77 roti sobek coklat bulan Januari 2008 memiliki loss produksi rata-rata
sebesar 5,63 σ = 2,55 dari output rata-rata sebesar 16112,03 pcshari dan meningkat pada bulan Februari 2008 dengan loss produksi rata-rata
sebesar 6,83 σ = 4,58. Selain itu, produksi rata-rata roti tawar kupas bulan Januari 2008 memiliki loss produksi rata-rata sebesar 4,51 σ =
9,04 dari output rata-rata sebesar 14004,48 pcshari dengan adanya peningkatan pada bulan Februari 2008 menjadi 7,25 σ = 12,51.
Peningkatan loss produksi yang terjadi secara umum menunjukkan upaya untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai nilai serendah
mungkin atau berorientasi zero defect 0 belum terlaksana dengan baik. Kehilangan dalam proses produksi loss production merupakan
masalah yang tidak bisa dihindari. Walaupun demikian, untuk menciptakan peningkatan berkelanjutan, sumber-sumber loss production
harus diperhatikan dan diperbaiki agar tidak terus menerus menghasilkan kerusakan produk. Peneliti menemukan masih terdapat sumber loss
produksi pada lini produksi roti tawar yang menciptakan scrap dan reject roti seperti pada mesin rounder, mesin depanning, dan mesin packer. Pada
mesin rounder, terdapat jumlah scrap yang cukup banyak yang disebabkan oleh bahan adonan yang terus menerus menempel pada permukaan
rounder. Hal ini bisa diatasi misalnya dengan selalu memberikan pelumas seperti minyak goreng pada permukaan rounder agar adonan roti yang
menempel tidak terlalu banyak. Pada mesin depanning, produk yang tidak terlepas dari loyang dan terlambat ditangani operator akan menjadi rusak.
Pada mesin packer sering terdapat produk yang terpotong oleh mesin pembentuk kemasan. Pengurangan masalah-masalah secara berkelanjutan
diharapkan dapat mengurangi jumlah loss produksi untuk peningkatan kinerja kualitas.
2. Tingkat Persediaan.
Pengukuran tingkat persediaan dapat dilakukan berdasarkan pada perbandingan jumlah bahan baku, barang dalam proses, dan produk akhir
dengan periode sebelumnya. Berikut ini disajikan grafik tingkat persediaan untuk bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A antara lain tepung terigu
78 CKE, Palmia ShorteningMaestro Baker Fat, gula pasir, dan Filler coklat
DC2624F untuk periode Januari-Maret 2008.
Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE Januari - Maret 2008
0.00 10,000.00
20,000.00 30,000.00
40,000.00 50,000.00
60,000.00 70,000.00
80,000.00 90,000.00
100,000.00 110,000.00
Jan Feb
Mar
Bulan T
o ta
l P
e rs
e d
ia a
n K
g
Tepung Terigu CKE Buffer Stock
Tingkat persediaan tepung terigu CKE pada periode Januari-Maret 2008 berfluktuasi dengan mengikuti pola yang acak random Gambar 10.
Tingkat persediaan terendah minimum pada periode tersebut sebesar 38.430 kg dan maksimum sebesar 100.580 kg. Rata-rata persediaan tepung
terigu CKE untuk periode tersebut adalah 70.560 kg dengan standar deviasi senilai 13685 kg. Tingkat persediaan tepung terigu CKE memiliki buffer
stock sebanyak ± 64946,3 kg 2 hari pengunaan. Tingkat persediaan yang terus berfluktuasi secara acak dengan standar deviasi selisih simpangan
setiap data dari nilai rata-rata yang tinggi menunjukkan upaya untuk meminimumkan tingkat persediaan tepung terigu CKE belum maksimal.
Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat digunakan bergantian sebagai barang substitusi, sehingga tingkat persediaannya untuk suatu
periode merupakan jumlah kedua persediaan tersebut. Persediaan Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat pada periode Januari-Maret 2008,
memiliki buffer stock sebanyak ± 4406.28 kg 3-4 hari dengan penggunaan. Tingkat persediaan terendah yaitu 1.350 kg dan tingkat persediaan tertinggi
Gambar 10. Grafik Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE
79 yaitu mencapai 10.500 kg. Rata-rata tingkat persediaan Palmia Shortening
dan Maestro Baker Fat sebesar 5.404 kg dengan standar deviasi senilai 1.827 kg. Tingkat persediaan Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat
memiliki kecenderungan trend naik.
Tingkat Persediaan Palmia ShorteningMaestro Baker Fat Januari - Maret 2008
0.00 1,000.00
2,000.00 3,000.00
4,000.00 5,000.00
6,000.00 7,000.00
8,000.00 9,000.00
10,000.00 11,000.00
12,000.00
Jan Feb
Mar
Bulan T
in g
k a
t P
e rs
e d
ia a
n K
g
Palmia Shortening Maestro Baker Fat
Buffer Stock
Tingkat Persediaan Gula Pasir Januari - Maret 2008
0.00 1,000.00
2,000.00 3,000.00
4,000.00 5,000.00
6,000.00 7,000.00
8,000.00 9,000.00
10,000.00 11,000.00
12,000.00 13,000.00
14,000.00 15,000.00
16,000.00 17,000.00
18,000.00 19,000.00
20,000.00 21,000.00
22,000.00 23,000.00
Jan Fe
Mar
Bulan K
g
Gula Pasir Buffer Stock
Gambar 11. Grafik Tingkat Persediaan Palmia ShorteningMaestro Baker Fat
Gambar 12. Grafik Tingkat Persediaan Gula Pasir
80 Tingkat persediaan gula pasir juga memiliki kecenderungan trend
yang naik dengan model trend kuadratik Gambar 12. Tingkat persediaan terendah mencapai 2.021,9 kg, tertinggi mencapai 21.435,1 kg, rata-rata
sebesar 9.864 kg, dan standar deviasi senilai 3.678 kg. Buffer stock gula pasir sebesar ± 6490,5 kg 2 hari penggunaan.
Tingkat persediaan filler coklat berfluktuasi mengikuti pola acak random Gambar 13. Dengan tingkat penggunaan rata-rata harian ± 1.700
kghari dan tingkat buffer stock sebesar ± 5082,18 kg 3-4 hari penggunaan, persediaan filler coklat DC 3624 F memiliki tingkat persediaan terendah
yaitu 2.950 kg dan tertinggi mencapai 11.649 kg. Nilai rata-rata tingkat persediaan filler coklat 6.913 kg dan standar deviasi sebesar 2.187 kg.
Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F Januari - Maret 2008
0.00 1,000.00
2,000.00 3,000.00
4,000.00 5,000.00
6,000.00 7,000.00
8,000.00 9,000.00
10,000.00 11,000.00
12,000.00 13,000.00
Jan Feb
Mar
Bulan T
in g
k a
t P
e rs
e d
ia a
n K
g
Filler Coklat DC 3624 F Buffer Stock
Gambar 13. Grafik Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F
Tingkat persediaan yang berfluktuasi dari setiap bahan baku menunjukkan pencapaian kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada
dalam keadaan minimum belum sepenuhnya tercapai. Kondisi ideal yang diharapkan adalah tingkat persediaan selalu berada dalam tingkat buffer
stock yang ditetapkan sebagai tingkat persediaan minimum. Sebaiknya perusahaan mulai memperhatikan kinerja tingkat persediaan, sehingga
dengan tingkat persediaan minimum yang berorientasi kepada zero
81 inventory dapat menjalankan prinsip Just In Time dengan baik dan mampu
mengeliminasi segala bentuk pemborosan. Persediaan dengan tingkat buffer stock yang tinggi, namun tidak pernah terjadi kekurangan, dapat mulai
diupayakan untuk diturunkan hingga mendekati tingkat terendah agar orientasi zero inventory dapat dilaksanakan.
3. Produktivitas