari kurva penerimaan yang diharapkan bank pada Gambar
Return yang diharapkan Bank
R
Tingkat bunga
40 1, sedangkan LD
1
merupakan permintaan terhadap kredit. Kurva penawaran kredit oleh bank akan berbentuk Backward Bending, karena setelah tingkat bunga R
, penawaran kredit akan berkurang. Interaksi antara penawaran kredit LS
1
dan permintaan kredit LD
1
menyebabkan kondisi keseimbangan dengan tingkat bunga nominal R
1
. Jika permintaan kredit meningkat menjadi LD
2
, maka akan menyebabkan suatu kondisi dimana kurva permintaan dan penawaran tidak
berpotongan, karena penawaran dari kredit akan menurun setelah titik R . Pada
kondisi ini, suatu keseimbangan dari pasar kredit dengan adanya credit rationing terjadi dengan tingkat bunga R dan keuntungan bank adalah 0 Freixas dan
Rochet ,1997.
Sumber: Freixas dan Rochet ,1997 Gambar 2. Keseimbangan Kredit dengan Adanya Credit Rationing
Interaksi antara penawaran dan permintaan kredit juga dapat dijelaskan oleh Gambar 3. Interaksi antara penawaran dan permintaan kredit merupakan
hubungan antara jumlah kredit L dengan tingkat bunga kredit R. Seperti yang telah dijelaskan diatas, kurva penawaran bank merupakan Backward Bending.
Penawaran kredit akan meningkat dengan meningkatnya tingkat bunga sampai pada titik tertentu R, namun setelah titik tersebut penawaran bank akan
menurun. Pada tingkat bunga R
M
, penawaran kredit S
L
sama dengan permintaan kredit D
Lo
, yaitu sebesar L
M
. Apabila permintaan kredit meningkat menjadi D
L1
, maka bank hanya memberikan penawaran maksimal sampai tingkat bunga R,
karena adanya masalah adverse selection dan moral hazard. Pada kelebihan permintaan kredit, tidak menguntungkan bagi bank untuk meningkatkan tingkat
bunga. Sehingga, keseimbangan kredit terjadi pada titik R dengan dicirikan oleh Jumlah kredit
Equilibrium Excess Demand
LD
2
LS LD
1
R R
1
Tingkat bunga R
41 permintaan kredit yang melebihi penawaran kredit. Bank akan membatasi jumlah
kredit yang diberikannya pada tingkat bunga R, dan akan menolak peminjam yang secara observable beresiko. Peminjam yang ditolak akan menghadapi
keterbatasan kredit dan keterbatasan akses terhadap kredit.
Gambar 3. Interaksi antara Permintaan dan Penawaran pada Pasar Kredit Kontrak pinjaman tidak hanya ditentukan oleh tingkat bunga, tapi juga oleh
faktor non harga seperti collateral. Jumlah kredit dan jumlah collateral atau ekuitas dari pemohon kredit juga mempengaruhi perilaku dari peminjam dan
distribusi peminjam. Stiglitz dan Weis 1981 menunjukkan bahwa peningkatan persyaratan collateral dari pemberi pinjaman dapat mengurangi penerimaan
bank, karena menarik peminjam untuk melaksanakan proyek-proyek berisiko.
Menaikkan suku bunga atau persyaratan collateral ketika bank memiliki kelebihan permintaan kredit tidak akan menguntungkan bagi bank, melainkan
bank akan menolak pinjaman dengan membatasi penawaran kredit yang diberikan.
Pasar kredit yang tidak sempurna juga akan menyebabkan pemberi pinjaman menghadapi masalah dalam pengelolaan resiko kegagalan pinjaman
loan default. Pemberi pinjaman akan mencari jaminan dan cara-cara agar tidak terjadi kegagalan dalam pinjaman serta menetapkan persyaratan tertentu.
Persyaratan pemberian kredit secara umum dinyatakan dalam prinsip 6 C untuk mengetahui kelayakan calon peminjam dalam mendapatkan kredit credit-
Tingkat bunga
R
M
R
D
Lo
S
L
L
L
M
D
L1 Equilibrium
Excess Demand
A
L L
1
Excess Demand
42 worthiness Rose, 1999 dalam Syukur 2001 yaitu: 1 character, menunjukkan
karakter calon peminjam apakah mempunyai tanggung jawab, kejujuran, kesungguhan dalam mencapai tujuan, dan kesungguhan untuk mengembalikan
kredit yang diterima, 2 capacity, menunjukkan persyaratan yang wajib dimiliki oleh kegiatan usaha calon peminjam yang akan diberi kredit. Dilakukan dengan
melihat data historis usaha, legalitas, kepemilikan usaha, sifat kegiatan usaha dan produk, konsumen dan pemasok, 3 cash, menunjukkan kemampuan calon
peminjam untuk menghasilkan uang tunai dari hasil usahanya. Aspek yang dilihat adalah laporan dan proyeksi arus tunai usaha, ketersediaan aktiva yang likuid,
perputaran usaha, dan kualitas manajemen usaha, 4 collateral, menunjukkan bagian modal calon peminjam yang wajib dijadikan sebagai agunan. Agunan
dilihat dari aspek kepemilikan, kerentanan terhadap keusangan, tingkat kegunaan, hak gadai, tingkat penguasaan atau pengambilalihan, 5 condition, merupakan
persyaratan kelayakan usaha dilihat dari industri atau usaha, kinerja usaha sejenis, permintaan pasar, regulasi, lingkungan usaha dan kondisi politik yang mungkin
berpengaruh terhadap peminjam, usaha atau industri tersebut, dan 6 control, merupakan kemampuan dalam hal pengawasan terhadap calon peminjam sehingga
tidak menimbulkan kejadian yang mempunyai efek merugikan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, informasi merupakan faktor
penting untuk keputusan kredit dan salah satu tantangan bagi pemberi pinjaman untuk mengetahui risiko peminjam kredit, sementara peminjam memiliki
informasi yang lebih dari pemberi pinjaman tentang usahanya. Bank tidak tertarik dalam menawarkan kredit kepada usaha kecil karena sangat sulit untuk mengatasi
masalah asymmetric information dan skrining, monitoring, dan penegakan hukum. Dalam kondisi asymmetric information bank tidak yakin tentang perilaku masa
depan peminjam dalam membayar kembali pinjaman. Masalah asymmetric information lebih mungkin terjadi ketika bank berurusan dengan usaha kecil
dibandingkan dengan usaha besar Beck et al, 2004; Cole, 2004. Bank sulit untuk memastikan jika perusahaan memiliki kapasitas untuk membayar memiliki usaha
yang layak danatau kesediaan untuk membayar karena moral hazard. Asymmetric information antara peminjam usaha kecil dan bank tercermin dalam
ketidakmampuan mayoritas usaha kecil untuk memberikan informasi keuangan
43 yang up to date dan rencana bisnis yang realistis, sehingga akan meningkatkan
biaya pinjaman yang dikenakan bank saat berhadapan dengan usaha kecil, akibatnya akan membatasi kemampuan bank untuk menilai kelayakan kredit dari
usaha kecil.