Definisi Pulau-pulau Kecil dan Batasan

12 perbukitan simetris yang membentuk pulau. Klasifikasi pulau-pulau Oseanik terbagi atas 4 kategori: a Pulau vulkanik formasi baru: biasanya berukuran kecil, berpantai curam dengan rataan yang sempit. Komunitas biologis memiliki jumlah jenis dan kelimpahan yang terbatas, b Pulau vulkanik formasi tua: terbentuk dari beberapa kali erupsi yang sebagian besar berumur tersier. Tanahnya subur, dan pesisirnya terbentuk formasi karang, khususnya karang tepi fringing reef, c Pulau vulkanik dengan laguna dan karang penghalang: terjadi karena penenggelaman dan pertumbuhan formasi karang, sehingga pulau dikelilingi oleh terumbu berlaguna. Pada sisi yang terkena gelombang windward pertumbuhan karang yang cepat membentuk terumbu yang lebih tebal, sedangkan pada sisi terlindung tidak terkena gelombang leeward terumbu karang lebih tipis. Tanahnya subur, dan sumberdaya lautnya kaya dan, d Pulau Atol: proses penenggelaman dan naiknya terumbu yang menutupi laguna. Tanahnya kapur dan tidak subur. Sumberdaya air di pulau atol terbatas. 3. Pulau-pulau berasosiasi dengan dinamika Paparan Benua. Pembentukan pulau-pulau yang berasosiasi dengan Dinamika Paparan Benua adalah: i. terbentuk dari hasil aktivitas tektonik yang menonjol pada daerah paparan benua, ii. pulau yang terbentuk umumnya lebih besar dan bergunung dari pada sistem busur maupun pulau oseanik. Contohnya: Kepulauan Fiji, Solomon dan Seychelles di Pasifik dan iii. aktivitas tektonik direpresentasikan oleh seringnya gempa yang berdampak besar namun memiliki sumberdaya mineral: hidrokarbon, nikel, tembaga, mangan dll. Pulau dapat dikelompokkan atas 2 kelompok yaitu pulau oseanik pulau kecil dan pulau kontinental pulau besar. Pulau oseanik dapat dibagi atas 2 kategori yaitu pulau vulkanik dan pulau koral. Karakteristik topografi pulau-pulau kecil Oseanik tidak mempunyai pola yang tetap dan tergantung kepada tipe pulau Bengen 2008: i. Pulau-pulau vulkanik cenderung lebih curam dan memiliki area yang lebih tinggi; ii. Pulau-pulau koral atau atol cenderung lebih landai dan berbentuk dataran yang luas dan; iii. Pulau-pulau komposit yang berada beberapa meter di atas permukaan laut tergolong ke dalam pulau-pulau makatea, dimana substratnya berterumbu koral, namun sebagian vulkanik. Karakteristik PPK dibandingkan dengan pulau besar dan benua berdasarkan karakteristik geografis, geologi, biologi dan ekonomi tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan karakteristik pulau kecil, pulau besar dan benua Pulau KecilOseanik Pulau BesarKontinental Benua Karakteristik Geografis  Jauh dari benua  Dekat dari benua  Area sangat besar  Dikelilingi oleh laut luas Dikelilingi sebagian oleh laut yang sempit  Suhu udara bervariasi  Area kecil  Area besar  Iklim musiman  Suhu udara stabil  Suhu udara agak bervariasi  Iklim sering berbeda dengan pulau besar terdekat  Iklim mirip benua terdekat Karakteristik Geologi  Umumnya karang atau vulkanik  Sedimen atau metamorphosis  Sedimen atau metamorfosis  Sedikit mineral penting  beberapa mineral penting  beberapa mineral penting  Tanahnya porous permeabel  Beragam tanahnya  Beragam tanahnya Karakteristik Biologi  Keanekaragaman hayati rendah  Keanekaragaman hayati sedang  Keanekaragaman hayati tinggi  Pergantian spesies tinggi  Pergantian spesies agak rendah  Pergantian spesies biasanya rendah  Tinggi pemijahan massal hewan laut bertulang belakang  sering pemijahan massal hewan laut bertulang belakang  sedikit pemijahan massal hewan laut bertulang belakang Karakteristik Ekonomi  Sedikit sumberdaya daratan  sumberdaya daratan agak luas  sumberdaya daratan luas  Sumberdaya laut lebih penting  sumberdaya laut lebih penting  sumberdaya laut sering tidak penting  Jauh dari pasar  lebih dekat pasar  pasar relatif mudah Sumber : Modifikasi Salm et al. 2000 dalam Bengen dan Retraubun 2006 Pulau Weh secara evolusi tektonik merupakan pulau oseanik dan secara karakteristik topografi pulau sebagai pulau komposit dengan tebing terjal cliff substrat terumbu koral di sisi barat dan vulkanik di sisi timur pulau. Klasifikasi Brookfield 1990 mengemukakan sifat khas pulau-pulau kecil diantaranya adalah: 1.Pulau kecil yang berlokasi di daerah yang strategis untuk perdagangan atau berada di dekat pulau besar atau benua, karena ukuran kecil akan menjadi pembatas struktural yang mengakibatkan tidak adanya fleksibilitas pemanfaatan sumberdaya untuk merespon adanya perubahan peluang. Ruang dan 14 sumberdaya alam menjadi sangat terbatas. Persediaan air tawarair tanah juga sangat terbatas atau terdapat intrusi air laut sehingga pada pulau-pulau yang terletak di daerah yang jarang turun hujan akan menghadapi bahaya kekeringan, 2. Pulau kecil mempunyai kendala utama pada transportasi sehingga hubungan dengan daerah lain menjadi terbatas atau mahal dan 3. Pulau kecil sangat rentan baik secara fisik maupun ekologis. Secara fisik pulau kecil menghadapi bahaya tenggelam akibat kenaikan permukaan laut, proporsi erosi tanah lebih besar akibat sedikitnya daerah resapan air catchment area. Briguglio 1995 mengidentifikasikan karakteristik PPK bersifat unik yaitu berukuran kecil, terisolasi dari pulau besar mainland, ketergantungan, rentan dan secara ekonomi hal ini tidak menguntungkan karena akan menimbulkan keterbatasan sokongan sumberdaya, ketergantungan kisaran diversifikasi produk, keterbatasan mempengaruhi perubahan harga produk, keterbatasan kompetensi lokal dan pengembangan skala ekonomi. PPK memiliki kendala dan keterbatasan yang kompleks seperti Pulau Weh dengan luas 153 km 2 merupakan wilayah yang rawan bencana alam sehingga perlu dilakukan upaya mitigasi. Mitigasi bencana di pesisir dan PPK terdapat dalam UU No 27 pasal 56.

2.2 Aspek Peraturan Perundangan Mitigasi Pesisir dan PPK

Pengelolaan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional dalam serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi prabencana, saat tanggap, dan pascabencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan berdasarkan 4 aspek meliputi: a sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, b kelestarian lingkungan hidup, c kemanfaatan dan efektivitas; dan d lingkup luas wilayah Pasal 31 UU No. 24 tahun 2007. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa dalam menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami danatau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Pasal 1 PP No 64 tahun 2010. Mitigasi bencana di wilayah pesisir dan ppk dilakukan melalui kegiatan: a. struktur fisik dan b. nonstrukturnon fisik Pasal 14 PP No. 64 tahun 2010. Kegiatan struktur fisik untuk mitigasi terhadap jenis bencana tsunami meliputi: a penyediaan sistem peringatan dini dalam penelitian ini dilakukan dengan vegetasi pantai seperti ekosistem mangrove.b penggunaan bangunan peredam tsunami, c penyediaan fasilitas penyelamatan diri, d penggunaan konstruksi bangunan ramah bencana tsunami, e penyediaan prasarana dan sarana kesehatan, f vegetasi pantai dan g pengelolaan ekosistem pesisir ayat 2 Pasal 15 PP No 64 tahun 2010 Menyikapi Pasal 15 No 64 tahun 2010 dalam ayat 2 huruf f usaha mitigasi yang dilakukan di daerah penelitian menitik beratkan pada ekosistem mangrove dalam mereduksi tsunami. Dampak dari tsunami mengakibatkan terjadi erosi pantai sehingga dilakukan upaya mitigasi sesuai dengan ayat 9 pasal 15 PP No 64 tahun 2010 meliputi: a pembangunan bangunan pelindung pantai, b peremajaan pantai, c vegetasi pantai dan d pengeloaan ekosistem pesisir. Aplikasi yang dilakukan di daerah penelitian khususnya di Pulau Rubiah dengan vegetasi pantai dan pengelolaan ekosistem pesisir. Prinsip integrasi antara ekosistem darat dan laut serta antara science dan management menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang dan zonasi wilayah menyangkut: 1. mengetahui pola dan karakteristik wilayah pesisir yang akan disusun tata ruang dan zonasinya secara ekobiofisik, sosial ekonomi, dan budaya; 2. menentukan pola ruang di darat apakah kompatibel atau tidak dengan zonasi di kawasan perairan; 3. mengevaluasi dampak kegiatan dalam blok-blok zona tata ruang dengan zonasi kawasan perairan dan habitat-habitat pesisir penting misalnya mangrove, terumbu karang, dan lamun; 4. dampak skenario bencana alam untuk wilayah tersebut terhadap struktur dan pola ruang di kawasan daratan baik yang datang dari arah laut maupun daratan; 5. menentukan kawasan setback atau sempadan pantai yang perlu dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam rencana pola ruang terhadap ancaman bencana yang datang dari laut Diposaptono 2009.