17 mendorong kerja sama antar bank dalam penyaluran Kredit Usaha kecil KUK
dan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk berpenghasilan rendah, seperti pendirian Bank Perkreditan Rakyat
BPR dan BPR Syariah. Ketiga, pemberian bantuan teknis melalui Proyek Pengembangan Usaha kecil PPUK, Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok
Swadaya Masyarakat PHBK, dan Proyek Kredit Mikro PKM Kuncoro, 2008. Pemerintah juga mengeluarkan program penyaluran Kredit Usaha Rakyat
KUR. KUR ditetapkan berdasarkan Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, dan
diluncurkan pada tanggal 5 November 2007. Dalam peluncuran KUR dilakukan nota kesepahaman bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusaha-
an Penjaminan. Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku UMKM dan
koperasi yang telah feasible namun belum bankable. KUR didesain untuk mengatasi masalah agunan, yang umumnya menjadi kendala UMKM untuk
memperoleh kredit dari bank umum. Tujuan diluncurkannya KUR adalah 1 untuk mempercepat pengembangan
sektor riil dan pemberdayaan UMKM, 2 untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi, dan 3 untuk penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja. KUR adalah Kredit Modal Kerja KMK dan atau Kredit Investasi KI dengan plafon kredit sampai dengan Rp 500 juta yang
diberikan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi UMKM-K yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan
Penjamin. KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai, namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM-K pada
umumnya kurang, maka sebagian dicover dengan program penjaminan. Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 persen dari plafond kredit. Sumber dana KUR
sepenuhnya berasal dari dana komersial Bank. Program KUR memang bukan produk satu institusi pemerintah saja.
Instansi yang terlibat dalam program KUR adalah Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian,
Kementrian KUKM, akibatnya realisasi program KUR sangat bergantung pada
18 koordinasi antar institusi. Penyaluran KUR menghadapi kendala dengan tidak
sinkronnya kebijakan antar institusi. Pengawasan pengusaha bermodal kecil tetap diperlakukan sama seperti investor kelas kakap. Salah satunya penerapan
kebijakan baru BI yang mengatur mekanisme penyaluran KUR. Kebijakan yang diberi nama BI Checking itu mewajibkan bank teknis untuk mengecek langsung
calon debitur KUR. Proses itu jelas saja membuat proses penyaluran KUR menjadi panjang dan rawan tersendat. Hal penting yang harus diperhatikan adalah
proses pendampingan bagi UMKM yang telah diberikan kredit tersebut. Pihak- pihak debitor khususnya bank harus memiliki program pendampingan usaha bagi
UMKM tersebut, agar UMKM dapat mengelola kredit yang telah diberikan dengan baik. Proses pendampingan dapat dilakukan melalui kerja sama dengan
pemerintah, universitas, dan pihak-pihak lain yang terkait. Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan akses
pembiayaan kepada UMKM selama ini selalu menghadapi kendala. Hal in terjadi karena kebijakan dan skema kredit yang diberlakukan kepada usaha kecil secara
top down, tanpa terlebih dahulu memperhatikan karakteristik individu dan usaha dari pelaku usaha kecil serta mengabaikan kebutuhan usaha kecil. Pembiayaan
yang berkelanjutan juga perlu menciptakan interaksi antara sektor keuangan dengan aspek lainnya yang sangat dibutuhkan oleh usaha kecil, seperti
kemudahan
2.2. Faktor-faktor Penentu Aksessibilitas dan Partisipasi pada Kredit
Upaya pengembangan usaha kecil telah dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat, baik oleh Bank Indonesia maupun Kementrian Negara UMKM dan
Koperasi terutama berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan modal usaha. Namun demikian, aksessibilitas dan partisipasi usaha kecil pada kredit
masih rendah. Lader 1996 menyatakan bahwa salah satu masalah penting yang dihadapi usaha kecil adalah akses pada modal. Sumber keuangan yang kurang
memadai dapat menjadi kendala yang nyata bagi pengembangan usaha kecil. Cook dan Nixson 2000 juga menyatakan bahwa meskipun usaha kecil memiliki
peran yang besar dalam proses pembangunan di banyak negara berkembang, namun pengembangan usaha kecil selalu dibatasi oleh sumberdaya keuangan yang
19 belum memadai untuk memenuhi berbagai kebutuhan operasional dan investasi.
Sebuah studi Bank Dunia menemukan bahwa sekitar 90 persen dari perusahaan kecil yang disurvei menyatakan bahwa kredit adalah kendala utama bagi investasi
baru. Levy 1999 juga menemukan bahwa adanya aksessibilitas yang terbatas kepada sumberdaya keuangan pada usaha kecil dibandingkan dengan usaha yang
lebih besar dan tentu saja akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan usaha kecil tersebut.
Beberapa studi empiris yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi aksessibilitas usaha kecil pada kredit atau pembiayaan memperlihatkan hasil yang
berbeda-beda. Secara keseluruhan, aksessibilitas usaha kecil pada kredit atau sumber pembiayaan ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi pengusaha,
karakteristik usaha, ketersediaan informasi dan networking yang dimiliki pengusaha serta karakteristik dari pinjaman atau kredit.
Fernando et al. 2002 menemukan bahwa karakteristik pemilik dapat menjadi penentu yang paling penting dari keputusan kredit bank pada usaha kecil.
Kondisi sosial ekonomi pengusaha yang mempengaruhi aksessibilitas pada sumber pembiayaan adalah umur, jenis kelamin, dan pendidikan pengusaha
Diagne dan Zeller, 2000; Okurut, 2006; Pandula, 2011; Nkuah et al., 2013; Nguyen dan Luu, 2013. Nkuah et al. 2013 dalam studinya tentang pembiayaan
usaha kecil di Ghana menemukan bahwa jenis kelamin pemilik usaha dan umur mempengaruhi aksessibilitas usaha kecil pada kredit. Pemilik berjenis kelamin
laki-laki memiliki aksessibilitas yang lebih besar dibandingkan pemilik berjenis kelamin perempuan, serta pemilik yang berumur produktif antara 31-50 tahun
lebih akses pada kredit. Nguyen dan Luu 2013 juga menemukan bahwa karakteristik pemilik seperti usia, etnis, pengalaman usaha secara nyata
mempengaruhi kemampuan untuk meminjam dari sumber pembiayaan formal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendidikan pengusaha memiliki
peranan yang penting dalam meningkatkan aksessibilitas usaha kecil pada sumber pembiayaan. H
an 2008 dan
Pandula 2011
menemukan bahwa karakteristik pengusaha seperti pendidikan menentukan aksessibilitas
usaha kecil
pada kredit. P
endidikan merupakan faktor penting dalam aksessibilitas pada kredit formal karena pemilik usaha yang lebih berpendidikan akan memiliki kemampuan yang
20 lebih baik untuk mencari informasi keuangan dan rencana usaha serta membangun
relasi yang lebih baik dengan institusi keuangan. Pemilik usaha yang lebih berpendidikan akan memiliki skill manajerial yang lebih baik, sehingga pemberi
pinjaman akan cenderung memilih pemilik usaha yang lebih berpendidikan. Dari sisi penawaran, lembaga keuangan juga lebih menyukai calon peminjam yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi, karena memiliki pemahaman tentang kontrak kredit yang lebih baik. Studi Messah dan Wangai 2011 tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi partisipasi pada kredit di Kenya juga menemukan bahwa tingkat pendidikan pemilik usaha merupakan faktor yang nyata
mempengaruhi usaha kecil untuk meminjam ke lembaga keuangan formal. Pemilik usaha kecil dapat meningkatkan partisipasinya dalam pasar kredit dengan
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan bisnisnya serta memperbaiki akuntansi dan sistem pembukuan yang tepat.
Disamping karakteristik individu pengusaha, karakteristik rumahtangga pengusaha industri kecil juga mempengaruhi aksessibilitas pada sumber
pembiayaan. Karakteristik rumahtangga yang mempengaruhi aksesibilitass pada sumber pembiayaan antara lain komposisi dari aset rumahtangga, ukuran
rumahtangga, dan pendapatan per kapita rumahtangga Diagne, 1999; Diagne dan Zeller, 2001; Okurut, 2006. Diagne dan Zeller 2001 serta Okurut 2006
menyatakan aksessibilitas pada sumber pembiayaan bank dipengaruhi secara positif dan nyata oleh usia, ukuran rumah tangga, tingkat pendidikan, pendapatan
kapita rumahtangga. Messah dan Wangai 2011 juga menemukan bahwa jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan rumahtangga merupakan faktor yang nyata
mempengaruhi usaha kecil untuk meminjam ke lembaga keuangan formal. Karakteristik dan aktivitas usaha merupakan faktor terpenting dalam
menentukan aksessibilitas usaha kecil pada sumber pembiayaan. Beberapa penelitian menemukan bahwa umur usaha atau lama berusaha, ukuran usaha atau
skala usaha, nilai aset, periode operasi usaha, jenis usaha, dan informasi keuangan usaha menentukan akses pada sumber pembiayaan Zhao, et a.l, 2006; Thanh,
2011; Isaac et al., 2011; Lijun dan Hongan, 2011; Musamali dan Tarus, 2013; Nguyen dan Luu, 2013. Bukti empiris dari berbagai studi menunjukkan bahwa
ada hubungan positif antara ukuran dan umur usaha dengan sumber pembiayaan
21 terutama perbankan. Hall et al . 2004 menyatakan bahwa struktur modal dari
suatu usaha sangat tergantung kepada umur usaha dan ukuran usaha. Usaha-usaha besar secara umum lebih akses pada kredit bank daripada usaha kecil. Hasil studi
Thanh 2011 dan Musamali dan Tarus 2013 juga menunjukkan bahwa ukuran usaha dan umur usaha menentukan akses pemilik usaha kecil pada sumber
pembiayaan. Usaha yang lebih besar akan memiliki agunan yang cukup untuk digunakan sebagai jaminan dalam mengakses kredit. Isaac et al. 2011 yang
mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi akses usaha kecil pada lembaga keuangan di Zimbabuwe juga menemukan bahwa ukuran usaha dan umur usaha
adalah faktor-faktor yang menentukan aksessibilitas pada sumber pembiayaan. Perusahaan baru akan cenderung mengandalkan ekuitas awal dari pemiliknya
daripada menggunakan sumber modal dari luar, sedangkan perusahaan yang telah beroperasi lama akan memiliki reputasi yang telah dibangun selama bertahun-
tahun, yang lebih menarik bagi pasar keuangan. Informasi mengenai keuangan usaha juga menentukan akses pada kredit.
Lijun dan Hongan 2011 menemukan bahwa current ratio, fixed assets ratio, asset net interest rate, produksi usaha, dan credit rating secara nyata
mempengaruhi ketersediaan kredit bagi UMKM. Hall et al. 2004 Isaac et al. 2011 juga menyatakan bahwa struktur aset dan nilai aset, profitabilitas,
pertumbuhan dan resiko akan mempengaruhi aksessibilitas usaha kecil pada sumber pembiayaan.
Fatoki dan Smit 2011
menyebutkan kompetensi manajerial juga merupakan kendala penting untuk akses pada kredit dari bank komersial.
Networking dari usaha kecil juga menentukan akses pada keuangan Nguyen and Luu, 2013. Official networking dan social network secara nyata
meningkatkan kemampuan usaha kecil untuk mengakses lembaga keuangan bank dan sumber modal lainnya. Pemilik usaha kecil yang mengikuti organisasi atau
asosiasi akan memiliki informasi yang berhubungan dengan perkembangan bisnisnya dan informasi tentang kredit, serta memiliki peluang untuk mengikuti
pelatihan dan penyuluhan Pandula, 2011. Fatoki dan Smit 2011 menemukan informasi bisnis dan networking sangat penting dalam menentukan akses kredit
dari bank komersial. Zhao, et al,. 2006 juga menyatakan bahwa faktor
22 relationship mempengaruhi kemampuan usaha kecil untuk mengakses kredit
perbankan. Faktor lain yang penting adalah lokasi dimana usaha kecil berada. Lokasi
usaha akan menentukan aksessibilitas perusahaan pada kredit. Perusahaan yang berlokasi di kota besar cenderung memiliki akses yang besar pada keuangan
formal. Perusahaan yang berlokasi dekat dengan fasilitas dan jalan utama memiliki peluang akses yang lebih besar pada sumber pembiayaan Nguyen and
Luu, 2013. Ini juga sejalan dengan Fatoki dan Odeyemi 2010 yang menyatakan bahwa perusahaan yang berlokasi di daerah perkotaan kurang dibatasi kredit dari
perusahaan yang berlokasi di daerah pedesaan. Dari sisi penawaran, faktor yang mempengaruhi aksessibilitas usaha kecil
pada kredit adalah kriteria kelayakan kredit yang tidak fleksibel, agunan yang berlebihan dari nilai pinjaman, analisis kredit yang rumit, persyaratan dan kondisi
kredit yang kurang baik, seperti tingkat bunga yang lebih tinggi Maziku, 2012. Faktor contractual clauses mempengaruhi kemampuan usaha kecil untuk
mengakses kredit bank Zhao, et al., 2006. Agunan merupakan unsur yang penting bagi usaha kecil dalam menentukan
aksessibilitas pada kredit bank Bougheas et al., 2005; Zhao et al. 2006; Fatoki dan Smit 2011; Thanh 2011. Agunan mengurangi resiko dari pinjaman dengan
memberikan klaim kepada institusi keuangan atas aset yang nyata tanpa mengurangi klaim terhadap hutang. Agunan bisa memecahkan masalah yang
berasal dari asimetri dalam penilaian usaha, ketidakpastian tentang kualitas usaha dan keberisikoan peminjam, dan masalah yang berkaitan dengan biaya monitoring
atau mengawasi perilaku peminjam. Jaminan yang diberikan oleh agunan memungkinkan lembaga keuangan untuk menawarkan kredit dengan persyaratan
yang menguntungkan bagi usaha kecil. Jika bank tidak dapat menentukan keberisikoan peminjam, maka agunan dapat berfungsi sebagai perangkat skrining
untuk membedakan antara peminjam yang baik dan buruk dan untuk mengatasi suatu masalah adverse selection. Agunan merupakan aset dari peminjam yang
secara otomatis ditransfer ke pemberi pinjaman jika pendapatan proyek tidak cukup untuk membayar kembali pinjaman secara penuh. Sebagai jaminan
mengurangi tanggung jawab peminjam dengan adanya hasil usaha yang tidak
23 menguntungkan, peminjam yang memberikan jaminan akan menunjukkan kualitas
usahanya, menyatakan probabilitas keberhasilan usahanya menjadi tinggi Zhao, et al., 2006.
2.3. Dampak Akses dan Partisipasi Kredit terhadap Kinerja Usaha, Kesejahteraan Rumahtangga, dan Masyarakat
Akses pada kredit dianggap menjadi faktor penting dalam meningkatkan
kemampuan usaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Studi empiris sebelumnya menunjukkan bahwa aksessibilitas pada kredit dapat memberikan
pengaruh terhadap kliennya dengan beberapa saluran, antara lain: peningkatan kinerja usaha, peningkatan kualitas hidup individu dan rumahtangga, pengurangan
kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hiedhues 1995 menambahkan bahwa kredit memiliki peranan dalam meningkatkan pendapatan,
meningkatkan lapangan kerja dan dengan demikian dapat mengurangi kemis- kinan. Hal ini diyakini bahwa akses kredit memungkinkan masyarakat miskin
untuk mengatasi kendala likuiditasnya dan melakukan beberapa investasi seperti peningkatan penggunaan input, peningkatan teknologi sehingga menghasilkan
peningkatan produksi . Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa aksessibilitas pada kredit
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja usaha Kuzilwa, 2005; Cunha, 2007; Ojo, 2009; Ekpe et al., 2010; Nkurunziza, 2010. Kredit dapat membantu
pengusaha dalam peningkatan pendapatan, peningkatan produksi, investasi, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan pengusaha Ekpe et al., 2010. Selanjutnya,
Nkurunziza 2010 menyatakan penggunaan kredit dari bank dapat mengatasi kendala likuiditas dan meningkatkan investasi dan profitabilitas. Perusahaan-
perusahaan yang menggunakan kredit tumbuh lebih cepat daripada yang tidak menggunakan kredit, dan juga menunjukkan bahwa perusahaan kecil yang
memperoleh kredit akan tumbuh lebih cepat dari perusahaan besar. Nkuah et al. 2013 menunjukkan bahwa keberhasilan usaha kecil yang
ditunjukkan oleh margin keuntungan yang lebih besar dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti penggunaan dua sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan yang
dimaksud adalah pinjaman komersial berupa kredit dari lembaga keuangan termasuk kartu kredit, kredit dari lembaga kredit milik negara atau hibah
24 pemerintah, serta mengandalkan dukungan kebijakan usaha kecil dari pemerintah.
Joeveer 2006 juga menemukan bahwa kredit dari bank memiliki pengaruh positif pada indikator kinerja usaha kecil. Kredit mempengaruhi investasi dan
fixed asset dari usaha kecil. Kredit juga mempengaruhi penerimaan, biaya tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh usaha kecil. Selain itu, Wang
2013 menemukan bahwa microfinance memiliki peranan yang sangat penting bagi penerimaan dan pertumbuhan profit usaha kecil.
Selanjutnya, Quaye 2011 menemukan bahwa microfinance berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dari usaha kecil di Kota Kumasi Ghana. Lembaga
keuangan mikro berperan dalam meningkatkan akses pada kredit, peningkatan tabungan, pemberian bisnis, dan pelatihan keungan dan manajerial kepada usaha
kecil. Hasil studi Morris dan Barnes 2005 yang menguji dampak tiga bentuk keuangan mikro di Uganda menunjukkan bahwa nasabah program microfinance
mengalami peningkatan produk dan jasa-jasa baru, memiliki lokasi perusahaan dan pasar yang berkembang, biaya pembelian persediaan yang berkurang, dan
peningkatan volume penjualan. Kredit dan tabungan merupakan dua komponen penting dalam membantu
pengusaha meningkatkan usahanya Vonderlack dan Schreiner, 2001; Ojo, 2009. Tabungan dan kredit memiliki pengaruh positif pada peningkatan produktivitas
perusahaan di Nigeria Ojo, 2009. Tabungan dan kredit juga ditemukan memiliki efek positif pada kesejahteraan perempuan pengusaha di Bangladesh, Indonesia,
Ghana dan Meksiko Vonderlack dan Schreiner, 2001. Kredit, tabungan dan pelatihan ditemukan memiliki dampak positif pada pendapatan dan kesejahteraan
perempuan pengusaha di Haiti, Kenya, Malawi dan Nigeria UNCDF UNDP, 2003.
Bukti empiris juga menunjukkan bahwa kredit akan memberikan dampak yang lebih nyata terhadap usaha jika diiringi dengan adanya pelatihan terhadap
usaha kecil Kuzilwa, 2005; Fasoranti et al.,2006; Cunha, 2007. Kuzilwa 2005 menyatakan kredit dan pelatihan berdampak positif pada kinerja perempuan
pengusaha di Tanzania. Kredit dan pelatihan harus dilaksanakan bersama-sama agar memberikan peranan yang lebih baik bagi usaha kecil. Cunha 2007
menambahkan bahwa keterampilan dan pelatihan diperlukan bagi pengembangan