membantu petani membawanya ke tempat pedagang besar kabupaten yang menunggu di sudut lokasi pasar kayu manis di pasar nagari, membantu petani kayu
manis dalam menentukan harga kayu manis dalam transaksi dengan pedagang besar dengan menberitahukan kandungan kadar airnya, berat timbangannya,
kerapian ikatannya. Sehingga, sebenarnya antara pedagang pengumpul dengan petani kayu manis terjalin suatu kerjasama yang saling menguntungkan. Begitu juga
antara pedagang pengumpul pasar nagari dan pedagang besar terjalin hubungan saling menguntungkan karena pedagang besar akan memberikan fee atas jasanya
dalam proses transaksi dengan petani. Besar fee yang diberikan oleh pedagang besar kepada pedagang pengumpul pasar nagari berkisar antara Rp 5.000 sampai
Rp 10.000,- per transaksi. Fenomena ini yang memperlihatkan bahwa antar aktor adanya perjuangan,
pertarungan atas harga. Adanya keinginan untuk berjuang antara dua kelompok atau lebih, adanya kompetisi dalam perjuangan dimana mereka yang berpotensi
akan keluar sebagai pemenang. Bahkan tidak jarang unsur perjuangan, kompetisi yang terjadi menimbulkan kejengkelan atau ketidak senangan. Inilah yang dikatakan
adanya unsur konflik di pasar yang akan berakhir sebagai kepuasan timbal balik reciprocal compensation bagi kedua belah pihak sebagaimana yang disinyalir
Weber, 1978 dan Swedberg 1994.
6.5. Relasi Sosial Petani dan Pedagang Kayu manis di Pasar Nagari
Hubungan sosial social relationship antara petani kayu manis dengan pedagang kayu manis yang terbina di pasar nagari merupakan bentuk pertalian
berdasarkan ikatan kesukuan hubungan sanak famili dan ikatan senagari hubungan karib kerabat. Pedagang pengumpul pasar nagari akan memperlakukan
dengan baik petani kayu manis yang berasal dari nagarinya dan berusaha menarik perhatian petani kayu manis dari nagari lain untuk mau melakukan transaksi
dengannya. Hubungan sosial – yang diamati dengan terjadinya interaksi sosial yang berulang antar petani dan pedagang-- sering tercipta antara petani kayu manis yang
memiliki waktu panen tak menentu dengan pedagang pengumpul nagari. Bagi petani kayu manis yang melakukan panen tidak menentu menjalin hubungan dengan
pedagang kayu manis yang senagari merupakan salah satu strategi agar dapat
207
bertahan hidup, karena dia dapat memanen kayu manisnya setiap saat dan akan dibeli oleh pedagang pengumpul nagari kapan saja, bahkan dapat diantar ke rumah.
Sedangkan hubungan sosial antara petani kayu manis dengan waktu panen sekali setahun dengan pedagang pengumpul lebih cenderung menguntungkan
petani seperti dalam bentuk informasi harga kayu manis. Biasanya petani dalam menentukan waktu panennya setelah mendapat informasi dari pedagang pengumpul
nagari yang ada dikampungnya, kapan harga kayu manis naik. Bagi pedagang pengumpul nagari, terkadang petani berlahan luas dan
memiliki waktu panen satu kali setahun atau lebih merupakan sumber untuk memperoleh pinjaman atau sebaliknya. Petani kayu manis yang memerlukan uang
segar untuk keperluan upacara-upacara adat, maka petani kayu manis akan meminjam uang kepada pedagang pengumpul nagari menjelang petani kayu manis
memiliki waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan. Artinya, melakukan pembayaran uang sebelum kayu manisnya ada, sudah menjadi biasa dalam model
transaksi antara petani kayu manis dengan pedagang pengumpul nagari. Model ini tidak sama dengan sistem ijon, karena si petani pinjam uang tidak sebesar harga
penjualan kayu manis tetapi berapa petani butuh uang. Setelah petani panen dan menjual kayu manis, uang tersebut akan dikembalikan atau dipotong oleh pedagang
saat bertransaksi. Pada model transaksi kayu manis antara petani dan pedagang kayu manis, pinjam meminjam uang dengan anggunan kayu manis yang akan
dipanen merupakan suatu kebiasaan. Sehingga petani dan pedagang yang telah terlibat dalam pinjam meminjam uang ini, maka transaksinya di pasar nagari menjadi
lebih mudah dan cepat. Ini jelas memperlihatkan salah satu bentukcara pandang untuk mendapatkan volume pembelian yang besar, kualitas kayu manis yang baik
dengan harga yang murah. Bentuk transaksi yang tercipta lebih mengarah pada adanya permainan aspek ruang dan waktu oleh si pedagang, sehingga petani
berada dalam posisi tawar yang lemah. Perilaku pedagang dalam menarik keuntungan dan menentukan harga
kepada petani kayu manis ini akan memperhatikan adanya saling hubungan dan ikatan-ikatan sosial yang terbina sebelumnya. Petani maupun pedagang kayu manis
cenderung melakukan transaksi, apabila mereka berasal dari satu nagari atau suku yang sama, pernah memiliki hubungan pinjam meminjam, saling kenal satu sama
lain, dan lebih mementingkan terpeliharanya hubungan baik, ketimbang mencari
208
keuntungan semata. Artinya, dalam perdagangan kayu manis, para pedagang pengumpul nagari lebih mengutamakan hubungan permanen dengan petani kayu
manis, setelah itu baru memikirkan keuntungan profit yang di dapat. Sedapat mungkin pedagang pengumpul nagari akan menghindari pencarian keuntungan
yang terlalu besar, apabila petani kayu manisnya sangat dikenal dengan baik. Ini merupakan hasil pemahaman pedagang terhadap proses interaksi yang berulang-
ulang dan berlangsung lama antara pedagang dengan petani, yang akhirnya direfleksikan dalam bentuk tindakan ekonomi yang melekat dalam jaringan sosial
inter personal antar aktor yang terlibat. Pedagang pengumpul pasar nagari sering membantu untuk melakukan
penimbangan atau mengawasi penimbangan kayu manis yang dilakukan oleh juru timbang karani pasar nagari ketika petani kayu manis melakukan transaksi dengan
volume yang besar. Membantu mengkalkulasikan uang yang seharusnya di terima oleh petani dari penjualan kayu manisnya. Kemudian, setelah transaksi selesai,
maka petani kayu manis akan menyelesaikan semua utang piutangnya dengan pedagang pengumpul pasar nagari.
Pada pasar nagari Salimpaung, semua transaksi kayu manis dilakukan antara petani dengan pedagang pengumpul atas dasar saling mengenal secara
dekat, hanya dipasar nagari Sungai Tarab dan Basolah petani kayu manis dan pedagang kayu manis yang melakukan transaksi tidak terlalu mengenal satu sama
lain secara detil, tetapi tetap transaksi terjadi apabila sudah menjadi langganan. Jadi hubungan transaksi antara petani kayu manis dengan pedagang kayu
manis dapat dibedakan dalam bentuk hubungan sebagai: 1. Pelanggan tetap, 2. Pelanggan biasa, 3. Kenal dekat, dan 4. Kenal sepintas. Semakin kecil skala pasar
nagarinya, maka bentuk hubungan transaksi antara pedagang dengan petani kayu manis cenderung atas dasar kenal dekat dan pelanggan tetap. Sangat jarang
ditemui petani kayu manis di pasar nagari Salimpaung menjual kayu manisnya kepada pedagang yang tidak dikenalnya dengan baik. Sebaliknya di Pasar nagari
Rao-Rao, transaksi terjadi antara petani kayu manis dengan pedagang kayu manis lebih dominan hanya kenal sepintas dan bukan langgan tetap. Hal ini disebabkan
karena mayoritas pedagang kayu manis di pasar-pasar nagari berasal dari nagari Salimpaung.
209
Dalam pada itu, terjadinya transaksi antara petani kayu manis dengan pedagang besar kabupaten didasarkan atas kenal sepintas saja dan diperkenalkan
oleh pedagang pengumpul nagari. Pedagang besar kabupaten dalam memelihara hubungan transaksinya lebih berdasarkan pada rasionalitas. Pedagang besar
kabupaten lebih berorientasi keuntungan dan kurang memperhatikan usaha untuk memelihara pelanggan tetap dengan petani, kecuali hanya dengan pedagang
pengumpul nagari. Artinya, jarang ditemui adanya hubungan emosional antara petani kayu manis dengan pedagang besar kabupaten. Jadi semakin besar skala
usaha perdagangannya, maka pedagang besar tidak mempedulikan hubungan sosial dengan petani kayu manis.
Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa pedagang besar berusaha menjaga jarak dengan petani kayu manis di pasar nagari, karena pada dasarnya,
harga pembelian kayu manis petani di pasar nagari pagi itu ditentukan oleh pedagang besar kabupaten ini. Semakin kurang kenal dengan petani kayu manis
semakin besar keuntungan bagi pedagang besar. Artinya, pedagang besar tidak memiliki kewajiban moral untuk memberikan keuntungan kepada petani dengan
memberikan harga yang lebih tinggi. Disamping itu pedagang besar, kelihatannya sudah punya kode etik tersendiri dengan pedagang pengumpul nagari, sehingga
terlihat lebih memberikan kesempatan pada mereka untuk mendekati petani solidaritas sosial sesama pedagang. Akibatnya secara emosional pedagang besar
terlihat menjaga jarak dengan petani. Di sisi lain, pedagang besar kabupaten sangat membutuhkan kehadiran
pedagang pengumpul nagari sebagai perpanjangan tangannya dengan petani kayu manis. Melalui pedagang pengumpul pasar nagari inilah, pedagang besar kabupaten
dapat menyembunyikan kualitas yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh pasar supra lokal. Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, para pedagang berusaha
mempertahankan dominasinya atas tataniaga kayu manis dengan membentuk hirarki dalam model transaksi di pasar nagari, bahkan membentuk ”jaringan sosial
tertentu”, ”kode etik tersendiri” dan hubungan klientisasi sesama pedagang baik antara pedagang pengumpul nagari sesamanya maupun antara pedagang besar
dengan pedagang pengumpul nagari. Pedagang besar kabupaten dengan modalnya yang besar, dapat melakukan
penumpukan kayu manis dan melakukan prosesing sebagaimana kualitas yang
210
diminta oleh eksportir bahkan konsumen akhir. Para petani tidak pernah diinformasikan tentang kualitas yang paling banyak diminta oleh eksportir, bahkan
menurut mereka, itulah rahasia dagangnya selama ini, yakni melakukan prosesing dan melakukan penimbunan kayu manis. Jadi social relationship antara petani kayu
manis dengan pedagang kayu manis hanya tercipta antara petani dengan pedagang pengumpul nagari, antara pedagang pengumpul nagari dengan pedagang besar
kabupaten. Dapat dikatakan social relationship yang tercipta dan terbina adalah dalam bentuk berhirarkhi hubungan sosial berlapis.
Dalam konteks ekonomi dunia, aktifitas yang terbentuk dalam sistem perdagangan kayu manis di pasar nagari sebagaimana yang dijelaskan di atas,
memperlihatkan bahwa petani memiliki peran yang paling besar dalam mensubsidi pasar dunia, artinya mereka menyumbang sebagian besar biaya untuk ketahanan
pasar nagari dari waktu ke waktu.
6.6. Simpulan Akhir Bab