SLTP, dan SLTA yang cukup. Barang kali besarnya jumlah penduduk yang buta aksara lebih disebabkan oleh tidak terdistribusinya dengan baik penyebaran
pembangunan sarana pendidikan itu yang relatif terkonsentrasi di pusat nagari Baso, sementara lokasi jorong-jorongnya relatif jauh, dan sulitnya aksessibilitas. Artinya
karena semua fasilitas dan infrastruktur sosial ekonomi berada di pusat nagari seperti gedung sekolah, pasar, puskesmas, gedung perkantoran, maka pusat nagari
menjadi ramai dan padat. Maka disinilah peran pasar nagari yang dibuka dua kali seminggu
memberikan waktu dan ruang bagi warga nagari yang berada di pinggiran pheri- pheri untuk datang dan berkumpul membangun interaksi sosial dengan penduduk di
pusat nagari dan penduduk dari pinggiran nagari lainnya, untuk melakukan pertukaran sosial ekonomi, dan sosial budaya satu sama lainnya.
Berdasarkan uraian kondisi sosial ekonomi nagari Baso di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum kondisi sosial ekonomi nagari Baso masih di
dominasi oleh sektor pertanian, terutama sub sektor perkebunan. Transformasi ekonomi dari sub sektor perkebunan ke sektor perdagangan dan jasa telah mulai
terjadi, sejak diperkenalkannya sistem ekonomi pasar di tengah masyarakat, sehingga usaha perdagangan mulai menjadi mata pencaharian alternatif bagi
penduduk di samping pertanian. Disebabkan tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah -- karena mayoritas berpendidikan SD sampai dengan SLTA-- maka
yang melalukan transformasi kegiatan ekonomi ke arah perdagangan dan jasa itu adalah umumnya mereka yang berpendidikan lebih tinggi.
4.5.2. Nagari Tabek Patah Nagari Tabek Patah dengan luas 7,18 km
2
, terletak di kecamatan Salimpaung kabupaten Tanah Datar, sekaligus menjadi ibu kota kecamatan
Salimpaung. Nagari Tabek Patah ini terdiri dari dua Jorong yakni: jorong Koto Alam dengan luas 1.72 km
2
dan jorong Tabek Patah dengan luas 5.46 km
2
. Nagari ini berbatasan sebelah Selatan dengan nagari Lawang Mandahiling, sebelah Utara
dengan nagari Tanjung Alam, sebelah Barat dengan nagari Tanjung Alam, dan sebelah Timur dengan nagari Barulak.
Dilihat dari kondisi aksessibilitas, nagari Tabek Patah terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kota Batu Sangkar ±16 km dengan Kota Bukit Tinggi
123
± 50 km dan Payakumbuh ± 35 km dengan waktu tempuh lebih kurang 1 jam dengan perjalanan mobil. Kemudahan aksessibilitas ini telah menjadikan nagari
Tabek Patah menjadi daerah terbuka sejak dahulu, sehingga merupakan daerah tempat berkunjungnya pada pedagang dari berbagai nagari di kabupaten Tanah
Datar. Nagari Tabek Patah memiliki kekhasan komoditi pedagangan makanannya terutama kerupuk talas, dan gula tebu saka, yang dapat diperoleh pada saat hari
“pakan” di pasar nagari Tabek Patah. Nagari Tabek Patah yang terletak pada ketinggian 900 m dpl merupakan
daerah yang relatif subur karena terletak di lereng gunung Merapi. Sebagai nagari di wilayah pedalaman yang terletak pada ketinggian pergunungan Bukit Barisan, maka
suhu udara sangat dingin pada siang hari berkisar antara 17 C sd 21
C, apalagi jika malam hari.
Penduduk nagari Tabek Patah saat ini berjumlah 3.185 jiwa dengan jumlah KK seluruhnya adalah sebanyak 712 KK, dan terdiri dari 1.528 jiwa 47, 9 persen
adalah laki-laki dan sebanyak 1.657 jiwa 52 persen adalah perempuan. Struktur umur penduduk yang berusia muda 0-5 tahun berjumlah 479 jiwa 15 persen, usia
remaja dan dewasa 15 tahun ke atas berjumlah 2.706 jiwa 84,9 persen. Besarnya jumlah penduduk umur dewasa, diiringi pula oleh semakin besarnya pula
jumlah penduduk usia kerja yakni sebanyak 1.585 jiwa 49,8 persen. Penduduk usia kerja yang berkerja adalah sebanyak 1.205 jiwa 76 persen, sedangkan penduduk
usia kerja yang tidak berkerja adalah sebanyak 380 jiwa 23,9 persen. Apabila dikaitkan dengan tingkat pendidikan penduduk nagari Tabek Patah,
maka dapat dikemukakan bahwa jumlah penduduk yang buta aksara dan putus sekolah SD adalah sebanyak 546 jiwa 17,1 persen, dan penduduk dengan tingkat
pendidikan SD dan SLTP merupakan jumlah terbanyak yakni 1.445 jiwa 45,3 persen, sedangkan penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 452 jiwa
14,2 persen, kemudian penduduk dengan tingkat pendidikan Perguruan tinggi sangat kecil yakni hanya berjumlah 100 jiwa 3,1 persen. Oleh karena itu,
berdasarkan data ini, maka dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat pendidikan penduduk nagari Tabek Patah adalah tamat sekolah dasar dan SLTP.
Luas lahan sawah di nagari Tabek Patah adalah cukup kecil yakni lebih kurang 160 ha 22,3 persen yang dikuasai oleh 185 KK. Berarti bahwa rata-rata
kepemilikan lahan sawah penduduk adalah 0,86 hakk, jumlah ini sangat kecil jika
124
dibandingkan untuk lahan pertanian ideal dimana untuk satu KK sebaiknya adalah berkisar antara 1 sd 1,5 ha. Kecilnya rata-rata kepemilikan lahan sawah ini lebih
banyak disebabkan oleh kondisi fisik lahan di nagari Tabek Patah yang terletak pada ketinggian mencapai 900 m dpl, dimana secara geografis merupakan wilayah
pergunungan dan perbukitan. Sebaliknya untuk lahan perkebunan lebih luas yakni seluas 570 ha 79,4 persen yang dikuasai oleh 550 KK yang berarti rata-rata
kepemilikan lahan perkebunan penduduk adalah sebesar 1,03 haKK. Oleh karena itu, sistem pertanian padi sawah bukanlah menjadi tumpuan utama bagi penopang
sistem mata pencaharian penduduk, melainkan adalah sub sektor perkebunan terutama untuk komoditi kayu manis, kopi dan tanaman tebu.
Lahan perkebunan ini kebanyakan tidak digarap langsung oleh pemiliknya, karena di nagari Tabek Patah ini tenaga buruh tani cukup besar tersedia, yakni
sebanyak 162 KK, Mereka merupakan petani pengarappenyakap yang tidak memiliki lahan perkebunan maupun sawah. Sehingga sistem tenure lahan di nagari
Tabek Patah ini sudah lama ada dan berjalan sesuai dengan aturan masyarakat setempat yang dikenal dengan sistem “sarayo” dan sistem “sasiah”
7
. Pada umumnya, sistem ini masih diterapkan dalam hal pengolahan tebu menjadi gula
tebu, yang oleh masyarakat di nagari ini disebut dengan istilah “saka”. Komoditi saka inilah yang menjadi komoditi khas yang bisa ditemui di pasar nagari Tabek Patah.
Jenis komoditi utama sub-sektor perkebunan di nagari Tabek Patah adalah kopi dan kayu manis, tanaman kopi dengan luas panen 39,4 ha ini adalah sebesar
21,6 persen dari produksi kopi kecamatan Salimpaung dan produksi sebesar 8,83 ton yang berarti sebesar 4,3 persen dari total produksi kecamatan Salimpaung. Luas
panen kayu manis di nagari Tabek Patah adalah 145 ha yang berarti sebesar 20,6 persen dari total luas panen kecamatan Salimpaung, sedangkan besarnya produksi
kayu manis di nagari Tabek Patah adalah 23,01 ton yang berarti sebesar 11,1 persen dari produksi total Kecamatan Salimpaung. Luas panen kopi terluas terletak
di nagari Lawang Mandahiling seluas 54,74 ha 29,9 persen dengan produksi sebesar 12,30 ton 25,6 persen. Sedangkan luas panen dan produksi kayu manis
7
Sarayo adalah istilah yang digunakan untuk orang yang disuruh mengerjakanmenggarap ladang si owner dan kepada si penggarap akan diberikan imbalan berupa uang atau beras, dapat juga dalam
bentuk borongan atau upah harian. Bentuk relasi yang tercipta lebih mengarah kepada hubungan patron-clien. Sedangkan sasiah adalah istilah bagi orang yang mengerjakan pengolahan sawah
kemudian akan mendapat upah berupa beras dan uang dari pemilik sawah.
125
terluas dan terbanyak juga terdapat di nagari Lawang Mandahiling yakni seluas 270 ha 38,3 persen dan 68,05 33 persen.
Jadi, nagari Tabek Patah bukan sentra produksi kayu manis di kecamatan Salimpaung, karena yang menjadi sentra produksi kayu manis itu adalah di nagari
Lawang Mandahiling dan nagari Salimpaung, meskipun demikian, sentra perdagangan kayu manis di kecamatan Salimpaung ini berada di pasar nagari
Tabek Patah.
4.5.3. Nagari Salimpaung