Penelitian yang telah dilakukan di Pulau Weh meliputi berbagai aspek seperti penataan ruang dengan pendekatan grid, penataan ruang di wilayah
perbatasan, terumbu karang sebelum dan sesudah bencana tsunami, penataan ruang pada wilayah perbatasan dan penentuan kawasan wisata dengan pendekatan
cell based modelling. Adapaun ikhtisar peneliti terdahulu tertera pada Tabel 1.
Gambar 2. Kerangka pemikiran pemanfaatan ruang berbasis mitigasi bencana
9 9
Tabel 1. State of the art dari hasil peneliti terdahulu
No Peneliti
Topik Kelebihan
Kekurangan
1 Edyanto 1998
Pengelolaan lahan di pulau kecil . Memperhatikan faktor fisik, proses
pengelolaan lahan dibagidalam grid ukuran 1x1 km
Bersifat kualitatif, subyektif dan ukuran grid kurang rinci
2 Tim P3K DKP
2004 Perencanaan tata ruang pulau kecil di
wilayah perbatasan Analisis menggunakan 4 faktor:
Natural Resourches, Prosperity Approach, Environmnet Approach dan
Security Approach Tidak membahas tata batas
kewenangan daerah baik antar kabupatenkota di dalam satu provinsi
dan tata batas antar provinsi.
3 Campbell et al.
2006 Ekologi terumbu karang pasca tsunami dan
rehabilitasi Pengamatan sebelum dan sesudah
pasca tsunami. Perlu pengamatan berkala agar dapat
diketahui kondisi terumbu karang. 4
Husnayen 2008 Penentuan kawasan wisata bahari di Pulau
Weh dan tingkat kerentanan Aplikasi model penentuan pariwisata
menggunakan cell based modelling. Parameter kesesuaian zona pariwisata
tidak mempertimbangkan faktor musim. Kerentanan mengacu pada
SOPAC yang tidak sesuai dengan kondisi Indonesia,
5 Purbani 2011
Pemanfaatan pesisir timur Pulau Weh yang rentan akan bahaya tsunami dan mitigasi
dengan ekosistem mangrove Model genangan akibat tsunami di
modelkan dengan model builder, Mitigasi tsunami dengan ekosistem
mangrove Formula yang digunakan
menggunakan dengan tinggi gelombang datang run up 3M.
Sedangkan penelitian menggunakan tinggi gelombang datang run up 30
M, perlu dievaluasi kembali.
10 10
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pulau-pulau Kecil dan Batasan
Pulau berdasarkan UNCLOS 1982, Bab VIII Pasal 121 ayat 1: ”Pulau
adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu mucul di atas permukaan air pasang tinggi” Bengen dan Retraubun 2006. Pulau
memiliki batasan pulau yang memiliki dimensi berubah-ubah dari waktu ke waktu Ongkosongo 1998. Pulau kecil mula-mula dibatasi sebagai pulau yang luasnya
kurang dari 10.000 km
2
, kemudian turun menjadi kurang dari 5.000 km
2
, kemudian berubah lagi menjadi kurang dari 2.000 km
2
dan bahkan kurang dari 100 km
2
, kemudian ada pula yang membatasi berdasarkan lebarnya saja yaitu kurang dari 3 km Husni 1998; Brookfield 1990; Nakajima dan Machida 1990;
Sugandhy 1999; Dahuri 1998; Tresnadi 1998; Hehanusa et al. 1998. Batasan pulau kecil yang ditetapkan DKP 2001 pulau kecil dengan ukuran
kurang dari atau sama dengan 2.000 km
2
beserta ekosistemnya dan dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 20.000 orang UNESCO 1991, UU No.
27 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3. PPK dapat terbagi atas 3 kelompok Bengen 2008 berdasarkan asal-usul
geologi dan evolusi tektonik: 1.
Pulau-pulau Sistem Busur. Secara geomorfologi memiliki karakteristik: terletak pada zona subduksi membentuk rantai busur pulau-pulau vulkanik
yang berasosiasi dengan cekungan laut dalam hingga 6.000 m, aktivitas vulkanik yang baru terjadi lebih menonjol, fokus gempa lebih dalam dari 70
km, laut dangkal pada sisi daratan dari busur, aliran panas tinggi pada sisi daratan dari busur dan sangat jelas terlihat pada lingkar Pasifik: mulai dari
sisi utara Selandia Baru, terus ke Melanesia hingga Indonesia, Filipina, Jepang, Kep. Kuril, dan sisi timur melalui kepulauan Aleutian. Pulau-pulau
ini memiliki 75 dari gunung api aktif maupun yang baru mati berada di lingkar Pasifik seperti di Samudera Hindia, yang terjadi di Jawa dan
Sumatera. 2.
Pulau-pulau Oseanik. Proses pembentukannya terbentuk dari pengangkatan material ke atas permukaan laut dari zona sempit gunung api bawah laut,
proses vulkanik umumnya terkonsentrasi pada sumbu dari lembah
12 perbukitan simetris yang membentuk pulau. Klasifikasi pulau-pulau
Oseanik terbagi atas 4 kategori: a Pulau vulkanik formasi baru: biasanya berukuran kecil, berpantai
curam dengan rataan yang sempit. Komunitas biologis memiliki jumlah jenis dan kelimpahan yang terbatas,
b Pulau vulkanik formasi tua: terbentuk dari beberapa kali erupsi yang sebagian besar berumur tersier. Tanahnya subur, dan pesisirnya
terbentuk formasi karang, khususnya karang tepi fringing reef, c Pulau vulkanik dengan laguna dan karang penghalang: terjadi karena
penenggelaman dan pertumbuhan formasi karang, sehingga pulau dikelilingi oleh terumbu berlaguna. Pada sisi yang terkena
gelombang windward pertumbuhan karang yang cepat membentuk terumbu yang lebih tebal, sedangkan pada sisi terlindung tidak
terkena gelombang leeward terumbu karang lebih tipis. Tanahnya subur, dan sumberdaya lautnya kaya dan,
d Pulau Atol: proses penenggelaman dan naiknya terumbu yang menutupi laguna. Tanahnya kapur dan tidak subur. Sumberdaya air
di pulau atol terbatas. 3.
Pulau-pulau berasosiasi dengan dinamika Paparan Benua. Pembentukan pulau-pulau yang berasosiasi dengan Dinamika Paparan Benua adalah: i.
terbentuk dari hasil aktivitas tektonik yang menonjol pada daerah paparan benua, ii. pulau yang terbentuk umumnya lebih besar dan bergunung dari
pada sistem busur maupun pulau oseanik. Contohnya: Kepulauan Fiji, Solomon dan Seychelles di Pasifik dan iii. aktivitas tektonik
direpresentasikan oleh seringnya gempa yang berdampak besar namun memiliki sumberdaya mineral: hidrokarbon, nikel, tembaga, mangan dll.
Pulau dapat dikelompokkan atas 2 kelompok yaitu pulau oseanik pulau kecil dan pulau kontinental pulau besar. Pulau oseanik dapat dibagi atas 2
kategori yaitu pulau vulkanik dan pulau koral. Karakteristik topografi pulau-pulau kecil Oseanik tidak mempunyai pola yang tetap dan tergantung kepada tipe
pulau Bengen 2008: i. Pulau-pulau vulkanik cenderung lebih curam dan memiliki area yang lebih tinggi; ii. Pulau-pulau koral atau atol cenderung lebih