Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini telah dititikberatkan pada peningkatan produksi pertanian. Namun dalam upaya peningkatan ini, terlihat tidak diiringi dengan pengembangan sektor yang essensial yang berkaitan dengan pertanian itu sendiri, seperti pengembangan infrastruktur pertanian; pengelolaan pasca panen, peningkatan sumberdaya petani--terutama dalam pengembangan land tenure system--dan pengembangan pasar bagi produk pertanian itu sendiri. Ini berimplikasi terhadap kesejahteraan petani yang masih tetap rendah, dan petani tetap miskin. Bila dilihat, arah dan tujuan pembangunan pedesaan di Indonesia dari Pelita I sampai pada Pelita VI PJP II adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat di pedesaan melalui usaha-usaha yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan, peningkatan sumber daya alam secara optimal di sekitar pertanian, agroindustri dan mengembangkan hubungan antara pedesaan dan perkotaan yang saling menunjang serta saling menguntungkan Pemda Tk. I Sumbar, Repelita VI, Buku II, 19941995-19981999. Terlihat bahwa kebijakan pembangunan pedesaan selama Pelita V, lebih banyak ditujukan kepada peningkatan pendapatan para petani dalam rangka memperbaiki kesejahteraan di pedesaan. Usaha ke arah itu dilakukan melalui peningkatan produktivitas pertanian. Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian, sejak Pelita I sampai Pelita V, ternyata telah mampu menunjukkan kemampuan dalam mendukung perekonomian. Hal ini terbukti mulai dari tahun 1969, produksi perkebunan secara keseluruhan adalah sebesar 69.894 ton, dan pada tahun 1993 meningkat menjadi 293.991 ton dengan pertumbuhan rata-rata 6,17 persen per tahun. Khusus pada Pelita V peningkatan rata-rata produksi perkebunan mencapai 9,47 persen per tahun. Namun dilihat dari segi nilai peningkatan yang terjadi ternyata tidak signifikan dengan peningkatan produksi. Pada tahun 1989, nilai produksi sebesar US 101.893.083, kemudian meningkat menjadi US 117.567.075 pada tahun 1993 dengan peningkatan rata-rata 3,64 persen per tahun. Pada hal untuk Pelita V, peningkatan rata-rata produksi mencapai 9,47 persen. Ini jelas telah terjadi penurunan harga jual di satu sisi, di sisi lain peningkatan produksi mampu dicapai dengan sangat signifikan. Kondisi ini, mengindikasikan bahwa 1 peningkatan produksi di tingkat petani tidak dibarengi dengan peningkatan nilai jual produksi itu sendiri. Secara teoritis, pembangunan pertanian yang mampu meningkatkan kesejahteraan di tingkat petani adalah di samping peningkatan produksi juga harus diiringi dengan peningkatan penerimaan di tingkat petani, sehingga surplus petani semakin meningkat. Faktanya selama ini, di saat produksi petani meningkat, harga cenderung menurun. Sementara permintaan tetap. Penurunan harga tersebut disinyalir disebabkan oleh terdistorsinya pasar baik pasar lokal maupun nasional sebagai outlet dari produk pertanian. Persoalan yang sama juga terjadi di Sumatera Barat, salah satunya untuk hasil komoditi tanaman perkebunan. Di mana, untuk komoditi kayu manis yang merupakan komoditi andalan perkebunan rakyat di Sumatera Barat, khususnya di kabupaten Tanah Datar, di saat petani melakukan panen kayu manis, harga di tingkat petani jatuh. Pada hal kabupaten Tanah Datar telah sangat gencarnya mempromosikan pada petani untuk menjadikan kayu manis sebagai komoditi andalan kabupaten Tanah Datar. Tetapi dari waktu ke waktu 1980-an hingga sekarang, harga produk kayu manis semakin jatuh. Apa yang sesungguhnya terjadi inilah yang perlu ditelusuri. Pemerintahan kabupaten Tanah Datar dengan giatnya telah melakukan kebijakan ekonomi dengan mendorong masyarakat pedesaan untuk meningkatkan produksi dari hasil usaha mereka. Khususnya di bidang pertanian rakyat, di pedesaan diberikan upaya peningkatan kualitas produksi, sehingga terjadi perubahan cara produksi dari cara tradisional ke cara moderen yang lebih komersial, sesuai dengan permintaan pasar. Kondisi ini juga diterapkan untuk sub sektor perkebunan rakyat, seperti perkebunan kayu manis, dengan dicanangkannya kabupaten Tanah Datar sebagai kabupaten kayu manis. Akibatnya hasil produksi kayu manis mengalami peningkatan yang terlihat dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 yang rata-rata mencapai 4.840, 25 ton per tahun, hasil dari luas lahan rata-rata 5.966, 25 ha Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2002. Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 1. Namun kenyataannya, dengan semakin meningkatnya produksi kayu manis, harga di tingkat petani semakin jatuh. Ini jelas merupakan persoalan yang sangat dilematis. Di satu sisi pemerintah mencanangkan kayu manis sebagai komoditi andalan dan meminta petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas 2 produksi mereka. Di sisi lain, petani merasa dirugikan dengan semakin jatuhnya harga komoditi yang mereka hasilkan. Mengapa ini terjadi dan faktor-faktor apa saja yang bermain dalam pembentukan harga di tingkat petani, nampaknya inilah yang perlu ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini. Tabel 1 Luas Lahan dan Produksi Kayu manis Sumatera Barat Tanah Datar Tahun Luas Ha Produksi ton Kenaikan Produksi persen Luas Ha Produksi ton Kenaikan Produksi persen 1998 39034 18317 na na na na 1999 42317 20499 8,50 5754 2678 na 2000 45539 25093 22,41 6668 4233 36, 73 2001 51216 36220 44, 34 5702 4493 5, 78 2002 52259 43398 19,81 5741 7957 43,53 2003 49220 48244 10,04 5255 14620 45,50 2004 57625 43389 -11,20 9251 6000 -58,96 Sumber: Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2002 dan BPS Sumbar, 2004 data diolah. Dalam pendekatan ekonomi neo-klasik Swedberg, 1994, 256-282, diyakini, kalau mekanisme pasar berfungsi dengan baik, maka sumberdaya akan digunakan secara efisien, ekonomi akan tumbuh dan hasil pertumbuhan ekonomi akan terdistribusi secara adil. Kalau skenario yang demikian tidak menjadi kenyataan maka orang akan melihat ke pasar untuk menyelidiki permasalahannya. Karena dalam pandangan ekonomi, tindakan ekonomi hanya dipengaruhi oleh pertimbangan rasional. Faktor atau pertimbangan non-rasional seperti politik, sosial, budaya atau norma-norma yang ada dalam masyarakat diabaikan atau dianggap sebagai sesuatu yang irrasional. Dalam mainstream ekonomi yang terbaru, New Institutional Economic, para ekonom melihat tingginya biaya transaksi yang terjadi di pasar. Tingginya biaya transaksi ini disebabkan oleh informasi yang tidak sempurna dan adanya struktur yang bermain di pasar, seperti struktur petani, struktur pedagang sebagai aktor ekonomi di pasar, sehingga informasi tidak sama asymmetric information. Jadi New Institutional Economic NIE hanya sampai pada mengkuantifisir bahwa strukturlah yang menyebabkan biaya di pasar tinggi, sehingga perlu perubahan struktur di pasar untuk menekan tingginya biaya transaksi North, 1990, Swedberg, 1994. 3 Dalam mainstream Sosiologi Ekonomi Baru New Economic Sociology, yang dikembangkan Swedberg 1987, 1990, 1991, Granovetter 1985;1990, Granovetter dan Swedberg, 1992, 1985, Smelser dan Swedberg 1994, Evers 1994, Etzioni 1988, Nugroho 1993, 2001, dan Damsar 1998 --yang diilhami oleh pemikiran Weber--melihat bahwa pasar bagaimanapun berisi lebih dari tindakan pertukaran semata, sehingga adalah benar jika kita memasukkan faktor legal dan politis dalam menganalisis pasar. Jadi pasar tidaklah terdiri dari satu unsur, yakni ‘pertukaran’ tetapi terdiri dari dua unsur yaitu pertukaran yang berkombinasi dengan kompetisipersaingan. Kompetisi sebagai suatu kesatuan yang integral dari struktur pasar. Bahkan pasar adalah juga sebagai suatu jaringan kerja Baker, 1981. Bagaimana jaringan kerja di pasar bekerja, dan mempengaruhi pertukaran yang terjadi di pasar sesungguhnya juga dipengaruhi oleh tipe jaringan yang terbentuk dipasar; tipe jaringan kerja kecil, dan tipe jaringan kerja luas atau besar Baker 1981, dalam Swedberg 1994. Pemasaran juga salah satu bentuk jaringan kerja yang dapat ditemukan di pasar nagari. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aktor dalam melakukan pertukaran di pasar? Disinilah posisi penelitian ini dimaksudkan. Analisis juga difokuskan pada ‘tindakan’ action yang dicirikan oleh hasil aktivitas dan perhitungan aktor ekonomi moral atau tindakan yang mempengaruhinya Swedberg, 1994, DiMaggio, 1990, dan Zelizer, 1988. Jadi pasar tidak hanya sebagai mekanisme penentu harga, tetapi sebagai suatu fenomena sosial, yang dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, politik yang ada di dalam masyarakat Swedberg, 1994; Hodgson, 1998. Dengan demikian jelas perlu untuk melihat saling hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara lebih luas, yakni meliputi interaksi saling hubungan antara ekonomi, sistem politik, dan budaya nilai-nilai atau norma yang lebih luas Holton, 1992. Bagaimana ekonomi dan masyarakat berinteraksi lebih luas ? Seberapa jauh kekuatan ekonomi menentukan bentuk masyarakat dan seberapa jauh kekuatan di luar ekonomi kembali mempengaruhi persoalan ekonomi ? Secara keseluruhan ini dapat dikejar dengan melalui analisis kelembagaan pasar, sistem produksi bersamaan dengan makna kultural dan nilai yang dikaitkan dengan aktivitas ekonomi Holton, 1992, DiMaggio, 1990. 4 Pemasaran 1 juga satu unsur yang ikut mempengaruhi pasar sebagai sebuah institusi ekonomi. Pemasaran merupakan salah satu penerapan bentuk jaringan kerja yang dilakukan aktor di pasar. Artinya, luas atau sangat bervariasinya jaringan kerja yang terbentuk akan semakin mempengaruhi atau memperumit pemasaran suatu produk. Bila itu terjadi jelas akan berdampak pada pembentukan harga yang sekaligus juga berpengaruh terhadap penerimaan di tingkat petani. Menurut Zusmelia 2000, faktor yang sangat mempengaruhi petani dalam menghasilkan kualitas kayu manisnya adalah faktor harga. Maksudnya belum ada perbedaan harga yang objektif terhadap kualitas yang dihasilkan petani masalah tingkah laku pedagang. Masalah pola dan saluran pemasaran yang ada, ternyata telah ikut mempengaruhi pendapatan petani. Bahkan kelembagaan lokal terutama pasar nagari dan Pasar Lelang Lokal PLL yang ada sekarang ini ternyata tidak efisien dan tidak mampu meningkatkan pendapatan di tingkat petani produsen. Faktanya petani kayu manis dalam posisi tawar-menawar tidak berdaya mempengaruhi pembentukan harga di pasar.

1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian