116 sampai 36 bulan. Jenis agunan yang diberikan adalah dalam bentuk sertifikat dan
akta jual beli tanah AJB atau girik. Jadwal pembayaran sumber pembiayaan bank lebih ketat, yaitu 1 bulan setelah kredit diberikan kepada pengusaha.
Tabel 16. Karakteristik Berbagai Sumber Pembiayaan pada Industri Kecil dan
Rumahtangga Sampel
Karakteristik Bank
PKBL Informal
Non Pangan
Pangan Non
Pangan Pangan
Non Pangan
1. Jumlah pinjaman
Rp
Rata-rata 25 944 444
36 071 429 19 285 714
17 000 000 3 3402 203
Min 5 000 000
10 000 000 5 000 000
9 000 000 3 236 800
Max 60 000 000
100 000 000 40 000 000
20 000 000 82 368 000
2. Suku bunga
Rata-rata 11.11
14.03 6
6 49
Min 8
8 6
6 36
Max 20
20 6
6 62
3. Jangka waktu
pinjaman bln
Rata-rata 25.66
24.43 27.29
36 Jangka
pendek Min
12 12
10 36
2 mingguan
atau bulanan
Max 36
36 36
36
4. Jenis persyaratan
agunan
Sertifikat,AJB Sertifikat,AJB
AJB,BPKB,SKU Tanpa
agunan Tanpa
agunan Cukup
SKU
5. Jadwal
pembayaran
Satu bulan setelah kredit
cair Satu bulan
setelah kredit cair
3-6 bulan setelah kredit cair
3-6 bulan setelah
kredit cair Tergantung
output yg diberikan
Sumber: data primer diolah Sumber pembiayaan dari kredit PKBL BUMN yang dapat diakses dan
digunakan oleh pengusaha IKRT di daerah penelitian berasal dari kredit PKBL PT. Asuransi Jiwasraya, PT. Adi Karya, PT. Antam dan PT. Indocement. Kredit
PKBL yang diberikan oleh PT. Asuransi Jiwasraya dan PT. Antam lebih bersifat individu, sedangkan kredit PKBL yang diberikan PT. Adi Karya lebih bersifat
kelompok dan dikoordinasi oleh pihak desa dan koperasi, begitu juga dengan kredit PKBL yang diberikan oleh PT. Indocement lebih mengarah ke pinjaman
kelompok karena dikoordinasi oleh koperasi yang ada dilokasi usaha IKRT. Jumlah pinjaman kredit PKBL berkisar antara Rp 5 000 000 sampai dengan Rp 40
000 000 dengan jangka waktu pinjaman 10 sampai 36 bulan. Suku bunga yang harus dibayarkan pengusaha IKRT adalah sebesar 6 persen untuk semua
117 perusahaan BUMN. Jenis agunan yang diberikan lebih ringan, yaitu berupa akta
jual beli tanah AJB dan BPKB kendaraan, dan bahkan hanya berupa surat keterangan usaha saja. Jadwal pembayaran kredit PKBL lebih longgar
dibandingkan sumber pembiayaan bank, yaitu 3 sampai 6 bulan setelah kredit diberikan kepada pengusaha IKRT.
Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kredit yang dipinjam pada lembaga perbankan lebih besar dari kredit PKBL baik pada IKRT non pangan
maupun pangan. Suku bunga rata-rata yang harus dibayarkan juga menunjukkan suku bunga sumber pembiayaan bank lebih tinggi dari suku bunga PKBL. Jangka
waktu kredit sumber pembiayaan bank lebih singkat dari jangka waktu kredit PKBL, sedangkan syarat agunan yang harus dipenuhi pengusaha menunjukkan
kredit PKBL lebih ringan dan longgar dari kredit perbankan. Cara pencairan kredit perbankan dengan kedit PKBL sedikit berbeda. Pada kredit PKBL,
pengusaha IKRT memperoleh pelatihan atau sosialisasi tentang penggunaan kredit sebelum pencairan kredit. Bisa dikatakan pada kredit PKBL ada pembinaan dan
pengawasan tentang penggunaan kredit yang dihubungkan dengan kegiatan usaha. Sumber pembiayaan informal hanya terdapat pada IKRT non pangan. Sifat
produk yang dihasilkan oleh IKRT non pangan membuat pengusaha IKRT banyak menggunakan sumber pembiayaan informal. Sedangkan produk IKRT pangan
yang langsung dijual ke pasar oleh pengusaha IKRT menyebabkan pengusaha IKRT tidak tergantung kepada sumber pembiayaan informal. Sumber pembiayaan
informal yang ada adalah suplier dari produk pengusaha IKRT non pangan, yaitu pedagang besargrosir. Sistem pembiayaan yang diberikan oleh pedagang besar
adalah pemenuhan kebutuhan modal untuk bahan baku produksi baik tas maupun alas kaki, sehingga pengusaha IKRT non pangan memiliki kemudahan dalam
pemenuhan kebutuhan modal terutama untuk bahan baku. Namun disisi lain, pengusaha IKRT non pangan menjadi lebih terikat
kepada suplier dan pengusaha memiliki posisi tawar yang lebih rendah dalam memasarkan produknya. Kelemahan lainnya dari sumber pembiayaan informal
ini adalah pengusaha dibayar dengan sistem bon, yang menyebabkan pengusaha menanggung tingkat harga bahan baku yang lebih tinggi. Pembayaran dalam
sistem bon sebenarnya akan menyebabkan pengusaha dikenakan suku bunga
118 yang lebih tinggi dari pembiayaan perbankan, karena dalam pencairan bon
tersebut harus dipotong sebesar 3 – 6 persen per setiap kali pencairan. Apabila
pencairan dilakukan setiap bulan, maka tingkat bunga yang ditanggung pengusaha per tahun adalah 36
– 62 persen per tahun. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari sumber pembiayaan informal berkisar 75 persen sampai 85 persen dari
keseluruhan biaya bahan baku. Periode produksi IKRT non pangan yang rata-rata berkisar 1 minggu menyebabkan waktu kredit yang diberikan oleh sumber
pembiayaan informal berkisar 2 minggu sampai sebulan. Jumlah kredit yang diberikan oleh sumber pembiayaan informal berkisar antara Rp 3 236 800 sampai
Rp 82 368 000 per periode pinjaman. Pinjaman dari sumber pembiayaan informal tidak mensyaratkan agunan, namun pengusaha IKRT non pangan harus menjual
produknya kepada pedagang grosir tersebut. Perbedaan karakteristik ketiga sumber pembiayaan tersebut menyebabkan perilaku penggunaan dana yang
dipinjam oleh pengusaha IKRT juga berbeda-beda. Gambaran credit rationing yang terjadi pada ketiga sumber pembiayaan
didekati dengan kesesuaian antara jumlah pinjaman yang diajukan dengan jumlah pinjaman yang disetujui oleh sumber pembiayaan. Credit rationing terjadi jika
jumlah kredit yang diterima kurang dari jumlah kredit yang diajukan. Tabel 17 menunjukkan gambaran credit rationing pada ketiga sumber pembiayaan yang
ada baik pada IKRT non pangan dan pangan. Tabel 17. Gambaran Credit Rationing pada Tiga Kelompok Sumber
Pembiayaan yang Dimanfaatkan Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel
Sumber
Pembiayaan
IKRT Non Pangan IKRT Pangan
Rata-rata Diajukan
Rp Rata-rata
Dipinjam Rp
Jumlah org
Persen- tase
Rata-rata Diajukan
Rp Rata-rata
Dipinjam Rp
Jumlah org
Persen- tase
Bank 35 666 667
25 944 444 10
42.86 38 571 429
36 071 429 2
12.50 PKBL
25 142 857 19 285 714
7 40.00
18 571 429 17 000 000
1 14.29
Informal -
- 33
100.00 -
- -
-
Sumber: data primer diolah Jumlah rata-rata pinjaman yang diajukan oleh IKRT non pangan pada bank
adalah sebesar Rp 35 666 667, sedangkan jumlah rata-rata yang disetujui adalah sebesar Rp 25 944 444 atau sebesar 72.74 persen dari yang diajukan. Jumlah
rata-rata pinjaman yang diajukan pada PKBL adalah sebesar Rp 25142857,
119 sedangkan yang disetujui adalah sebesar Rp 19285714 atau sebesar 76.70 persen
dari yang diajukan. Ini menunjukkan bahwa sumber pembiayaan bank memiliki credit rationing yang lebih besar dari kredit PKBL. Hal ini juga ditunjukkan oleh
persentase jumlah sampel yang memiliki keterbatasan kredit, yaitu sekitar 42.86 persen pada sumber pembiayaan bank, sedangkan jumlah sampel yang memiliki
keterbatasan kredit pada sumber pembiayaan PKBL sebesar 40 persen. Pada IKRT pangan, rata-rata pinjaman yang diajukan pada bank adalah
sebesar Rp 38 571 429, sedangkan yang disetujui sebesar Rp 36 071 429 atau
sebesar 91.61 persen. Rata-rata pinjaman yang diajukan pada PKBL adalah sebesar Rp 18 571 429 sedangkan yang diajukan sebesar Rp 17 000 000 atau
sebesar 91.54 persen. Hal ini menunjukkan bahwa besaran credit rationing yang terjadi antara bank dengan PKBL pada IKRT pangan hampir sama. Untuk
sumber pembiayaan informal diasumsikan memiliki credit rationing yang kecil, karena jumlah kredit yang diminta yang disesuaikan dengan penjualan produk.
120
VII. AKSESSIBILITAS DAN PARTISIPASI INDUSTRI KECIL DAN
RUMAHTANGGA PADA SUMBER PEMBIAYAAN FORMAL
Faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas dan partisipasi IKRT terhadap sumber pembiayaan yang dikaji dalam bagian ini adalah aksessibilitas
dan partisipasi IKRT pada sumber pembiayaan formal. Hal ini dilakukan karena akses pada sumber pembiayaan formal merupakan kendala utama yang dihadapi
oleh IKRT selama ini dalam memenuhi kebutuhan modal IKRT. Selain membahas aksessibilitas dan partisipasi pada sumber pembiayaan formal, bagian
ini juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kredit yang dipinjam atau diminta oleh IKRT pada sumber pembiayaan formal.
7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aksessibilitas Industri Kecil dan
Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan Formal Seperti yang telah disinggung sebelumnya, faktor-faktor yang mempe-
ngaruhi aksessibilitas IKRT pada sumber pembiayaan secara garis besar dipengaruhi oleh karakteristik pengusaha, karakteristik rumahtangga, karakteristik
usaha, dan karakteristik kredit. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi akses pengusaha IKRT pada sumber pembiayaan formal adalah umur, lama pendidikan
pengusaha, umur perusahaan, dummy posisi pemilik, dummy jenis usaha, dummy surat tanah, dummy aset dan dummy omset sebagai proksi dari skala usaha.
Tabel 18 menunjukkan hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi akses pengusaha IKRT non pangan pada kredit. Nilai likelihood ratio chi-square
adalah sebesar 17.61 dengan p-value 0.0238, ini berarti bahwa secara keseluruhan model tersebut layak digunakan untuk menggambarkan persamaan
aksessibilitas IKRT pada sumber pembiayaan formal. Beberapa variabel adalah signifikan dalam menentukan aksessibilitas pengusaha IKRT pada sumber
pembiayaan formal. Posisi pengusaha sebagai pengelola, pengusaha IKRT yang memiliki aset lebih besar, dan IKRT yang memiliki surat tanah akan memiliki
peluang akses yang lebih besar pada sumber pembiayaan formal. Ini ditunjukkan oleh hasil pendugaan parameter yang positif dan nyata pada taraf
α 5 persen.
121 Tabel 18.
Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada
Sumber Pembiayaan Formal
Variabel Simbol
Paramater Dugaan
Pr ChiSq
Marginal Effect
Umur UMUR
0.0348 0.1719
e
0.0106 Lama pendidikan
TPD 0.1015
0.1948
e
0.0308 Umur usaha
PU 0.0308
0.3319 0.0093
Posisi pemilik POS
0.8611 0.0438
b
Dummy jenis usaha JU
-0.4097 0.3359
Dummy surat tanah SRTP
0.7979 0.0424
b
Dummy aset DASET
0.9847 0.0307
b
Dummy omset DOMSET
0.4664 0.2958
Intercept -35.610 0.0091
Likelihood Ratio 17.6721
0.0238
Keterangan:
b
nyata pada taraf α = 5 persen
e
nyata pada taraf α = 20 persen
Posisi pengusaha sebagai pengelola akan memiliki waktu dan kesempatan yang lebih banyak untuk memperoleh informasi mengenai sumber pembiayaan,
dan memiliki kesempatan yang lebih luas dalam membuat networking baik dengan pasar kredit maupun pasar produk. Sehingga, posisi pengusaha sebagai
pengelola akan memiliki peluang akses pada sumber pembiayaan formal yang lebih besar. Ini sejalan dengan Fatoki dan Smit 2011 yang menyatakan
informasi bisnis dan social networking sangat penting dalam menentukan akses kredit dari bank komersial. Zhao et al. 2006 juga menyatakan bahwa faktor
relationship mempengaruhi kemampuan usaha kecil untuk mengakses kredit perbankan. Jumlah pengusaha yang ikut bekerja lebih banyak daripada yang
hanya sebagai pengelola saja. Jumlah pengusaha yang ikut bekerja sebesar 70 persen dari sampel, sedangkan yang hanya sebagai pengelola sebesar 30 persen.
Jumlah pengusaha sebagai pengelola yang akses pada kredit adalah sekitar 15 orang atau 68 persen dari 22 orang yang berstatus sebagai pengelola, sedangkan
pengusaha yang ikut bekerja memiliki akses pada kredit hanya sebesar 32.14 persen.
Dummy aset menunjukkan tingkat kekayaan yang dimiliki pengusaha IKRT non pangan. Tanda positif dari dummy aset menunjukkan bahwa pengusaha IKRT
yang memiliki aset lebih besar dari Rp 50 juta akan memiliki peluang aksessibilitas yang lebih besar pada sumber pembiayaan formal. Ini dapat juga
diartikan bahwa aksessibilitas pengusaha pada sumber pembiayaan formal meningkat dengan meningkatnya kekayaan pengusaha. Hasil ini juga sesuai
122 dengan temuan Nuryartono 2005 bahwa rumahtangga akan memiliki akses yang
meningkat pada kredit formal dengan meningkatnya kesejahteraan rumahtangga yang diproksi dari nilai aset. Han 2008 juga menemukan bahwa karakteristik
pengusaha seperti kekayaan pribadi menentukan akses UMKM pada kredit. Nuryartono 2005 menambahkan bahwa aksessibilitas pada kredit merupakan sisi
penawaran dari kredit, sehingga hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa lembaga sumber pembiayaan terutama perbankan akan cendrung untuk memberikan kredit
kepada pengusaha IKRT yang lebih kaya. Kondisi ini juga sesuai dengan asumsi bahwa pengusaha kaya sebagai peminjam yang kurang berisiko karena mampu
memenuhi persyaratan pinjaman dengan menyediakan agunan. Hasil analisis ini sesuai dengan data pengusaha IKRT non pangan. Pengusaha yang memiliki aset
diatas Rp 50 juta adalah sebesar 23.75 persen, sedangkan sisanya merupakan pengusaha yang memiliki aset kecil atau sama dengan Rp 50 juta. Dari pengusaha
yang memiliki aset diatas Rp 50 juta, maka yang memiliki akses pada sumber pembiayaan formal adalah sekitar 84.21 persen, sedangkan pada pengusaha yang
memiliki aset Rp 50 juta kebawah hanya 62.29 persen yang memiliki akses pada sumber pembiayaan formal.
Pengusaha IKRT yang memiliki surat tanah memiliki peluang akses yang lebih besar pada sumber pembiayaan formal. Ini menunjukkan pengusaha yang
memiliki surat tanah akan dapat memenuhi persyaratan collateral yang diminta oleh lembaga sumber pembiayaan formal. Ini sesuai dengan hasil studi empiris
sebelumnya bahwa collateral merupakan unsur yang penting bagi UMKM dalam menentukan akses pada kredit bank Bougheas et al. 2005; Zao et al. 2006; Fatoki
dan Smit 2011; Thanh 2011. Collateral merupakan aset dari peminjam yang secara otomatis ditransfer ke pemberi pinjaman jika pendapatan usaha tidak cukup
untuk membayar kembali pinjaman secara penuh. Collateral dapat dijadikan sebagai jaminan untuk mengurangi tanggung jawab peminjam dengan adanya
hasil usaha yang tidak menguntungkan. Peminjam yang memberikan jaminan akan menunjukkan kualitas usahanya, sehingga probabilitas keberhasilan
usahanya menjadi tinggi Zhao et al., 2006. Surat tanah yang dimiliki oleh pengusaha IKRT non pangan terdiri dari
sertifikat tanah dan akta jual beli AJB atau girik. Dari data hasil penelitian,
123 terlihat pengusaha yang memiliki sertifikat tanah atau bangunan hanya sebesar
12.50 persen, dan pengusaha IKRT non pangan yang memiliki surat tanah dalam bentuk AJB atau girik adalah sebesar 62.50 persen, sedangkan yang tidak
memiliki surat tanah adalah sebesar 20 persen. Umur dan lama pendidikan berpengaruh positif terhadap peluang akses
IKRT non pangan pada sumber pembiayaan formal pada taraf α 20 persen. Umur
rata-rata pengusaha IKRT non pangan yang berusia produktif, yaitu 43 tahun memberikan peluang akses yang lebih besar pada sumber pembiayaan formal.
Pengusaha yang berumur produktif memiliki resiko yang lebih kecil dalam mengakses sumber pembiayaan formal. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian
Nkuah et al. 2013 yang menunjukkan bahwa pemilik UMKM yang berumur produktif antara 31-50 tahun memiliki peluang yang lebih besar untuk akses pada
sumber pembiayaan. Parameter dugaan lama pendidikan yang bertanda positif menunjukkan
bahwa peningkatan pendidikan pengusaha akan meningkatkan peluang aksessibilitas pada sumber pembiayaan. Pendidikan adalah faktor penting untuk
akses pada sumber pembiayaan formal, karena dalam sumber pembiayaan formal terdapat prosedur dan kontrak kredit mengharuskan pengusaha memiliki
pendidikan yang cukup. Pemberi pinjaman atau sumber pembiayaan formal juga akan cendrung memilih pemilik usaha yang lebih berpendidikan, karena memiliki
pemahaman tentang kontrak kredit yang lebih baik. Variabel lain seperti umur usaha, dummy jenis usaha, dan dummy omset tidak mempengaruhi peluang akses
pengusaha pada kredit. Pengusaha IKRT pangan memiliki aksessibilitas dan partisipasi yang lebih
besar pada sumber pembiayaan formal dibandingkan dengan IKRT non pangan. Salah satu faktor yang menyebabkan akses dan partisipasi pengusaha pangan lebih
besar adalah letak atau lokasi IKRT pangan yang lebih dekat dengan pusat perekonomian dan pasar. Variabel independen yang sama dengan IKRT non
pangan dimasukkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan partisipasi pada sumber pembiayaan formal.
Tabel 19 menunjukkan hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas IKRT pangan pada sumber pembiayaan formal.
124 Dari beberapa variabel yang diduga mempengaruhi akses pengusaha IKRT
pangan pada sumber pembiayaan formal, dummy surat tanah dan lama pendidikan mempengaruhi peluang akses pada sumber pembiayaan formal. Dummy surat
tanah berpengaruh positif dan nyata pada taraf α 5 persen, artinya pengusaha
IKRT yang memiliki surat tanah memiliki peluang akses yang lebih besar pada sumber pembiayaan formal daripada pengusaha yang tidak memiliki surat tanah.
Hasil pendugaan pada IKRT pangan ini sama dengan hasil yang telah didapatkan pada pengusaha non pangan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
collateral masih menjadi unsur terpenting dalam melakukan akses pada sumber pembiayaan formal.
Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal
Variabel Simbol
Paramater Dugaan
Pr ChiSq Marginal
Effect Umur
UMUR 0.0341 0.2709
0.00854 Lama pendidikan
TPD 0.1773
0.0968
c
0.04437 Dummy surat tanah
SRTP 0.9690
0.0352
b
Dummy aset DASET
5.3227 0.9833
Dummy omset DOMSET
0.0488 0.9165 Intersep
-2.8697 0.0598 Likelihood Ratio = 20.8368 ; Pr ChiSq 0.0009
Keterangan:
b
nyata pada taraf α = 5 persen
c
nyata pada taraf α = 10 persen
Variabel lama pendidikan berpengaruh positif dalam menentukan aksessibilitas pengusaha IKRT pangan pada sumber pembiayaan formal dan nyata
pada taraf α 15 persen. Peluang akses pada kredit meningkat dengan
meningkatkan pendidikan pengusaha. Nilai marginal effect lama pendidikan sebesar 0.04437
menunjukkan jika lama pendidikan meningkat 1 persen, maka peluang untuk akses pada sumber pembiayaan formal akan meningkat 4.437
persen. Hasil ini sama dengan IKRT non pangan yang menunjukkan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam mengakses sumber pembiayaan
formal. Variabel umur pengusaha, dummy aset, dan dummy omset juga tidak berpengaruh dalam menentukan akses pengusaha IKRT pangan pada sumber
pembiayaan formal.
125
7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan Formal
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi partisipasi pengusaha dalam kredit adalah umur, lama pendidikan, pengalaman usaha, ukuran keluarga,
pendapatan keluarga, dummy posisi pemilik, dummy organisasi, dummy pelatihan, dan dummy aset. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
pengusaha IKRT non pangan pada kredit sumber pembiayaan formal ditunjukkan oleh Tabel 20. Hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi pengusaha IKRT dalam meminjam kredit kepada sumber pembiayaan formal berbeda dengan variabel yang mempengaruhi akses
pada kredit. Partisipasi pengusaha dalam meminjam kredit lebih dipengaruhi oleh pendapatan total, dummy ikut pelatihan, lama pendidikan dan pengalaman usaha.
Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber
Pembiayaan Formal
Variabel Simbol
Parameter Dugaan Pr ChiSq
Marginal Effect
Umur UMUR
0.00900 0.7718
0.00163 Lama pendidikan
TPD 0.1687
0.0531
b
0.03059 Pengalaman usaha
PU 0.0727
0.0711
c
0.01319 Ukuran keluarga
JTKG 0.0404 0.8254
0.00733 Pendapatan total
TPEND 2.642E-8
0.0010
a
4.791E-9 Dummy posisi pemilik
POS 0.4107 0.3995
Dummy pelatihan PELT
1.7679 0.0005
a
Dummy aset DASET
0.1904 0.7136 Intercept
-5.6002 0.0052 Likelihood Ratio 43.8370 Pr ChiSq .0001
Keterangan:
a
nyata pada taraf
α = 1 persen
c
nyata pada taraf
α = 10 persen
Dummy pelatihan dan pendapatan total rumahtangga pengusaha berpe- ngaruh nyata dalam menentukan partisipasi pengusaha IKRT non pangan dalam
meminjam ke sumber pembiayaan formal dengan taraf α 1 persen. Dummy
pelatihan yang bernilai positif menunjukkan bahwa pengusaha yang pernah mengikuti pelatihan memiliki peluang yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam
sumber pembiayaan formal. Hal ini terjadi karena pengusaha IKRT yang mengikuti pelatihan akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang situasi
usaha dan pasar. Materi pelatihan yang berhubungan dengan manajemen usaha, manajemen keuangan, sumber modal, dan informasi pasar akan memberikan
pengetahuan tambahan kepada pengusaha IKRT tentang peluang usaha dan pasar
126 produknya. Pengusaha yang mengikuti pelatihan juga memiliki networking yang
lebih banyak. Dengan mengikuti pelatihan, kemampuan pengusaha dalam menanggung resiko lebih besar, sehingga memiliki peluang partisipasi yang lebih
besar untuk meminjam ke sumber pembiayaan formal. Hal ini sesuai dengan data bahwa pengusaha IKRT non pangan yang pernah mengikuti pelatihan adalah 21
orang atau 26.25 persen, dan yang berpartisipasi pada kredit adalah sebesar 16 orang 76.19 persen dari jumlah pengusaha yang mengikuti pelatihan tersebut.
Pengusaha yang tidak mengikuti pelatihan namun berpartisipasi pada kredit adalah 16 orang atau 27.12 persen dari pengusaha yang tidak mengikuti pelatihan.
Karakteristik produk IKRT non pangan yang membutuhkan inovasi dan kreativitas dapat ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan.
Parameter dugaan dari pendapatan yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga pengusaha IKRT, maka peluang
pengusaha untuk berpartisipasi dalam kredit lebih besar. Peningkatan pendapatan akan menyebabkan permintaan akan barang lebih tinggi, demikian juga dengan
barang yang digunakan untuk kegiatan usaha. Pengusaha yang memiliki pendapatan lebih besar juga kurang bersifat risk averse karena memiliki jaminan
yang lebih banyak serta memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membayar pinjaman. Hasil ini sejalan dengan studi Messah dan Wangai 2011 tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi kredit di Kenya yang juga menemukan bahwa pendapatan rumahtangga adalah faktor yang nyata
mempengaruhi UMKM untuk meminjam ke lembaga keuangan formal. Lama pendidikan berpengaruh positif pada taraf
α 5 persen. Peluang untuk berpartisipasi pada sumber pembiayaan formal akan semakin besar dengan
meningkatnya pendidikan pengusaha IKRT. Marginal effect variabel pendidikan menunjukkan bahwa apabila pendidikan meningkat 1 persen, maka peluang untuk
berpartisipasi dalam kredit akan meningkat 3.05 persen. Pendidikan menentukan partisipasi pengusaha terhadap kredit formal, karena dengan peningkatan
pendidikan, maka pengetahuan dan pemahaman pengusaha tentang informasi bisnis dan informasi keuangan juga semakin baik. Pandula 2011 juga
menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam akses dan partisipasi pada kredit formal karena pemilik usaha yang lebih berpendidikan