Secara tradisional, kekuatan ekonomi yang menentukan status dan kedudukan seseorang di tengah masyarakat nagari tergantung kepada penguasaan
dan pengusahaan lahan sawah dan ladang secara turun temurun harta pusaka. Namun semenjak komersialisme melanda masyarakat nagari karena keterlibatannya
dengan perdagangan komoditi ekspor seperti kayu manis, maka status dan kedudukan seseorang di tengah masyarakat nagari tergantung kepada besarnya
skala usaha perdagangan yang dilakukannya dengan membangun jaringan sosial inter personal kerjasama bisnis dengan pelaku ekonomi dari wilayah supra nagari.
Pekerjaan menjadi pedagang pengumpul wholesaler dan pedagang keliling peddler antar nagari mangaleh babelok lebih menjanjikan keuntungan finansial
yang sangat besar, sehingga yang bersangkutan mampu membangun kembali simsol-simbol status dan kedudukan mereka secara sosial budaya di tengah
masyarakat. Aliran benefit yang besar, telah membuat mereka menjadi orang kaya baru dan mampu kembali membangun simbol-simbol kaum elite nagari walaupun
asalnya dahulu adalah orang dangau. Menjadi pedagang telah memberikan kedudukan terhormat seorang
penghulu di tengah kaumnya, karena dapat terhindar dari konflik pengusahaan dan penguasaan lahan pertanian yang diwarisi sebagai harta pusaka, dan yang tidak
kalah penting adalah bahwa menjadi pedagang merupakan cara lain untuk tetap menguasai ekonomi kaumnya. Oleh sebab itu, hubungan antara petani kayu manis
dengan pedagang pengumpul kayu manis sebenarnya berakar dari hubungan antara pemimpin dengan kaum yang di pimpinnya.
6.4. Perilaku Pertukaran dan Tindakan Ekonomi Petani dan Pedagang Dalam Proses Transaksi Kayu Manis.
Pertukaran yang terjadi antara pedagang pengumpul dengan petani kayu manis di pasar nagari sebagian besar didasarkan atas ikatan kekerabatan dan
budaya. Transaksi yang terjadi sering antara kemenakan paruik dengan mamak, kemenakan suku dengan mamak sukunya, atau langgganan dan sudah saling kenal
sejak lama, dan transaksi kayu manis di pasar nagari selalu antara petani kayu manis dengan pedagang pengumpul nagari dulu, jarang sekali terjadi transaksi
antara petani kayu manis dengan pedagang kabupaten di pasar nagari, walaupun pedagang kabupaten datang ke pasar nagari. Hal ini dikarenakan antara pedagang
199
pengumpul dan pedagang besar punya ”kode etik tertentu” dan ”jaringan sosial tertentu” dalam bertransaksi. Terlihat sekali adanya kesepakatan tidak tertulis
diantara mereka, baik yang berada dalam satu kelompok clique members maupun dalam kelompok yang berbeda. Artinya pedagang besar punya pertimbangan moral
tertentu terhadap pedagang pengumpul pasar nagari sehingga tidak terlalu agresif dalam menghadapi petani di pasar nagari ekonomi moral vertikal yang tipis,
dengan menggunakan terminologi Tjondronegoro 2005 dikenal dengan istilah ”cognitive social capital”. Gejala ini menciptakan proses pelanggengan kasus
pertukaran yang tidak seimbang. Petani yang datang ke pasar nagari membawa kayu manisnya dengan
pikulan kemudian dihadang dengan cara rebutan oleh para pedagang pengumpul nagari. Pedagang pengumpul nagari, pertama sekali akan memeriksa kadar air
9
aie kayu manis yang dibawa petani. Cara pemeriksaan kadar air kayu manis oleh pedagang pengumpul ini dengan melakukan rabaan pada gulungan-gulungan
batang kayu manis yang diikat oleh petani dengan berat berkisar antara 50 sd 70 kg, atau dengan cara penciuman dengan mematahkan potongan kecil ikatan kayu
manis petani. Menurut pedagang pengumpul nagari, kayu manis petani yang ditolerir kadar airnya adalah berkisar antara 5 persen sd 10 persen. Semakin tinggi kadar air
kayu manis yang dibawa petani, maka harga yang diminta oleh pedagang semakin rendah.
Penetapan kadar air kayu manis oleh pedagang ini merupakan salah satu aspek permainan kualitas mencari cacat barang yang dilakukan oleh pedagang di
pasar nagari. Para petani sebenarnya mengerti dengan kadar air yang layak bagi persyaratan kualitas kayu manisnya, tetapi jika kadarnya airnya semakin rendah
sekalipun di bawah 5 persen, maka pedagang akan tetap menaksir bahwa kadar air kayu manis petani tinggi, sehingga harga menjadi rendah. Perdebatan antara petani
dengan pedagang untuk penetapan kadar air ini tidak pernah menemui kata sepakat. Dalam pandangan petani, kadar air yang tinggi akan lebih menguntungkan
9
Kadar air yang dalam bahasa transaksinya di pasar nagari adalah “aie” merupakan istilah kandungan kadar air kayu manis petani oleh pedagang. Aie ini salah satu cara pedagang mencari kelemahan kayu
manis petani agar dapat ditekan harga ke yang lebih rendah. Penentuan kadar air ini merupakan salah satu keahlian pedagang pasar nagari yang diperoleh secara alami dari pengalaman. Pedagang pasar
nagari yang dapat untung besar adalah pedagang yang mampu menaksir kadar air kayu manis petani dengan tepat.
200
karena berat kayu manisnya akan semakin besar, konsekwensinya uang yang diterima dengan harga tertentu akan semakin besar pula. Sebaliknya bagi
pedagang, kondisi kadar air kayu manis yang tinggi akan dijadikan sebagai salah satu cara untuk menekan harga. Harapan petani untuk mendapatkan harga yang
tinggi malah mengalami kegagalan. Kondisi ini sejalan dengan pandangan Geertz 1978 dalam Damsar
1997:63 yang melihat bahwa pasar petani sebagai suatu bentuk pasar yang sedang berkembang ekonomi bazaar, masih menggunakan bentuk tawar menawar
secara dimensional dan intensif. Untuk kasus pasar kayu manis di pasar nagari, memang terlihat bahwa dalam melakukan penawaran, pedagang tidak hanya
berpedoman pada aspek moneter saja, tetapi juga melihat pada aspek non moneter, seperti aspek yang berhubungan dengan kualitas dan jumlah barang yang
ditawarkan. Untuk bentuk yang kedua, dengan meminjam terminologinya Damsar 1997:130 dikatakan strategi ”mencari cacatnya barang”. Ini adalah bentuk
eksplorasi yang mendalam si pedagang terhadap batas harga yang dapat disepakati. Dalam hal ini si petani kayu manis cenderung mengalami dillema, jika
harga yang diajukan oleh si pedagang tidak disepakati, si pedagang adalah langganan yang sudah membeli kayu manis mereka secara berulang-ulang pada
waktu panen sebelumnya. Pertimbangan hubungan sa nagari, sa suku, hubungan tali darah atau hubungan perkawinan ternyata telah ikut mempengaruhi petani dalam
menyepakati harga penawaran. Artinya, untuk mendapatkan keuntungan yang besar, si pedagang juga mengalami dillema yakni ia harus memilih dan memenuhi
kewajiban moral kepada kelompok sesama pedagang, untuk berbagi keuntungan dan kesempatan untuk keluar sebagai pemenang atau memilih untuk mengikuti
penawaran dari si petani yang kadang kala adalah juga sanak familinya atau karib kerabatnya sendiri. Untuk kasus ini, pedagang cenderung memilih memenuhi
kewajiban moralnya pada sesama pedagang. Si petanipun cenderung memilih tunduk kepada penawaran si pedagang juga dalam rangka memenuhi kewajiban
moralnya yang didasarkan atas pertimbangan se suku, se nagari, dan lain-lain. Bagi pedagang pengumpul pasar nagari, yang akan kembali menjual
langsung kayu manis yang sudah dibelinya dari petani ini kepada pedagang besar kabupaten yang datang ke pasar nagari dengan truknya, penentuan kadar air kayu
manis sangat besar pula artinya bagi perolehan keuntungan dari penetapan selisih
201
kadar air antara dirinya dengan petani dan dirinya dengan pedagang besar kabupaten. Sehingga dengan berat yang sama, tetapi kesepakatan kadar airnya
berbeda antara pedagang pengumpul – petani dan pedagang pengumpul nagari – pedagang besar kabupaten, akan memberikan kesepakatan harga yang berbeda
pula. Semakin mampu pedagang pengumpul nagari menekan harga kepada petani dengan mengatakan bahwa kadar air kayu manisnya terlalu tinggi, maka semakin
besar keuntungan yang diperolehnya dalam transaksi dengan pedagang besar kabupaten.
Bagi pedagang pengumpul pasar nagari yang menyimpan dulu kayu manis yang telah dibelinya di gudang-gudang di rumahnya, maka penentuan kadar air kayu
manis petani tidak begitu ketat, jika dibandingkan dengan pedagang pengumpul pasar nagari yang langsung menjualnya pula kayu manis yang sudah dibelinya dari
petani ke pada pedagang besar kabupaten. Pedagang pengumpul pasar nagari yang menyimpan dulu kayu manisnya sehingga kadar airnya 0 persen, akan mencari
cacatnya barang bukan dengan kadar air tetapi dengan cara lain yakni, mencari cacatnya kualitas dengan mencari sebanyak-banyaknya ”mato
10
”. Semakin banyak ”mato” semakin rendah kualitas gulungan kayu manis, sehingga semakin rendah
harga yang diminta oleh pedagang kepada petani untuk kayu manisnya. Bagi pedagang besar dan eksportir, banyaknya ”mato” tidak menjadi
masalah dan tidak akan berkaitan dengan kualitas kayu manis yang akan diekspor, karena adanya perbedaan ukuran antara kayu manis yang dijual di pasar nagari
dengan kayu manis yang dijual di konsumen domestik atau luar negeri. Jika pada pasar nagari ukuran panjang gulungan kayu manis yang diperdagangkan adalah
berkisar antara 80 cm sd 100 cm, pada tingkat ekportir hanyalah berukuran 5 cm sd 10 cm. Oleh sebab itu cara pemotongan dapat diakali agar ”mato” yang ada
dapat dibuang saja dan dijadikan kayu manis bubuk cassia powder. Cara lain untuk menentukan harga kayu manis petani oleh pedagang
pengumpul pasar nagari adalah dengan mencari kotoran dan batu kerikil yang menempel pada gulungan kayu manis petani. Semakin banyak kotoran atau
10
Mato adalah istilah yang digunakan pedagang pengumpul pasar nagari untuk menyatakan kualitas AA atau AAA kayu manis petani masih rendah kualitasnya. Mato artinya, banyaknya lobang-lobang
pada kulit kayu manis kering sebagai akibat dari penebalan kayu manis pada cabang-cabang dahan. Semakin banyak mato, berarti kayu manis tipis, karena pastilah berasal dari kulit batang yang dekat ke
dahan dan ranting.
202
semakin banyak batu kerikil yang menempel pada gulungan kayu manis petani, maka harga kayu manis semakin rendah ditawar oleh pedagang. Kemungkinan
masuknya batu kerikil dalam gulungan kayu manis yang di jual petani kayu manis adalah besar sekali karena, petani menjemur kayu manisnya setelah dibersihkan
kulit arinya di pinggir-pinggir jalan raya di depan rumah mereka. Perilaku petani kayu manis terkadang juga dengan sengaja tidak
membersihkan gulungan kayu manisnya dari kotoran, kerikil, dan serbuk hasil pengikisan kulit luarnya agar beratnya menjadi bertambah. Bahkan petani sengaja
menambahkan potongan-potongan gulungan kecil-kecil ke dalam gulungan besar kayu manisnya. Kemudian pada saat mengikat, petani juga sering memasukan
kualitas KB, dan KC ke dalam ikatan kualitas AA tujuannya agar beratnya semakin besar juga. Bahkan tidak jarang pula petani memasukkan batang ranting kayu manis
ke dalam ikatan kayu manisnya, agar menjadi lebih berat. Semua perilaku petani yang menjurus kepada perbuatan curang itu, hanya terjadi pada petani yang
melakukan panen tidak menentu, dan tidak memiliki pelanggan pembeli yang tetap. Gejala ini menunjukkan sebuah strategi manipulatif yang dilakukan oleh masing-
masing pihak. Bagi petani strategi manipulatif dilakukan untuk meminimalisir kerugian dalam penetapan harga jual kayu manis, dan bagi pedagang dilakukan
untuk mendapat keuntungan yang lebih tinggi cf. Putra, 2003. Bagi petani kayu manis yang melakukan panen sekali setahun atau lebih,
membuat proses kayu manis yang berkualitas merupakan suatu cara yang sudah biasa untuk tetap menjaga harga kayu manis menjadi lebih tinggi. Biasanya kayu
manis di buang kulit luarnya dengan cara mengerus, kemudian di cuci agar bersih, lalu dijemur dengan tarik matahari dengan menggunakan alas tikar agar tidak
melekat kotoran ke dalamnya. Setelah kayu manis kering sempurna, dengan ditandai oleh gulungannya yang terdapat di kedua sisinya dan cenderung bentuknya
seperti tongkat sebesar rotan. Semakin kecil kadar airnya, semakin bagus gulungannya dengan warna merah kemuning-kuningan dan semakin kecil bentuknya
dan aromanya semakin keras tercium, hal itu menandakan kayu manis berkualitas tinggi.
Pada saat menyusun batangan-batangan kayu manis yang sudah mengulung sempurna, maka di ikat dengan ikatan yang sangat menarik mulai dari
kulit kayu sampai pada ikatan dari tali rafia besar. Petani kayu manis yang
203
profesional akan membuat ikatan semakin rapi, dan tidak mau mencampurkannya di dalam ikatan dengan batangan kayu manis yang patah-patah atau lebih pendek.
Maka kayu manis dengan ikatan rapi, berwarna merah kekuning-kuningan inilah yang menjadi incaran para pedagang pengumpul di pasar nagari. Pada umumnya
pedagang mengutamakan membeli kualitas AA ini dahulu, baru membeli kualitas KB dan KC karena kualitas AA akan memberikan keuntungan yang besar bagi
pedagang. Teknik penentuan harga yang dipakai oleh pedagang pengumpul untuk kategori kualitas kayu manis bagus ini adalah dengan mengatakan bahwa kadarnya
airnya masih tinggi, atau gulungannya masih terlalu besar, tidak sempurna atau potongannya tidak rapi, dan lain sebagainya, sehingga harga dapat ditekan.
Jika petani kayu manis belum mau menjual kayu manis dengan harga yang diminta oleh pedagang, maka pedagang tadi akan menghampiri temannya yang lain
dengan memberi kode dengan gerakan tangan tentang harga kayu manis yang sudah ditawarkan kepada petani. Sehingga pedagang lain tidak akan pernah
menawar harga kayu manis petani dengan harga diatas yang pernah di tawar oleh temannya sebelumnya. Bahkan sering menawar harga kayu manis lebih rendah
daripada yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul yang pertama. Kemudian jika petani dan pedagang kayu manis sudah saling kenal
mengenal, maka pedagang pengumpul lain akan berusaha menceritakan kondisi harga kayu manis yang lagi jatuh di pasaran dunia, dengan mengatakan bahwa saat
ini pembelian kayu manis sedang dikurangi karena penuhnya gudang-gudang eksportir. Seolah-olah pedagang tidak terlalu membutuhkan banyak jumlah kayu
manis yang akan di beli. Atau dengan mengatakan bahwa ini hanya membantu petani saja agar tidak membawanya pulang lagi. Itu sebabnya petani kayu manis
lebih senang menjual kayu manisnya kepada pedagang pengumpul pasar nagari yang dikenalnya dengan baik, agar petani mendapat harga wajar dan tidak
dipermainkan oleh pedagang. Sering di temui di pasar nagari, petani kayu manis menyebutkan nama
pedagang yang sudah dikenalnya atau menjadi langggannya, ketika pedagang berebutan meminta agar kayu manisnya dijual kepada mereka. Tindakan ini juga
merupakan upaya untuk menghindari permainan harga dari pedagang lain. Proses tawar menawar akan berlangsung alot, jika petani kayu manis tidak
terburu-buru untuk mendapatkan uang guna membeli keperluan konsumsi
204
rumahtangganya sehari-hari. Bagi petani yang melakukan panen sekali setahun, proses transaksi dapat mencapai satu jam, karena sama-sama bertahan dengan
harga yang lebih tinggi, untuk keadaan ini biasanya pedagang besar kabupaten datang untuk menengahi dengan mengatakan bahwa harga kayu manis yang
dibelinya memang sebanyak yang diminta oleh pedagang pengumpul nagari pertama. Jika kualitas kayu manis petani memang sangat bagus, maka pedagang
besar kabupaten biasanya membeli sebesar harga yang diberikan kepada pedagang pengumpul nagari yang menjual kepadanya.
Di pasar nagari yang lebih besar, maka peran pedagang besar terasa lebih dominan dalam transaksi kayu manis dengan kualitas bagus. Biasanya, kayu manis
dengan kualitas bagus dan banyak lebih membutuhkan modal yang besar bagi pedagang untuk dapat membelinya, sehingga sering dengan modal yang dipinjam
dari pedagang besar tingkat kabupaten, maka pedagang pengumpul pasar nagari tidak mampu membeli kayu manis dengan kualitas bagus.
Pedagang pengumpul pasar nagari hanya mampu melakukan transaksi dengan petani kayu manis yang membawa kayu manis dengan kualitas rendah
seperti KB, KC dan C. Jika ada kualitas AA, hanya dengan volume yang kecil. Keadaan ini dijumpai di pasar nagari Baso dan pasar lelang lokal kayu manis di Batu
Sangkar. Di kedua pasar ini, bentuk transaksi yang terjadi antara kelompok pedagang dengan petani kayu manis sudah dengan sendirinya terpisahkan oleh
besarnya modal pedagang itu sendiri. Pedagang yang bermodal kecil hingga sedang hanya mampu membeli kayu manis petani dengan kualitas rendah dan dengan
volume yang kecil berkisar antara 500 kg sd 1 ton. Kayu manis petani dengan kualitas bagus dan jumlah besar akan dibeli oleh pedagang besar tingkat kabupaten.
Pedagang besar tingkat kabupaten seperti hari Senin 10 April 2006 di pasar Baso hanya WR 38 tahun dan H. WN 58 tahun kedua pedagang besar ini
mengkhususkan diri hanya membeli cassaivera petani dengan kualitas bagus kualitas AAA, dan AA. Sedangkan kayu manis dengan kualitas rendah akan di beli
oleh pedagang pengumpul pasar nagari dan akhirnya dijual kepada pedagang besar tingkat kabupaten setelah pasar sepi.
Artinya, para pedagang sesudah memiliki kode etik tersendiri untuk menentukan pembagian kesempatan untuk membeli kayu manis petani. Petani kayu
manis yang datang ke pasar nagari untuk menjual kayu manisnya dengan kualitas
205
rendah dan dalam volume sedikit tidak akan bisa menjualnya langsung kepada pedagang besar tingkat kabupaten di pasar nagari itu, karena hal itu sudah menjadi
bagiannya pedagang pengumpul nagari yang menjadi kelompoknya. Ini memperlihatkan salah satu strategi pedagang besar dalam menjaga relasi-relasi
sosial dan jaringan kerja sosial inter personal, dengan kelompok pedagang perantara yang sekaligus mereka ini sebagai perpanjangan tangannya di pasar
nagari. Inilah salah satu bentuk pembagian keuntungan share profit antara pedagang besar tingkat kabupaten dengan pedagang perantara moral ekonomi
dalam bentuk vertikal. Kemudian sesama pedagang pengumpul nagari akan bersaing untuk
mendapatkan jumlah kayu manis petani sebanyak-banyaknya, sehingga setiap petani yang datang membawa kayu manisnya akan dikejar dan dibantu untuk
menurunkannya dari angkutan umum yang digunakan petani. Jadi kompetisi terjadi antara sesama pedagang pengumpul nagari, bukan dengan pedagang besar
kabupaten. Bentuk kompetisi yang terjadi bukan dalam harga karena harga disepakati sama ditingkat pedagang pengumpul. Tetapi kompetisi dalam menarik
pelanggan dengan memberikan jasa untuk membawanya ke tempat timbangan dan memberikan penjelasan yang masuk akal tentang kondisi harga kayu manis saat ini,
membayar secepatnya nilai uang transaksi kayu manis petani, sehingga petani dapat dengan segera masuk pasar untuk membeli keperluan konsumsi rumahtangga
sehari-hari. Jadi perilaku pertukaran yang terjadi di pasar nagari antara petani dan
pedagang kayu manis telah mengarah kepada spesialisasi dalam pembelian kayu manis petani, dimana pedagang pengumpul pasar nagari cenderung hanya membeli
kayu manis petani dengan kualitas rendah dan dengan volume yang terbatas, sedangkan pedagang besar kabupaten cenderung membeli dari petani, kayu manis
yang berkualitas bagus dan dalam volume yang lebih besar. Tindakan ekonomi pedagang cenderung menarik simpati petani kayu manis dengan cara membantu
menurunkannya dari angkutan umum dan membawanya ke tempat timbangan. Jika transaksi disepakati pedagang berusaha secepatnya melakukan pembayaran agar
petani dapat segera masuk pasar guna membeli kebutuhan rumahtangga sehari- hari. Seandainya pedagang pengumpul tidak memiliki kemampuan untuk membeli
kayu manis kualitas bagus dalam volume besar, maka pedagang pengumpul
206
membantu petani membawanya ke tempat pedagang besar kabupaten yang menunggu di sudut lokasi pasar kayu manis di pasar nagari, membantu petani kayu
manis dalam menentukan harga kayu manis dalam transaksi dengan pedagang besar dengan menberitahukan kandungan kadar airnya, berat timbangannya,
kerapian ikatannya. Sehingga, sebenarnya antara pedagang pengumpul dengan petani kayu manis terjalin suatu kerjasama yang saling menguntungkan. Begitu juga
antara pedagang pengumpul pasar nagari dan pedagang besar terjalin hubungan saling menguntungkan karena pedagang besar akan memberikan fee atas jasanya
dalam proses transaksi dengan petani. Besar fee yang diberikan oleh pedagang besar kepada pedagang pengumpul pasar nagari berkisar antara Rp 5.000 sampai
Rp 10.000,- per transaksi. Fenomena ini yang memperlihatkan bahwa antar aktor adanya perjuangan,
pertarungan atas harga. Adanya keinginan untuk berjuang antara dua kelompok atau lebih, adanya kompetisi dalam perjuangan dimana mereka yang berpotensi
akan keluar sebagai pemenang. Bahkan tidak jarang unsur perjuangan, kompetisi yang terjadi menimbulkan kejengkelan atau ketidak senangan. Inilah yang dikatakan
adanya unsur konflik di pasar yang akan berakhir sebagai kepuasan timbal balik reciprocal compensation bagi kedua belah pihak sebagaimana yang disinyalir
Weber, 1978 dan Swedberg 1994.
6.5. Relasi Sosial Petani dan Pedagang Kayu manis di Pasar Nagari