5.2. Struktur dan Model Pengelolaan Pasar Nagari Sebagai Pranata Ekonomi Masyarakat Nagari
Pengelolaan pasar nagari diatur dalam keputusan Kerapatan Adat Nagari KAN melalui sidang-sidang KAN, dimana kebijakan pengelolaan pasar nagari
merupakan bentuk dari kebijakan pembangunan ekonomi nagari. Semakin baik pengelolaan pasar nagari semakin membuat aktifitas perekonomian penduduk
nagari semakin menjadi lebih baik. Pasar nagari setingkat pasa, memang memperlihatkan manajemen pasarnya menjadi lebih baik dan semakin efisien.
Sebaliknya pasar nagari setingkat balai, maka ditemui manajemen pengelolaan pasar nagarinya masih sangat sederhana, dan belum lagi adanya aturan main rule
of the game yang jelas dalam masalah pengelolaan keuangannya. Semua pasar nagari yang menjadi lokasi penelitian, telah memiliki peraturan
pengelolaan pasar nagari yang dituangkan dalam keputusan Walinagari. Peraturan tentang pasar nagari ini merupakan penjabaran dari peraturan daerah Kabupaten
seperti peraturan daerah Kabupaten Tanah Datar No: 17 tahun 2001 pasal 80 dan peraturan daerah kabupaten Agam No: 2 tahun 2004 tentang Pasar, sebagaimana
dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 16 Peraturan Perundang-undangan Tentang Pasar Nagari
No Jenis Peraturan Tentang Pasar Nagari
Keterangan
1. Perda provinsi Sumatera Barat No: 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan pokok pemerintahan nagari
Pasar nagari sebagai asset nagari.
2. Keputusan Gubernur Sumatera Barat No: 40 Tahun 2003 tentang pedoman pembentukan, pembangunan
dan pengelolaan pasar nagari dalam provinsi Sumatera Barat
Pembagian pendapatan pasar nagari
3. Perda kabupaten Tanah Datar No: 13 Tahun 2004 tentang Pedoman Pembentukan, Pembangunan dan
Pengelolaan Pasar A dan B 4.
Perda kabupaten Agam No: 2 Tahun 2004 tentang Pasar 5. Peraturan nagari Sungai Tarab No: 4 Tahun 2004
tentang Pasar Nagari Sungai Tarab 6.
Keputusan Wali Nagari Salimpaung No: 02WNSLP2005 tentang Pengurus dan pengelola Pasar
Nagari Salimpaung 7.
Keputasan Wali Nagari Tabek Patah No: 11WNNTP- 2005 tentang pengangkatan dan pemberhentian
kepengurusan Petugas Pengelola Pasar A Tabek Patah. 8.
Keputusan Komisi Pasar Serikat Baso No: 10SKPSR- 2002 tentang penetapan anggaran pendapatan dan
belanja Pasar Serikat Baso.
146
Sebagaimana yang telah dikatakan di atas secara konsepsi adat, pasar dalam bahasa Minangkabau dikenal dengan nama Pakan atau Balai, sementara
dalam artian formal secara empiris pasar dibedakan menjadi 3: -
Pasar A adalah Pasar yang dimiliki oleh satu nagari contohnya Pasar Nagari Koto Baru, pasar nagari Salimpaung, dan Rao-Rao.
- Pasar B adalah Pasar Serikat antar nagari contohnya Pasar Baso, yang meliputi 4 nagari yang berserikat antara lain: Tabek Panjang, Padang Tarok,
Simarasok dan Koto Tinggi. -
Pasar C adalah Pasar Serikat antar kecamatan. Kedudukan pasar nagari dalam sistem pemerintahan nagari sekarang ini
sangat penting dimana pasar sebagai sumber pendapatan nagari, yang berada di bawah pengelolaan pemerintahan nagari adalah berada langsung di bawah
pengawasan KAN dengan membentuk Badan Perwakilan pemilik pasar nagari yang anggotanya berjumlah 9 orang -- untuk pasar nagari terkategori pasa, dan 5 orang
untuk pasar nagari terkatagori Pakan, yang anggotanya berasal dari anggota KAN. Badan Perwakilan pemilik pasar nagari inilah yang menyembatani antara pengelola
pasar nagari dengan pemerintahan nagari. Badan pengelola pasar nagari terdiri dari dua badan yakni komisi pasar dan pengurus pasar, kedua badan inilah yang
melaksanakan dan menyelenggarakan kegiatan pasar nagari lihat gambar di bawah.
Gambar 8 Struktur Organisasi Pengelola Pasar Nagari
147
Sebelumnya pasar Baso yang terletak di kenagarian Tabek Panjang, di kecamatan Baso Kabupaten Agam ini memiliki 6 buah pakan, yaitu Pakan Sinayan
di Tabek Panjang, Pakan Rabaa di Padang Tarok, Pakan Kamih di Sungai Janiah, Pakan Jumat di Simpang Ujung Guguk, Pakan Akad di Koto Baru dan
Pakan Ijuak di Air Tabik. Pakan-pakan yang ada ini setelah kembali ke pemerintahan nagari “dibekukan”, untuk kemudian digabung ke Pasar Baso.
Disebut Pasar Baso karena letaknya di Jorong Baso, nagari Tabek Panjang. Pakan Sinayan, Pakan Kamih, dan Pakan Ijuak digabung ke dalam Pasar Serikat Baso,
sedangkan Pakan Jumat dan Pakan Rabaa tetap menjadi bagian dari Pasar Serikat Baso, tetapi Pakan Akad berdiri sendiri Wawancara dengan Penghulu Pasar, 3 April
2006. Jadi Pasar Baso merupakan pasar serikat empat kenagarian 1926, antara
lain: Tabek Panjang, Simarasok, Koto Tinggi dan Padang Tarok. Pasar Serikat Baso adalah peninggalan Belanda yang dibentuk dengan tujuan untuk
mempermudah pengelolaan hasil pertanian, terutama hasil perkebunan. Pembentukan Pasar Serikat Baso ini dilakukan sekitar tahun 1850-an yang didirikan
secara bergotongroyong oleh 11 kenagarian yang semula dikenal dengan Wilayah Distrik Kamang Baso.
Oleh karena bentuk pasar adalah Serikat, maka yang menjadi ketua komisi pasar adalah Camat Baso dengan wakilnya adalah ketua KAN nagari Tabek
Panjang, yang dibantu oleh bagian komisi tanah dan bangunan, bagian komisi ketertiban, kebersihan dan keamanan pasar, dan komisi penertiban bea dan sewa.
kemudian penyelengaraan harian pasar Baso di pimpin oleh seorang Penghulu pasar yang dibantu oleh seorang sekretaris bendahara dan pembantu bendahara.
Kedudukan sebagai Penghulu pasar dipilih oleh anggota komisi yag ditetapkan dengan Surat Keputusan SK Bupati dengan masa jabatan tergantung dari prestasi
selama masa kepengurusannya. Sebagai contoh, Penghulu pasar yang bernama Haji Syaifuddin Maksum
telah menjadi penghulu pasar sejak tahun 1997 lalu. Sedangkan masa kepengurusan setiap komisi adalah 3 tahun, dimana bila sebelumnya bekerja atas
dasar SK Bupati, sekarang telah keluar Perda Pasar No 2 tahun 2004 tentang Pasar. Sebagai wujud bentuk Pasar Serikat, maka anggota komisi yang berjumlah 9
orang pun diambil dari utusan dari nagari yang berserikat, antara lain:
148
Tabel: 17 Keanggotaan Komisi Pasar Baso Utusan dari Nagari
Nama Anggota Komisi Pasar AH.Dt.Kayo
U.St.Majo.Lelo Tabek Panjang
A.Katik Maruhun ZA.Dt.Reno Basa
Simarasok Y.Dt.Nan Kodoh
Omsuar AK.Majo Indo di SK Sutan Sati Padang Tarok
Sy.Dt.Sati NBA A.Dt.Itam Nantuo
Koto Tinggi M.Dt.Baju Ameh
Lokasi Pasar Serikat Baso terletak di Kenagarian Tabek Panjang 90 dan Kenagarian Padang Tarok 10. Asal mula tanah untuk mendirikan Pasar Serikat
Baso adalah milik niniak mamak VI suku Baso yakni suku Caniago, Pisang, Sikumbang, GuciMelayu, Koto dan Jambak. Sekalipun Lokasi Pasar Serikat Baso
terletak di Nagari Tabek Panjang, namun pembagian hasil pemungutan pasar disamakan dengan ketiga nagari yang lain, yaitu masing-masing nagari mendapat
bagian Rp 1.500.000,-per tahun. Inilah yang memicu permasalahan berkepanjangan yang hingga kini belum dapat diselesaikan. Inti permasalahan, pemerintahan nagari
Tabek Panjang menuntut agar bagi hasil untuk nagari Tabek Panjang lebih besar. Puncak perseteruan dalam pembagian hasil pungutan pasar serikat Baso adalah
pada tanggal 15 November 2001, Wali Nagari Tabek Panjang H.Anwar Maksum, yang kebetulan adalah adik kandung penghulu Pasar Baso mengajukan surat ke
Bupati Agam yang intinya menuntut pembagian hasil Pasar Baso sebanyak 90. Hal ini dilakukan karena era masa itu adalah era otonomi daerah dan sedang
digalakkan “Kembali ke Pemerintahan Nagari”. Masalah ini hingga kini belum terselesaikan Wawancara dengan Penghulu Pasar, Tanggal, 3 April 2006.
Kondisi yang sama juga terjadi pada pasar nagari lain, terutama pada pasar nagari Salimpaung, masing-masing jorong yang dahulu menjadi sebuah desa
dengan diberlakukannya UU No 51979 juga menuntut pembagian yang adil diantara hasil pemungutan pasar nagari. Pasar nagari di kelola oleh kelompok
pemuda yang diambil dari wakil masing-masing desa. Bukan lagi oleh KAN, sehingga agak terasa kurang wibawanya pasar nagari waktu itu. Sehingga salah
satu jalan keluarnya adalah dengan kembali ke pemerintahan nagari sehingga pasar
149
nagari sebagai salah satu sumber keuangan nagari dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan nagari.
Jadi model pengelolaan pasar nagari mulai mengacu kepada sistem manajemen moderen dengan memisahkan antara badan penyelengaraan pasar
dengan badan pengawas pasar, yang merupakan bentuk perubahan dari sistem pengelolaan pasar nagari tempo dulu. Jika dahulu pasar nagari di kelola oleh
pemerintahan nagari melalui perpanjangan tangan KAN, dengan menempatkan salah seorang anggota KAN yang ditunjuk sebagai kepala pasar penghulu pasar
yang dibantu oleh petugas payung, petugas beo, dan petugas keamanan, maka saat ini penghulu pasar sebagai badan yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan
pasar dibantu oleh sub-sub komisi seperti sub komisi tanah dan bangunan, sub komisi keamanan, kebersihan dan ketertiban pasar, sub komisi penertiban bea dan
sewa dan los dan kios pasar. Sedangkan petugas langsung dilapangan terdiri dari tukang karcis, tukang payung, hansip, tukang kebersihan, dan pesuruh.
Perubahan ini sejalan dengan perubahan struktur pemerintahan nagari, dimana di wilayah Minangkabau terdapat dua otoritas yang terus berkuasa dan
memiliki kekuatan politik yang berakar dalam penguasa ke atas dan rakyat nagari yakni Walinagari dan kerapatan adat nagari KAN. Struktur pemerintahan nagari
sejak dahulu sebelum kedatangan Adytiawarman sekitar pertengahan abad ke 14 yang membawa sistem birokrasi sentralistik, telah memiliki sistem birokrasi
desentralistik Manan, 1995. Pemerintahan nagari tradisional terdiri dari wali nagari dan Kerapatan Nagari yang masing-masing bertindak sebagai badan eksekutif dan
legislatif nagari. Wali Nagari dipilih melalui sidang kerapatan nagari. Anggota kerapatan nagari merupakan wakil-wakil dari penghulu suku yang ada di suatu
nagari. Sehingga, dalam kaitannya dengan kekuasaan mengatur pasar nagari, berada di lembaga kerapatan nagari, dan salah satu anggotanya dipilih dan diangkat
sebagai penghulu pasar. Namun setelah kedatangan Adytiawarman 1347 dan kemudian masuknya
pemerintahan kolonial Belanda di Minangkabau, maka struktur pemerintahan nagari tradisional mulai digantikan dengan sistem birokrasi moderen dengan memisahkan
antara kekuasaan penghuluadat melalui kerapatan nagari yang kemudian menjadi Kerapatan Adat Nagari--digantikan kedudukan dan fungsinya oleh Dewan
Perwakilan Nagari DPN. Setelah gerakan kembali ke nagari tahun 2000 berganti
150
nama menjadi Badan Perwakilan Rakyat Nagari BPRN yang bertindak sebagai lembaga legislatif pemerintahan nagari. Kedudukan dan peran kerapatan adat nagari
KAN hanyalah mengurus persoalan adat-istiadat saja, walaupun keanggotaannya masih tetap dari himpunan penghulu-penghulu suku.
Pergeseran kedudukan para penghulu suku dalam sistem pemerintahan nagari dan digantikan oleh Badan Perwakilan Rakyat Nagari BPRN yang
keanggotaannya telah terbuka bagi penduduk nagari yang bukan penghulu, melainkan membuka kesempatan bagi individu lain yang tidak memiliki kedudukan
secara tradisonal datuakpenghulu tetapi memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai produk dari sistem pendidikan sekuler yang berkembang. Sehingga dalam
sistem pemerintahan nagari saat sekarang, telah juga diisi oleh orang-orang yang bukan penghulu, tetapi adalah individu-individu yang berasal dari unsur cerdik
pandai, tokoh pemuda, wanita, Bundo Kanduang dan alim ulama, yang terakhir ini muncul sebagai pemimpin ditengah masyarakat setelah berkembangnya gerakan
kaum Paderi di Minangkabau di awal abad XIX. Perubahan sosio-politik di tingkat nagari ini tentu saja sangat mempengaruhi
keberadaan pasar nagari sebagai aset nagari dan sumber pemasukan keuangan nagari. Pasar nagari tidak lagi harus dipimpin oleh seorang penghulu suku, tetapi
dapat saja dari unsur tokoh pemuda, dan unsur masyarakat lainnya, tetapi tetap bertanggung jawab kepada komisi atau badan pengawas pasar nagari yang diketuai
oleh walinagari. Pengurus harian pasar nagari saat sekarang sudah terlepas dari otoritas kepemimpinan adat nagari KAN, dan KAN sekarang ditempatkan pada
posisi yang lebih tinggi yakni sebagai pelindung dan penasehat pengurus pasar nagari.
Sebenarnya penyerahan kewenangan pengelolaan pasar nagari ketingkat yang lebih rendah dalam struktur pemerintahan nagari, ini dimaknai sebagai suatu
upaya untuk mendorong perekonomian masyarakat nagari agar mampu berproduksi dan mengolah hasil produksinya menjadi lebih baik. Namun karena dikelola oleh
anggota masyarakat biasa, maka kewibawaan pengurus pasar kurang dibandingkan dengan jika dikelola oleh anggota KAN. Terjadi penyelewenangan dan korupsi
dikalangan pengurus pasar yang lebih didominasi oleh kaum “parewa” orang bagak kampuang di nagari tersebut. Menurut hemat peneliti, inilah salah satu penyebab
151
kenapa akhirnya pasar nagari menjadi mundur dalam pengelolaan, kurang teratur, semrawut, kebersihan kurang, dan tidak memperlihatkan kemajuan.
Oleh karena itu, membangun kembali nagari dengan menata kembali pasar nagari dengan mengembalikan pengelolaan pasar nagari ketingkat penghulu
merupakan salah satu langkah yang harus segera dilakukan oleh beberapa nagari yang pasar nagarinya mulai mundur, kurang teratur, dan ditinggalkan oleh
pengunjung. Sebagai contoh pasar nagari Salimpaung, dan pasar nagari Rao-Rao yang ketua pasarnya di pegang oleh anggota masyarakat bukan elite nagari,
sehingga kewibawaan penyelenggaraan pasar menjadi berkurang, dan terdapat ketidak transparanan dari keuangan pasar nagari. Artinya kerena tidak dikelola
dengan otoritas yang kuat yang bersumber dari otoritas tradisional yang berakar kuat ditengah masyarakat, maka pasar nagari menjadi kurang semarak dan kurang
diatur dengan baik. Di nagari-nagari yang pasar nagarinya masih dikelola oleh kepemimpinan
nagari yang kuat pada level KAN, seperti pasar nagari Tabek Patah, Pasar nagari Sungai Tarab dan pasar nagari Baso, maka pasar nagari semakin berkembang,
teratur, dan masih tetap ramai dikunjungi. Bahkan pasar nagari Baso telah menjadi pasar nagari serikat yang terdiri dari berbagai nagari di sekitarnya. Meskipun faktor
penyebab ramai tidaknya pasar nagari bukan hanya satu-satunya penjelasan yang dapat dikemukakan, tetapi ada faktor ekonomi masyarakat nagari komoditi
unggulan yang dihasilkan, juga menjadi faktor penyebabnya. Pengelolaan pasar nagari sebagai kelembagaan ekonomi nagari, tujuannya
sudah tentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nagari. Perubahan struktur atau model pengelolaan pasar nagari yang mulai bergeser ke level yang
lebih rendah, yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat nagari menjadi lebih baik, nampaknya belum terwujud. Adanya penyelewenangan
atau ketidak beresan keuangan nagari dan kurang berwibawanya kepengurusan nagari juga ikut berpengaruh terhadap pengelolaan pasar. Pengelolaan pasar nagari
yang diketuai oleh seorang pengurus setingkat penghulu sebagai angggota KAN, lebih memberikan kewibawaan dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
nagari, terutama faktor keamanan dan ketertiban lebih terjaga, serta perencanaan pengembangan pasar nagari ke depan lebih dapat dibicarakan di tingkat sidang-
sidang kerapatan adat nagari.
152
Disamping itu, jika pasar nagari dikelola oleh seorang penghulu yang menjadi anggota KAN, akan mendorong pasar nagari tetap dapat mempertahankan
hubunganya dengan wilayah supra nagari atau wilayah rantau, karena umumnya para penghulu ini sebelum mereka diangkat menjadi penghulu dan menjadi anggota
KAN mereka merupakan orang-orang yang telah berhasil merantau dan sukses dalam menjalankan bisnis mereka di supra nagari. Sehingga relasi sosial network,
jaringan bisnis atau hubungan dengan aktor ekonomi di supra nagari telah dimiliki dan terjalin dengan baik. Sehingga ketika mereka menjadi penghulu dan ditunjuk
sebagai penghulu pasar, maka pengelolaan pasar nagari lebih berorientasi membangun relasi sosial dan jaringan bisnis dengan mitra dagangnya yang berasal
dari supra nagari. Sebagai orang yang telah merantau dan berhasil dalam membangun jaringan
kerja atau hubungan dagang dengan supra nagari, membuat pengetahuan dan pengalaman yang banyak tersebut sangat bermanfaat bagi mengembangkan pasar
nagari sebagai bagian dari jaringan bisnis di supra nagari bahkan jaringan bisnis inter-regional.
Tabel 18 Dinamika Pengelolaan Pasar Nagari dari Waktu ke Waktu No Tahap
Pengelolaan Pasar Nagari
Lembaga pengelolanya Pembagian Keuangan
1. Masa Pra Kolonial
Dipimpin oleh penghulu Pasar yang anggota KAN, bertanggung jawab
pada KAN Semua pemasukan keuangan
disetorkan ke kas nagari untuk dana pembangunan nagari
2. Masa Kolonial
Di pimpin oleh Dewan Perwakilan Nagari DPN, KAN di pisahkan dari
pasar nagari, anggota KAN tidak lagi menjadi penghulu pasar.
Semua pemasukan keuangan pasar dimanfaatkan untuk membangun
nagari, kecuali pajak-pajak pasar dipungut oleh pemerintah kolonial.
3. Masa Orba
Pasar dikelola oleh tokoh pemuda orang bagak kampung, pengurus
pasar bertanggung jawab ke pemerintahan desa.
Terjadi konflik internal antar desa masalah pembagian uang hasil
pungutan di pasar nagari, karena pasar nagari dimiliki dan dikelola oleh
semua desa yang dulu adalah bagian wilayah nagari jorong, sebagian
untuk pemda TK II.
4. Masa Otonomi daerah
Penghulu, pemuda, tokoh empat jinih dan unsur cerdik-pandai yang
bertanggung jawab pada Walinagari, dan BPPPN, KAN sebagai Pelindung
dan penasehat. Pengelolaan pasar nagari sudah berada pada tingkat
yang lebih rendah dlm struktur pemerintahan nagari.
Semua hasil uang pungutan di pasar dibagi dengan semua jorong yang
ada di nagari, setelah gerakan kembali ke nagari.
Sumber: Hasil Penelitian, 2006-2007
153
Tabel 18 di atas memperlihatkan bahwa dalam perjalanan sejarahnya, kelembagaan pengelola pasar nagari selalu berubah-berubah, mulai dikelola oleh
KAN dan dikepalai oleh seorang penghulu pasar, terutama masa pra kolonial, sampai masa kolonial pengelola pasar nagari diberikan kepada para penghulu yang
menyokong sistem pemerintahan kolonial penghulu basurek
1
. Bahkan masa pemerintahan Orde Baru dengan diterapkan sistem pemerintahan desa UU No: 5
Tahun 1979 pasar nagari dikelola oleh kelompok pemuda “orang bagak kampung” yang mewakili desanya masing-masing; yang dahulu mereka adalah jorong atau
bagian dari nagari. Sehingga pola pengelolaan pasar nagari ini menimbulkan konflik internal antar desa yang ada dalam nagari tersebut.
Setelah otonomi daerah, pasar nagari dikelola oleh Badan Perwakilan Pemilik Pasar Nagari BPPPN yang anggotanya dipilih melalui dewan perwakilan
rakyat nagari DPRN. Pelaksana harian pasar nagari dilakukan oleh pengurus pasar nagari dan komisi pasar nagari. Pengurus pasar nagari dan komisi pasar nagari
bukan lagi diambil dari anggota KAN, melainkan dari anggota masyarakat yang dipilih melalui DPRN. Sehingga individu yang terlibat dalam unsur komisi pasar dan
pengurus pasar adalah para penghulu, para pengurus nagari, dan kadang-kadang pemimpin dari tokoh empat jinih di dalam nagari serta anak nagari unsur pemuda
yang biasanya memiliki kedekatan hubungan secara adat dan geneologis dengan penghulu. Mereka inilah yang mengontrol aktifitas pasar terutama dari segi
menetapkan dan menarik pajak pasar beo, menarik sewa kios, los, dan payung, serta fasilitas pasar lainnya, serta menyelesaikan konflik yang terjadi di pasar.
Dengan terjadinya perubahan sosial-politik ditingkat nagari dari waktu-ke waktu masa para kolonial sampai otonomi daerah —sebagai akibat dari intervensi
negara state terhadap pemerintahan terendah dalam masyarakat Minangkabau--
1
Panghulu Basurek adalah kelompok pemimpin tradisional dari penghulu kaum yang dimanfaatkan oleh Belanda dalam menghadapi perlawanan kaum paderi di tengah masyarakat nagari. Penghulu
Basurek ini di angkat oleh pemerintah kolonial Belanda melalui Tuanku Lareh; yakni jabatan penghubung antara pemerintah kolonial paling bawah demang dengan pemerintahan tradisional
Minangkabau yakni Walinagari. Sehingga Tuanku Lareh akan membawahi beberapa Wali Nagari yang diangkat dari unsur Penghulu Basurek. Inilah salah satu politik adu domba dan ekonomi Belanda
dalam melancarkan kepentingan ekonominya di pedalaman Minangkabau, dimana pasar nagari sebagai lokasi gudang-gudang Belanda untuk pengumpulkan tanaman ekspor seperti, kopi, kayu manis, lada,
dan lain-lain lihat lebih jauh Kato, 1972, Oki, 1977, Khan, 1980, Graves, 1981, dan Dobbin, 1992.
154
telah berimplikasi terhadap struktur dan model pengelolaan pasar nagari, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan nagari secara keseluruhan.
Menurut pandangan peneliti sendiri, pengelolaan pasar nagari yang lebih ideal itu adalah pengelolaannya berada di bawah kerapatan adat nagari KAN,
karena KAN merupakan representasi dari wakil-wakil dari penghulu kaum di tengah masyarakat nagari, kewibawaan pengurus pasar nagari di bawah penghulu pasar
tercermin dari kewibawaan KAN di tengah masyarakat nagari. Ada beberapa alasan kenapa kepemimpinan KAN lebih unggul dibandingkan dengan kepemimpinan yang
dipilih melalui DPRN. Pertama: Sebagai lembaga adat tertinggi yang terdiri dari para penghulu kaum, keanggotaan KAN dipilih berdasarkan syarat “kayo” untuk seorang
penghulu yakni kaya harta, kaya ilmu pengetahuan, dan kaya budi pekerti, sehingga prinsip “primus inter pares” terpenuhi di dalam memilih seorang pemimpin di
Minangkabau, yang dalam pemilihan langsung di DPRN belum tentu dapat terpenuhi karena sistem demokrasi politik lebih menguntungkan suara kelompok suara
terbanyak. Kedua; KAN lebih merepresentasikan kepentingan seluruh penduduk nagari baik penduduk pendatang maupun penduduk asal, karena keanggotaan KAN
diwakili oleh para penghulu kaum dari suku-suku yang ada, baik suku asal, maupun suku pendatang. Ketiga; pengelolaan pasar nagari oleh salah seorang anggota KAN
penghulu pasar yang dipilih lebih menjamin terdistribusinya harta kekayaan pasar nagari, dan uang pungutan pasar beo ke setiap kaum atau suku yang pola
menetapnya cenderung berkelompok pada satu jorong, seperti jorong nan II suku di nagari Salimpaung didominasi oleh suku Caniago; dimana di bawah sistem
pemerintahan desa, jorong ini menjadi sebuah desa, sulit memperoleh bagian pendapatan pasar nagari yang adil jika pasar dikelola bukan oleh anggota KAN,
pada hal hanya di KANlah keanggotaan kaumnya dapat terwakili.
5.3. Pasar Nagari dan Keterlibatannya dalam Jalur Perdagangan Internasional Sejak Abad XVIII hingga Sekarang Ini
Keterlibatan pasar nagari di wilayah pedalaman Minangkabau dengan kegiatan perdagangan Internasional di wilayah pesisir
2
dapat dilihat dari jenis
2
Keterlibatan pasar nagari, atau wilayah pedalaman Minangkabau dalam jaringan perdagangan luar dunia menurut Dobbin 1992 sudah dimulai sejak abad ke-14, dimana emas menjadi komoditi
155
komoditi ekspor tanaman perkebunan yang dibawa ke pelabuhan Teluk Bayur Padang Emmahaven untuk dikirimkan ke beberapa negara Eropah oleh
pemerintahan Kolonial Belanda. Komoditi ekspor utama Sumatera Barat sejak tahun 1860 tercatat adalah kopi, kayu manis, gambir, tembakau dan kopra. Semua
komoditi itu juga telah menjadi komoditi utama yang diperdagangkan di pasar nagari, yang kemudian diangkut ke Padang melalui angkutan kereta api Abrar, 2001:40-
76. Bukti-bukti keterkaitan aktifitas perdagangan di pasar nagari dengan kegiatan ekspor di pelabuhan Teluk Bayur Emmahaven adalah sampai saat ini masih
banyak ditemui bekas-bekas gudang pemerintahan kolonial Belanda di pasar nagari Rao-Rao, Sungai Tarab dan Baso, untuk mengumpulkan dan menyimpan
sementara komoditi ekspor yang di beli dari pedagang dan petani di pasar-pasar nagari. Pada umumnya lokasi pasar nagari saat ini, dahulu merupakan lokasi
gudang pemerintah kolonial Belanda untuk pengumpulan komoditi kopi, gambir, dan kayu manis pada masa Sistem Tanam Paksa Kopi 1847 di Minangkabau
diterapkan. Artinya, pasar nagari telah menjadi wilayah sentra aliran komoditi eksport sampai ke pelabuhan Teluk Bayur Emmahaven Padang, seperti kopi, kayu
manis, gambir dan kopra yang sangat dibutuhkan oleh perdagangan dunia. Ada beberapa hal yang membuat aktifitas ekonomi di pasar nagari terkait
dengan aktifitas ekonomi supra nagari dan bahkan aktifitas ekonomi dunia. Pertama adalah pola merantau yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Kedua
adanya jenis komoditi yang laku di pasar dunia, Keduanya ternyata telah memberikan dampak ikutan contagion effect bagi berkembangnya sistem
perdagangan yang sangat penting 1347-1795, bahkan dikatakan perdagangan emas saat itu di dukung oleh kerajaan Pagarruyung dengan melibatkan para pengawal bersenjata istana untuk melindungi
kafilah dagang dari para perampok dan pemeras, menuju tempat-tempat dagang di sungai-sungai besar sebelah Timur atau ke daerah pantai Barat. Disini terjadi pertukaran emas dengan besi—yang banyak
dipakai untuk pembuatan alat-alat untuk mengerjakan penambangan dan pertanian. Dijelaskan bahwa secara umum pada saat itu perdagangan emas di Minangkabau sangat tidak terpusat dan berada dalam
tangan pedagang yang lebih banyak jumlahnya di bandingkan dengan barang yang di perdagangkan. Pedagang ini oleh Belanda di bedakan atas dua kelompok yakni pelaksana kaya pedagang kaya dan
pelaksana miskin pedagang miskin, dimana klasifikasi ini diberikan berdasarkan strategi membeli yang dipakai mereka setelah sampai di pantai. Dengan sistem perdagangan beranting inilah muncul
pemain baru yang dianggap sebagai kunci hubungan antara penjual pedalaman dengan pedagang asing-- yang dikenal dengan pialang pantai-- yang biasanya adalah orang kaya mapan atau penghulu
kaum. Pada Abad ke 17 terjadi perobahan dengan dimulainya pembudidayaan suatu tanaman dagang yang bernilai tinggi dalam perdagangan internasional di sepanjang pantai Barat Sumatera, untuk
pertama kali sebagian dari wilayah Minangkabau menjalankan peran baru, dan mulai sebagai penghasil utama lada dan tanaman perkebunan lainnya untuk lebih jelasnya baca Dobbin, 1992, hal
69-118.
156
perekonomian kapitalis di tengah masyarakat Minangkabau. Banyak ditemui pelaku ekonomi aktor utama di pasar nagari adalah mereka yang telah melakukan
perantauan ke supra nagari dan telah terlibat dengan aktifitas perdagangan dalam perekonomian inter-regional.
Selama menjalani perantauan, orang Minangkabau berusaha menyerap segala pengetahuan dan keterampilan yang dianggap baik untuk dikembangkan di
nagari kelak apabila mereka telah berhasil dalam artian memiliki modal untuk kembali ke nagari, merebut kedudukan sebagai orang terhormat dengan menjadi
penghulu dan anggota KAN, atau jabatan lainnya di pemerintahan nagari. Di samping itu, pekerjaan utamanya adalah menjadi pedagang atau membuka kios di
pasar nagari. Dengan pengalaman selama di perantauan telah menjadi modal yang kuat untuk mengembangkan usaha dagangnya membangun relasi sosial dan
ekonomi dengan aktor-aktor lain baik dilingkup nagari maupun dilingkup supra nagari.
Kemampuan membaca permintaan pasar supra-nagari dan pasar Internasional inilah yang membuat mereka memperoleh keuntungan yang sangat
besar. Sehingga dengan cepat terjadi akumulasi modal karena orang-orang yang sudah pulang dari rantau inilah yang mampu membuat terobosan-terobosan
ekonomi untuk pengembangan ekonomi rumahtangganya dengan sistem monopoli alamiah. Sehingga dengan meminjam istilah Geertz 1963, merekalah penny
capitalism kapitalisme kecil di wilayah nagari. Secara historis, munculnya perdagangan dari pasar nagari ke jalur
perdagangan global telah dihubungkan oleh adanya pedagang keliling peddler yang membawa barang dangangan dari suatu pasar nagari ke pasar nagari lainnya,
sehingga sampai ke wilayah pelabuhan. Perjalanan para pedagang keliling ini dahulu dilakukan dalam bentuk rombongan dengan menggunakan alat transportasi
darat yang sederhana dalam bentuk pedati
3
. Para pedagang keliling ini, disamping menjual barang dagangannya seperti alat-alat rumahtangga, peralatan pertanian,
3
Pedati adalah sejenis alat transportasi yang ditarik oleh seekor kerbau atau sapi yang digunakan untuk membawa barang dagangan dari suatu kota ke kota lain. Begitu jauhnya jarak tempuh, sehingga se
empunyanya pedati harus menempuh perjalanan berhari-hari untuk sampai ke tujuan. Alat transportasi ini digunakan sebelum kendaraan mobil antar kota ramai digunakan.
157
dan lain sebagainya, mereka juga membeli komoditi khas sebuah pasar nagari untuk dijual lagi ke pasar nagari berikutnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, karena kemudahan aksessibilitas dan infrastruktur transportasi, maka perdagangan keliling sudah tidak ada, tetapi
pedagang yang datang ke setiap pasar nagari untuk mengelar barang dagangannya, kemudian kembali ke nagarinya, hal itu masih berlanjut sampai saat ini. Bahkan,
para pedagang pasar nagari ini bertindak sebagai supplier untuk barang-barang kebutuhan penduduk yang bersumber dari wilayah supra nagari seperti kebutuhan
garam, ikan kering, dan hasil laut lainnya Pada saat sekarang pedagang keliling antar pasar nagari masih ditemui
terutama pada komoditi cassivera, barang-barang kelontong, pedagang kain, dan pedagang emas, tetapi sudah menggunakan kendaraan sendiri untuk berjualan dari
satu pasar nagari ke pasar nagari berikutnya, sesuai dengan hari di bukanya pasar nagari.
Kemudian bila dilihat dari sisi masyarakat nagari sendiri, pada umumnya masyarakat nagari menjadikan mata pencaharian berdagang sebagai pekerjaan
tambahan di luar usaha tani, bahkan tidak sedikit penduduk nagari yang mengkhususkan diri memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang ke wilayah supra
nagari. Hal ini dapat ditemui pada jenis komoditi tomat, cabe, pisang, dan lobak. Kebanyakan responden penelitian ini merupakan pedagang yang membeli hasil
pertanian penduduk galeh mudo kemudian dijual ke wilayah lain seperti Bukittinggi, Payakumbuh, Pakan Baru, Kerinci, dan Jambi.
Tingginya arus mobilitas penjualan komoditi hasil pertanian penduduk nagari untuk jenis tanaman mudo ini, mengikuti pola mobilitas dan alur perdagangan
komoditi tanaman tua yang menjadi andalan utama masyarakat nagari untuk mendapatkan uang dengan jumlah yang lebih besar. Nagari-nagari yang memiliki
dua pola pertanian padi sawah dan pertanian lahan kering ini memberikan dua hasil pertanian yang sama-sama dipasarkan ke luar wilayah nagari. Sejak semakin
baiknya infrastruktur pertanian di wilayah pedesaan di setiap nagari di Sumatera Barat, maka akses menuju sentra-sentra produksi untuk komoditi tanaman muda
dan tanaman tua semakin mudah. Sehingga sistem pemasaran bagi sistem pertanian penduduk ini semakin terbuka dan bersentuhan dan berintegrasi langsung
dengan jaringan perdagangan supra lokal, yang dapat dilihat pada gambar 8.
158
Berdasarkan gambar 9 di bawah, terlihat bahwa untuk komoditi tanaman mudo, setiap pasar nagari saling berinteraksi satu sama lain dan berakhir pada kota-
kota propinsi seperti Medan, Padang, Kerinci, Jambi dan Pakan baru. Sedangkan untuk tanaman tua terutama kayu manis, nagari Salimpaung merupakan sentra
jaringan perdagangan kayu manis yang bermuara pada tiga kota propinsi sebagai pelabuhan ekspor yakni Padang, Pakanbaru dan Medan. Nagari Salimpaung
sebagai sentra perdagangan lebih disebabkan oleh sebagian besar 28,6 persen pedagang kayu manis berasal dari nagari Salimpaung, kecuali untuk pasar Baso.
Gambar: 9 Aliran Komoditi Perdagangan dari Pasar Nagari ke Pasar Dunia Alasan lain adalah bahwa memang secara historis pasar nagari Salimpaung
dahulu merupakan lokasi gudang-gudang perdagangan kayu manis pada masa kolonial Belanda, dan dilanjutkan setelah kemerdekaan, adanya kerjasama dengan
pemerintah Jerman melalui Agriculture Development Project ADP tahun 1974-1983 dengan mendirikan gudang pembelian kayu manis di pasar nagari Salimpaung.
159
Sehingga, jalur perdagangan kayu manis ini secara historis berpusat di wilayah sentra produksi nagari Salimpaung dan sekitarnya. Proyek ADP kemudian
dilanjutkan dalam bentuk Koperasi rempah rempah KPRR di Salimpaung yang berhasil memiliki lisensi ekspor 1983. KPRRlah yang kemudian membeli kayu
manis rakyat untuk langsung dikirim ke Padang untuk di ekspor. Jadi secara historis, pasar nagari Salimpaung telah menjadi penyupply
terbesar kayu manis untuk kepentingan eksport kayu manis Sumatera Barat melalui proyek ADP dan KPRR. Bahkan sejak tahun 2003 sampai saat ini lisensi ekspor ini
diteruskan oleh perusahaan Sentosa Alam Sejahtera CV. SAS yang merupakan bentuk usaha kerjasama joint venture antara Dinas Koperindagtam Kabupaten
Tanah Datar dengan salah seorang pedagang kayu manis di nagari Salimpaung dengan menempati lokasi lahan bekas ADPKPRR dahulu.
Tabel 19 Pedagang Kayu manis Berdasarkan Pasar yang Dikunjungi Pasar Nagari yang Dikunjungi
No Asal Nagari Jumlah
Pedagang Tabek
Patah Salimpaung
Rao- Rao
Sungai Tarab
Baso 1. Salimpaung
14 8
6 10
2 6
2. Tabek Patah
4 4
- 3
- -
3. Rao-Rao 4
- -
4 -
- 4. Sungai
Tarab 4
1 2
2 4
- 5. Baso
23 -
- -
- 23
6. Lainnya 6
3 2
4 2
6 Jumlah
55 16
10 23
8 35 Sumber Hasil Penelitian, 2006 data diolah
Berdasarkan tabel 19 di atas memperlihatkan bahwa dari kategori asal pedagang, jumlah pedagang Salimpaung lebih dominan di kabupaten Tanah Datar,
yakni sebanyak 14 orang 25 persen atau 43,8 persen dari pedagang kayu manis yang ada di Kabupaten Tanah Datar.
Kemudian para pedagang yang berasal dari nagari Salimpaung ini juga terlihat lebih aktif sebagai pedagang antar pasar nagari. Mereka selalu atau dapat
dijumpai pada semua pasar nagari yang memperdagangkan kayu manis. Pada pasar-pasar nagari yang berada di kabupaten Tanah Datar, maka perdagangan
kayu manis di dominasi oleh para pedagang yang berasal dari nagari Salimpaung. Pasar nagari yang paling banyak dikunjungi oleh pedagang kayu manis Salimpaung
160
adalah pasar nagari Rao-Rao 43,5 persen, pasar nagari Tabek Patah 50 persen, dan pasar nagari Baso 17,1 persen.
Dalam pada itu, yang lebih menarik adalah pedagang yang berasal dari nagari Baso yang berjumlah 23 orang dan di dominasi oleh ibu-ibu 86,9 persen.
Mereka hanya berdagang di Pasar Baso saja. Dari 35 orang pedagang yang terlibat dalam perdagangan kayu manis di pasar nagari Baso, sebanyak 65,7 persen adalah
pedagang Baso itu sendiri dan 17,1 persen berasal dari Salimpaung dan sebanyak 17,1 persen adalah pedagang besar yang datang ke Pasar Baso.
Dominannya kaum ibu-ibu sebagai pedagang kayu manis di nagari Baso dapat dijelaskan dengan beberapa alasan sebagai berikut: Pertama; dari keterkaitan
struktur mata pencaharian penduduk dengan jumlah kepemilikan lahan, ternyata hanya 23 persen penduduk yang memiliki lahan sawah dan 13,4 persen yang
memiliki ladang, berarti hanya 36,6 persen penduduk nagari Baso menguasai lahan pertanian, dan sebanyak 7,3 persen penduduk bergerak di sektor pertanian tetapi
tidak memiliki lahan, mereka adalah petani penyewapenyakap. Sebagian dari mereka inilah yang menjadi pedagang di pasar Baso. Hal ini sejalan dengan rata-
rata luas lahan sawah dan ladang yang dimiliki oleh ibu-ibu pedagang Baso yang hanya 0,25 hakk. Kemudian dari hasil wawancara dikatakan kenapa ibu-ibu ini turun
langsung berjualan kayu manis di pasar nagari Baso, dikatakan adalah untuk membantu suami atau untuk meneruskan usaha suami yang skala usahanya
semakin besar. Artinya, terjunnya ibu-ibu ke sektor komersial ini—dari perannya sebelumnya lebih pada sektor domestik—lebih didasarkan atas dorongan
pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin tinggi dan beragam. Kedua; petani yang datang membawa kayu manis pada umumnya adalah
perempuan dengan waktu panen tidak menentu, volume penjualan yang relatif kecil, sehingga kayu manis dijual hanya untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Volume penjualan yang kecilsedikit dapat dibawa oleh ibu-ibu ke pasar untuk kemudian langsung digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Tipe
penjual dari kaum ibu-ibu ini lebih cocok dihadapi oleh tipe pembeli ibu-ibu pula, karena keduanya lebih betah menghadapi alotnya transaksi jual beli. Biasanya
pedagang laki-laki cepat jenuh menghadapi penjual kaum ibu-ibu yang sangat alot yang menghabiskan waktu lebih kurang 30-60 menit dalam bertransaksi. Itulah
161
sebabnya lebih memberikan kesempatan pada istrinya untuk membantu melakukan transaksi dengan kaum ibu-ibu lain.
Ketiga; nagari Baso dan kabupaten Agam umumnya adalah nagari yang didominasi oleh tradisibudaya politik Bodi-Caniago yang lebih demokratis dan
egaliter, baik secara internal masyarakat maupun secara eksternal. Dalam pembagian kerja rumahtangga, nagari di bawah tradisi Bodi-Caniago memegang
prinsip bahwa antara perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan dan tugas yang sama dalam mencari nafkah rumahtangga, istri tidak selalu menjadi tanggungjawab
sepenuhnya suami, melainkan juga saudara laki-lakinya mamak. Sementara, pergeseran peran mamak kepala rumah dan kaum yang mulai berkurang, telah
mendorong istri perempuan menjadi lebih proaktif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Istri perempuan terkadang telah muncul sebagai pribadi tangguh, yang
merasa bertanggung jawab menyelamatkan ekonomi rumah tangga, apalagi jika telah ditinggal suami, baik ditinggal hidup atau mati.
Peneliti melihat dari sudut pandang sosiologi keluarga, dapat dijelaskan bahwa fenomena lebih dominannya perempuan Minangkabau terjun ke sektor publik
sejak dulu, seperti amai-amai pedagang beras, kain, kayu manis, dan lain-lain adalah dikarenakan bahwa untuk kehidupan idealnya, dalam masyarakat
Minangkabau, seorang perempuan Minang dan anak-anaknya harus dilindungi dan di urus oleh mamaknya saudara laki-laki ibu. Tetapi faktanya sekarang, mereka
tidak lagi diurus dan dilindungi sebagaimana mestinya, terutama dari segi sosial- ekonomi. Ini disebabkan si mamak secara sosial-ekonomi juga harus mengurus
kebutuhan istri dan anak-anaknya yang kadang kala tidak memiliki harta pusaka yang memadai untuk diolah.
Dalam kondisi tersebut, cenderung perempuan Minang terpaksa atau berusaha menanggung beban untuk mencukupi dan melindungi anak-anaknya
secara sosial-ekonomi dalam keseharian. Memang dalam budaya Minangkabau, yang garis keturunan ditarik dari garis ibu sistem matrilinial, menjadikan
perempuan memiliki posisi yang khas dalam tatanan adat, seperti, sumber ekonomi diutamakan untuk perempuan, rumah tempat kediaman diutamakan untuk
perempuan, perempuan sebagai tempat penyimpan hasil ekonomi atau sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan harta kekayaan. Akan tetapi dalam kondisi
masyarakat yang sedang mengalami perobahan, dan semangkin terintegrasinya
162
masyarakat Minangkabau ke dalam perekonomian dunia ekonomi kapitalis yang berorientasi pasar, telah membawa pergeseran dalam sendi-sendi utama kehidupan
masyarakatnya. Pergeseran dan desakan kebutuhan inilah yang menjadikan ibu-ibu untuk kasus pedagang kayu manis di pasar Baso berusaha terjun kesektor publik
yang selama ini didominasi kaum laki-laki. Mereka harus tampil sebagai penyelamat ekonomi rumah tangga, sekalipun pada sektor yang jarang di geluti atau asing untuk
kaum perempuan. Dalam perjalanan waktu mereka tampil sebagai kelompok pedagang yang dominan dan mengalahkan dominasi laki-laki atas komoditi ini
sebelumnya. Memang dalam tradisikelarasan Bodi-Caniago, yang menganut paham demokratis dan egaliter, telah memungkinkan perempuan memiliki ruang atau
kesempatan untuk tampil ke sektor publik, mendobrak dominasi laki-laki. Sejarah telah membuktikan dari daerah ini bahkan kaum perempuan telah terjun di medan
pertempuran sebagai pemimpin perang di era kolonial sebut seperti: Siti Mangopoh dan Rohana Kudus dari Agam.
Gambar 10 Keterkaitan Pasar Nagari dengan Perdagangan Supra Nagari dan Eksportir Gambar 10 di atas memperlihatkan bagaimana keterkaitan pasar nagari
dengan aliran komoditi perdagangan kayu manis di daerah penelitian. Pasar nagari terutama pasar nagari Salimpaung, Rao-Rao, Tabek Patah, Sungai Tarab, dan Baso
163
merupakan pasar nagari yang menjadi mata rantai jalur perdagangan kayu manis Sumatera Barat. Pada saat penelitian ini dilakukan, ada tiga kelompok yang berbeda
yang bermain dan menghubungkan pasar nagari dengan kegiatan eksportir kayu manis, yaitu: Pertama; pedagang pengumpul tingkat nagari dan kecamatan
melakukan pembelian di rumah dan di pasar nagari, dan kemudian dijual ke pedagang besar tingkat kabupaten pedagang supra lokal. Kedua, Pedagang
pengumpul tingkat kabupaten, disamping melakukan pembelian kayu manis pada petani dan pedagang pengumpul di pasar nagari, mereka juga memiliki gudang-
gudang penyimpanan kayu manis, dan melakukan prosesing sesuai dengan kualitas yang diminta oleh pihak eksportir di ibu kota Provinsi. Artinya mereka adalah mata
rantai kedua setelah pasar nagari untuk sampai ke pihak eksportir. Ketiga adalah ADP 1974-1983, KPRR 1983-1993, dan sekarang “bermetamerfosis” menjadi
“perusahaan joint venture” pedagang kayu manis dengan Dinas Koperindagtam dalam bentuk CV. SAS 2003-sekarang.
Keterkaitan pasar nagari ini dengan jaringan perdagangan dunia telah lama berlangsung. Dimulai sejak emas dan biji besi sebagai komoditi utama sampai
kepada komoditi perkebunan kayu manis sebagai komoditi andalan untuk komoditi ekspor non migas. Keberlanjutan pasar nagari ini akan tetap terus bertahan karena
pada saat sekarang, disamping komoditi kayu manis sebagai komoditi perdagangan yang berorientasi ekspor, komoditi tanaman mudo palawija juga mulai memasuki
babak baru dalam perdagangan pasar nagari dengan pasar supra lokal. Dimana sayur-sayuran dan buah-buahan yang dihasilkan dan dijual di pasar nagari, saat ini
telah memasuki pasar supra lokal dalam bentuk antar kota dan antar provinsi seperti meningkatnya permintaan dari wilayah Pakan Baru, Jambi, Medan dan Dumai,
setiap minggunya Wawancara dengan pedagang, Maret 2006.
5.4. Simpulan Akhir Bab