Analisis Kerusakan Ekosistem Metode Analisis Data

w3 = Bobot untuk bentuklahan s1 = Skor untuk kontur s2 = Skor untuk jarak genangan s3 = Skor untuk bentuklahan Proses overlay antara ke tiga peta Peta Kontur, Peta Genangan Gelombang Datang 30 M dan Peta Bentuklahan menghasilkan Peta Tingkat Kerentanan. Nilai yang tertinggi 380 dan nilai terendah 180 oleh penulisan nilai hasil overlay dari ketiga peta diistilahkan Total_Skor. Dari nilai penjumlahan ke tiga peta tersebut dibagi menjadi 4 kelas sehingga rentang nilai tertinggi-nilai terendah dibagi 4 kelas 380-1804 = 50. Adapun pembagian kelas Tingkat Kerentanan terdapat pada Tabel 17. Tabel 17. Kelas tingkat kerentanan Kisaran Nilai Total_Skor Tingkat Kerentanan Kelas Tingkat Kerentanan TK 230 1 Aman 230TK280 2 Cukup Rentan 280TK 330 3 Rentan TK 330 4 Sangat Rentan Ket TK = Tingkat Kerentanan Setelah diperoleh hasil analisis tingkat kerentanan maka diolah untuk dibuat dalam bentuk spasial sehingga menghasilkan Peta Tingkat Kerentanan. Langkah berikutnya melakukan proses pengelolaan pesisir berbasis mitigasi.

3.4.5 Pengelolaan Pesisir Berbasis Mitigasi

Setelah dihasilkan Peta Tingkat Kerentanan maka dapat diketahui wilayah pesisir yang rentan bahaya tsunami, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan pesisir berbasis mitigasi. Model pengelolaan pesisir berbasis mitigasi dengan cara peningkatan kerapatan ekosistem mangrove dan penambahan areal habitat ekosistem mangrove. Uraian proses pengelolaan pesisir tertera pada Gambar 23. Peneliti tsunami Kenji Harada dan Fumihiko Imamura dari Universitas Tohoku 2002 menerangkan vegetasi pantai dengan tebal 200 m, kerapatan 30 pohon per 100 m 2 , dan diameter pohon 15 cm dapat meredam 50 persen energi tsunami dengan tinggi gelombang datang run up 3 m. Uraian tersebut diaplikasikan ke wilayah penelitian, dengan menggunakan kerapatan dan ketebalan mangrove dari hasil pengamatan lapangan. Dari pengamatan lapangan kerapatan dan nilai ketebalan maksimal adalah 17 pohon per 100 m 2 dan 238 m terdapat di Lhok Weng 3Teupin Layeue 2. Nilai tersebut diaplikasikan di daerah penelitian dengan menggunakan tinggi gelombang datang run up 30 m. Nilai reduksi pada tinggi gelombang datang 30 m diperoleh dari menyederhanakan tinggi gelombang datang 3 m, sehingga kemampuan mereduksi 33,72 persen. Namun daerah kajian tinggi gelombang datang run up 30 m, mengacu dari Imamura dan Iida 1949, jika tinggi gelombang datang run up 30 m maka skala magnitudo 4. Dengan demikian jika diinterpretasikan maka skala magnitudo 4 kali lebih besar dari tinggi gelombang datang run up 1 m, sehingga kemampuan mereduksi pada tinggi gelombang 30 m lebih rendah dari tinggi gelombang 1 m oleh karena itu kemampuan mereduksi 8,43 persen 33,72 persen4, nilai tersebut sebagai dasar pengukuran dalam mereduksi tsunami. Wilayah yang rentan tsunami direduksi dengan ekosistem mangrove. Kemampuan ekosistem mangrove mereduksi tsunami dilakukan proses membuat Peta Reduksi Tsunami I dengan SIG. Dalam proses ini kawasan ekosistem mangrove di setiap lokasi dibuat DEM bertujuan untuk mengetahui kemampuan setiap wilayah ekosistem mangrove dalam mereduksi tsunami. Proses membuat Peta Reduksi Tsunami I dilakukan pembobotan untuk ketebalan ekosistem mangrove dengan bobot 60 atau 0,6 dan kerapatan dengan bobot 40 atau 0,4 diuraikan dalam persamaan 15 b. Reduksi Tsunami I = [ …… 15a atau Reduksi Tsunami I = ..15 b dimana : D = Ketebalan di setiap lokasi pengamatan R = Kerapatan di setiap lokasi pengamatan D max = Ketebalan maksimal 238 meter R max = Kerapatan maksimal 17 pohon per 100 m 2 Gambar 23. Skema pengelolaan pesisir berbasis mitigasi 69