Faktor Employee Empowerment Penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo

71 Dalam penerapan sistem Just In Time, para operator mesin dan peralatan sebaiknya dilatih untuk mengatasi masalah-masalah yang sering terjadi, walaupun tanggung jawab utama tetap ditangan Teknik. Apabila operator atau pekerja diberi keleluasaan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi maka sangat besar kemungkinan pekerja menghindarkan terjadinya kesalahan yang sama. Keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan peralatan di PT. Nippon Indosari Corpindo dibatasi hanya untuk menjaga agar mesin tetap bersih dan berjalan. Apabila terjadi kerusakan baik kecil maupun kerusakan besar, pekerja diharuskan memanggil bantuan dari teknisi. Hal ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan sub departemen Teknik untuk mencegah kerusakan mesin akibat salah penanganan dan untuk menjaga keselamatan pekerja sendiri. Kebijakan tersebut menyebabkan waktu yang diperlukan untuk menghadapi kerusakan mesin menjadi bertambah lama, yang belum tentu ditangani langsung oleh teknisi. Selain itu, pekerja yang multifungsional belum sepenuhnya bisa diterapkan. Dengan demikian, elemen terdapat keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan peralatan dan mesin belum diimplementasikan dengan baik di PT. Nippon Indosari Corpindo.

7. Faktor Employee Empowerment

Pemberdayaan pekerja employee empowerment berarti melibatkan pekerja pada setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan pekerja dengan meluaskan tugas pekerja sehingga tanggung jawab dan kewewenangan tambahan dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat terendah dalam organisasi Heizer dan Render, 2005. Elemen-elemen dari faktor employee empowerment adalah sebagai berikut. a. Adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja. Menurut Agustina, dkk 2007, dalam sistem Just In Time peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer maupun dari pekerja atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja 72 sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki peran yang penting dalam proses produksi sehingga memerlukan adanya kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya keterlibatan pekerja, menimbulkan adanya perasaan memiliki dalam diri mereka sehingga mendorong mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan perusahaan. Para pekerja PT. Nippon Indosari Corpindo belum sepenuhnya diberikan kewewenangan untuk memberikan pengetahuan, pendapat, dan terlibat dalam pemecahan masalah. Rapat atau breefing bersama antara pekerja dengan pihak manajemen yang lebih tinggi sangat jarang dilakukan. Pemecahan masalah oleh pihak manajemen tidak melibatkan pengetahuan dan pendapat para pekerja secara langsung. Apabila terjadi masalah seperti kerusakan mesin, para pekerja tidak dapat sepenuhnya menghentikan proses produksi tanpa instruksi dari atasannya. Penghentian mesin harus dikoordinasikan dengan atasannnya dan sub departemen Teknik terlebih dahulu sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Hal tersebut menggambarkan garis birokrasi yang kurang fleksibel dan menunjukkan bahwa elemen pemberian kewewenangan kepada para pekerja belum dilaksanakan dengan baik. b. Terdapat pelatihan training. Pelatihan yang diberikan kepada para pekerja pada umumnya adalah pelatihan GMP, instruksi kerja dan HACCP. Penerapan sistem Just In Time tidak disampaikan secara langsung dalam istilah Just In Time kepada para pekerja. Pekerja diberikan pelatihan tentang sistem produksi yang telah diterapkan sejak pabrik mulai beroperasi. Hal ini menyebabkan tidak semua pekerja mengetahui istilah Just In Time ketika peneliti memberikan pertanyaan mengenai hal tersebut. Istilah Just In Time hanya diketahui di tingkat manajemen. Walaupun demikian, para pekerja mengetahui bahwa sistem produksi yang diterapkan di 73 perusahaan merupakan sistem produksi yang ditujukan untuk memenuhi permintaan konsumen secara tepat waktu, sehingga pelaksanaan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo dapat berjalan dengan baik. Para pekerja mampu mempraktekkan apa yang diberikan dalam pelatihan agar produksi tetap berjalan untuk memenuhi permintaan konsumen dengan jumlah yang tepat dan pada saat yang tepat serta mempertahankan kualitas baik dengan cara yang paling ekonomis dan efisien. c. Terdapat pelatihan silang cross training. Pelatihan silang cross training dilakukan dengan melibatkan seorang pekerja untuk melakukan pekerjaan yang berbeda dalam suatu organisasi. Pelatihan yang dilakukan oleh pekerja A untuk melakukan tugas pekerja B dan sebaliknya merupakan pelatihan silang agar pekerja dapat mempelajari kemampuan baru, lebih berkompetensi, menjaga motivasi, dan mampu menghilangkan kejenuhan bekerja Pelaksanaan produksi di lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpido terdiri atas beberapa bagian section dengan beberapa pekerja dalam satu section tersebut. Untuk mengurangi tingkat kejenuhan dilakukan perputaran rotasi pekerja dalam satu section tersebut yang secara tidak langsung merupakan pelatihan silang cross training antar pekerja. Menurut Heizer dan Render 2005, rotasi pekerjaan job rotation merupakan sebuah sistem dimana pekerja diperbolehkan untuk berpindah dari satu pekerjaan khusus ke pekerjaan yang lainnya. Setiap pekerja dalam setiap section akan melakukan pekerjaan secara bergantian yang menciptakan pelatihan silang cross training. Cross training terjadi seperti pada section make up yang terdiri atas 5 orang pekerja dengan pekerjaan yang berbeda. Pekerjaan pada section ini antara lain mengoperasikan mesin devider pembagi adonan menjadi berukuran kecil, menyiapkan dan mengoles loyang dengan baker fat, proses make up pembentukan adonan untuk dimasukkan ke dalam loyang, memasukkan loyang dalam krat kratting, dan mendorong krat 74 ke ruang fermentasi. Pekerja melakukan perkerjaan-pekerjaan tersebut secara bergantian setiap satu jam sekali. d. Sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan job enrichment. Pengayaan pekerjaan job enrichment adalah sebuah metode yang memberikan pekerja tanggung jawab lebih yang meliputi perencanaan dan pengendalian yang diperlukan dalam penyelesaian pekerjaan Heizer dan Render, 2005. Pelaksanaan pengayaan pekerjaan job enrichment di PT. Nippon Indosari Corpindo belum dilakukan dengan baik. Penambahan tugas yang berlainan jenis berupa perencanaan seperti partisipasi dalam tim gugus mutu dan pengendalian seperti melakukan tugas-tugas pengujian belum dilakukan. Hal tersebut menunjukkan elemen sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan job enrichment belum diimplementasikan dengan baik.

C. Kinerja Perusahaan dengan Penerapan Sistem Just In Time

Sistem Just In Time bertujuan untuk mengurangi dan bahkan menghapuskan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah tersebut merupakan pemborosan seperti penumpukan persediaan, penanganan bahan, penundaan-penundaan, masalah mutu dan produk-produk yang ditolak, lead time tenggang waktu produksi, dan set up time waktu penyetelan yang terlalu lama. Menurut Gaspersz 1998, sasaran yang ingin dicapai dari sistem produksi Just In Time adalah 1 reduksi scrap dan rework, 2 meningkatkan kualitas proses industri orientasi zero defect, 3 meningkatkan jumlah pemasok yang ikut Just In Time, 4 mengurangi inventory orientasi zero inventory, 5 reduksi penggunaan ruangan pabrik, 6 linearitas output pabrik berproduksi pada tingkat konstan selama waktu tertentu, dan 7 meningkatkan produktivitas.