Pemodelan Numerik Tsunami Pengertian Tsunami

34 dan pengaruh faktor-faktor anthropogenik memberikan tantangan yang signifikant Bowen dan Riley 2003. Konsep ICZM yang mencakup sasaran dan dasar integrasi pengetahuan lingkungan dan pengetahuan sosial. Dalam kenyataannya terdapat jarak komunikasi yang luas antara peneliti dengan disiplin ilmu yang berbeda, sebagaimana halnya antara berbagai stakeholder. Sebagai tambahan, pemecahan konflik antara tradisional dan industri masih perlu pemikiran. Lebih lanjut, pengoperasian ICM melalui serangkaian tahapan dan aksi dalam proses kebijakan harus tepat diperlukan dan pada tempat yang tepat Olsen 2003. Program ICM bersifat lokal maupun regional harus bertanggung jawab dan memberikan keuntungan pada pemilik stakeholder Bowen dan Riley 2003. Bentuk ICM yang tidak terintegrasi seperti kejadian tsunami di India dengan banyaknya korban akibat kejadian tsunami disebabkan tidak adanya sistem peringatan Tsunami di India karena Samudera Hindia jarang terjadi tsunami. Berbeda dengan Samudera Pasifik yang memiliki frekuensi aktivitas seismik lebih tinggi. Perjalanan waktu dari sumber gempa hingga terjadi tsunami yang mengakibatkan kerusakan di pesisir memerlukan waktu 5 hingga 30 menit. Sebagai contoh, tsunami terjadi 8 menit setelah gempa bumi yang terjadi di Hokkaido-Nansei-Oki pada 12 Juli 1993. Pada saat kejadian tsunami menerjang desa dengan ketinggian gelombang datang run up 12 m, di lokasi lain gelombang mencapai 5 hingga 10 m. Lokasi bencana dekat dengan sumber gempa dan peringatan tsunami terjadi 5 menit setelah gempa, merupakan sistem peringatan yang baik dengan tersedianya teknologi. Pada saat kejadian bencana korban sangat sedikit karena penduduk segera menyelamatkan diri berlari ke tempat yang lebih tinggi segera setelah merasakan getaran gempa bumi tanpa menunggu peringatan. Hal ini terjadi karena penduduk mengikuti program pelatihan penyelamatan dan informasi umum tentang bencana. Usaha-usaha rekonstruksi meliputi persiapan dalam masyarakat yang dapat meningkatkan ketahanan resilience komunitas pesisir terhadap tsunami dan bencana alam pesisir lainnya, dimana usaha tersebut memerlukan penyelesaian dalam waktu yang lama dalam skenario pasca tsunami Gambar 12. Penilaian bahaya tsunami dilakukan melalui analisis bentuklahan landform terutama dari aspek morfogenesis untuk mengetahui kerentanannya dan aspek morfometri. Verstappen 1983 mengklasifikasikan bentuklahan secara morfogenesis menjadi sepuluh 10 macam bentuklahan asal proses, yaitu: 1. Bentuklahan asal proses vulkanik V, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: Lereng Vulkanik Denudasional, Perbukitan Vulkanik Denudasional. 2. Bentuklahan asal proses struktural S, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.3. Bentuklahan asal fluvial F, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini. 4. Bentuklahan asal proses solusional S, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst Kajian Kondisi Terkini Memerlukan Kajian Pendekatan ICZM untuk Rekonstruksi Wilayah Akibat Tsunami Ekologi: Terumbu Karang Mangrove Sosial-Ekonomi Kerentanan Masyarakat Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pengambilan Keputusan Partisipasi Stakeholder Tanggung Jawab Partisipasi Stakeholder Tanggung Jawab Teknologi Signal Peringatan Persiapan Komunitas Perencanaan Penggunaan Lahan RehabilitasiRekonstruksi Pengelolaan Bencana Gambar 12. Model integrasi pengelolaan wilayah pesisir akibat tsunami. Sonak et al. 2008, dimodifikasi 36 kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.5. Bentuklahan asal proses denudasional D, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak. 6. Bentuklahan asal proses eolin E, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal. 7. Bentuklahan asal proses marine M, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: daerah pasang surut tidal flat, gisik pantai beach, bura spit, tombolo, laguna, dan beting gisik beach ridge. Pada umunya sungai bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.8. Bentuklahan asal glasial G, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es gletser. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan morine.9. Bentuklahan asal organik O, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme flora dan fauna. Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang. 10. Bentuklahan asal antropogenik A, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik. Morfogenesis bentuklahan yang sesuai dengan lokasi penelitian adalah: 1. Bentuklahan asal proses vulkanik V, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: Lereng Vulkanik Denudasional, Perbukitan Vulkanik Denudasional. 2. Bentuklahan asal proses marine M, merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: daerah pasang surut tidal flat, gisik pantai beach. Morfometri merupakan aspek kuantitatif pantai seperti kemiringan pantai, ketinggian, elevasi, panjang pantai, dan kelerengan pantai. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran karakteristik pantai. Informasi dari bentuklahan di wilayah yang rentan akan bahaya tsunami dapat diketahui kemampuan wilayah tersebut dalam menerima ancaman bahaya, dengan demikian dapat dipetakan bentuklahan mana saja yang rentan. Diketahuinya wilayah yang rentan maka di wilayah tersebut pemanfaatan penggunaan lahan perlu diperhatikan. 2.7 Mitigasi Tsunami dengan Ekosistem Mangrove 2.7.1 Sifat Mangrove Tsunami dapat direduksi dengan ekosistem mangrove dengan cara menanam sabuk hijau green belt Coachard et al. 2008. Mangrove tanaman yang banyak dijumpai di pantai-pantai daerah tropik dan dapat hidup pada kondisi air payau. salinitas tinggi, dan pasir lumpur. Keterkaitan antara faktor lingkungan dengan penyebaran jenis-jenis mangrove dapat dilihat pada Tabel 8. Vegetasi mangrove mempunyai sistem perakaran yang bervariasi Gambar 13 yaitu 1. Akar udara Aerial root: Struktur yang menyerupai akar, keluar dari batang, menggantung di udara dan bila sampai ke tanah dapat tumbuh seperti akar biasa. Beberapa kadang-kadang menyerupai struktur akar yang dimiliki oleh famili Rhizophoraceae, 2. Akar banirpapan Buttress : Akar berbentuk seperti papan miring yang tumbuh pada bagian bawah batang dan berfungsi sebagai penunjang pohon, 3. Akar lutut Knee root : Akar yang muncul dari tanah kemudian melengkung ke bawah sehingga bentuknya menyerupai lutut, 4. Akar nafas Pneumatophore : Akar yang tumbuhnya tegak, muncul dari dalam tanah, pada kulitnya terdapat celah-celah kecil yang berguna untuk pernafasan, 5. Akar tunjang Stilt-root : Akar yang tumbuh dari batang diatas permukaan dan kemudian memasuki tanah, biasanya berfungsi untuk penunjang mekanis. Kusmana et al. 2005 dan Marpaung 2008. Tabel 8. Keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan dengan penyebaran beberapa jenis pohon mangrove secara alami Zonasi Type Pasang Surut Frekwensi Penggenangan haribulan Salinitas ppt Substrat dasar Jenis-jenis Pohon Mangrove Pinggir Pantai Harian 20 10-30 Koral, berpasir, lempung berpasir Avicennia marina, Sonneratia, S. Caseolaris, Rhizopora stylosa dan Rh. Apiculata Tengah Harian 10-19 10-30 Berdebu sampai liat berdebu A.alba, A. Officinalis, Rh.mucronata, Aegiceras corniculatum, A. Floridum, Bruguiera gymnorhiza, B. Sexangula, Ceriops tagal, C.decandra, Excoecaria agallocha, Lumnitzera recemosa, Xylocarpus granatum Pedalaman Tergenang hanya saat pasang purnama 4-9 0-10 Berdebu-liat berdebu sampai liat A.alba, B.sexangula.C.tagal, E. Agallocha, Heritiera littoralis,, Scyphiphora hydrophylacea, Xylocarpus granatum. X. mekongensis, Nypa fruticans Pinggir sungai Jarang tergenang: air tawar-payau 2 0-10 Berpasir sampai liat berdebu Muara sungai: Avicennia marina, A.officinalis, Aegiceras corniculatum, A.floridum, Camptostemon philipinensis, Rh apiculata, Rh. Mucronata, Rh. Stylosa Hulu sungai: A. Alba, A.officianalis, Aegiceras corniculatum, A. Floridium, Bruguiera cylindrica, B. Gymnorhiza, Bparviflora, Carntostemon philipinensis, E. Agallocha, Heritera litoralis, Nypa fructicans, Rh. Mucronata, Rh.apiculata, Xylocarpus granatum,

X. mekongensis

Sumber: Kusmana 2005 memiliki konfigurasi yang meruncing keatas dan daun yang lebat sehingga pada saat terjadi gelombang tsunami dapat mereduksi gelombang Mazda et al. 2006. Komposisi substrat perairan dangkal menuju daerah pasang surut di Red Delta Vietnam Quartel 2007 adalah lumpur dengan dibagian atas pasir kemudian lumpur yang merupakan tempat tumbuh mangrove. Umumnya mangove tumbuh pada daerah intertidal yang substrat dasarnya berlumpur, berlempungan atau berpasir Bengen 2001b. Komposisi substrat perairan dangkal menuju daerah pasang surut di Red Delta Vietnam Quartel 2007 adalah lumpur dengan dibagian atas pasir kemudian lumpur yang merupakan tempat tumbuh mangrove. Umumnya mangove tumbuh pada daerah intertidal yang substrat dasarnya berlumpur, berlempungan atau berpasir Bengen 2001b. Mangrove yang tumbuh pada substrat yang memiliki bagian dasarnya lempung dapat mereduksi gelombang tsunami, disamping itu juga kepadatan vegetasi mangrove tersebut yang terdiri dari batang, cabang dan akar, contoh mangrove spesies Kandelia candel Quartel 2007. Faktor yang menentukan mangrove dapat mereduksi tsunami meliputi: lebar hutan, kemiringan hutan, kerapatan pohon, diameter pohon, proporsi biomassa di atas permukaan tanah yang terdapat di akar, tinggi pohon, tekstur tanah, lokasi hutan, tipe vegetasi dataran rendah yang berdekatan dengan vegetasi mangrove, keberadaan habitat tepi pantai padang rumput padang lamun, terumbu karang, bukit, ukuran dan kecepatan tsunami, jarak dari kejadian tektonik, dan sudut datang tsunami yang relatif terhadap garis pantai Alongi 2005. Ilustrasi berikut Gambar 15, memperlihatkan keberadaan vegetasi pantai dapat berfungsi sebagai penghalang ketika tsunami menerjang pantai dan menahan kapal-kapal atau perahu sehingga tidak ke darat. obyek berdasarkan konvergensi bukti atau ciri-ciri yang mengarah pada obyek tersebut. Berikutnya pengenalan objek didasarkan pada karakteristik dan atributnya pada citra Sutanto 1986, untuk memudahkan proses interpretasi maka dapat menggunakan unsur interpretasi yaitu: 1. Rona : tingkat kecerahan relatif objek pada citra, 2. Warna: ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, 3. Bentuk: variabel kualitatif yang menggambarkan konfigurasi atau kerangka suatu objek, 4. Ukuran: atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume sesuai skala citra, 5. Tekstur: frekuensi perubahan rona pada gambar objek, 6. Pola : susunan keruangan objek, 7. Situs: letak objek relatif terhadap objek lain di sekitarnya, 8. Asosiasi: keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain, 9. Bayangan. Aplikasi dari penginderaan jauh digunakan untuk klasifikasi Penggunaan Lahan dan Bentuklahan.

2.8.2 Citra Quickbird

Quickbird adalah satelit resolusi tinggi milik Digital Globe, yang dioperasikan secara langsung oleh perusahaan tersebut. Quickbird menggunakan sensor BGIS 2000. Sensor dengan derajad kedetilan resolusi 0.61 meter. Citra satelit ini merupakan sumber yang sangat baik dalam pemanfaatannya untuk studi lingkungan dan analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan kehutanan. Dalam bidang perindustrian, citra satelit ini dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi dan produksi minyakgas, teknik konstruksi, dan studi lingkungan. Satelit Quickbird diluncurkan 24 September 1999 di USA memiliki dua macam sensor yaitu sensor Pankromatik hitam-putih: 0,6 m nadir hingga 72 cm 25 o off-nadir, dan Multi Spektral berwarna : 2,44 m nadir hingga 2,88 m 25 o off-nadir. Periode orbit dari satelit ini adalah 93,4 menit dengan sudut inklinasi 98 dan ketinggiannya 450 km di atas permukaan bumi. Cakupan citra 16.5 km x 16.5 km pada nadir dan minimum area yang terliput oleh citra satelit Quickbird adalah 8x 8 km 2 , adapun panjang gelombang satelit Quickbird tertera dalam Tabel 9. 44 Tabel 9. Karakteristik satelit Quickbird Kanal Panjang gelombang m Cahaya 1 0,45 – 0,52 biru 2 0,52 – 0,60 hijau 3 0,63 – 0,69 merah 4 0,76 – 0,90 Infra Red dekat Panchromatic 0,45 – 0,90 Panchromatic Sumber: www.satimagingcorp.comsatellite-sensorsquickbird.html Pada penelitian ini citra Qiuckbird digunakan untuk interpretasi penggunaan lahan dan bentang lahan. Wilayah yang tertutup awan, interpretasi dapat dibantu dengan Peta RBI.

2.8.3 Citra ALOS AVNIR-2

Satelit ALOS merupakan satelit yang dikembangkan oleh Jepang yang digunakan untuk tujuan observasi bumi, kelautan dan atmosfer Shimada 2007. Secara lebih spesifik tujuan diluncurkannya satelit ini adalah untuk kartografi, observasi wilayah, monitoring bencana, dan survei sumberdaya alam. Citra ALOS AVNIR-2 diperoleh dari JAXA merupakan Badan penyedia data citra ALOS. Satelit ALOS memiliki tiga sensor yaitu PRISM, AVNIR-2 dan PALSAR. Masing-masing sensor memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing. Untuk menjamin sensor bekerja secara maksimal, satelit ALOS dirancang dapat bergerak dengan cepat, memiliki kapasitas yang besar serta memiliki presisi dalam hal orbit maupun ketinggiannya. Satelit ALOS diluncurkan pada 24 Januari 2006 dari Tanegashima Space Center Jepang, mengorbit secara sun-synchronous sub-recurrent dengan ketinggian terbang 691,65 km di equator, serta memiliki sudut inklinasi 98,16°, untuk dapat mengitari bumi secara menyeluruh, dibutuhkan waktu 46 hari. Sensor AVNIR-2 memiliki dua saluran yaitu saluran tampak dan saluran inframerah dekat. Keunggulan sensor ini yaitu dapat digunakan untuk pemetaan penutup lahan secara detail dan monitoring wilayah. Resolusi spasial yang dihasilkan yaitu 10 meter pada saluran tunggal dan 16 meter pada saluran multispektral dengan cakupan area 70 km. Karakterisitk sensor ALOS AVNIR-2 dapat ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik sensor ALOS AVNIR-2 Multispektral Parameter AVNIR-2 Jumlah saluran 4 tampak dan inframerah Panjang gelombang Saluran 1 : 0,42 - 0,50 μm Saluran 2 : 0,52 - 0,60 μm Saluran 3 : 0,61 - 0,69 μm Saluran 4 : 0,76 - 0,89 μm Resolusi spasial 10 meter Sumber : Shimada 2007 Citra satelite ALOS terdiri atas beberapa level yang menunjukkan pemrosesan produk AVNIR-2 yang diperjelas dalam Tabel 11. Citra ALOS AVNIR-2 digunakan untuk interpretasi penggunaan lahan. Wilayah yang tertutup awan, interpretasi dibantu dengan peta Rupa Bumi Indonesia RBI. Tabel 11.Tingkat pemrosesan produk ALOS AVNIR-2 Multispektral Level Keterangan I A Citra masih dalam level 0 atau citra mentah raw data. 1B1 Sudah dilakukan koreksi radiometrik, dan sudah dikalibrasi absolut. Sumber : Shimada 2007

2.8.4 Sistem Informasi Geografis SIG

SIG dalam pengertian Puntodewo, Sonya, dan Jusupta 2003 merupakan suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Analisis spasial yang ada di dalam SIG memungkinkan adanya pemodelan numerik tsunami yaitu pemodelan genanganinundasi tsunami berdasarkan nilai koefisein permukaan Berryman 2006. Format data yang dibutuhkan adalah raster. Format data ini sesuai untuk membuat model spasial dan analisis aliran atau pola data yang merepresentasikan permukaan relief bumi dan pemodelan inundasi yang terjadi di wilayah penelitian. ESRI 2001 spasial analisis menunjukkan perspektif lokasi dalam masing-masing lokasi sel dan nilai diasosiasikan dengan identitas sel. Fungsi dengan sel raster dapat