Karakteristik Pengusaha Sampel GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

93 tenaga kerja yang digunakan pada IKRT pangan hanya 2.08 orang. Kondisi diatas menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar antara usaha yang berbasis non pangan dengan pangan dalam penggunaan tenaga kerja. Usaha non pangan memiliki skala usaha yang lebih besar dan memerlukan penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak dalam proses produksinya, sedangkan usaha pangan masih bersifat usaha rumahtangga yang tidak memerlukan banyak tenaga kerja serta masih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Sistem upah yang digunakan pada kelompok IKRT non pangan dan IKRT pangan juga berbeda. Sistem upah pada usaha tas dan alas kaki pada umumnya bersifat borongan, sedangkan pada usaha tempe bersifat harian. Rata-rata aset yang dimiliki oleh pengusaha IKRT non pangan termasuk tanah dan bangunan bernilai Rp 201 651 738. Aset pengusaha tas lebih besar dari aset pengusaha alas kaki, yaitu pengusaha tas memiliki rata-rata aset Rp 306 724 880 sedangkan pengusaha alas kaki memiliki rata-rata aset Rp 153 891 218. Ini menunjukkan bahwa pengusaha tas memiliki tingkat kekayaan yang lebih baik dari pengusaha alas kaki. Rata-rata aset yang dimiliki pengusaha IKRT tempe termasuk tanah dan bangunan adalah Rp 153 304 260. Antara pengusaha IKRT non pangan dan IKRT pangan terlihat bahwa IKRT non pangan memiliki kekayaan yang lebih besar dari IKRT pangan. Besarnya aset juga menunjukkan kemampuan IKRT untuk memenuhi persyaratan collateral yang digunakan sebagai jaminan untuk berpartisipasi dalam kredit. Tabel 7. Rata-rata Karakteristik Usaha dan Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat No. Karakteristik Usaha IKRT Tas Alas Kaki Tempe 1. Pengalaman usahathn 15.16 11.67 11.84 2. Penggunaan tenaga kerja org 9.94 9.27 2.08 3. Total aset Rp 306 724 880 153 891 218 153 304 260 4. Pendapatan total Rpthn 62 450 174 59 307 824 60 101 637 5. Pendapatan dalam usaha Rpthn 56 690 174 56 546 370 40 769 823 6. Pendapatan luar usaha Rpthn 5 760 000 2 761 455 19 331 814 7. Penjualan Rpthn 928 073 600 1 575 537 338 348 534 272 8. Pengeluaran total Rpthn 41 624 300 37 387 416 39 261 430 Sumber: data primer diolah Rata-rata omset penjualan pengusaha IKRT non pangan adalah Rp 1 251 805 469 per tahun, dimana rata-rata omset penjualan pengusaha alas kaki lebih 94 besa Rp 1 575 537 338 per tahun dari pengusaha tas Rp 928 073 600 per tahun. Rata-rata omset penjualan pengusaha IKRT tempe adalah Rp 348 534 272 per tahun. Nilai penjulan per tahun pengusaha IKRT tempe jauh dibawah IKRT non pangan tas dan alas kaki. Ini menunjukkan usaha tempe masih memiliki skala usaha yang sangat kecil dan lebih bersifat industri rumahan. Perbedaan jumlah tenaga kerja yang digunakan antara IKRT non pangan dan IKRT pangan sudah menunjukkan bahwa usaha IKRT non pangan lebih besar dari IKRT pangan, sehingga ini juga akan terlihat pada omset penjualan per tahun yang dihasilkan. Dengan demikian, perbedaan sifat produk yang dihasilkan juga akan membedakan omset penjualan IKRT non pangan dan pangan. Rata-rata pendapatan dari dalam usaha IKRT non pangan adalah Rp 56 690 173.6 per tahun, dan tidak ada perbedaan yang nyata antara IKRT tas dengan alas kaki. Rata-rata pendapatan dari dalam usaha IKRT tempe adalah Rp 40 769 823 per tahun. Rata-rata pendapatan dari dalam usaha pangan lebih rendah dari usaha non pangan, namun pengusaha tempe memiliki pendapatan dari luar usaha yang lebih banyak dari pengusaha tas dan alas kaki. Pendapatan dari luar usaha IKRT pangan adalah Rp 19 331 814 per tahun sedangkan pendapatan dari luar usaha IKRT non pangan hanya sebesar Rp 3 698 500 per tahun. Pendapatan dari luar usaha yang lebih besar disebabkan oleh pekerjaan dari luar usaha yang dimiliki pengusaha tempe dan cara penjualan produk yang dihasilkan. Pengusaha IKRT tempe langsung menjual produknya ke pasar, dan hampir semua pengusaha tempe memiliki penghasilan tambahan dari menjual beberapa kebutuhan pokok lainnya yang disertakan dengan penjualan tempe, sedangkan pengusaha IKRT tas dan alas kaki pada umumnya tidak memiliki penghasilan dari luar usaha. Pengusaha tas dan alas kaki yang memiliki pendapatan dari luar usaha hanya berjumlah 16 orang atau sekitar 20 persen dari keseluruhan pengusaha, sedangkan pengusaha tempe memiliki penghasilan dari luar usaha sekitar 78 persen dari keseluruhan pengusaha tempe. Rata-rata total pendapatan rumah-tangga pengusaha tas dan alas kaki adalah Rp 60 289 808 per tahun, sedangkan rata-rata total pendapatan rumahtangga pengusaha tempe sebesar Rp 60 101 637 per tahun. 95 Rata-rata pengeluaran untuk konsumsi total rumahtangga pengusaha IKRT non pangan adalah Rp 38 658 942 per tahun, rata-rata total pengeluaran rumahtangga pengusaha tas adalah Rp 41 624 300 per tahun, sedangkan rata-rata total pengeluaran rumahtangga pengusaha alas kaki adalah Rp 37 387 416 per tahun. Rata-rata total pengeluaran rumahtangga pengusaha ini dipengaruhi oleh berbagai konsumsi atau pengeluaran, antara lain konsumsi untuk kebutuhan pangan dan konsumsi lainnya, seperti konsumsi non pangan, investasi pendidikan, kesehatan, sosial dan pengeluaran untuk cicilan kredit. Rata-rata total pengeluaran rumahtangga pengusaha IKRT tempe adalah Rp 39 261 430 per tahun. Pengeluaran untuk konsumsi pangan masih menjadi komponen utama dari pengeluaran total rumahtangga IKRT non pangan dan pangan. Tabel 8 menunjukkan karakteristik usaha dan rumahtangga pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan. Rata-rata pengalaman usaha pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan untuk kedua kelompok IKRT lebih lama dari pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan. Rata-rata pengalaman usaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT non pangan adalah 15.16 tahun sedangkan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan memiliki pengalaman usaha 11.67 tahun. Rata-rata pengalaman usaha pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT pangan adalah 12.96 tahun, sedangkan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan selama 10.89 tahun. Tabel 8. Rata-rata Karakteristik Usaha dan Rumahtangga Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel Berdasarkan Partisipasinya pada Sumber Pembiayaan Formal No. Karakteristik Usaha IKRT Non Pangan IKRT Pangan Partisipan Non Partisipan Partisipan Non Partisipan 1. Pengalaman usaha thn 15.16 11.67 12.96 10.89 2. Pengg tenaga kerja org 9.94 9.27 2.39 1.82 3. Total aset Rp 300 937 344 135 461 334 207 823 304 106 862 111 4. Pendapatan total Rpthn 84 674 456 43 850 140 75 504 929 46 980 314 5. Pendapatan dalam usaha Rpthn 79 699 456 41 185 877 44 451 185 37 633 848 6. Pendapatan luar usaha Rpthn 4 975 000 2 847 500 31 053 745 9 346 466 7. Penjualan Rpthn 893 078 750 707 210 833 345 628 349 351 009 688 8. Pengeluaran total Rpthn 45 525 183 33 859 052 58 680 348 37 118 444 Jumlah Sampel 32.00 48.00 23.00 27.00 Sumber: data primer diolah 96 Rata-rata tenaga kerja yang digunakan antara pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dengan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT non pangan tidak jauh berbeda, yaitu 9.94 dengan 9.27 orang. Begitu juga pada IKRT non pangan, pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada usaha tempe memiliki rata-rata tenaga kerja sebanyak 2.39 sedangkan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan sebanyak 1.81 orang. Perbedaan jumlah aset terlihat pada pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dengan pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan baik pada IKRT non pangan maupun IKRT pangan. Pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan memiliki aset sebesar Rp 300 937 344 sedangkan yang tidak berpartisipasi pada sumber pembiayaan memiliki aset sebesar Rp 135 461 334. Komponen aset yang dimiliki oleh IKRT non pangan meliputi peralatan produksi, mesin-mesin produksi, termasuk rumah dan bangunan. Nilai aset menunjukkan kekayaan dan skala usaha pengusaha, sehingga pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan memiliki kekayaan yang lebih banyak dan skala usaha yang lebih besar dari pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan. Pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dengan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada usaha tempe memiliki jumlah asset yang juga berbeda, yaitu Rp 207 823 304 untuk pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dan Rp 106 862 111 untuk pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan. Rata-rata omset penjualan pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada usaha non pangan adalah Rp 893 078 750 per tahun, sedangkan pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan memiliki omset penjualan Rp 707 210 833.3 per tahun. Ini juga menunjukkan pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan memiliki skala usaha yang lebih besar dari pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan. Pengusaha yang memiliki skala usaha yang besar akan lebih berkeinginan untuk berpartisipasi pada sumber pembiayaan, karena memiliki kebutuhan modal untuk usaha akan semakin besar. Kebutuhan modal IKRT tidak dapat dipenuhi 97 semuanya dari modal sendiri, sehingga permintaan akan sumber pembiayaan akan meningkat. Rata-rata omset penjualan pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dengan yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT tempe tidak jauh berbeda yaitu rata-rata Rp 345 628 349 per tahun pada yang berpartisipasi dan Rp 351 009 688 per tahun pada yang tidak berpartisipasi. Dari segi pendapatan dalam usaha, terdapat perbedaan yang cukup besar antara pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dengan pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT non pangan, yaitu Rp 79 699 455.6 per tahun untuk pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dan Rp 41 185 877 per tahun untuk pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan. Pendapatan usaha sangat dipengaruhi oleh omset penjualan dan harga produk yang dihasilkan. Omset penjualan pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan yang lebih besar, akan menyebabkan pendapatan dalam usaha yang dihasilkan juga lebih besar. Rata-rata pendapatan usaha pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT tempe dengan yang tidak juga memiliki perbedaan yang cukup besar yaitu, Rp 44 451 184.5 per tahun untuk pengusaha yang berpartisipasi dan Rp 37 633 848.3 per tahun. Pengeluaran untuk total konsumsi pada pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan lebih besar dari pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT non pangan, yaitu Rp 45 525 183 per tahun untuk pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan, dan Rp 33 859 052 per tahun untuk pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan . Pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada usaha tempe memiliki total konsumsi sebesar Rp 58 680 348 per tahun, sedangkan pengusaha yang tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan memiliki total konsumsi sebesar Rp 37 118 444 per tahun. Perbedaan pengeluaran ini tentu saja dipengaruhi oleh pendapatan dari dalam usaha dan total pendapatan pengusaha. Dari deskripsi usaha dan rumahtangga pengusaha IKRT terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara karakteristik usaha dan rumahtangga antara pengusaha yang berpartisipasi dalam sumber pembiayaan dengan yang 98 tidak berpartisipasi dalam sumber pembiayaan pada IKRT non pangan. Namun, pada IKRT pangan, perbedaan karakteristik usaha dan rumahtangga tersebut tidak terlalu besar. Berdasarkan sumber pembiayaan yang digunakan oleh sampel IKRT, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sampel yang meminjam ke bank, PKBL, Informal dan modal sendiri. Tabel 9 menunjukkan karakteristik usaha dan rumahtangga sampel IKRT non pangan dan pangan yang meminjam ke sumber pembiayaan berbeda. Secara keseluruhan, sampel yang meminjam ke sumber pembiayaan bank memiliki karakteristik usaha dan rumahtangga yang lebih besar dari sumber pembiayaan lainnya baik pada IKRT non pangan maupun pangan. Tabel 9. Rata-rata Karakteristik Usaha dan Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil dan Rumahtangga Sampel Berdasarkan Partisipasinya pada Berbagai Sumber Pembiayaan di Kabupaten Bogor Karakteristik Usaha IKRT Non Pangan IKRT Pangan Bank PKBL Informal Sendiri Bank PKBL Sendiri Pengalaman usahathn 13.64 15.40 11.93 11.56 12.38 14.28 10.74 Pengg tenaga kerja org 10.93 9.40 9.13 9.33 2.56 2.00 1.81 Total aset Rp 389 000 000 253 200 000 210 333 333 100 996 970 217 458 000 185 801 143 103 528 778 Pendapatan total Rpthn 88 857 143 81 800 000 51 818 182 41943031 80 917 085.63 63 134 286 46 769 713 Pendapatan dalam usaha Rpthn 82 857 143 78 300 000 51 000 000 36 636 364 48 952 327.79 34 162 857 37 106 487 Pendapatan luar usaha Rpthn 6 000 000 3 700 000 818 181.82 5 306 666.7 31 964 757.85 28 971 429 10 263 133 Penjualan Rpthn 847 857 143 870 000 000 790 666 667 669 818 182 368 796 784 292 671 929 343 51 355 Pengeluaran total Rpthn 49 214 286 42 500 000 43 133 333 30 545 455 48 926 562.5 32 812 222 40 616 643 Bahan baku Rpthn 601 428 571 618 000 000 588 666 667 499 363 636 257 620 390 194 434 286 250 125 986 Biaya produksi Rpthn 777 142 857 794 000 000 736 666 667 637 424 242 319 844 456 258 509 071 31 1542 507 Sumber: Data Primer diolah Pengalaman usaha sampel IKRT non pangan yang meminjam ke sumber pembiayaan PKBL ternyata lebih lama, yaitu 15.4 tahun diikuti sampel yang meminjam pada sumber pembiayaan bank selama 13.64 tahun, kemudian pada sumber pembiayaan informal selama 11.93 tahun dan modal sendiri selama 11.56 tahun. Pola yang sama juga terjadi pada sampel IKRT pangan, yaitu sampel yang meminjam pada sumber pembiayaan PKBL memiliki pengalaman usaha yang lebih lama 14.28 tahun diikuti sampel bank 12.38 tahun, dan modal sendiri 10.74 tahun. Rata –rata total aset yang dimiliki IKRT lebih besar pada sampel yang meminjam pada bank, diikuti sampel kredit PKBL, informal dan modal

Dokumen yang terkait

Strategi Kehidupan Rumahtangga Sirkulator dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumahtangga (Studi Kasus di Desa Curug, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

0 28 124

Pekerja Anak-Anak di Pedesaan (Peranan dan Dampak Anak Bekerja pada Rumahtangga Industri Kecil Sandal : Studi Kasus di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 19 120

Industri Kecil dan Rumahtangga, Tinjauan terhadap Karakteristik dan Idealisasinya sebagai Agen Pembaru di Pedesaan (Studi Kasus Desa Cikeas, Kecamatan Kedunghalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 7 154

Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Tapioka Di Tarikolot Dan Bubulak Desa Ciluar Kota Bogor

0 9 119

Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Kecil Gerabah di Sentra Industri Gerabah Kasongan Kabupaten Bantul

0 8 221

Analisis Keberlanjutan, Jangkauan Dan Dampak Pembiayaan Lkms Terhadap Pengurangan Kemiskinan Rumahtangga Tani Di Perdesaan Jawa Barat

2 38 189

Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 1

Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumahtangga dan Kesejahteraan Dirinya di Desa Parakan Kec.Ciomas Kabupaten Bogor,Jawa Barat "Reviewer"

0 3 4

Sumbangan industri kecil menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

0 6 111

Aksesibilitas Industri Agro Skala Mikro Kecil pada Sumber Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Usaha di Kabupaten Bogor

0 4 89