lebih berorientasi “profit motive” dan berpedoman kepada orientasi “supply dan demand”. Regulasi yang terbentuk terlihat berbeda derajat kepentingan dan
orientasinya. Seperti: 1 petani kayu manis yang berlahan kecil dan panen tidak menentu, sebagai salah satu aktor yang terlibat di pasar nagari lebih berorientasi
safety first dan pertukaran sosial, sehingga terlihat lebih pada pertimbangan ekonomi moral yang kuat. Mereka cenderung berada atau menjadi pihak yang harus
tunduk pada regulasi pedagang di pasar nagari yang memiliki ekonomi moral yang berbeda dengan petani kayu manis. Sebaliknya petani yang berlahan luas dengan
pola panen tahunan, dalam regulasi yang tercipta menjadi pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih baik dan memiliki ekonomi moral dan relasi sosial yang lebih kuat
dengan pedagang dibanding petani tipe pertama. 2 pedagang pasar nagari, dalam kaitannya dengan regulasi yang terbentuk, lebih mengarah pada derajad
kepentingan diantara anggota kelompok clique members dan jaringan sosial personal tertentu klientisasi terutama dalam menentukan harga dan spesialisasi
pembelian kualitas kayu manis di setiap pasar nagari yang mereka kunjungi. Dapat dikatakan bahwa regulasi yang terbentuk diantara pedagang pengumpul ini sudah
melalui interaksi yang berulang dan berlangsung lama. Sehingga bagi anggota kelompok yang melanggar akan mendapat sanksi sosial atau “terlempar” dari
kelompoknya.
7.7. Sistem Pasar Nagari: Sebuah Idealisme dari Persepktif Sosiologi Ekonomi
Transaksi ekonomi yang dikembangkan di pasar nagari yang sebahagian transaksinya masih mempertimbangkan ekonomi moral pedagang pengumpul pasar
nagari dalam melakukan pembelian kayu manis, adalah merupakan suatu kondisi resisten dalam menghadapi perilaku pertukaran yang dikembangkan oleh pelaku
ekonomi supra lokal yang cenderung memperlihatkan perilaku ekonomi rasional yang berorientasi keuntungan semata memaksimumkan utility.
Peran pasar nagari justru semakin penting dalam konteks adanya pergulatan antara sistem ekonomi global yang memperkenalkan ekonomi rasional dengan motif
mencari keuntungan semata, dengan perilaku ekonomi moral yang telah berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat nagari.
Sistem perekonomian masyarakat nagari yang embedded dengan sistem kultural
259
masyarakat Minangkabau, dalam menghadapi intervensi sistem perekonomian rasional, akibat proses globalisasi ekonomi memang telah masuk ke dalam proses
transaksi antara petani kayu manis dengan pedagang pengumpul pasar nagari. Tetapi pedagang pengumpul pasar nagari yang berusaha memilih strategi
menjalankan ekonomi moral dengan menunda keuntungan pribadi untuk beberapa waktu, merupakan sebuah langkah yang hanya dapat dilakukan dalam konteks
transaksi di pasar nagari yang masih didasarkan kepada ikatan-ikatan primordial. Ketika pedagang pengumpul pasar nagari mulai mampu melakukan ekspansi
ke supra nagarinya, maka perilaku ekonominya mulai mengarah kepada perilaku ekonomi rasional. Apabila transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul pasar
nagari bukan lagi di pasar nagarinya, maka motif untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya nampak lebih dominan. Artinya, semakin jauh dari lingkungan
sosial budayanya, maka perilaku ekonomi rasional semakin tampak dalam tindakan ekonomi pedagang pengumpul pasar nagari. Semakin dekat pertukaran itu
dilakukan dalam lingkungan sosial budayanya, maka pedagang pengumpul pasar nagari semakin berperilaku ekonomi moral.
Pada kedua mainstream yang ada, baik mainstream ekonomi maupun mainstream sosiologi ekonomi baru, kehadiran pasar nagari sebagai batas antara
tindakan ekonomi moral dengan tindakan ekonomi rasional sangat diperlukan, agar mendatangkan keuntungan bagi semua pihak yang melakukan pertukaran. Semakin
dominan peran pasar nagari dalam proses transaksi perdagangan kayu manis, maka semakin mendorong dominannya perilaku ekonomi moral. Sebaliknya, apabila pasar
nagari tidak lagi aktif sebagai outlet komoditi pertanian rakyat dalam arti luas, maka perilaku ekonomi rasional akan semakin dominan dalam transaksi antara pedagang
dengan petani kayu manis. Oleh karena itu, pilihan untuk meningkatkan pendapatan petani kayu manis terletak kepada pilihan kebijakan untuk mengembangkan pasar
nagari yang akan mampu memberikan lebih banyak keuntungan kepada petani kayu manis atau pada mengembangkan model transaksi di supra nagari seperti
membentuk PLL di kota Batusangkar, yang akan mendorong perilaku ekonomi rasional yang hanya menguntungkan pedagang besar kabupaten dan pedagang
supra lokal. Membangun kembali perekonomian masyarakat nagari, hanyalah dapat
dilakukan dengan mengembangkan pasar nagari dengan segala atribut yang
260
melekat padanya selama ini. Persistensi pasar nagari justru terletak pada memberikan kesempatan untuk mengembangkan terjadinya perilaku ekonomi moral
dalam menghadapi perilaku ekonomi rasional yang dibawa dan diterapkan oleh pedagang besar kabupaten sebagai orang luar outsider yang melakukan intervensi
terhadap sistem ekonomi masyarakat nagari. Dalam konteks gerakan kembali ke nagari yang dicanangkan oleh
pemerintahan provinsi Sumatera Barat, membangun dan mempertahankan keberadaan pasar nagari sebagai outlet bagi sistem produksi pertanian rakyat dalam
arti luas, akan mempertahankan aliran keuntungan benefit flow yang akan terus mengalir ke petani sebagai mata rantai awal dalam sistem perdagangan kayu manis.
Intervensi kebijakan negara dengan membentuk pasar lelang lokal di wilayah supra nagari, yang dalam pelaksanaannya justru menimbulkan semakin tingginya biaya-
biaya transaksi pedagangan kayu manis, sehingga dengan sendirinya keberadaan PLL kayu manis malah membuat peranan pasar nagari semakin kuat dengan
semakin tingginya intensitas transaksi di pasar nagari yang lebih efisien, karena biaya-biaya transaksi menjadi lebih rendah. Walaupun sesungguhnya, di pasar
nagari biaya-biaya transaksi juga relatif besar, tetapi jika dibandingkan dengan biaya-biaya transaksi di PLL kayu manis, biaya-biaya transaksi di pasar nagari lebih
rendah. Tingginya biaya-biaya transaksi transaction cost di PLL terutama dari sisi
biaya informasi information cost yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pasar nagari dan petani kayu manis untuk mendapatkan informasi harga. Biaya
transportasi yang makin besar disebabkan oleh jarak angkut yang harus ditempuh oleh petani kayu manis ke kota kabupaten yang menjadi pusat PLL. Akhirnya
banyak petani kayu manis yang tidak datang ke PLL kayu manis dan petani lebih memilih melakukan transaksi di pasar nagari. Fakta di lapangan memperlihatkan
bahwa peserta pelelangan di pasar lelang lokal adalah pedagang pengumpul pasar nagari dengan pedagang besar kabupaten, dimana pedagang pengumpul pasar
nagari yang dicatat di papan pelelangan oleh petugas PLL dari dinas Koperindagtam dianggap sebagai petani.
Biaya transaksi market transaction cost dalam perdagangan kayu manis di pasar nagari tetap ada meliputi: biaya informasi, biaya kontrak dan biaya negosiasi,
dan biaya pemberian pesanan diantara pedagang pengumpul pasar nagari. Semua
261
biaya transaksi ini ditanggung oleh petani kayu manis dan pedagang pengumpul pasar nagari dalam bentuk semakin rendahnya harga penawaran oleh pedagang
pengumpul pasar nagari dan pedagang besar kabupaten. Biaya transaksi yang timbul antara petani dengan pedagang pengumpul
pasar nagari yakni biaya informasi, biaya negosiasi, dan biaya pemberian order. Biaya informasi timbul karena petani sering tidak mengetahui harga pasar kayu
manisnya pada waktu pasar nagari di buka. Petani akan berusaha menghubungi salah seorang pedagang pengumpul pasar nagari yang dikenalnya untuk meninjau
harga kualitas kayu manisnya. Pedagang pengumpul akan memberitahu sejumlah harga tertentu untuk kualitas kayu manis milik petani tersebut. Kemudian apabila,
petani ini menanyakan pula kepada pedagang pengumpul pasar nagari lainnya, yang kebetulan dalam satu kelompok clique members dengan pedagang yang
ditanyai semula, maka pedagang pengumpul pasar nagari yang kedua ini pemberi isyarat, akan memberikan informasi harga yang lebih rendah lagi dari informasi
harga yang diterima oleh petani dari pedagang pengumpul pertama. Pada akhirnya, petani terpaksa menjual kayu manis dengan harga seperti yang ditetapkan oleh
pedagang pengumpul yang pertama. Tetapi kemudian, setelah petani berlalu, pedagang pengumpul pasar nagari yang kedua; yang menginformasikan harga kayu
manis yang lebih rendah lagi dari pedagang pengumpul pasar nagari pertama, akan mendapat sejumlah uang yang berkisar antara Rp 10.000 sd 15.000 per setiap
transaksi. Besarnya uang yang diberikan kepada pedagang pengumpul pasar nagari kedua inilah yang dinamakan biaya informasi yang harus dikeluarkan oleh petani,
yang seharusnya masuk keuntungan petani, tetapi akhirnya di nikmati oleh anggota clique member dari pedagang pengumpul pasar nagari.
Biaya-biaya negosiasi dalam transaksi perdagangan kayu manis di pasar nagari terdiri dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengumpul
pasar nagari sesama anggota clique member untuk mendapatkan prioritas untuk membeli kualitas tertentu saja, misalnya. Seorang pedagang pengumpul pasar
nagari hanya khusus membeli kualitas AA saja. Oleh karena itu, pedagang pengumpul pasar nagari ini melakukan negosiasi dengan temannya pedagang
pengumpul sesama anggota satu clique members, agar memberikan kesempatan kepadanya apabila petani kayu manis datang membawa kayu manis kualitas AA,
hanya diserahkan kepadanya untuk menawar dan membelinya monopsoni. Tetapi
262
kemudian pedagang pengumpul pasar nagari yang mendapat prioritas untuk menguasai pembelian kualitas AA ini, pada akhir transaksi di suatu pasar nagari
akan menyerahkan sejumlah uang negosiasi sebesar antara Rp 15.000 sd Rp 25.000 kepada sesama pedagang pengumpul anggota clique membernya.
Biaya-biaya kontrak dalam transaksi perdagangan kayu manis di pasar nagari adalah biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul pasar nagari dan
petani, apabila antara keduanya terikat dengan satu bentuk langganan dan terbentuknya trust satu sama lain. Seorang petani dalam menjual kayu manisnya
akan berusaha memilih satu pedagang pengumpul pasar nagari sebagai pelanggan pembelinya, guna menghindari kerugian yang lebih besar lagi apabila tidak memiliki
satu langganan. Disini biasanya, dasar pemilihan pedagang pengumpul pasar nagari langganan itu adalah berdasarkan ikatan kesukuan, ikatan se nagari, atau ikatan
primordial lainnya. Tabel 29 menunjukkan harga rata-rata pembelian pedagang pengumpul
pasar nagari untuk berbagai grade kualitas kayu manis di pasar nagari Baso kepada petani dan harga penjualan pedagang pengumpul pasar nagari kepada pedagang
besar kabupaten toke. Maka biaya-biaya kontrak dalam transaksi antara petani dengan pelanggan pembelinya dari pedagang pengumpul pasar nagari adalah
selisih antara harga yang diterima petani dengan harga rata-rata per kualitas kayu manis yang dibeli pedagang pengumpul yang berkisar antara Rp 100 sd Rp 300,-
pada setiap petani. Tabel 29 Harga-Harga di Tingkat Petani dan Pedagang Pengumpul Pasar
Nagari di Pasar Nagari Baso Grade
Harga jual di tingkat petani Kayu manis Rpkg
Harga Jual di tingkat pedagang perantara pasar
nagari ke Pedagang Besar kabupaten
AA 4500 4750-4800
A 3250 3500
KB 1900-2000 2500
C 1600-1800 2200
Sumber: Hasil Pengamatan Senin, Tanggal 10 April 2006 Biaya-biaya kontrak langganan ini akan semakin besar variasinya, apabila
transaksi terjadi pada waktu yang tidak bersamaan diantara petani. Apabila kedatangan petani tidak serentak, maka harga yang diterima petani untuk kualitas
263
kayu manisnya akan mendekati pada harga rata-rata, karena petani akan melakukan transaksi dengan pedagang pengumpul pasar nagari yang menjadi pelanggannya.
Jadi, bila ditinjau dari sisi biaya-biaya transaksi di pasar nagari, maka biaya transaksi di pasar nagari lebih rendah dibandingkan dengan biaya-biaya transaksi di
pasar supra lokal seperti PLL dan KPRRCV SAS, karena jika transaksi dilakukan di pasar lelang lokal, harga yang diterima petani akan semakin rendah karena
pedagang pengumpul pasar nagari dan pedagang besar harus mengeluarkan biaya- biaya pelayanan yang diberikan kepada petugas PLL managerial transaction cost
yang besarnya Rp 10kg. Oleh karena besaran volume transaksi dalam ukuran ton oleh pedagang besar, maka biaya-biaya transaksi ini juga menjadi tinggi. Pada sisi
lain, di pasar nagari managerial transaction cost hanyalah sebesar sewa los bangunan tempat terjadinya transaksi di pasar nagari yang besarnya hanyalah Rp
50.000 per setiap dibukanya pasar nagari. Artinya pedagang pengumpul pasar nagari dan pedagang besar kabupaten lebih untung hanya membayar sewa los saja,
ketimbang melakukan transaksi di PLL yang harus membayar retribusi sejumlah Rp 875 50 kg yang dipungut oleh pegawai kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan
dan Pertambangan kabupaten Tanah Datar Keputusan Bupati KDH TK II Tanah Datar No: 23 1996 dan Perda No: 7 1999.
Artinya, transaksi perdagangan kayu manis di pasar nagari memiliki biaya transaksi transaction cost lebih rendah di bandingkan dengan biaya transaksi di
pasar supra lokal. Saat ini muncul pula CV SAS, sebagai joint ventur antara pemerintah dengan pedagang pengumpul pasar nagari. Oleh karena itu, persistensi
pasar nagari dalam menghadapi pasar global dan intervensi pemerintah state intervention terhadap perdagangan kayu manis apabila dilihat dari biaya-biaya
transaksi ini, maka transaksi di pasar nagari memiliki biaya transaksi yang lebih rendah. Dengan lebih rendahnya biaya-biaya transaksi ini, keberlanjutan transaksi
kayu manis di pasar nagari semakin bertahan sepanjang waktu. Fakta empiris telah membuktikan bahwa ketika transaksi perdagangan kayu manis dialihkan ke wilayah
supra nagari, baik petani maupun pedagang enggan untuk beralih, karena tingginya biaya-biaya transaksi baik dalam bentuk market transaction cost maupun dalam
bentuk managerial transaction cost. Dari sudut pandang analisis biaya-biaya transaksi ini, maka keberlanjutan
peran pasar nagari sebagai outlet bagi produk perkebunan masyarakat nagari di
264
pedalaman Minangkabau, akan tetap bertahan sepanjang waktu. Artinya, pasar nagari yang mampu bertahan itu dan masih tetap aktif saat ini adalah pasar nagari
yang mengelar transaksi perdagangan tanaman eksport dan biaya-biaya transaksi yang rendah.
7.8. Simpulan Akhir Bab