kepemilikan lahan di nagari Salimpaung ini, ditambah dengan kurang bergairahnya harga komoditi pertanian seperti kayu manis, tomat, cabe yang menjadi andalan
tanaman palawija, telah mendorong penduduknya untuk menjadi pedagang sebagai mata pencaharian utama disamping bertani.
Bila dilihat dari tingkat pendidikan penduduk nagari Salimpaung, penduduk yang terdidik berjumlah 4300 jiwa 84,9 persen terdiri dari tamat SD sebanyak 2.592
jiwa 60,3 persen, tamat SLTP dan SLTA sebanyak 789 jiwa 32,4 persen dan pendidikan tingkat perguruan tinggi sebanyak 183 jiwa 4,3 persen. Masih
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tercermin dari tidak adanya sarana pendidikan SLTP dan SLTA di nagari Salimpaung ini, sedangkan SD sudah terdapat
pada setiap jorong. Baru sejak tahun 2004 telah berdiri Madrasah Aliyah Swasta MAS di nagari ini. Pada umumnya penduduk yang berpendidikan rendah dan
kecilnya luas penguasaan dan pengusahaan lahan pertanian, inilah yang menyebabkan banyak penduduk yang memilih mata pencaharian menjadi pedagang
di pasar nagari dan menjadi pedagang pengumpul kayu manis di pasar-pasar nagari di kecamatan Salimpaung. Hanya penduduk yang melanjutkan sekolah ke wilayah
supra nagarilah yang berpendidikan tinggi dan sekarang bekerja di luar sektor pertanian, dan pada umumnya menjadi pengawai negeri.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa mata pencaharian penduduk nagari Salimpaung adalah pada sektor pertanian padi sawah dan perkebunan terutama
tanaman palawija, dan untuk tanaman perkebunan mayoritas ditanami kayu manis. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan adat perkawinan di nagari
Salimpaung yakni “Adat Tambilang Besi”. Sehingga memiliki lahan kayu manis bagi masyarakat nagari Salimpaung adalah merupakan “prestise” tersendiri di tengah
masyarakat. Inilah yang mendorong kenapa di nagari ini budidaya tanaman kayu manis terus dilanggengkan atau tetap bertahan hingga sekarang.
4.5.4. Nagari Rao-Rao
Nagari Rao-Rao memiliki luas lebih kurang 7,50 km
2
atau setara dengan 750 ha terletak dikecamatan Sungai Tarab, merupakan nagari paling Barat dari sepuluh
nagari di kecamatan Sungai Tarab. Nagari Rao-Rao ini terdiri dari empat jorong yakni: jorong Lumbuang Bapereang, jorong Carano Batirai, jorong Balerong Bunta,
dan Jorong Andiang Andiko. Ketika sistem pemerintah desa diperkenalkan, maka
128
jorong-jorong ini menjadi sebuah desa, sampai akhirnya kembali ke sistem pemerintahan nagari, maka jorong-jorong yang ada kembali bergabung menjadi satu
nagari, dimana di nagari Rao-Rao saat sekarang hanya terdiri dari dua jorong saja yakni jorong Lumbuang Bapereang dan Jorong Rao-Rao, dimana jorong Carano
Batirai, jorong Andiang Andiko, dan jorong Balerong Bunta digabung menjadi satu jorong yakni jorong Rao-Rao.
Aksessibilitas menuju nagari Rao-Rao sangat mudah karena nagari ini terletak di pinggir jalan raya antara kota Batu Sangkar dengan Bukit Tinggi, dari
pusat ibu kota kebupaten yakni Batu Sangkar sendiri, nagari ini hanya berjarak lebih kurang 10 km. Disamping itu, nagari ini dapat dengan mudah diakses dari berbagai
nagari terdekat di kecamatan Sungai Tarab, seperti nagari Kumango, nagari Pasir Laweh, Nagari Sungai Tarab sendiri karena jalan antar nagari ini cukup besar
sampai ke wilayah pedalamannya sebagai jalan farm road ke pusat-pusat aktifitas pertanian dan perkebunan.
Secara fisik, nagari ini terletak pada ketinggian lebih kurang 750 m dpl yang dilingkari oleh perbukitan yang merupakan bagian dari bukit barisan yakni bukit
Sibumbun, bukit Gadang bukit besar, bukit Kociak bukit kecil, sehingga topografi wilayah nagari ini berbukit dan bergelombang, dan pada lereng-lereng bukit inilah
penduduk menanam tanaman perkebunan seperti kayu manis dan kopi. Secara geografis, nagari Rao-Rao sebelah Barat berbatasan dengan nagari
Salimpaung yang hanya di pisahkan oleh Bukit Godang bukit Besar, sebelah Utara dengan nagari Kumango, Sebelah Selatan dengan Nagari Pasir Laweh, dan sebelah
Timur dengan Nagari Sungai Tarab. Jika dilihat dari pola penggunaan lahan di nagari Rao-Rao, maka
penggunaan lahan dominan adalah lahan hutan seluas 325 ha 43,3 persen, pengunaan lahan sawah seluas 240 ha 31,9 persen, dan lahan untuk perkebunan
seluas 115 ha 15,3 persen, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa mata pencaharian sebagian besar penduduk
di nagari ini adalah pada sektor pertanian, terutama pertanian padi sawah dan pertanian lahan kering dan perkebunan.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk nagari Rao-Rao lebih kurang 3.221 jiwa maka rata-rata kepemilikan lahan sawah adalah sebesar 0,1 ha jiwa
atau dengan jumlah KK seluruhnya sebanyak 933 KK, maka luas rata-rata
129
kepemilikan lahan sawah adalah sebesar 0,3 ha KK. Sedangkan luas rata-rata kepemilikan lahan perkebunan adalah sebesar 0,03 ha jiwa atau 0,13 haKK. Masih
luasnya wilayah hutan nagari yakni sebesar 43,3 persen dari luas wilayah nagari atau hanya 36 persen wilayah lahan hutan yang baru dibuka untuk lahan
perkebunan, sehingga dari potensi lahan perkebunan di nagari Rao-Rao ini masih cukup besar untuk dikembangkan ke arah tanaman ekspor.
Tabel 13 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan di Nagari Rao-Rao No Uraian
Luas Lahan
Ha 1 Perumahan
dan Pekarangan
65 2 Sawah
240 3 Perkebunan
Rakyat 117
4 Hutan Nagari
325 5 TebatTambakKolam
0,5 6 Tempat
rekreasiolahraga 3
7. Total 750.5
Sumber: Daftar Isian Potensi Nagari Rao-Rao, 2006. Sebaliknya, tingkat kepadatan penduduk di nagari Rao-Rao cukup tinggi
yakni 4,3 orang ha, sehingga pemukiman penduduk di nagari Rao-Rao cukup padat, terutama hanya terkonsentrasi di wilayah jorong Rao-Rao, sedangkan jorong
Lumbuang Bapereang merupakan wilayah lokasi perkebunan penduduk nagari. Pada umumnya penduduk nagari Rao-Rao memiliki lahan perkebunan kayu manis di
jorong Lumbuang Bapreang dan dikerjakan oleh anggota rumahtangga petani yang ada di jorong tersebut, disamping itu, penduduk nagari Rao-Rao sangat terkenal
dengan mata pencaharian sebagai pedagang keliling vendor 5,5 persen untuk barang dagangan kelontong, kain, dan makanan terutama kerupuk kulit. Pada setiap
pasar nagari banyak ditemui para pedagang kain dan pedagang kelontong yang berasal dari nagari Rao-Rao.
Penduduk yang berkerja di sektor pertanian padi sawah adalah sebanyak 1.921 jiwa atau sebesar 59,6 persen, dengan luas lahan garapan rata-rata adalah
sebesar 0,1 ha jiwa. Sedangkan yang berkerja pada lahan perkebunan adalah sebanyak 2.155 jiwa 66,9 persen. Artinya sebanyak 855 jiwa 26,5 persen adalah
penduduk yang berkerja pada kedua sistem pertanian ini yakni pertanian padi sawah dan pertanian perkebunan untuk komoditi tanaman ekspor, yakni tanaman kayu
130
manis, cengkeh dan kopi. Hal ini terlihat bahwa komoditi yang paling banyak dijual di pasar nagari Rao-Rao adalah kayu manis, kopi, disamping cabe dan tomat.
Tingginya aktifitas perdagangan hasil-hasil perkebunan seperti kopi dan kayu manis di pasar nagari Rao-Rao sudah tidak diragukan lagi, karena sampai saat ini,
pasar nagari masih menjadi ajang pertukaran hasil pertanian penduduk terutama untuk tanaman palawija dan tanaman perkebunan, bahkan sejak dahulu nagari Rao-
Rao sangat terkenal dengan komoditi kopinyanya yang khas. Menurut kepala nagari Rao-Rao; Datuak Panghulu Basya bahwa: kopi dari Rao-Rao sampai sekarang
masih menjadi nama “coffee shop” di negara Belanda, walaupun kopi bukan lagi menjadi tanaman perkebunan utama penduduk nagari Rao-Rao Wawancara
dengan Walinagari Rao-Rao, tanggal 29 Maret 2006. Jadi, sistem mata pencaharian penduduk nagari Rao-Rao sangat tergantung
kepada sistem pertanian padi sawah dan sistem pertanian perkebunan. Sebagai sentra produksi kayu manis dan kopi, nagari ini telah memainkan peran penting
dalam perdagangan tanaman ekspor sejak masa kolonial
8
, hingga saat sekarang, pasar nagari Rao-Rao merupakan salah satu pasar nagari yang masih hidup dan
terus semakin ramai di samping pasar nagari Sungai Tarab di kecamatan Sungai Tarab. Potensi alam hutannya yang masih belum begitu banyak digarap, terutama
untuk lahan perkebunan, maka nagari ini masih memiliki kesempatan untuk mengembangkan keunggulan komparatifnya terhadap nagari-nagari lain sebagai
nagari yang memiliki lahan hutan dan perkebunan yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan tanaman ekspor yang laku di pasaran dunia.
Kemudian, dari segi pendidikan, jumlah angkatan kerja yang terdidik di nagari Rao-Rao adalah sebanyak 1.109 jiwa 34,4 persen yang berpendidikan
Sekolah Dasar sebanyak 377 jiwa 33,9 persen pendidikan SLTA dan SLTP adalah sebanyak 665 jiwa 59,9 persen, dan angkatan kerja yang berpendidikan perguruan
tinggi adalah sebanyak 40 jiwa 3,6 persen, dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat pendidikan penduduk nagari Rao-Rao adalah tingkat SLTA dan SLTP.
8
Pada masa kolonial daerah ini telah menjadi sentra produksi kayu manis dan kopi. Bahkan Belanda memiliki gudang rempah-rempah disini, yang digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil
pembeliannya pada petani. Bekas gudang Belanda di daerah ini harus disebut dengan “daerah gudang” dimana lokasinya bersebelahan dengan pasar nagari Rao-Rao.
131
4.5.5. Nagari Sungai Tarab