88 Tabel 13 menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Bobot yang didapatkan merupakan hasil dari limiting supermatrix
yang dinormalisasi terhadap faktor cluster masing-masing sehingga jumlah setiap kolom untuk setiap faktor adalah sama dengan satu stokastik.
Tabel 13. Tabel hasil perhitungan peringkat faktor penentu kinerja Just In Time Faktor
Bobot Peringkat
1. Supplier 0.14259
4 2. Inventory
0.09411 5
3. Schedulling 0.27590
1
4. Layout 0.17055
3 5. Quality Management
0.04534 7
6. Preventive Maintenance 0.05439
6 7. Employee Empowerment
0.21713 2
Dari hasil sintesis ANP dapat diketahui peringkat faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap pencapaian kinerja sistem Just In Time yang
diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo. Faktor Schedulling
memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem Just In Time pada peringkat
pertama dengan bobot 0.27590, kemudian diikuti oleh faktor Employee Empowerment dengan bobot 0.21713, faktor Layout dengan bobot 0.17055,
faktor Supplier dengan bobot 0.14259, faktor Inventory dengan bobot 0.09411, faktor Preventive Maintenance dengan bobot 0.05439, dan peringkat terakhir
adalah faktor Quality Management dengan bobot 0.04534.
1. Faktor Schedulling
Suatu rencana yang lebih rinci yang menguraikan rencana agregat sehingga bersifat operasional dalam kegiatan produksi disebut Jadwal
Induk Produksi Master Production Schedule. MPS bertujuan menentukan kebutuhan untuk semua item untuk proses produksi dalam
periode waktu yang lebih singkat Bills Of Materials, menetapkan batas
89 akhir penyelesaian due dates order produksi untuk dikirimkan ke
konsumen dan memberikan gambaran kebutuhan sumber daya yang lebih rinci Machfud, 1999. Dalam faktor schedulling, terdapat elemen-elemen
yang diperingkatkan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja sistem Just In Time. Bobot dan peringkat masing-masing elemen tersebut
dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Schedulling
Faktor Bobot
Peringkat 1. Jadwal terkomunikasikan ke pemasok
0.28219 2
2. Jadwal campur merata 0.50517
1
3. Pembekuan jadwal jatuh tempo 0.21264
3 a.
Jadwal campur merata Jadwal campur merata menjadi peringkat pertama bobot
0.50517 dalam faktor Schedulling untuk mendukung penerapan sistem Just In Time. Pelaksanaan produksi campur merata di PT. Nippon
Indosari Corpindo mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk produksi, kuantitas roti yang harus diproduksi, dan kapasitas mesin
yang tersedia. Urutan produksi dalam jadwal campur merata mempertimbangkan jenis produk berdasarkan data permintaan yang
lalu history, serta klasifikasi produk berdasarkan tingkat permintaan yaitu produk pareto dan produk non pareto.
Dalam sistem Just In Time, permintaan total pada setiap bulan merupakan rencana produksi bulanan yang dikonversi menjadi rencana
produksi harian dengan tingkat produksi yang merata sepanjang bulan itu. Perubahan tingkat produksi harian setiap bulannya dapat dicapai
dengan cara menyesuaikan kapasitas untuk memenuhi permintaan total pada bulan itu. Stabilisasi produksi mampu menyesuaikan sumber-
sumber daya
dengan kebutuhannya
dan efisiensi
dapat dimaksimumkan.
90 Berdasarkan bobot yang dihasilkan pada supermatriks
terbobot weight supermatrix, dapat diketahui bahwa elemen jadwal campur merata peringkat pertama pada faktor schedulling memiliki
keterkaitan dengan elemen lain. Elemen tersebut antara lain ukuran lot yang kecil bobot pengaruh 0.05744 dan waktu set up yang singkat
bobot pengaruh 0.17233 pada faktor inventory; elemen work cell untuk produk sejenis bobot pengaruh 0.10995 pada faktor layout;
pemeliharaan rutin harian bobot pengaruh 0.27604 pada faktor preventive maintenance; serta eleman pelatihan bobot pengaruh
0.09493, dan pelatihan silang bobot pengaruh 0.09493 pada faktor employee empowerment. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut
digambarkan pada Gambar 17. Untuk mewujudkan penjadwalan produksi berbasis harian,
ukuran lot produksi harus konstan dalam kuantitas yang lebih kecil, meningkatkan frekuensi kebutuhan bahan baku dalam kuantitas yang
sedikit, waktu set up untuk changeover pergantian produksi dari satu item ke item lain yang lebih cepat, dan meningkatkan fleksibilitas.
Selain itu, untuk menjaga produksi yang konstan diperlukan pemeliharaan rutin harian untuk mencegah mesin berhenti akibat
kerusakan machine breakdown. Untuk melaksanakan produksi campur merata yang memproduksi bermacam produk dalam lini
produksi diperlukan pelatihan dan pelatihan silang agar para pekerja mengerti dan tanggap terutama pada saat changeover terjadi.
b. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok
Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok peringkat kedua, bobot 0.28219 dilakukan dengan mengkomunikasikan estimasi
kebutuhan bahan baku untuk produksi dan disampaikan dalam bentuk Purchase Order PO bulanan. Sebelumnya dilakukan pembuatan
MRP yang berdasar kepada MPS atau dalam istilah Order To Factory OTF yang diturunkan dari hasil peramalan forecasting departemen
Sales Marketing.
91 Kebutuhan bahan baku setiap bulan dan yang harus dipesan
per hari kepada pemasok dapat diketahui dari MRP yang dibuat. MRP memperhitungkan lead time, buffer stock yang menjadi dasar dalam
pembuatan Purchase Request PR untuk diserahkan kepada departemen Purchasing. Berdasarkan PR tersebut maka departemen
Purchasing membuat dan mengirimkan Purchase Order PO kepada pemasok mengenai jumlah pemesanan dan waktu pengiriman bahan
baku. Pengkomunikasian jadwal produksi kepada pemasok dalam
bentuk pesanan material yang diperlukan untuk proses produksi sangat diperlukan agar sistem Just In Time terlaksana dengan baik. Setiap
pemesanan dalam bentuk Purchase Order kepada pemasok memberikan kepastian kepada pemasok untuk mempersiapkan dan
memproduksi pesanan yang harus dikirimkan tepat waktu sesuai lead time, lot size, dan frekuensi pengiriman yang telah disepakati kedua
belah pihak. Semakin lancar jadwal terkomunikasikan kepada pemasok, maka semakin lancar pula kedatangan material yang diperlukan untuk
menciptkan kelancaran produksi dalam memenuhi permintaan konsumen.
c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo
Peringkat ketiga pada faktor Schedulling adalah pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo bobot 0.21264. Order
To Factory OTF H-2 dijadikan dasar untuk membuat MRP kebutuhan produksi aktual harian. Hasil perhitungan MRP dituangkan
dalam Production Planning Schedule atau Order To Production OTP. Dengan disahkannya OTF H-2 2 hari sebelum jatuh tempo
menunjukkan jadwal tersebut dibekukan dan tidak tejadi perubahan lagi untuk digunakan dalam proses produksi.
Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo diperlukan dalam kelancaran dan kepastian penjadwalan schedulling
produksi. Dengan terciptanya kepastian produksi yang disampaikan
92 kepada seluruh departemen dengan sistem informasi yang baik
menciptakan sistem Just In Time yang semakin konsisten. Faktor Schedulling menjadi peringkat pertama dan menjadi suatu faktor yang
perlu mendapatkan perhatian dari pihak manajemen maupun operator agar mampu menjalankan produksi secara baik untuk memuaskan
konsumen.
2. Faktor Employee Empowerment