Aspek Peraturan Perundangan Mitigasi Pesisir dan PPK
kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Pasal 1 PP No 64 tahun 2010. Mitigasi bencana di wilayah pesisir dan
ppk dilakukan melalui kegiatan: a. struktur fisik dan b. nonstrukturnon fisik Pasal 14 PP No. 64 tahun 2010. Kegiatan struktur fisik untuk mitigasi terhadap
jenis bencana tsunami meliputi: a penyediaan sistem peringatan dini dalam penelitian ini dilakukan dengan vegetasi pantai seperti ekosistem mangrove.b
penggunaan bangunan peredam tsunami, c penyediaan fasilitas penyelamatan diri, d penggunaan konstruksi bangunan ramah bencana tsunami, e penyediaan
prasarana dan sarana kesehatan, f vegetasi pantai dan g pengelolaan ekosistem pesisir ayat 2 Pasal 15 PP No 64 tahun 2010
Menyikapi Pasal 15 No 64 tahun 2010 dalam ayat 2 huruf f usaha mitigasi yang dilakukan di daerah penelitian menitik beratkan pada ekosistem mangrove
dalam mereduksi tsunami. Dampak dari tsunami mengakibatkan terjadi erosi pantai sehingga dilakukan
upaya mitigasi sesuai dengan ayat 9 pasal 15 PP No 64 tahun 2010 meliputi: a pembangunan bangunan pelindung pantai, b peremajaan pantai, c vegetasi pantai
dan d pengeloaan ekosistem pesisir. Aplikasi yang dilakukan di daerah penelitian khususnya di Pulau Rubiah dengan vegetasi pantai dan pengelolaan ekosistem
pesisir. Prinsip integrasi antara ekosistem darat dan laut serta antara science dan
management menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang dan zonasi wilayah menyangkut: 1. mengetahui pola dan karakteristik wilayah pesisir yang
akan disusun tata ruang dan zonasinya secara ekobiofisik, sosial ekonomi, dan budaya; 2. menentukan pola ruang di darat apakah kompatibel atau tidak dengan
zonasi di kawasan perairan; 3. mengevaluasi dampak kegiatan dalam blok-blok zona tata ruang dengan zonasi kawasan perairan dan habitat-habitat pesisir
penting misalnya mangrove, terumbu karang, dan lamun; 4. dampak skenario bencana alam untuk wilayah tersebut terhadap struktur dan pola ruang di kawasan
daratan baik yang datang dari arah laut maupun daratan; 5. menentukan kawasan setback atau sempadan pantai yang perlu dialokasikan sebagai kawasan lindung
dalam rencana pola ruang terhadap ancaman bencana yang datang dari laut Diposaptono 2009.
16 Kawasan setback atau sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian
yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat ayat 1 Pasal 56 PP No. 262008.
Dalam PP No. 262008 Pasal 56 ayat 1b kriteria dari sempadan pantai merupakan daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau
terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. Penetapan sempadan mengikuti ketentuan: 1. perlindungan terhadap gempa
danatau tsunami; 2. perlindungan pantai dari erosi dan abrasi; 3. perlindungan sumberdaya buatan di pesisir, dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya; 4.
perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuari dan delta; 5. pengaturan akses publik;
serta pengaturan untuk saluran air dan limbah ayat 2 pasal 31 UU no. 272007. Fungsi sempadan pantai: sebagai kawasan lindung, yang melindungi kawasan
pantai dari pengaruh negatif yang datang dari laut maupun dari darat. Selain itu, sempadan pantai diharapkan akan merahabilitasi sumber daya wilayah pantai
beserta seluruh ekosistem yang ada di dalamnya.