Pemodelan Analisis Genangan Tsunami

Gambar 23. Skema pengelolaan pesisir berbasis mitigasi 69 Persamaan diatas kemudian dibuat dalam bentuk spasial menghasilkan Peta Reduksi Tsunami I. Peta Reduksi Tsunami I menginformasikan kemampuan ekosistem mangrove dalam mereduksi tsunami. Proses selanjutnya dilakukan tumpang susun overlay antara Peta Reduksi Tsunami I dengan Peta Tingkat Kerentanan menghasilkan Peta Reduksi Genangan I. Tujuan dari proses overlay untuk mengetahui seberapa besar ekosistem mangrove dapat mereduksi tsunami. Adapun persamaan yang digunakan untuk proses ini menggunakan persamaan 16. Reduksi Genangan I = [Total Skor] – [Total_Skor x Tsu_Mng_Rd I] ……..…16 dimana: Total_Skor = tumpang susun overlay Peta Kontur, Peta Genangan Gelombang Datang 30 M dan Peta Bentuklahan Tsu_Mng_Rd I = Tsunami Mangrove Reduksi I Untuk menganalisis reduksi genangan akibat tsunami dibuat tahapan reduksi dengan peningkatan kerapatan ekosistem mangrove. Peningkatan kerapatan ditingkatkan dari yang sesuai dengan habitatnya menjadi 15 pohon per 100 m 2 di setiap ekosistem mangrove. Dilakukan kembali proses reduksi tsunami II dengan menggunakan persamaan 17 b. Reduksi Tsunami II = …… 17 a atau Reduksi Tsunami II = [ ] 17 b dimana : D = Ketebalan di setiap lokasi pengamatan PR = Peningkatan Kerapatan menjadi 15 pohon per 100 m 2 D max = Ketebalan maksimal 238 meter R max = Kerapatan maksimal 17 pohon per 100 m 2 Persamaan diatas kemudian dibuat dalam bentuk spasial sehingga menghasilkan Peta Reduksi Tsunami II. Peta Reduksi Tsunami II menginformasikan peningkatan kerapatan di setiap ekosistem mangrove. Tahap selanjutnya Peta Reduksi Tsunami II ditumpang susunkan overlay dengan Peta Kerentanan menghasilkan Peta Genangan II. Adapun persamaan yang digunakan untuk proses ini menggunakan persamaan 18. Peta Reduksi Genangan II = [Total _Skor] – [Total_Skor x Tsu_Mng_Rd] ...…18 dimana: Total_Skor = Tumpang susun overlay Peta Kontur, Peta Genangan Gelombang Datang 30 M dan Peta Bentuklahan Tsu_Mng_Rd = Tsunami Mangrove Reduksi II Alternatif lain untuk mereduksi tinggi gelombang 30 m yang terjadi di pesisir timur Pulau Weh dengan penanaman vegetasi mangrove replanting ke arah laut. Tingkat kerapatan yang digunakan adalah 15 pohon per 100 m 2 1500 m pohon per ha di wilayah habibat mangrove dan meningkatkan ketebalan ekosistem mangrove sejauh 102 m ke arah laut. Proses peningkatan ketebalan di setiap ekosistem mangrove diolah dengan analisa SIG melalui proses buffer. 4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove

Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai dengan tersingkapnya fosil Globorotalia di tebing pantai sisi Timur Laut Pulau Weh, yang menunjukkan bahwa di lingkungan tersebut merupakan lautmarin kemudian mengalami proses tektonik sehingga terjadi pengangkatan. Proses vulkanik ditandai dengan deretan berbukitan dibagian tengah dari Pulau Weh. Sisi timur Pulau Weh merupakan wilayah wisata bahari yang memiliki panorama bawah laut yang sangat indah terutama di lokasi perairan Pantai Iboih, sedangkan di pesisir terkenal dengan pasir putih yang digunakan untuk wisata pantai. Di beberapa lokasi terdapat ekosistem mangrove seperti di : 1. Pantai TWA Alur Panen, 2. Teluk Boih, 3. Lhok Weng 2 Teupin Layeu 1, 4. Lhok Weng 2 bTeupin Layeu 1b, 5. Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 , 6. Pantai Lhut dan 7. Lhok Weng 1Lam Nibong. Ekosistem mangrove di lokasi tersebut rusak akibat tsunami terjadi 26 Desember 2004, jenis kerusakan yang terjadi antara lain batang pohon patah, akar tercabut dan pohon mangrove hilang karena tersapu gelombang. Jenis kerusakan tersebut, diamati di wilayah penelitian sehingga dilakukan pengamatan tingkat kerusakan di setiap ekosistem mangrove menggunakan transek kuadrat. Hasil dari pengamatan dapat diketahui komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove, frekuensi relatif jenis dan nilai penting jenis di setiap ekosistem mangrove. Pengukuran dibagi dalam dua kelompok ekosistem mangrove. Kelompok pertama di lokasi Pantai Taman Wisata Alur Paneh dan Pantai Lhut Perhitungan kerapatan jenis ekosistem mangrove di Pantai Lhut 1, Pantai Lhut 2 dan TWA Alur Paneh terdapat di Lampiran 6. Kelompok ke dua di Lhok Weng 1Lam Nibong, Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 Perhitungan kerapatan jenis ekosistem mangrove di Lhok Weng 1Lam Nibong, Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 terdapat di Lampiran 7. Ulangan pengamatan disetiap ekosistem mangrove dilakukan 3 kali ulangan untuk disemua lokasi ekosistem mangrove. Selain pengukuran terhadap ekosistem mangrove juga dilakukan pengambilan contoh tanah di setiap lokasi ekosistem mangrove dengan ulangan 3 kali yaitu di sisi luar yang berada dekat dengan perairan, berada di sekitar habitat mangrove dan yang berada di batas akhir ekosistem mangrove. 4.2 Analisis Ekosistem Mangrove di Pantai Lhut 1, Pantai Lhut 2 dan Pantai Taman Wisata Alam Alur Paneh Ekosistem Mangrove di Pantai Lhut 1 hanya memiliki kategori semai dengan 2 jenis spesies yaitu Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatum. Rhizophora apiculata nilai komposisi 99 dan Xylocarpus granatum nilai komposisi 1 Gambar 24. Hal ini disebabkan di lokasi tersebut terkena tsunami yang dahysat mengakibatkan pancang dan pohon tumbang, tercabut dari akarnya dan patah Gambar 25. Ekosistem Pantai Lhut 1 didominasi kategori semai jenis Rhizophora apiculata dimungkinkan tumbuhnya tunas baru pasca tsunami. Rhizophora apiculata memiliki akar tunjang dan akar gantung berada pada daerah pasang surut dengan tipe pasang surut harian berada di zonasi pinggir pantai dan umumnya memiliki salinitas 10-30 ppt Kusmana 2005. Gambar 24. Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai di Pantai Lhut 1. U Gambar 25.Kondisi ekosistem mangrove akibat tsunami di Pantai Lhut 1. a. mangrove patah, tersapu tsunami, tampak yang tumbuh kategori semai spesies Rhizophora apiculata b. Kondisi rehabilitasi ekosistem mangrove kategori semai spesies Rhizophora apiculata Selanjutnya ke arah Tenggara dari Pantai Lhut 1 yaitu Pantai Lhut 2 terdiri atas komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai, pancang dan pohon Gambar 26. Kategori semai didominasi oleh Rhizophora stylosa dengan nilai komposisi jenis kerapatan mangrove 100 . Sifat karakteristik Rhizophora stylosa memiliki akar tunjang dan akar gantung dapat hidup pada daerah pasang surut dengan tipe pasang surut harian di lingkungan pesisir atau berada pada zonasi pinggir pantai dengan substrat dasar pasir berlempung dan lempung berpasir dengan salinitas 10-30 ppt Kusmana 2005. Kategori Pancang terdapat 2 spesies yaitu Rhizophora stylosa dan Xylcarpus granatum. Spesies Rhizophora stylosa nilai komposisi jenis kerapatan mangrove 98 dan Xylocarpus granatum dengan nilai komposisi jenis kerapatan mangrove 2 . Karakteristik Xylocarpus granatum tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove dan lingkungan payau yang tidak terlalu asin dengan salinitas 10-30 ppt, sering tumbuh berkelompok, jenis akarnya adalah akar papan. Kategori pancang berada pada zonasi pinggir pantai dan tengah. Zonasi pinggir ditandai dengan Rhizophora stylosa sedangkan zonasi tengah dicirikan dengan Xylocarpus granatum. Kategori pohon terdiri dari 2 spesies yaitu Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata dan Xylocarpus granatum. Spesies Rhizophora stylosa dengan nilai komposisi jenis kerapatan mangrove 94 , Rhizophora mucronata nilai komposisi jenis kerapatan mangrove 3 dan spesies Xylocarpus granatum nilai a b