Aksessibilitas dan Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga di Kabupaten Bogor Jawa Barat

(1)

AKSESSIBILITAS DAN PARTISIPASI INDUSTRI KECIL DAN

RUMAHTANGGA PADA SUMBER PEMBIAYAAN DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA USAHA DAN

KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA

DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ZEDNITA AZRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

disertasi saya yang berjudul “AKSESSIBILITAS DAN PARTISIPASI

INDUSTRI KECIL DAN RUMAHTANGGA PADA SUMBER

PEMBIAYAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA USAHA DAN KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2014

Zednita Azriani


(4)

(5)

ABSTRACT

ZEDNITA AZRIANI. Small and Home Industry Accessibility and Participation in Financing Sources and Their Effect on Business Performance and Household Welfare in Bogor Regency, West Java (NUNUNG KUSNADI as Chairman,

BONAR M SINAGA and NUNUNG NURYARTONO as Members of Advisory Committee)

Small and home industry (SHI) play a vital role in economy, particularly in absorbing workforce and increasing added value. However, SHI is still undergoing significantly low accessibility and participation towards financing sources. The objectives of study were to: (1) identify the factors that affect accessibility, participation, and demand for credit by SHI on formal financing, (2) analyze the effect of participation on various sources of financing on business performance and household welfare, (3) analyze the effect of credit rationing on business performance and household welfare, and (4) formulate appropriate credit to the characteristics of SHI. Cross section data were gathered directly from 130 samples interviewed with questionares. Model probit used to reach the first objectives study, two stage method used to reach the second and the third of objectives study, and descriptive analysis used to reach the fourth of objectives study. Results of this study showed that education, land titles, positions of the owner, and wealth were factors that determine in accessing to sources of formal financing. Household income, business experience, education, and participation in training determine participation on sources of formal financing. Demand for credit influenced by income per capita, and wealth of SHI. Partnership and Community Development Program (PKBL) financing and informal financing give the same effect on non-food SHI. PKBL and informal financing have a positive effect on the use of raw materials, working capital, and the value of production of non-food SHI, while bank has a positive effect on total expenditure of non-food SHI. On food of SHI, bank, and PKBL give the same effect and only have a positif effect on the use of raw material. The existence of credit rationing affects business performance the use of raw materials of SHI. Credit scheme is expected by industry which gives interaction between credit and business sustainability that provides lighter requirements and provide guidance regarding the quality of products, information, and market strategy.

Key words: Small and Home Industry, accessibility and participation, demand for credit, business performance, household welfare


(6)

(7)

RINGKASAN

ZEDNITA AZRIANI. Aksessibilitas dan Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga di Kabupaten Bogor Jawa Barat (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua, BONAR M SINAGA dan NUNUNG NURYARTONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Salah satu sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian Indonesia adalah Industri kecil dan Rumahtangga (IKRT). Peran IKRT yang besar dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja, penciptaan nilai tambah, penggunaan bahan baku lokal, dan peningkatan pendapatan rakyat terutama di pedesaan. Namun, pengembangan IKRT masih dihadapkan dengan berbagai masalah, terutama rendahnya aksessi-bilitas dan partisipasi pada sumber pembiayaan formal. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas, partisipasi, dan permintaan kredit oleh industri kecil dan rumahtangga pada sumber pembiayaan formal, (2) menganalisis pengaruh partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada berbagai sumber pembiayaan terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga pengusaha, (3) menganalisis pengaruh credit ratio-ning terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga pengusaha, dan (4) memformulasikan skim kredit yang sesuai dengan karak-teristik industri kecil dan rumahtangga.

Lokasi penelitian di Provinsi Jawa Barat yang dipilih secara purposive, karena merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM yang besar di Indonesia dan Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang memiliki jumlah IKRT yang besar dan penyerapan tenaga kerja yang paling besar di Jawa Barat. Pengambilan sampel didasarkan pada sentra IKRT yang terdapat di Kabupaten Bogor. Sentra IKRT dikelompokkan berdasarkan jenis usaha berbasis non pangan dan pangan. Pengelompokan jenis usaha IKRT didasarkan pada asumsi bahwa jenis usaha yang berbeda akan memiliki keragaman karakteristik pengusaha dan usaha yang akan mempengaruhi perilaku aksessibilitas dan partisipasi pada kredit dan penggunaan kredit. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental dan snowball, dengan jumlah sampel sebanyak 130 sampel. Model probit dan regresi berganda digunakan untuk menjawab tujuan pertama, sedangkan metode dua tahap (two stage) digunakan untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga. Untuk tujuan keempat menggunakan deskriptif tabulasi.

Faktor penentu akssesibilitas pada sumber pembiayaan formal lebih kepada posisi usaha yang dilihat dari eligibilitasnya pada kredit. Pendidikan pengusaha dan kemampuan menyediakan agunan akan menentukan aksessibilitas pengusaha pada sumber pembiayaan formal. Hal ini terlihat dari faktor pendidikan dan kepemilikan surat tanah secara nyata mempengaruhi aksessibilitas IKRT non pangan dan pangan pada sumber pembiayaan formal. Selain itu, umur dan posisi pemilik dalam usaha yang menggambarkan kemampuan untuk memperoleh informasi dan networking serta kekayaan yang dimiliki juga mempengaruhi aksessibilitas pengusaha IKRT non pangan pada sumber pembiayaan formal.


(8)

Dalam mengkaji masalah pasar kredit pada industri kecil dan rumahtangga, tidak cukup kalau hanya melihat faktor penentu aksessibilitas pada kredit saja, tetapi yang lebih penting adalah melihat faktor penentu partisipasi pada kredit, karena pengusaha yang akses belum tentu akan berpartisipasi pada sumber pembiayaan formal. Aksessibilitas merupakan syarat keharusan untuk masuk ke pasar kredit, namun itu saja tidak cukup jika tidak dipenuhi oleh syarat kecukupan yaitu partisipasi pada kredit. Partisipasi lebih kepada pilihan atau decision pengusaha dalam meminjam kredit, sehingga faktor penentu dari partisipasi industri kecil dan rumahtangga pada sumber pembiayaan lebih kepada ciri atau karakteristik dari pengusaha sebagai decision maker. Hal ini ditunjukkan oleh faktor pendidikan, keikutsertaan pengusaha dalam pelatihan, pendapatan total serta pengalaman usaha berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi partisipasi IKRT non pangan dalam sumber pembiayaan formal, sedangkan pada IKRT pangan, selain pendidikan dan pendapatan total juga dipengaruhi oleh umur. Pendapatan total rumahtangga pengusaha IKRT dan kekayaan pengusaha serta jenis sumber kredit yang ada akan mempengaruhi jumlah kredit yang diminta oleh pengusaha industri kecil dan rumahtangga. Selain itu, tingkat bunga juga mempengaruhi jumlah kredit yang dipinjam oleh pengusaha IKRT non pangan.

Sumber pembiayaan PKBL dan informal berpengaruh positif pada peng-gunaan bahan baku, modal kerja, dan nilai produksi pengusaha IKRT non pangan, sedangkan sumber pembiayaan perbankan berpengaruh positif pada pengeluaran total rumahtangga pengusaha IKRT non pangan. Hal ini menunjukkan bahwa skim kredit yang efektif untuk IKRT non pangan adalah kredit yang yang memberikan kemudahan dan adanya interaksi dengan pasar input dan pasar output. Perbedaan skim kredit antara sumber pembiayaan bank dan PKBL pada IKRT pangan tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada kinerja usaha dan kesejahteraan IKRT pangan. Sumber pembiayaan bank dan PKBL hanya ber-pengaruh pada penggunaan bahan baku IKRT pangan. Adanya credit rationing akan menyebabkan ketidakcukupan kredit dalam memenuhi kebutuhan modal yang digunakan untuk membeli input bagi industri kecil dan rumahtangga. Adanya credit rationing pada sumber pembiayaan formal mempengaruhi kinerja usaha industri kecil dan rumahtangga pada penggunaan bahan baku, namun tidak berpengaruh pada kesejahteraan rumahtangga IKRT pangan dan non pangan.

Skim kredit yang diharapkan oleh pengusaha IKRT non pangan adalah skim kredit yang dapat memberikan interaksi kredit dengan kelangsungan usaha yang memberikan persyaratan agunan yang lebih ringan, disamping itu dapat memberikan pembinaan atau pelayanan terutama mengenai mutu produk, informasi dan strategi pasar. Skim kredit yang sesuai dengan pengusaha IKRT pangan adalah kredit dengan agunan yang lebih ringan dengan adanya interaksi dengan kemudahan penyediaan bahan baku. Skim berbentuk pinjaman kelompok yang memberikan interaksi usaha dengan kemudahan pinjaman menjadi suatu alternatif skim kredit yang bisa diterapkan pada industri kecil dan rumahtangga.

Beberapa saran yang dapat dilakukan oleh lembaga yang terkait dengan pembiayaan IKRT adalah: (1) kemudahan aksessibilitas pada sumber pembiayaan formal perlu dilakukan dengan upaya pemberian persyaratan pinjaman yang lebih sederhana dan kelonggaran dalam persyaratan agunan, (2) upaya-upaya pening-katan partisipasi pada sumber pembiayaan dapat dilakukan dengan meningkatkan karakter atau kemampuan pengusaha IKRT. Upaya peningkatan sumberdaya


(9)

manusia pengusaha perlu dilakukan dengan melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap IKRT baik dari segi manajemen dan usaha serta informasi tentang akses kredit dan pasar secara periodik baik yang dilakukan oleh dinas koperasi dan UMKM atau dinas perindustrian dan perdagangan, (3) pemberian fasilitas kredit atau skim kredit harus mencakup pemberian bantuan manajerial, monitoring, dan pelayanan informasi pasar, serta dapat menciptakan interaksi usaha antara kemudahan kredit dengan kemudahan akses pasar bagi pelaku IKRT, terutama usaha yang menghasilkan produk yang mengalami fluktuasi permintaan yang lebih tinggi, sehingga kelangsungan kredit dapat berkesinambungan.

Kata kunci: IKRT, aksessibilitas dan partisipasi, permintaan kredit, kinerja usaha, kesejahteraan rumahtangga pengusaha


(10)

(11)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2014

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b.

pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB


(12)

(13)

AKSESSIBILITAS DAN PARTISIPASI INDUSTRI KECIL DAN

RUMAHTANGGA PADA SUMBER PEMBIAYAAN DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA USAHA DAN

KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA

DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ZEDNITA AZRIANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(14)

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MSc

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Ec

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Mat Syukur, MS

Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementrian Pertanian 2. Dr. Ir. Harianto, M.Sc


(15)

Judul Disertasi : Aksessibilitas dan Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga di Kabupaten Bogor Jawa Barat

Nama : Zednita Azriani

NRP : H363080061

Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(16)

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan ridhoNya sehingga penulisan Disertasi yang berjudul Aksessibilitas dan Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga di Kabupaten Bogor Jawa Barat dapat diselesaikan dengan baik.

Proses penulisan disertasi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu

meluangkan waktu dan memberikan masukan terutama mengenai pendalaman konsep dan teori yang berhubungan dengan topik disertasi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, selaku anggota Komisi Pembimbing yang

selalu meluangkan waktu untuk memberikan arahan, masukan dan bimbingan terutama dalam hal konsistensi dari penyusunan disertasi ini.

3. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si, selaku anggota Komisi Pembimbing yang

selalu meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau yang padat untuk memberikan arahan, masukan dan bimbingan dalam penyusunan disertasi ini.

4. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

yang senantiasa memantau kemajuan proses penyusunan disertasi dan memberikan masukan pada saat Ujian Terbuka.

5. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc, selaku dosen Penguji Luar Komisi pada

Ujian Tertutup yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berguna untuk perbaikan disertasi.

6. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Ec, selaku dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup yang telah memberikan kritik dan masukan pada Ujian Tertutup.

7. Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP.,M.Si sebagai Pimpinan Sidang pada Ujian

Tertutup atas pertanyaan dan saran yang diberikan untuk perbaikan disertasi ini.


(18)

8. Dr. Ir. Mat Syukur, M.Si, sebagai dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka atas waktu dan masukan serta sarannya yang sangat berguna untuk perbaikan disertasi ini.

9. Dr. Ir. Harianto, MS, sebagai dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka atas waktu dan masukan serta saran untuk perbaikan disertasi ini.

10. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Manajemen (FEM) dan Ketua Sidang Ujian Terbuka atas masukan dan sarannya untuk perbaikan disertasi ini.

11. Seluruh dosen Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang disampaikan selama masa perkuliahan dan semoga dapat dijadikan bekal penulis untuk mengembangkan ilmu ekonomi pertanian.

12. Seluruh staf sekretariat EPN yang telah membantu memperlancar urusan administrasi yang terkait dengan seluruh proses penyelesaian disertasi ini.

13. Dekan Fakultas Pertanian dan Rektor Universitas Andalas, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan tugas belajar untuk mengambil pendidikan doktor ini.

14. Rekan-rekan penulis di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian terutama angkatan 2008 dan 2009 yang telah memberikan suasana belajar dan saling mendukung selama menjalani masa perkuliahan

15. Seluruh keluarga besar penulis, khususnya suami tercinta Irgon Sukafdi dan kedua anakku Rasyid Al-Luthfi Sukafdi dan Adz-Dzikra Masterina Sukafdi terima kasih atas pengertiannya yang mendalam, doa dan dorongan moril serta semangat selama studi. Begitu pula diucapkan terima kasih atas doa dan dorongan moril kepada kedua orang tua penulis Bapak Zarkani Boer dan Ibu (alm) Nuraini Ali Syam, Bapak (alm) mertua dan Ibu mertua dan saudara-saudaraku semua.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik guna penyempurnaan dari disertasi ini. Semoga disertasi ini berguna sebagai acuan dalam penyelenggaraan penelitian dan memberikan hasil yang memuaskan.

Bogor, Januari 2014 Penulis


(19)

xxiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xxvii

DAFTAR GAMBAR... xxxi

DAFTAR LAMPIRAN... xxxii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 10

1.5. Kegunaan dan Noveltis Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Upaya-upaya Pengembangannya... 11

2.2. Faktor-faktor Penentu Aksessibilitas dan Partisipasi pada Kredit... 18

2.3. Dampak Akses dan Partisipasi Kredit terhadap Kinerja Usaha, Kesejahteraan Rumahtangga, dan Masyarakat... 23

2.4. Kajian tentang Aksessibilitas dan Dampak Kredit di Indonesia... 29

2.5 Metode-Metode Pengukuran Dampak Kredit... 32

III. KERANGKA TEORITIS... 37

3.1. Asymmetric Information dan Keseimbangan Pasar Kredit... 37

3.2. Aksessibilitas dan Partisipasi pada Kredit... 43

3.3. Permintaan Kredit... 48

3.4. Dampak Aksessibilitas dan Partisipasi pada Kredit terhadap Kegiatan Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga... 49

3.5. Kinerja Usaha Industri Kecil dan Rumahtangga... 53

3.6. Kerangka Konseptual Penelitian... 57


(20)

IV. METODE PENELITIAN... 60

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 60

4.2. Jenis dan Sumber Data... 60

4.3. Metode Pengambilan Sampel... 60

4.4. Analisis Data... 61

4.4.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses-sibilitas, Partisipasi, dan Permintaan Kredit oleh Industri Kecil dan Rumahtangga... 62

4.4.2. Analisis Pengaruh Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada Berbagai Sumber Pembiayaan terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha... 65

4.4.3. Analisis Pengaruh Credit Rationing terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga... 73

4.4.4. Skim Kredit yang Sesuai dengan Industri Kecil dan Rumahtangga... 76

4.5. Definisi Operasional... 77

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... 81

5.1. Keadaan Geografi, Penduduk, dan Ekonomi Kabupaten Bogor... 81

5.2. Keragaan Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor. 83 5.3. Karakteristik Desa Sampel... 85

5.4. Karakteristik Pengusaha Sampel... 87

5.5. Karakteristrik Usaha dan Rumahtangga Sampel... 92

VI. SUMBER PEMBIAYAAN INDUSTRI KECIL DAN RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR... 100

6.1. Pembiayaan Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan... 100

6.2. Pembiayaan Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan... 105

6.3. Alokasi Penggunaan Kredit dari Sumber Pembiayaan Formal oleh Industri Kecil dan Rumahtangga... 108


(21)

xxv

VII. AKSESSIBILITAS DAN PARTISIPASI INDUSTRI KECIL DAN

RUMAHTANGGA PADA SUMBER PEMBIAYAAN FORMAL... 120

7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas Industri

Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan Formal.... 120

7..2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Industri Kecil

dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan Formal... 125

7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit

Industri Kecil dan Rumahtangga pada Sumber Pembiayaan

Formal... 129

VIII. PENGARUH PARTISIPASI INDUSTRI KECIL DAN

RUMAHTANGGA PADA SUMBER PEMBIAYAAN TERHA-DAP KINERJA USAHA DAN KESEJAHTERAAN

RUMAH-TANGGA PENGUSAHA ... 134 8.1. Pengaruh Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non

Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan terhadap Kinerja

Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha... 134

8.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada

Berbagai Sumber Pembiayaan... 134 8.1.2. Pengaruh Partisipasi terhadap Kinerja Usaha dan

Pengeluaran Rumahtangga Pengusaha IKRT Non

Pangan... 137

8.2. Pengaruh Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga

Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan terhadap Kinerja

Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha... 155

8.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada

Berbagai Sumber Pembiayaan... 156 8.2.2. Pengaruh Partisipasi terhadap Kinerja Usaha dan

Pengeluaran Pengusaha IKRT pangan... 158

8.3. Ringkasan Pengaruh Partisipasi pada Berbagai Sumber

Pembiayaan terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan

Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga.... 169

8.4. Pengaruh Credit Rationing terhadap Kinerja Usaha dan Pengeluaran Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan


(22)

IX. SKIM KREDIT YANG DIINGINKAN PENGUSAHA INDUSTRI

KECIL DAN RUMAHTANGGA DI KABUPATEN BOGOR... 181

X. KESIMPULAN DAN SARAN... 189 10.1. Kesimpulan... 189 10.2. Saran... 191 DAFTAR PUSTAKA...

193 LAMPIRAN... 203


(23)

xxvii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar

di Indonesia Tahun 2007 – 2011... 2

2. Perkembangan Posisi Kredit Bank Umum dan Kredit UMKM di

Indonesia dan Kabupaten Bogor Tahun 2010 – 2012... 6 3. Sentra-Sentra Industri Kecil di Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun

2011... 85 4. Rata-rata Karakteristik Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel di

Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat... 88

5. Rata-rata Karakteristik Sampel Berdasarkan Partisipasinya pada

Sumber Pembiayaan Formal di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. 90

6. Rata-rata Karakteristik Sampel Berdasarkan Partisipasinya pada

Berbagai Sumber Pembiayaan di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat... 92 7. Rata-rata Karakteristik Usaha dan Rumahtangga Industri Kecil dan

Rumahtangga Sampel di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat... 93 8. Rata-rata Karakteristik Usaha dan Rumahtangga Industri Kecil dan

Rumahtangga Sampel Berdasarkan Partisipasinya pada Sumber Pembiayaan Formal... 95 9. Rata-rata Karakteristik Usaha dan Rumahtangga Pengusaha Industri

Kecil dan Rumahtangga Sampel Berdasarkan Partisipasinya pada Berbagai Sumber Pembiayaan di Kabupaten Bogor... 98 10. Jumlah Sampel yang Memiliki Akses dan Berpartisipasi pada Sumber

Pembiayaan Formal di Kabupaten Bogor Jawa Barat... 101 11. Alasan Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga tidak Berpartisipasi

pada Sumber Pembiayaan Formal di Kabupaten Bogor Jawa Barat... 102

12. Distribusi Sampel Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan yang Menggunakan Sumber Pembiayaan Formal... 104 13. Distribusi Sampel Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan yang

Menggunakan Sumber Pembiayaan Formal... 108 14. Alokasi Penggunaan Kredit dari Sumber Pembiayaan Formal oleh


(24)

15. Karakteristik Berbagai Sumber Pembiayaan... 113 16. Karakteristik Berbagai Sumber Pembiayaan pada Industri Kecil dan

Rumahtangga Sampel... 116

17. Gambaran Credit Rationing pada Tiga Kelompok Sumber Pembiayaan

yang Dimanfaatkan Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel... 118 18. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal...

121 19. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal... 124 20. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal... 125 21. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal... 128 22. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Permintaan Kredit oleh Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan di Kabupaten Bogor... 130 23. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Permintaan Kredit oleh Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan di Kabupaten Bogor... 132 24. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan... 136 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Aset Tetap Industri Kecil

dan Rumahtangga Non Pangan... 138 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja

Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan... 141 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bahan Baku

Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan... 144 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Biaya Produksi Industri Kecil


(25)

xxix 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Industri Kecil

dan Rumahtangga Non Pangan... 150 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Rumahtangga

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan... 154 31. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Berbagai Sumber Pembiayaan... 157 32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Aset Tetap Industri Kecil

dan Rumahtangga Pangan... 159 33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja

Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan... 161 34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bahan Baku

Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan... 163 35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Biaya Produksi Industri Kecil

dan Rumahtangga Pangan... 165 36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Industri Kecil

dan Rumahtangga Pangan... 167 37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Rumahtangga

Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan... 168 38. Ringkasan Pengaruh Partisipasi pada Berbagai Sumber Pembiayaan

terhadap Kinerja Usaha dan Kesejahteraan Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga... 170 39. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi Credit

Rationing pada Industri Kecil dan Rumahtangga... 172 40. Hasil Pendugaan Pengaruh Credit Rationing terhadap Nilai Aset

Industri Kecil dan Rumahtangga... 173 41. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap

Penggunaan Tenaga Kerja Industri Kecil dan Rumahtangga... 174

42. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Penggunaan Bahan Baku Industri Kecil dan Rumahtangga... 176 43. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Biaya


(26)

44. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap Nilai Produksi Industri Kecil dan Rumahtangga... 178 45. Hasil Pendugaan Parameter Pengaruh Credit Rationing terhadap

Pengeluaran Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga... 180

46. Kriteria Skim Kredit yang Diinginkan oleh Pengusaha Industri Kecil


(27)

xxxi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan antara Masalah Asymmetric information dengan Formalitas

Sumber Pembiayaan... 39 2. Keseimbangan Kredit dengan Adanya Credit Rationing... 40 3. Interaksi antara Permintaan dan Penawaran pada Pasar Kredit... 41 4. Pengaruh Kredit terhadap Penggunaan Input dan Penerimaan Industri

Kecil dan Rumahtangga... 51 5. Hubungan Input Modal dengan Marginal Returns... 52 6. Kerangka Operasional Penelitian... 58


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kriteria dan Klasifikasi Skema Kredit yang Diharapkan Pengusaha... 205

2. Program Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 206

3. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 207

4. Program Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 209

5. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 210 6. Program Pendugaan Persamaan Jumlah Kredit yang Diminta oleh

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtanggan Non Pangan yang

Berpartisipasi pada Sumber Pembiayaan Formal dengan

Menggunakan Program SAS 9.1... 212

7. Hasil Pendugaan Persamaan Jumlah Kredit yang Diminta oleh

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtanggan Non Pangan yang

Berpartisipasi pada Sumber Pembiayaan Formal dengan

Menggunakan Program SAS 9.1... 213

8. Program Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 214

9. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Aksessibilitas Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 215


(29)

xxxiii 10. Program Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 217 11. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan pada Sumber Pembiayaan Formal Menggunakan Model Probit dengan Program SAS 9.1... 218 12. Program Pendugaan Persamaan Jumlah Kredit yang Diminta oleh

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtanggan Pangan yang

Berpartisipasi pada Sumber Pembiayaan Formal dengan

Menggunakan Program SAS 9.1... 220 13. Hasil Pendugaan Persamaan Jumlah Kredit yang Diminta oleh

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtanggan Pangan yang

Berpartisipasi pada Sumber Pembiayaan Formal dengan

Menggunakan Program SAS 9.1...

221 14. Program dan Hasil Pendugaan Persamaan Partisipasi Berbagai

Sumber Pembiayaan oleh Pengusaha Industri Kecil dan

Rumahtangga Non Pangan dengan Menggunakan Model

Multinomial Logit dengan Program Stata 11... 222 15. Program dan Hasil Pendugaan Kinerja Usaha dan Pengeluaran

Rumahtangga pada Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan dengan Menggunakan Program Stata 11... 223 16. Program dan Hasil Pendugaan Persamaan Seleksi Partisipasi

Sumber Pembiayaan oleh Pengusaha Industri Kecil dan

Rumahtangga Non Pangan dengan Menggunakan Model

Multinomial Logit dengan Program Stata 11... 225 17. Program dan Hasil Pendugaan Kinerja Usaha dan Pengeluaran

Rumahtangga pada Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Non Pangan dengan Menggunakan Program Stata 11... 226 18. Program dan Hasil Pendugaan Persamaan Kinerja Usaha dan

Pengeluaran Rumahtangga Berdasarkan Credit Rationing pada

Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga dengan Menggunakan Program Stata 11... 228


(30)

(31)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki potensi dan peran yang strategis dalam mempercepat perubahan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Setyobudi, 2007). UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan salah satu agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia saat ini karena UMKM memberikan kontribusi yang nyata dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Hafsah, 2004). Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM yang mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi sebagian besar dari rakyat Indonesia (Nuswantara, 2012).

Peran UMKM yang besar terlihat dari jumlah unit usaha dan pengusaha yang besar dalam perekonomian, kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, dan sumbangannya terhadap pendapatan nasional serta sumbangannya terhadap ekspor nasional. Jumlah pelaku UMKM pada tahun 2012 adalah sebesar 99.99 persen dari pelaku perekonomian secara keseluruhan. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 107.65 juta pekerja atau 97.16 persen dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto Nasional sebesar 59.08 persen (Kementrian Koperasi dan UMKM, 2013).

Peranan UMKM secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah pelaku UMKM sebesar 99.99 persen tersebut terdiri dari: (1) usaha mikro sebanyak 55 856 176 atau 98.79 persen, (2) usaha kecil sebanyak 629 418 atau 1.11 persen, dan (3) usaha menengah sebanyak 48 997 atau 0.09 persen, sedangkan jumlah usaha besar hanya sebanyak 4 968 atau 0.01 persen. Besarnya potensi UMKM bagi perekonomian juga ditunjukkan oleh perkembangan UMKM dari tahun 2007 sampai tahun 2012 yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 10.09 persen. Usaha kecil mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar yaitu 27.72 persen diikuti oleh usaha mikro 15.43 persen dan usaha menengah 15.36 persen, sedangkan usaha besar meningkat sebesar 19.53 persen. Peningkatan jumlah unit usaha terbesar ditunjukkan oleh usaha menengah sebesar 21.87 persen diikuti oleh usaha kecil sebesar 20.79 persen dan usaha mikro sebesar 11.18 persen, sedangkan usaha besar mengalami peningkatan hanya


(32)

10.17 persen. Kondisi diatas menunjukkan bahwa UMKM mengalami perkembangan yang semakin besar setiap tahunnya, sehingga peranannya terhadap perekonomian juga akan semakin besar.

Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar di Indonesia Tahun 2007 – 2012

INDIKATOR 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007-2012 (%) UNIT USAHA (A+B)

(unit)

50 150 263 51 414 262 52 769 280 53 828 569 55 211 396 56 539 560 10.09

A. UMKM 50 145 800 51 409 612 52 764 603 53 823 732 55 206 444 56 534 592 11.30

Usaha Mikro (UM) 49 608 953 50 847 771 52 176 795 53 207 500 54 559 969 55 856 176 11.18

Usaha Kecil (UK) 498 565 522 124 546 675 573 601 602 195 629 418 20.79

Usaha Menengah (UM) 38 282 39 717 41 133 42 631 44 280 48 997 21.87

B. Usaha Besar (UB) 4 463 4 650 4 677 4 838 4 952 4 968 10.17

TENAGA KERJA (A+B) (org)

93 027 341 9 780 483 98 886 003 102 241 486 104 613 681 110 808 154 16.05

A. UMKM 90 491 930 94 024 278 96 211 332 99 401 775 101 722 458 107 657 509 15.94

Usaha Mikro (UM) 84 452 002 87 810 366 90 012 694 93 014 759 94 957 797 99 859 517 15.43

Usaha Kecil (UK) 3 278 793 3 519 843 3 521 073 3 627 164 3 919 992 4 535 970 27.72

Usaha Menengah (UM) 2 761 135 2 694 069 2 677 565 2 759 852 2 844 669 3 262 023 15.36

B. Usaha Besar (UB) 2 535 411 2 756 205 2 674 671 2 839 711 2 891 224 3 150 645 19.53

PDB Atas Harga Konstan (milyar)

1 883 549.1 1 997 938 2 088 292.3 2 217 947 7 427 086.1 8 241 864.3 77.15

A. UMKM 1 100 670.9 1 165 7532 1 212 599.3 1 282 571.8 4 303 571.5 4 869 568.1 77.40

Usaha Mikro (UM) 620 864.0 655 703.8 682 462.4 719 070.2 2 579 388.4 2 951 120.6 78.96

Usaha Kecil (UK) 204 395.4 217 130.2 225 478.3 239 111.4 722 012.8 798 122.2 74.39

Usaha Menengah (UM) 275 411.4 292 919.1 306 784.6 324 390.2 1 002 170.3 1 120 325.3 75.42

B. Usaha Besar (UB) 782 878.2 832 184.8 873 567 935 375.2 3 123 514.6 3 372 296.1 76.79

Keterangan: * Angka Sementara

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, 2013.

Salah satu sektor UMKM yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian Indonesia adalah Industri Kecil dan Rumahtangga (IKRT). Industri Kecil dan Rumahtangga merupakan sektor UMKM yang bergerak pada usaha industri pengolahan, yaitu usaha yang kegiatan utamanya mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi dalam skala mikro dan kecil yang dilakukan tidak jauh dari rumah pengusahanya bahkan menyatu dengan rumahtangga, serta banyak menggunakan sumberdaya rumahtangga. Industri Kecil dan Rumahtangga dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional karena memiliki peran yang besar, yaitu: (1) IKRT menyerap tenaga kerja, karena kegiatan usahanya membuka peluang untuk memperkerjakan tenaga kerja, (2) menciptakan nilai tambah dari produk primer menjadi produk yang lebih memiliki nilai guna, (3) memiliki basis bahan baku lokal, dan (4) meningkatkan pendapatan


(33)

3 rakyat terutama di pedesaan (Kuncoro, 2008). Kecenderungan menyerap banyak tenaga kerja membuat industri kecil dan rumahtangga juga intensif dalam menggunakan sumberdaya alam lokal, sehingga pertumbuhan industri kecil dan rumahtangga akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan peningkatan pembangunan ekonomi di pedesaan (Kuncoro, 2003).

Hasil sensus ekonomi tahun 2006 menunjukkan bahwa lebih dari 63 persen perusahaan/usaha industri pengolahan berskala kecil di Indonesia berada di Pulau Jawa dengan jumlah unit usaha terbesar terdapat di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat (BPS, 2006). Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki jumlah UMKM dan IKRT yang terbesar serta memiliki jumlah penduduk yang paling besar di Indonesia, dimana peranan perekonomian Jawa Barat terhadap perekonomian nasional adalah sekitar 14.07 persen (Kadin Jabar, 2013). Jumlah UMKM di Jawa Barat mencapai 8.730.254 unit dan mampu menyerap 13.9 juta orang tenaga kerja. Jumlah UMKM tersebut didominasi oleh sektor perdagangan, pertanian, dan industri pengolahan. Industri pengolahan dipandang memiliki kontribusi yang besar karena keberadaannya dapat menciptakan lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja di Jawa Barat. Jumlah industri kecil di Jawa Barat pada tahun 2011 adalah berkisar 199 723 unit usaha dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2 294 845 orang (Disperindag Jabar, 2013).

Sektor UMKM memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Barat sebesar 53.75 persen (Koran Jakarta, 2013). Dengan kontribusinya yang besar, pemerintah Provinsi Jawa Barat menangkap keberadaan UMKM dan IKRT sebagai suatu kekuatan ekonomi yang patut dibina dan

dikembangkan dalam kerangka pembangunan ekonomi Jawa Barat.

Pengembangan IKRT telah menjadi salah satu prioritas utama bagi pengembangan perekonomian Jawa Barat. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat dalam mengembangkan IKRT adalah dengan mengembangkan sentra-sentra IKRT yang telah ada dan membentuk IKRT yang baru. Sentra-sentra-sentra


(34)

UMKM dan IKRT itu tersebar di berbagai Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat termasuk Kabupaten Bogor (Disperindag Jabar, 2013).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki UMKM terbesar dan menyerap tenaga kerja terbanyak. Jumlah industri kecil di Kabupaten Bogor pada Tahun 2010 adalah sebesar 14 975 unit usaha, dan dapat menyerap tenaga kerja sebesar 336 594 orang. Jumlah unit usaha ini sedikit dibawah Kabupaten Sukabumi, namun menyerap tenaga kerja terbesar dari keseluruhan kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat (Disperindag Jabar, 2013). Pemerintah Kabupaten Bogor menilai bahwa industri kecil adalah salah satu potensi strategis yang mampu memanfaatkan sumberdaya alam dan manusia sehingga pengembangan sektor ini perlu ditempuh melalui pengembangan sentra industri. Kelompok sentra industri kecil ini mempunyai peranan yang strategis dalam membantu peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha serta mampu mengatasi kemiskinan. Pembangunan industri juga telah mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi serta menjadi penggerak perkembangan pembangunan daerah (Dikukmperindag Kab. Bogor, 2013).

Namun disisi lain, pengembangan UMKM dan IKRT ini masih menghadapi berbagai kendala dan permasalahan. Kendala dan masalah yang dihadapi oleh IKRT sangat terkait dengan karakteristik pengusaha dan karakteristik usaha IKRT tersebut. Beberapa kendala dan masalah yang masih dihadapi IKRT secara umum adalah keterbatasan modal, keterbatasan manajemen dan teknis produksi, dan keterbatasan pasar. Kendala utama dalam pengembangan industri kecil di Kabupaten Bogor sendiri adalah rendahnya keterampilan sumberdaya manusia, rendahnya pemanfaatan teknologi, keterbatasan modal, kualitas produk dan pasar (Pemda Kab. Bogor, 2011). Keterbatasan modal merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh industri kecil di Kabupaten Bogor.

Sejalan dengan itu, Hafsah (2004) juga menyebutkan permasalahan UMKM dan IKRT meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari: kurangnya modal, keterbatasan sumberdaya manusia seperti pendidikan pengusaha yang masih rendah, keterampilan dan keahlian yang masih rendah, lemahnya usaha, dan penetrasi pasar. Faktor eksternal terdiri dari iklim usaha


(35)

5 yang tidak kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana, implikasi pasar bebas yang menyebabkan meningkatkan persaingan, dan akses terhadap pasar yang kurang.

Kesulitan memperoleh modal merupakan masalah klasik yang masih dihadapi UMKM dan IKRT di negara berkembang dan Indonesia selama ini terutama dari sumber-sumber pembiayaan formal. Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber modal belum bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi IKRT secara optimal, sehingga pelaku IKRT masih banyak menggunakan sumber pembiayaan informal seperti pedagang grosir, pedagang bahan baku dan rentenir. Messah dan Wangai (2011) juga menyatakan bahwa bank-bank komersial dan lembaga formal lainnya belum mampu untuk memenuhi kebutuhan kredit terutama karena persyaratan pinjaman dan kondisi usaha IKRT.

Keterbatasan memperoleh modal dari sumber pembiayaan formal dapat dilihat dari kecilnya porsi dan penyaluran kredit UMKM. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan di Indonesia hingga tahun 2012 baru mencapai 19.44 persen (Tabel 2). Dari pangsa kredit UMKM tersebut, masih didominasi oleh kredit UMKM sektor perdagangan, yaitu sebesar 55.95 persen dari total kredit UMKM, sedangkan kredit UMKM sektor pengolahan sebesar 9.82 persen dan UMKM sektor pertanian masih 8.23 persen. Pertumbuhan kredit UMKM dari tahun 2010 hingga 2012 sebesar 45.95 persen, namun pangsa kredit tersebut hanya berkisar 19 persen sampai 20 persen terhadap total kredit yang disalurkan oleh bank umum.

Kondisi yang sama juga terlihat pada posisi kredit UMKM di Kabupaten Bogor, yaitu pangsa kredit UMKM terhadap total pinjaman yang diberikan bank umum dan BPR pada tahun 2012 hanya mencapai 17.03 persen. Angka ini lebih kecil dari pangsa kredit UMKM nasional. Pertumbuhan kredit UMKM di Kabupaten Bogor dari tahun 2010 sampai 2012 juga masih sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional, yaitu hanya 8.59 persen. Walaupun share kredit UMKM untuk industri pengolahan di Kabupaten Bogor cukup besar yaitu 26.11 persen, namun share kredit tersebut masih didominasi oleh sektor perdagangan, yaitu 39.55 persen. Dari total penyaluran kredit UMKM tersebut, usaha industri menengah lebih mendominasi kredit tersebut yaitu 58.12 persen dari kredit untuk UMKM tahun 2012, diikuti industri skala kecil sebesar


(36)

27.84 persen, dan industri berskala mikro hanya 14.05 persen, padahal jumlah industri mikro dan kecil memiliki jumlah yang lebih besar dalam usaha industri pengolahan.

Tabel 2. Perkembangan Posisi Kredit Bank Umum dan Kredit UMKM di

Indonesia dan Kabupaten Bogor Tahun 2010 – 2012

Posisi Kredit Menurut Lapangan Usaha 2010 (milliar Rp) 2011 (milliar Rp) 2012 (milliar Rp) Pertumbu han 2010-2012 (%) Share sektor Indone sia (%) Share sektor Kab. Bogor (%) I. Indonesia

Total Kredit secara umum 1 765 845 2 200 094 2.707.862 53.35 - - Total Kredit UMKM 360 673 458 164 526.397 45.95 19.44 -

II. Kab. Bogor

Total Kredit secara umum 17 095.153 21 675.652 26 679.991 56.07 - - Total Kredit UMKM 4183946 3 716.449 4 543.416 8.59 - 17.03 Pertanian, Petrnkan, hut dan Perikanan 121.387 188.201 281.499 131.90 8.23 6.20 Pertambangan dan penggalian 44.841 19.327 22.340 -50.18 0.89 0.49 Industri pengolahan 1 176.075 940.572 1 186.403 0.88 9.82 26.11 Listrik, gas dan air bersih 9.409 13.782 7.889 -16.15 0.28 0.17

Kontruksi 950.035 321.542 439.738 -53.71 6.71 9.68

Perdagangan, Hotel dan Restoran 1 205.337 1 420.776 1 796.947 49.08 55.95 39.55 Pengangkutan dan komunikasi 59.311 65.128 72.828 22.79 3.95 1.60 Keuangan, real estat dan jasa perus 211.139 220.667 246.306 -39.39 7.6 5.42

Jasa-jasa 211.139 526.452 489.467 131.82 6.58 10.77

Sumber: Bank Indonesia, 2013

Posisi kredit industri pengolahan yang masih kecil dan kecilnya share kredit yang diperoleh oleh industri kecil dan mikro menunjukkan bahwa penyaluran kredit terhadap industri pengolahan khususnya IKRT masih sangat rendah dan terbatas. Keterbatasan penyaluran kredit tersebut menunjukkan bahwa aksessibilitas dan partisipasi pengusaha IKRT pada sumber pembiayaan formal masih rendah. Hal ini dijelaskan oleh Kuncoro (2008) dan Bank Indonesia (2010) yang menyatakan bahwa keterbatasan modal yang masih rendah dari IKRT disebabkan karena rendahnya aksessibilitas industri kecil pada lembaga-lembaga kredit formal perbankan, sehingga cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Kurangnya aksessibilitas dan partisipasi pelaku IKRT terhadap lembaga pembiayaan masih menjadi isu yang perlu dikaji karena pembiayaan dan akses ke pasar kredit merupakan unsur penting bagi IKRT untuk membantu mengembangkan usahanya, mengembangkan produk baru, dan menambah tenaga kerja serta meningkatkan aset produksi.


(37)

7

1.2. Perumusan Masalah

Aksessibilitas dan partisipasi yang terbatas pada sumber pembiayaan formal masih menjadi isu penting yang dihadapi oleh IKRT dalam memenuhi kebutuhan modalnya khususnya di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kurangnya akses pada keuangan formal membuat Industri Kecil dan Rumahtangga masih banyak menggunakan modal sendiri dalam mengembangkan usahanya atau dana dari pembiayaan informal seperti pedagang besar atau suplier.

Berbagai bentuk pembiayaan telah banyak ditawarkan untuk IKRT dalam beberapa tahun terakhir ini, baik dalam bentuk kredit formal maupun semiformal. Sumber pembiayaan formal dapat disediakan oleh lembaga perbankan dalam bentuk kredit usaha kecil dan kredit mikro, lembaga keuangan non bank, dan pemerintah dalam bentuk kredit program; sedangkan bentuk kredit semiformal seperti koperasi, kredit Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang merupakan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan BUMN, dan berbagai lembaga keuangan mikro yang banyak beredar di tengah masyarakat. Namun demikian, masih banyak pelaku IKRT yang belum menggunakan lembaga keuangan tersebut. Sehingga, aksessibilitas dan partisipasi pada sumber pembiayaan pada IKRT perlu dikaji lebih lanjut.

Dari segi teoritikal, istilah aksessibilitas dan partisipasi pada kredit berhubungan dengan pasar kredit. Keterbatasan aksessibilitas dan partisipasi pada kredit berpangkal pada asymmetric information yang terjadi pada pasar kredit terutama pada sumber pembiayaan formal. Adanya asymmetric information akan menyebabkan adanya credit rationing pada pasar kredit. Credit rationing terjadi karena adanya pembatasan kredit oleh sumber pembiayaan sehingga jumlah kredit yang diminta melebihi kredit yang diberikan (Jaffee dan Modigliani, 1969), sehingga masalah keterbatasan aksessibilitas pada sumber pembiayaan akan terjadi. Aksessibilitas dan partisipasi pada sumber pembiayaan merupakan dua hal yang berbeda baik dari segi istilah maupun konseptual, yang selama ini sering saling dipertukarkan. Keterbatasan akses pada kredit akan menyebabkan partisipasi pada kredit juga akan menjadi rendah. Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas dan partisipasi terhadap sumber pembiayaan merupakan unsur yang penting dalam pembiayaan Industri Kecil dan


(38)

Rumahtangga, karena kredit merupakan salah satu faktor penentu dalam kegiatan produksi IKRT. Keterbatasan aksessibilitas dan partisipasi pada kredit akan mempengaruhi kemampuan pengusaha IKRT untuk memenuhi kebutuhan permodalannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan usaha serta kesejahteraan pengusaha.

Penelitian empiris tentang pasar kredit di Indonesia selama ini lebih memfokuskan pada aksessibilitas atau permintaan kredit yang lebih bersifat agregat. Sementara itu, aspek partisipasi juga perlu dilihat untuk memberikan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif mengenai permasalahan pasar kredit dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas dan partisipasi pada kredit tersebut. Beberapa studi tentang aksessibilitas pada kredit di sektor pertanian telah dilakukan, namun perbedaan sektor usaha akan memiliki karakteristik yang berbeda dan faktor-faktor yang menentukan pembiayaan yang digunakan juga berbeda. Sektor IKRT sebenarnya diharapkan akan memiliki aksessibilitas dan partisipasi yang lebih besar pada kredit dibandingkan sektor pertanian, karena karakteristik usaha usaha IKRT yang lebih terbuka dan lebih berorientasi pasar. Hal ini menjadi pertanyaan, apakah karakteristik yang dimiliki oleh IKRT mempengaruhi aksessibilitas dan partisipasi pengusaha pada kredit dan sejauh mana karakteristik IKRT tersebut menentukan aksessibilitas dan partisipasi pada kredit?

Aksessibilitas dan partisipasi pada kredit serta adanya credit rationing akan berpengaruh pada kinerja usaha dan kesejahteraan IKRT. Beberapa studi tentang pengaruh dan dampak kredit baik terhadap kegiatan produksi maupun kelancaran konsumsi telah dilakukan, namun masih terbatas mengkaji satu skim kredit tertentu saja dengan tidak melihat informasi sumber pembiayaan lain yang berguna dalam analisis pengaruh kredit. Skim kredit yang berbeda dan dikelola oleh lembaga yang berbeda akan mempengaruhi perilaku dari penerima kredit untuk menggunakan dananya, sehingga memberikan manfaat dan pengaruh yang berbeda-beda. Pellegrina (2011) menyatakan bahwa bentuk sumber permodalan yang dapat diakses akan memiliki pengaruh yang tidak sama, karena lembaga pemberi pinjaman yang berbeda menggunakan kontrak, sifat, dan syarat yang berbeda yang diduga memiliki pengaruh yang berbeda pada pelaku peminjamnya.


(39)

9 Untuk itu penelitian ini mencoba mempelajari pengaruh berbagai sumber pembiayaan yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh IKRT terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangganya.

Aksessibilitas dan partisipasi pada kredit serta perilaku penggunaan kredit sangat dipengaruhi oleh skim kredit yang disediakan oleh sumber pembiayaan. Selama ini skim kredit ditetapkan oleh lembaga pembiayaan yang ada secara agregat untuk semua jenis usaha kecil tanpa melihat bentuk kredit yang sesuai dengan karakteristik IKRT yang ada, sehingga berbagai skim kredit yang diberikan selama ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh sasarannya. Bank Indonesia (2006) menyatakan bahwa belum terdapat hasil kajian yang memuaskan tentang pemetaan dan skim pembiayaan perbankan. Sehingga, perlu penelitian lanjutan yang mengkaji tentang skim yang sesuai dengan karakteristik pengusaha usaha kecil. Berdasarkan kondisi permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang menentukan aksessibilitas, partisipasi, dan permintaan kredit oleh Industri Kecil dan Rumahtangga pada sumber pembiayaan formal? 2. Bagaimana pengaruh aksessibilitas dan partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada berbagai sumber pembiayaan terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga?

3. Bagaimana pengaruh credit rationing terhadap kinerja usaha dan

kesejahteraan rumahtangga pengusaha?

4. Bagaimana formulasi kredit yang sesuai dengan karakteristik Industri Kecil dan Rumahtangga baik yang berbasis non pangan dan pangan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas, partisipasi, dan permintaan kredit oleh Industri Kecil dan Rumahtangga pada sumber pembiayaan formal.

2. Menganalisis pengaruh partisipasi Industri Kecil dan Rumahtangga pada berbagai sumber pembiayaan terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga pengusaha.


(40)

3. Menganalisis pengaruh credit rationing terhadap kinerja usaha dan kesejahteraan rumahtangga pengusaha.

4. Memformulasikan skim kredit yang sesuai dengan karakteristik Industri Kecil dan Rumahtangga baik yang berbasis non pangan dan pangan.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Aksessibilitas dan partisipasi pengusaha pada berbagai sumber pembiayaan dibatasi hanya pada Industri Kecil dan Rumahtangga (IKRT) atau dari sisi permintaan dan tidak menganalisis dari sumber pembiayaan atau sisi penawaran. Sampel penelitian hanya pada sentra industri kecil dan rumahtangga di Kabupaten Bogor, yaitu sentra jenis usaha tas, alas kaki, dan tempe/tahu. Sampel pengusaha IKRT dibatasi hanya yang berstatus pemilik dan tidak memasukkan pengrajin yang menerima borongan dari pengusaha lain. Sumber pembiayaan informal yang digunakan oleh IKRT dibatasi hanya dari pedagang grosir. Analisis pengaruh partisipasi dibatasi hanya dari keragaman sumber pembiayaan dan belum menganalisis dari keragaman skim kredit yang diberikan dalam bentuk individu dan kelompok pengusaha IKRT.

1.5. Kegunaan dan Noveltis Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk kebijakan pembiayaan Industri Kecil dan Rumahtangga baik bagi lembaga keuangan maupun pemerintah khususnya bagi Dinas Koperasi dan UMKM serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Penelitian ini mencoba memisahkan konsep aksessibilitas dan partisipasi IKRT pada sumber pembiayaan serta dengan membuat disagregasi analisis antara IKRT yang berbasis non pangan dan pangan. Hal ini dilakukan karena didasarkan pada asumsi bahwa sektor UMKM yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda sehingga akan memiliki sumber pembiayaan yang berbeda serta memiliki perilaku penggunaan kredit yang berbeda. Penelitian ini juga mencoba mendisagregasi pengaruh atau pemanfaatan beberapa sumber pembiayaan (skim kredit) pada kegiatan usaha IKRT.


(41)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Upaya-upaya Pengembangannya

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini didasari oleh kondisi yang menunjukkan bahwa UMKM merupakan sektor usaha yang fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. UMKM menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, memiliki diversifikasi usaha, serta memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan nasional.

Konsep UMKM itu sendiri berbeda-beda antar negara, dan di Indonesia sendiri konsep UMKM juga berbeda-beda. Pada umumnya UMKM dibedakan berdasarkan nilai aset atau kekayaan yang dimiliki, jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan penjualan per tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Menurut BPS, usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki asset paling banyak sebesar Rp 50 juta dan omset tahunan maksimum sebesar Rp 300 juta per tahun. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki aset lebih dari Rp 50 juta sampai Rp 500 juta serta memiliki omset tahunan diatas Rp 300 juta sampai Rp 2.5 milliar. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha


(42)

kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai Rp 10 milliar dan omset tahunan lebih dari Rp 2.5 miliar sampai Rp 50 milliar.

UMKM sangat erat hubungannya dengan pemilik usahanya, sehingga karakteristik pemilik usaha sangat mempengaruhi keberadaan dan perkembangan dari UMKM. Untuk menjaga kelanjutan dan perkembangan usahanya, pemilik usaha harus memiliki pengetahuan, keterampilan, kualitas dan sikap yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya. Sehingga, permasalahan yang paling sering timbul dalam usaha pengembangan UMKM juga terkait dengan karakteristik yang dimiliki oleh pemilik usaha dan UMKM itu sendiri.

Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: (1) kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar, (2) kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan, (3) kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia, (4) keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran), (5) iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan, dan (6) pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro, 2003).

Berbagai studi empiris telah banyak mengidentifikasi masalah dan kendala yang dihadapi UMKM. Studi Ibrahim (2008) tentang faktor strategis yang mempengaruhi kinerja industri kecil dan menengah di Borno Nigeria menemukan bahwa usaha kecil dipengaruhi oleh kendala infrastruktur yang tidak memadai seperti pasokan listrik yang kurang, kekurangan bahan baku, kurangnya akses ke lembaga keuangan, kekurangan tenaga kerja dan sumberdaya manusia yang kompeten, pengaruh negatif dari liberalisasi perdagangan sehingga kalah bersaing dengan barang-barang asing yang murah, masalah yang berkaitan dengan kebijakan, insentif, dan lingkungan usaha. Disamping itu, usaha kecil juga dipengaruhi oleh berbagai variabel kebijakan makroekonomi. Berdasarkan hasil studi tersebut, Ibrahim (2008) juga merekomendasikan beberapa implikasi kebijakan, yaitu (1) perbaikan iklim dan lingkungan usaha yang mendukung usaha kecil, seperti perbaikan infrastuktur listrik, air, jalan, dan transportasi, (2) fasilitas


(43)

13 kredit dari bank serta skema pendanaan lain untuk usaha kecil yang harus mencakup pemberian bantuan manajerial untuk meningkatkan manajemen dan kemampuan teknis usaha kecil, (3) pemerintah juga perlu mengambil tindakan konkrit untuk mengekang dumping, penyelundupan dan impor murah produk asing, menyelaraskan pajak, retribusi dan pungutan yang berguna untuk mengembangkan industri usaha kecil.

Kayanula dan Quartey (2000) menambahkan bahwa kendala lain yang dihadapi oleh usaha kecil adalah kurangnya akses kepada teknologi yang tepat, keberadaan hukum, peraturan dan aturan yang menghambat perkembangan sektor UMKM, lemahnya kapasitas kelembagaan dan kurangnya keterampilan manajemen dan pelatihan. Usaha kecil menghadapi berbagai kendala karena kesulitan untuk menyerap biaya tetap yang besar, tidak adanya skala ekonomi, dan biaya per unit yang lebih tinggi. Usaha kecil menghadapi berbagai kendala dalam ketersediaan pasar input dan biaya input. Parker et al., (1995) menyatakan akses terhadap pembiayaan masih menjadi kendala dominan bagi usaha kecil. Usaha kecil memiliki akses yang terbatas ke pasar modal baik lokal maupun internasional, karena persepsi lembaga keuangan selama ini melihat usaha kecil memiliki resiko yang lebih tinggi, hambatan informasi, dan biaya intermediasi yang lebih tinggi. Akibatnya, usaha kecil sering tidak dapat memperoleh pendanaan jangka panjang dalam bentuk utang dan ekuitas. Selain itu, usaha kecil juga menghadapi kendala tenaga kerja yang berkualitas, kesulitan untuk mendapatkan akses teknologi dan informasi yang tepat. Hal ini akan membatasi inovasi dan daya saing usaha kecil. Usaha kecil juga dihadapkan dengan masalah kurangnya keterampilan manajemen wirausaha dan bisnis, kurangnya keterpaduan dan adanya berbagai kepentingan yang membatasi kapasitas usaha kecil untuk mengembangkan usahanya. Daya saing di pasar yang kurang, dan permintaan domestik yang semakin berkurang, menyebabkan produk UMKM kalah bersaing dengan produk impor.

Dengan berbagai kelemahan yang ada, perlu upaya-upaya dan strategi pengembangan UMKM. Kartasasmita (1996) merekomendasikan beberapa strategi untuk menjadikan UMKM sebagai tulang punggung dunia usaha nasional dan perekonomian nasional yang tangguh. Pertama, peningkatan akses kepada


(44)

aset produktif terutama modal di samping juga teknologi, manajemen, dan segi-segi lainnya yang penting. Kedua, peningkatan akses pada pasar yang meliputi suatu spektrum kegiatan yang luas, mulai dari pencadangan usaha, sampai pada informasi pasar, bantuan produksi, dan prasarana serta sarana pemasaran. Prasarana perhubungan adalah prasarana ekonomi yang dasar dan akan sangat

membantu khususnya bagi usaha kecil di perdesaan. Ketiga, pelatihan

kewirausahaan, mengenai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berusaha. Keempat, memperkuat kelembagaan ekonomi seperti pasar. Untuk itu diperlukan intervensi-intervensi yang tepat, yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang mendasar dalam suatu ekonomi bebas, tetapi tetap menjamin tercapainya pemerataan sosial (social equity). Kelima, kemitraan usaha yang merupakan jalur yang penting dan strategis bagi pengembangan usaha ekonomi rakyat.

Hafsah (2004) juga menambahkan bahwa usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk pengembangan UMKM, meliputi: (1) penciptaan iklim usaha yang kon-dusif, antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya, (2) bantuan permodalan dengan memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan UMKM untuk membantu peningkatan permo-dalannya, (3) perlindungan usaha jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, (4) pengembangan kemitraan antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, (5) pelatihan dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya, (6) memben-tuk lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UMKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UMKM, (7) memantapkan asosiasi untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya, (8) mengembangkan promosi dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan, dan (9) mengembangkan kerjasama yang setara antara


(45)

15 pemerintah dengan dunia usaha untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

Upaya peningkatan dan pengembangan UMKM dalam perekonomian nasional oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mendorong pemberian kredit perbankan kepada UMKM. Pemberian kredit kepada UMKM sebenarnya dapat menguntungkan bagi bank yang bersangkutan. Pertama, tingkat kemacetannya relatif kecil terutama disebabkan oleh tingkat kepatuhan nasabah usaha kecil yang lebih tinggi dibandingkan nasabah usaha besar. Kedua, pemberian kredit kepada UMKM mendorong penyebaran risiko, karena penyaluran kredit kepada usaha kecil dengan nilai nominal kredit yang kecil memungkinkan bank untuk

memperbanyak jumlah nasabahnya, sehingga pemberian kredit tidak

terkonsentrasi pada satu kelompok atau sektor usaha tertentu. Ketiga, kredit UMKM dengan jumlah nasabah yang relatif lebih banyak akan dapat mendiversifikasi portofolio kredit dan menyebarkan risiko penyaluran kredit. Keempat, suku bunga kredit pada tingkat bunga pasar bagi usaha kecil bukan merupakan masalah utama, sehingga memungkinkan bank-bank memperoleh pendapatan bunga yang memadai. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ketersediaan dana pada saat yang tepat, dalam jumlah yang tepat, sasaran yang tepat dan dengan prosedur yang sederhana lebih penting dari pada bunga murah maupun subsidi (Subari, 2004).

Lebih jauh Subari (2004) menyatakan bahwa peranan Bank Indonesia dalam upaya pemberdayaan UMKM dilakukan melalui empat pilar kebijakan dan strategi, yaitu kebijakan kredit perbankan, pemberian bantuan teknis kepada UMKM, penelitian mengenai pola pembiayaan kepada UMKM, dan penyediaan sistem informasi usaha kecil dan pemberian bantuan teknis. Program yang pernah dilaksanakan dalam pembentukan lembaga keuangan yang dibentuk dari beberapa bank komersial maupun departemen pemerintah antara lain:

1. Kredit Usaha kecil (KUK) yang dilakukan oleh bank-bank komersial. Target grup untuk KUK sangat luas. Setiap UMKM mengajukan kredit dan dianggap layak selama asetnya tidak melebihi batas program.


(46)

2. Kredit Modal Kerja Permanent (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK) yang dimotori oleh Bank Indonesia sebagai upaya bank sentral dalam mendukung UMKM di tahun 1980an.

3. Sistem Unit Desa yang dilaksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mendanai UMKM yang memiliki skala aktivitas lebih kecil daripada yang diberikan oleh KUK. Sistem ini menyediakan kredit (yang tidak disubsidi) dengan tingkat bunga yang tidak lebih tinggi daripada cost of fund.

4. Beberapa kredit dengan nilai lebih kecil dikeluarkan oleh perusahaan pembiayaan mikro (microfinance enterprises). Kredit ini disesuaikan dengan kebutuhan nasabah.

5. Kredit yang diberikan oleh Departemen Perindustrian, namun jumlahnya sangat terbatas.

Beberapa program yang telah dilakukan ternyata belum memberikan implikasi sesuai dengan harapan. Beberapa permasalahan yang timbul, diantaranya: (1) program pendampingan yang telah dilakukan lebih pada supply side effort, sehingga untuk UMKM yang baru tumbuh, perkenalan dan adaptasi terhadap inovasi terbaru ternyata tidak efektif, (2) strategi pemasaran kurang diperhatikan, dimana produk cenderung tidak melihat selera konsumen, (3) adanya kredit-kredit murah yang dikeluarkan oleh bank, baik bank komersial maupun bank sentral, telah memberikan pelajaran bahwa pemberian bantuan likuiditas untuk KMKP dan KIK ternyata telah menimbulkan praktik moral hazard di kalangan perbankan yang salah satu indikasinya adalah meledaknya kredit bermasalah (non performing loan/NPL) pada saat itu.

Untuk mengoptimalkan pemberian KUK oleh bank-bank kepada usaha kecil, Bank Indonesia bersama dengan perbankan selama ini telah menempuh tiga strategi dasar sebagai berikut: Pertama, penerapan batas minimum pemberian kredit sebesar 20 persen dari keseluruhan kredit bagi semua bank, sesuai dengan ketentuan Paket Kebijakan Januari (Pakjan) 1990 serta penyediaan fasilitas kredit likuiditas untuk membiayai sektor yang menjadi prioritas yaitu pengembangan

koperasi, pengadaan pangan dan pemilikan rumah sederhana. Kedua,


(47)

17 mendorong kerja sama antar bank dalam penyaluran Kredit Usaha kecil (KUK) dan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk berpenghasilan rendah, seperti pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. Ketiga, pemberian bantuan teknis melalui Proyek Pengembangan Usaha kecil (PPUK), Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok

Swadaya Masyarakat (PHBK), dan Proyek Kredit Mikro (PKM) (Kuncoro, 2008). Pemerintah juga mengeluarkan program penyaluran Kredit Usaha Rakyat

(KUR). KUR ditetapkan berdasarkan Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, dan diluncurkan pada tanggal 5 November 2007. Dalam peluncuran KUR dilakukan nota kesepahaman bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusaha-an PenjaminPerusaha-an. KebijakPerusaha-an penjaminPerusaha-an kredit ini diharapkPerusaha-an akPerusaha-an dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku UMKM dan koperasi yang telah feasible namun belum bankable. KUR didesain untuk mengatasi masalah agunan, yang umumnya menjadi kendala UMKM untuk memperoleh kredit dari bank umum.

Tujuan diluncurkannya KUR adalah (1) untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM, (2) untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi, dan (3) untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. KUR adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit sampai dengan Rp 500 juta yang diberikan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM-K) yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan Penjamin. KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai, namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM-K pada umumnya kurang, maka sebagian dicover dengan program penjaminan. Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 persen dari plafond kredit. Sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial Bank.

Program KUR memang bukan produk satu institusi pemerintah saja. Instansi yang terlibat dalam program KUR adalah Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian, Kementrian KUKM, akibatnya realisasi program KUR sangat bergantung pada


(48)

koordinasi antar institusi. Penyaluran KUR menghadapi kendala dengan tidak sinkronnya kebijakan antar institusi. Pengawasan pengusaha bermodal kecil tetap diperlakukan sama seperti investor kelas kakap. Salah satunya penerapan kebijakan baru BI yang mengatur mekanisme penyaluran KUR. Kebijakan yang diberi nama BI Checking itu mewajibkan bank teknis untuk mengecek langsung calon debitur KUR. Proses itu jelas saja membuat proses penyaluran KUR menjadi panjang dan rawan tersendat. Hal penting yang harus diperhatikan adalah proses pendampingan bagi UMKM yang telah diberikan kredit tersebut. Pihak-pihak debitor khususnya bank harus memiliki program pendampingan usaha bagi UMKM tersebut, agar UMKM dapat mengelola kredit yang telah diberikan dengan baik. Proses pendampingan dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah, universitas, dan pihak-pihak lain yang terkait.

Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM selama ini selalu menghadapi kendala. Hal in terjadi karena kebijakan dan skema kredit yang diberlakukan kepada usaha kecil secara top down, tanpa terlebih dahulu memperhatikan karakteristik individu dan usaha dari pelaku usaha kecil serta mengabaikan kebutuhan usaha kecil. Pembiayaan yang berkelanjutan juga perlu menciptakan interaksi antara sektor keuangan dengan aspek lainnya yang sangat dibutuhkan oleh usaha kecil, seperti kemudahan

2.2. Faktor-faktor Penentu Aksessibilitas dan Partisipasi pada Kredit

Upaya pengembangan usaha kecil telah dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat, baik oleh Bank Indonesia maupun Kementrian Negara UMKM dan Koperasi terutama berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan modal usaha. Namun demikian, aksessibilitas dan partisipasi usaha kecil pada kredit masih rendah. Lader (1996) menyatakan bahwa salah satu masalah penting yang dihadapi usaha kecil adalah akses pada modal. Sumber keuangan yang kurang memadai dapat menjadi kendala yang nyata bagi pengembangan usaha kecil. Cook dan Nixson (2000) juga menyatakan bahwa meskipun usaha kecil memiliki peran yang besar dalam proses pembangunan di banyak negara berkembang, namun pengembangan usaha kecil selalu dibatasi oleh sumberdaya keuangan yang


(1)

Lampiran 17. Lanjutan

_cons -2644539 1.06e+07 -0.25 0.804 -2.40e+07 1.87e+07 p2 1.98e+07 1.61e+07 1.23 0.225 -1.26e+07 5.22e+07 p1 7955444 2.12e+07 0.37 0.710 -3.48e+07 5.08e+07 pu 295092 627355.1 0.47 0.640 -968466 1558650 bbb 1.219022 .0227214 53.65 0.000 1.173259 1.264786 bprod Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 2.9301e+18 49 5.9799e+16 Root MSE = 2.9e+07 Adj R-squared = 0.9855 Residual 3.8966e+16 45 8.6591e+14 R-squared = 0.9867 Model 2.8912e+18 4 7.2279e+17 Prob > F = 0.0000 F( 4, 45) = 834.72 Source SS df MS Number of obs = 50 . regres bprod bbb pu p1 p2

_cons -3970925 1.20e+07 -0.33 0.742 -2.81e+07 2.02e+07 p2 1.99e+07 1.80e+07 1.11 0.275 -1.64e+07 5.61e+07 p1 1203733 2.45e+07 0.05 0.961 -4.82e+07 5.06e+07 jtk 1.47e+07 4534025 3.24 0.002 5553903 2.38e+07 bbb 1.28793 .0277814 46.36 0.000 1.231975 1.343885 omset Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 3.4829e+18 49 7.1079e+16 Root MSE = 3.4e+07 Adj R-squared = 0.9840 Residual 5.1136e+16 45 1.1363e+15 R-squared = 0.9853 Model 3.4317e+18 4 8.5793e+17 Prob > F = 0.0000 F( 4, 45) = 754.99 Source SS df MS Number of obs = 50 . regres omset bbb jtk p1 p2

_cons 1080844 4470377 0.24 0.810 -7928608 1.01e+07 p2 1614225 4604918 0.35 0.728 -7666378 1.09e+07 p1 508381.5 6728025 0.08 0.940 -1.31e+07 1.41e+07 daset 2413012 3965268 0.61 0.546 -5578459 1.04e+07 jtkg 2483785 694718.8 3.58 0.001 1083671 3883898 tpend .4332941 .040072 10.81 0.000 .3525342 .5140539 cons Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 1.6118e+16 49 3.2894e+14 Root MSE = 8.3e+06 Adj R-squared = 0.7881 Residual 3.0672e+15 44 6.9709e+13 R-squared = 0.8097 Model 1.3051e+16 5 2.6102e+15 Prob > F = 0.0000 F( 5, 44) = 37.44 Source SS df MS Number of obs = 50 . regres cons tpend jtkg daset p1 p2


(2)

228

Lampiran 18.

Program dan Hasil Pendugaan Persamaan Kinerja Usaha dan

Pengeluaran Rumahtangga Berdasarkan

Credit Rationing

pada

Pengusaha

Industri

Kecil

dan

Rumahtangga

dengan

Menggunakan Program Stata 11

_cons 2.05e+07 3227461 6.34 0.000 1.34e+07 2.76e+07 daset -6507196 4823077 -1.35 0.204 -1.71e+07 4108325 lmns -196718.2 156235.9 -1.26 0.234 -540591 147154.6 omset -.0016458 .003237 -0.51 0.621 -.0087704 .0054789 slcr Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 6.4893e+14 14 4.6352e+13 Root MSE = 6.4e+06 Adj R-squared = 0.1282 Residual 4.4453e+14 11 4.0412e+13 R-squared = 0.3150 Model 2.0440e+14 3 6.8134e+13 Prob > F = 0.2272 F( 3, 11) = 1.69 Source SS df MS Number of obs = 15 . regres slcr omset lmns daset

_cons -1349295 1.24e+07 -0.11 0.915 -2.89e+07 2.62e+07 pslcr -.1163501 .5808329 -0.20 0.845 -1.410526 1.177826 pos 3994315 5224140 0.76 0.462 -7645794 1.56e+07 pu 711767.3 291884 2.44 0.035 61409.27 1362125 tab .0254938 .3190431 0.08 0.938 -.6853785 .7363661 fiset Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 8.6577e+14 14 6.1841e+13 Root MSE = 7.0e+06 Adj R-squared = 0.2025 Residual 4.9315e+14 10 4.9315e+13 R-squared = 0.4304 Model 3.7262e+14 4 9.3155e+13 Prob > F = 0.1890 F( 4, 10) = 1.89 Source SS df MS Number of obs = 15 . regres fiset tab pu pos pslcr

_cons -1.726391 6.955959 -0.25 0.809 -17.03635 13.58357 pslcr 1.17e-07 3.81e-07 0.31 0.764 -7.21e-07 9.56e-07 pos 3.965168 2.741294 1.45 0.176 -2.06838 9.998717 omset 9.81e-09 2.17e-09 4.52 0.001 5.04e-09 1.46e-08 jtk Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 719.6 14 51.4 Root MSE = 4.3613 Adj R-squared = 0.6299 Residual 209.227934 11 19.0207213 R-squared = 0.7092 Model 510.372066 3 170.124022 Prob > F = 0.0027 F( 3, 11) = 8.94 Source SS df MS Number of obs = 15 . regres jtk omset pos pslcr

_cons 8.50e+08 2.55e+08 3.34 0.007 2.89e+08 1.41e+09 pslcr -39.7834 13.85758 -2.87 0.015 -70.28371 -9.283078 jtk 6.14e+07 8293219 7.41 0.000 4.32e+07 7.97e+07 hinp -13611.79 3704.512 -3.67 0.004 -21765.36 -5458.212 bbb Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 3.1418e+18 14 2.2441e+17 Root MSE = 1.9e+08 Adj R-squared = 0.8410 Residual 3.9257e+17 11 3.5688e+16 R-squared = 0.8750 Model 2.7492e+18 3 9.1640e+17 Prob > F = 0.0000 F( 3, 11) = 25.68 Source SS df MS Number of obs = 15 . regres bbb hinp jtk pslcr


(3)

Lampiran 18. Lanjutan

_cons 6.49e+07 5.46e+08 0.12 0.908 -1.17e+09 1.30e+09 pslcr -26.5268 23.95116 -1.11 0.297 -80.70809 27.65449 domset 7.94e+07 2.28e+08 0.35 0.735 -4.36e+08 5.95e+08 pu 1.42e+07 1.25e+07 1.13 0.286 -1.41e+07 4.24e+07 jtk 4.37e+07 1.37e+07 3.18 0.011 1.26e+07 7.47e+07 tpend 4.891235 2.468178 1.98 0.079 -.6921721 10.47464 bprod Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 5.0068e+18 14 3.5763e+17 Root MSE = 2.9e+08 Adj R-squared = 0.7725 Residual 7.3239e+17 9 8.1377e+16 R-squared = 0.8537 Model 4.2744e+18 5 8.5487e+17 Prob > F = 0.0015 F( 5, 9) = 10.51 Source SS df MS Number of obs = 15 . regres bprod tpend jtk pu domset pslcr

_cons 5.04e+07 5.57e+07 0.91 0.387 -7.37e+07 1.75e+08 pslcr -2.844732 3.12713 -0.91 0.384 -9.812411 4.122947 daset 1.71e+07 2.93e+07 0.58 0.574 -4.83e+07 8.24e+07 bbb 1.245098 .0239192 52.05 0.000 1.191803 1.298394 pendu .8643947 .2496468 3.46 0.006 .3081469 1.420643 omset Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] Total 5.5600e+18 14 3.9715e+17 Root MSE = 2.4e+07 Adj R-squared = 0.9985 Residual 5.9053e+15 10 5.9053e+14 R-squared = 0.9989 Model 5.5541e+18 4 1.3885e+18 Prob > F = 0.0000 F( 4, 10) = 2351.33 Source SS df MS Number of obs = 15 . regres omset pendu bbb daset pslcr

_cons 9686676 7499341 1.29 0.203 -5437188 2.48e+07

pslcr -8083040 9780828 -0.83 0.413 -2.78e+07 1.16e+07

jtkg 3300495 1884377 1.75 0.087 -499712.6 7100704

tpend .2975421 .0389207 7.64 0.000 .2190511 .3760331

cons Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

Total 1.1230e+16 46 2.4414e+14 Root MSE = 1.0e+07

Adj R-squared = 0.5853

Residual 4.3534e+15 43 1.0124e+14 R-squared = 0.6124

Model 6.8769e+15 3 2.2923e+15 Prob > F = 0.0000

F( 3, 43) = 22.64

Source SS df MS Number of obs = 47

. regres cons tpend jtkg pslcr


(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 23 September 1977 sebagai anak

kedua dari pasangan Bapak Zarkani Boer dan Ibu (alm) Nuraini Ali Syam.

Pendidikan dan kehidupan penulis banyak dilakukan di Padang. Penulis menikah

dengan Irgon Sukafdi pada Tahun 2002 dan dikaruniai dua orang anak, yaitu

Rasyid Al-Luthfi Sukafdi dan Adz-Dzikra Masterina Sukafdi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1991 dan

pendidikan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1993. Penulis menyelesaikan

Sekolah Menengah Atas pada tahun 1996 dan melanjutkan ke jenjang strata 1

melalui jalur penerimaan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) pada

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Penulis menyelesaikan pendidikan strata 1 tepat empat tahun, yaitu tahun 2000

dengan memperoleh nilai “Cum Laude”.

Pada akhir tahun 2001, penulis diterima bekerja sebagai staf pengajar di

Jurusan Sosial Ekonomi/Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

sampai sekarang. Penulis mendapat kesempatan tugas belajar pendidikan

pascasarjana (S2) Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun

2005 dan lulus tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan

Program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada

Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, dengan beasiswa dari BPPS Dirjen Dikti

.


(6)

Dokumen yang terkait

Strategi Kehidupan Rumahtangga Sirkulator dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumahtangga (Studi Kasus di Desa Curug, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

0 28 124

Pekerja Anak-Anak di Pedesaan (Peranan dan Dampak Anak Bekerja pada Rumahtangga Industri Kecil Sandal : Studi Kasus di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 19 120

Industri Kecil dan Rumahtangga, Tinjauan terhadap Karakteristik dan Idealisasinya sebagai Agen Pembaru di Pedesaan (Studi Kasus Desa Cikeas, Kecamatan Kedunghalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 7 154

Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tapioka Di Tarikolot Dan Bubulak Desa Ciluar Kota Bogor

0 9 119

Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Kecil Gerabah di Sentra Industri Gerabah Kasongan Kabupaten Bantul

0 8 221

Analisis Keberlanjutan, Jangkauan Dan Dampak Pembiayaan Lkms Terhadap Pengurangan Kemiskinan Rumahtangga Tani Di Perdesaan Jawa Barat

2 38 189

Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 1

Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya di Desa Parakan Kec.Ciomas Kabupaten Bogor,Jawa Barat "Reviewer"

0 3 4

Sumbangan industri kecil menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

0 6 111

Aksesibilitas Industri Agro Skala Mikro Kecil pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha di Kabupaten Bogor

0 4 89