Ekosistem mangrove berikutnya adalah Lhok Weng 2 atau Teupin Layeu 1 yang terdiri dari kategori semai, pancang dan pohon Gambar 32. Kategori semai
memiliki jenis Rhizophora mucronata yang tumbuh pada substrat dasar lempung berpasir dan pasir berlempung. Karakteristik Rhizophora mucronata lebih toleran
terhadap substrat yang lebih keras seperti pasir. Tumbuh dalam kelompok dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai. Jarang tumbuh yang
jauh dari air pasang surut, pertumbuhan optimal pada daerah yang tergenang, sedikit kandungan pasirnya, serta pada tanah yang kaya akan humus Kusmana
2005. Rhizophora mucronata mendominasi kategori semai secara keseluruhan dengan jumlah komposisi jenis 100. Zonasi Rhizophora mucronata berada pada
zonasi tengah, kadar salinitas 10-30 ppt dan memiliki akar tunjang dan akar gantung.
Kategori pancang didominasi oleh Rhizophora apiculata yang memiliki jenis akar tunjang dan akar gantung dengan komposisi jenis 100 tumbuh pada
substrat dasar lempung berpasir. Karakteristik dari Rhizophora apiculata berada pada kondisi tergenang saat pasang normal, dan menyukai masukan air tawar
yang kuat secara permanen dan berada pada zonasi tengah Kusmana 2005. Kategori pancang berada pada zonasi pinggir pantai.
Kategori pohon terdapat 1 spesies yaitu Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata dengan masing-masing komposisi jenis sebesar 60 dan
40 . Mengindikasikan bahwa terjadi pertumbuhan alami dari Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata.
Kategori pohon berada pada zonasi pinggir dan tengah. Pertumbuhan ekosistem mangrove Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 berada pada zonasi pinggir
hingga tengah dengan jenis lempung berpasir hingga pasir berlempung. Kondisi vegetasi mangrove pasca tsunami Gambar 33, 34.
Gambar 32. Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai, pancang dan pohon di pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1
Gambar 33. Kondisi mangrove pasca tsunami lokasi Lhok Weng 2Teupin Layeu1 spesies Rhizophora mucronata kategori semai
Gambar 34. Kondisi mangrove di Pantai Lhok Weng2Teupin Layeu 1
a dan b Kategori pancang dan pohon spesies Rhizophora apiculata
b a
U
Pengukuran nilai penting jenis di lokasi Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 pada kategori pohon spesies Rhizophora apiculata adalah 156,8011 individuha dan
Rhizophora mucronata 143,1989 individuha. Nilai tingkat kelangsungan hidup survival ratesr didominasi oleh Rhizophora apiculata 100 Tabel 22
Lampiran 12. Oleh karena itu rehabilitasi mangrove pasca tsunami di lokasi Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 menggunakan spesies Rhizophora apiculata.
Tabel 22
.
Perhitungan NPJ dari ekosistem mangrove Pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 kategori pohon dan SR
No Jenis
NPJ SR
1 Rhizophora
apiculata 156,8011
100
2 Rhizophora
mucronata 143,1989
-
Ekosistem yang berada di sebelah barat dari pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 yaitu Pantai Lhok Weng 2bTeupin Layeu 1b memiliki Nilai tingkat
kelangsungan hidup survival ratesr didominasi oleh Rhizophora apiculata 100 Lampiran 13
Ekosistem selanjutnya adalah Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 yang terdiri dari kategori semai, pancang dan pohon Gambar 35. Kategori semai terdiri dari
1 spesies yaitu Rhizophora apiculata yang hidup pada substrat dasar lempung berpasir dengan komposisi jenis 100 . Spesies ini berada zonasi pinggir pantai
memiliki akar tunjang dan gantung, tumbuh pada perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang permanen berada pada salinitas 10-30
ppt. Kategori pancang juga terdiri dari 1 spesies yaitu Rhizophora apiculata
komposisi jenis 86 dan Rhizophora mucronata komposisi jenis 14 tumbuh pada jenis lempung berpasir dan pasir lempungan. Kategori pancang berada pada
zonasi pinggir pantai ditandai dengan Rhizoporoa apiculata dan zonasi tengah ditandai dengan hadirnya Rhizophora mucronata.
Gambar 37. Kondisi habitat mangrove kategori pohon lokasi Pantai Lhok Weng 3Teupin Layeu 2
a. spesies Rhizophora apiculata dan b. spesies Rhizophora mucronata
Perhitungan nilai penting jenis di lokasi Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 pada kategori pohon memperlihatkan spesies Rhizophora apiculata 199,7998
individuha dan Rhizophora mucronata 72,4084 individuha. Tingkat kelangsungan hidup survival ratesr Rhizophora apiculata sebesar 91,6667
dan Rhizophora mucronata 75 , tingkat kelangsungan hidup survival ratesr Rhizophor aapiculata lebih tinggi dari Rhizophora mucronata. Nilai tersebut
menunjukkan di lokasi tersebut sesuai untuk pertumbuhan spesies Rhizophora apiculata, sehingga jika terjadi rehabilitasi pasca tsunami menggunakan
Rhizophora apiculata Tabel 23 Lampiran 14. Tabel 23
.
Hasil pengukuran Nilai Penting Jenis NPJ ekosistem mangrove Pantai Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 kategori pohon dan SR
No Jenis NPJ
SR 1
Rhizophora apiculata 199,7998
91,6667 2
Rhizophora mucronata 72,4084
75 3
Bruguiera sexangula 27,7919
- Jenis tekstur substrat dasar di Pantai Lhok Weng 1Lam Nibong. Lhok
Weng 2Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 adalah pasir berlempung dan lempung berpasir Tabel 24 hasil analisis menggunakan segitiga
Milar Lampiran 1. Substrat dasar tersebut sesuai untuk spesies Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula
dan Sonneratia alba.
a b
Tabel 24. Penamaan jenis tekstur tanah di Lam NibongLhok Weng 1, Teupin Layeu1Lhok Weng 2 dan Teupin Layeu 2Lhok Weng 3
Tekstur No Lokasi Contoh
Pasir Debu
Liat Substrat dasar
1 Lam NibongLhok Weng 1
Dalam 83,18
16,46 0,36
Pasir Berlempung
2 Lam NibongLhok Weng 1
Hinter Land 80,48
15,01 4,51
Pasir Berlempung
3 Lam NibongLhok Weng 1
Luar 86,34
13,05 0,61
Pasir Berlempung
4 Teupin Layeue 1Lhok Weng
2 Dalam 85,17
12,33 2,5
Pasir Berlempung
5 Teupin Layeue 1Lhok Weng
2 Hinter Land 72,09
19,69 8,22
Lempung Berpasir
6 Teupin Layeue 1Lhok Weng
2 Sisi BaratLuar 74,6
20,46 4,94
Lempung Berpasir
7 Teupin Layeue 2Lhok Weng
3 Dalam 85,75
10,58 3,67
Pasir Berlempung
8 Teupin Layeue 2Lhok Weng
3 Hinter Land 75,26
18,73 6,01
Lempung Berpasir
4. 4 Rangkuman Kerusakan Ekosistem
1. Kerusakan ekosistem mangrove yang sangat parah di Pantai Lhut 1 jenis kategori semai tidak ada kategori pancang dan pohon, akibat dari
gelombang datang run up 3 m dan karakteristik pantai yang landai dan tidak ada pelindung pantai. Ekosistem mangrove di lokasi Pantai Lhut 2,
Lhok Weng 1Lam Nibong, Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 tingkat kerusakan tidak terlalu parah dengan
dijumpai kategori semai, pancang dan pohon. Pantai-pantai tersebut mempunyai sempadan pantai sehingga pada saat gelombang datang run
up vegetasi mangrove dapat terjaga. Ekosistem mangrove di TWA Alur Paneh relatif cukup terjaga, disebabkan tipologi pantai mempunyai gumuk
pasir sand dune. 2. Di bagian selatan dari lokasi penelitian yaitu Pantai Lhut 1, Pantai Lhut 2
dan Lhok Weng 1Lam Nibong, ekosistem mangrove berada di zonasi pinggir pantai ditandai oleh Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa dan
Sonneratia alba kemudian ke zonasi tengah terdapatnya Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum dan Bruguiera gymnorrhiza.
3. Hasil analisis komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai yang paling dominan di Pantai Lhut 1 jenis Rhizophora apiculata
berjumlah 100 , Pantai Lhut 2 Rhizophora stylosa berjumlah 100 , dan Lhok Weng 1Lam Nibong Bruguiera gymnorrhiza berjumlah 83 .
Kategori pancang di Pantai Lhut 1 tidak ada karena terkena tsunami. Pantai Lhut 2 adalah Rhizophora stylosa berjumlah 98 dan di Lhok
Weng 1Lam Nibong Rhizophora apiculata berjumlah 39 . Kategori pohon di Pantai Lhut 2 Rhizophora stylosa berjumlah 94 dan di Lhok
Weng 1Teupin Layeu 1 Rhizophora stylosa berjumlah 65 . 4. Di bagian tengah dari penelitian yaitu Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 dan
Lhok Weng 3Teupin Layeu 2, ekosistem mangrove dari zonasi pinggir Rhizophora apiculata dan zona tengah Rhizophora mucronata.
5. Hasil analisis komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai yang paling dominan semai di Lhok Weng 2Teupin Layeu 1
Rhizophora mucronata berjumlah 100 sedangkan untuk Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 Rhizophora apiculata juga berjumlah 100 . Kategori
pancang di Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 didominasi oleh Rhizophora apiculata berjumlah 100 sedangkan di Lhok Weng 3Teupin Layeu 2
adalah Rhizophora apiculata berjumlah 86. Kategori pohon di Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 adalah
Rhizophora apiculata untuk Lhok Weng 2 Teupin Layeu 1 berjumlah 60, sedangkan di Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 berjumlah 86 .
6. Di bagian utara daerah penelitian adalah ekosistem TWA Alur Paneh ekosistem mangrove berada pada zone pinggir pantai dicirikan oleh
Rhizophora stylosa dan zona tengah Xylocarpus granatum dan Bruguiera gymnorrhiza. Hasil analisis komposisi jenis berdasarkan kerapatan
mangrove kategori semai didominasi oleh Rhizophora stylosa berjumlah 83 . Kategori pancang dan kategori pohon didominasi oleh Rhizophora
stylosa untuk pancang berjumlah 37 sedangkan untuk pohon berjumlah 32 .
7. Nilai penting jenis NPJ ekosistem mangrove kategori pohon di Pantai Lhut 2 didominasi oleh spesies Rhizophora stylosa 231 individuha yang
tumbuh di zonasi pinggir pantai dan tingkat kelangsungan hidup survival
rate 9.19 . Rehabilitasi pasca tsunami dengan menanam Rhizophora stylosa.
8. Nilai penting jenis NPJ ekosistem mangrove kategori pohon di Lhok Weng 1Lam Nibong adalah spesies Sonneratia alba 134,8036 individuha
dengan tingkat kelangsungan survival rate 42,857 , namun nilai tingkat kelangsungan hidup survival rate yang tertinggi Rhizophora apiculata
72,22 . Usulan penanaman kembali menggunakan spesies Sonneratia alba dan Rhizophora apiculta yang tumbuh pada zonasi pinggir pantai.
9. Nilai penting jenis NPJ ekosistem mangrove kategori pohon di Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 adalah spesies Rhizophora apiculata 156,801
individuha tumbuh di zonasi pinggir pantai dengan tingkat kelangsungan hidup survival rate. 100 . Usulan penanaman kembali menggunakan
spesies Rhizophora apiculata. 10. Nilai penting jenis NPJ ekosistem mangrove kategori pohon di Lhok
Weng 3Teupin Layeu 2 adalah spesies Rhizophora apiculata 199.8 individuha yang tumbuh di zonasi pinggir pantai dengan tingkat
kelangsungan hidup survival rate 91,67 . Rehabilitasi pasca tsunami menggunakan spesies Rhizophora apiculata.
11.
Nilai penting jenis NPJ ekosistem mangrove kategori pohon di TWA Alur Paneh adalah Xylocarpus granatum 88,754 individuha yang tumbuh
di zonasi tengah dengan tingkat kelangsungan hidup survival rate 75 . Tingkat kelangsungan hidup survival rate yang tertinggi adalah
Rhizophora apiculata berjumlah 100 tumbuh di zonasi pinggir pantai. Rehabilitasi pasca tsunami menggunakan 2 dua spesies untuk lokasi
pinggir pantai menggunakan Rhizophora apiculata, sedangkan untuk zonasi tengah Xylocarpus granatum.
5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI
5.1 Tsunami Pulau Weh
Kejadian gempabumi yang disertai tsunami dengan kekuatan 9,1-9,3 MW atau 9,3 SR Lay et al. 2005; USGS 2004 mengakibatkan terjadi kerusakan
ekosistem mangrove, terumbu karang dan infrastruktur. Data dari Pemerintah daerah Kota Sabang tahun 2004 korban jiwa dan benda terdiri atas 11 orang
meninggal, 843 rumah rusak, 31 gudang bengkel, 11 ruko, 99 warung sehingga total kerugian mencapai Rp. 145.097.506.000,-. Kerusakan yang cukup parah
terjadi di sisi timur Pulau Weh yang berbatasan dengan Selat Malaka Malaka hal ini disebabkan tsunami berasal dari Teluk Balohan.
Sebelah barat Pulau Weh adalah pantai bertebing terjal sehingga kerusakan relatif ringan, namun di bagian tengah dari Pulau Weh yang merupakan lokasi
penelitian terjadi kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan infrastruktur cukup parah akibat tsunami yang berasal dari Teluk Lhok Pria Laot.
Wilayah yang rusak akibat tsunami antara lain Pulau Rubiah, Pantai Iboih, Pantai Teupin Layeu, Pantai Lhut dan Pantai Lam Nibong. Tsunami terjadi
sebanyak 5 kali, gelombang pertama hingga ke tiga berlangsung cukup lama sekitar 15 menit, gelombang ke empat dan kelima berlangsung singkat. Tinggi
gelombang datang run up sekitar 2 -5 m yang menerjang pesisir pantai Iboih dan Pulau Rubiah, kejadian tsunami berlangsung jam 8 waktu setempat. Dampak dari
tsunami 10
bungalowtempat penginapan
di Pulau
Rubiah hilang,
inundasigenangan di pantai Iboih pada saat tsunami yang pertama sejauh 30 m, kemudian surut selama 2 menit, kejadian ke dua inundasi sejauh 50 m, kemudian
surut sekitar 5 menit. Diantara kejadian pertama dan kedua diiringi gempa selama 5 menit, kemudian kejadian ke empat dan kelima inundasigenangan sejauh 20 m.
Akibat dari kejadaian tersebut menyebabkan terjadi kerusakan di pesisir Pantai Iboih antara lain beberapa pertokoan rusak, 17 kapal nelayan hilang, beberapa
rumah warga di Pantai Lhut rusak Gambar 38, tempat penginapan di Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 rusak Gambar 39 dan tambak rakyat di Teluk Boih rusak
Gambar 40. Kerusakan juga terjadi di ekosistem mangrove seperti batang pohon mangrove patah, tercabut dari akarnya bahkan ada yang hilang disapu gelombang.
Pada saat terjadi tsunami masyarakat di Pulau Rubiah dan pesisir pantai Iboih evakuasi lari ke bukit, dari informasi penduduk setempat tidak ada korban jiwa.
Gambar 38. Rumah terkena gempabumi dan tsunami lokasi Pantai
Lhut Gambar 39.Pondok penginapan
bungalow rusak terkena tsunami. Lokasi Lhok
Weng 2
Gambar 40. Tambak rakyat di Teluk Boih terbengkalai akibat
tsunami
Tsunami yang menerjang pesisir timur Pulau Weh atau sekitar Teluk Lhok Pria Laot mengakibatkan terjadi genanganinundasi sehingga menimnulkan
kerusakan ekosistem dan infrastruktur. Sebaran genangan di wilayah tersebut perlu diketahui luas sebaran dengan membuat model genangan di lokasi tersebut.
5.2 Model Genangan Tsunami Penelitian
Lokasi penelitian berada di Kelurahan Iboh dan Kelurahan Gapang, Kabupaten Sukakarya pada saat terjadi tsunami sebaran genanganinundasi sejauh
antara 30-50 m dengan tinggi gelombang datang 3-5 m. Dalam penelitian ini yang dikaji lebih dalam adalah tinggi gelombang 30 m, tinggi gelombang di bawah 30
m dilakukan pula pembuatan model genangan namun tidak dikaji lebih dalam. Alasan menggunakan tinggi gelombang 30 m karena ingin mengetahui seberapa
jauh sebaran inundasi yang terjadi di wilayah pesisir dan wilayah mana saja yang relatif aman hingga sangat rentan. Dalam pembuatan model mengacu hasil
penelitan Imamura dan Iida 1949 gelombang 30 m merupakan gelombang yang sangat dahsyat dengan tingkat kerusakan yang nyata di garis pantai lebih dari 500
km. Pembuatan model genanganinundasi menggunakan aplikasi model builder
yang diolah dengan perangkat lunak ARCGIS 9.3 ESRI. Parameter yang diperlukan adalah Peta Kontur Gambar 41, Peta Tiga Dimensi Kemiringan
Lereng Gambar 42, dan Peta Penggunaan Lahan yang diperoleh dari citra ALOS AVNIR-2 Gambar 43. Olahan Citra ALOS AVNIR-2 tertera pada Lampiran
Peta Penggunaan Lahan dikonversi berdasarkan kekasaran permukaan untuk mendapatkan Peta Koefisien Kekasaran Permukaan Gambar 44.
Setelah diperoleh Peta Tiga Dimensi Kemiringan Lereng Gambar 42 dan Peta Koefisien Kekasaran Permukaan Gambar 44 maka dilakukan proses model
builder untuk mendapatkan Peta Genangan Gelombang Datang 30 M Gambar 45. Dampak dari tinggi gelombang 30 m menutupi semua penggunaan tutupan
lahan. Luas genangan seluruhnya 427,6933 ha terdiri atas Vegetasi Mangrove 39,7549 ha, Hutan 303,07001 ha, Kebun 25,6609 ha, Lahan Terbangun
6,1840 ha, Lahan Terbuka 53,0234 ha dan Tidak terkena tsunami 568, 4441 ha. Uraian luas genangan tertera dalam Tabel 25.
Tabel 25. Luas genangan pada penggunaan lahan No Penggunaan Lahan dan Kelas Kerentanan
Luas Genangan Ha 1
Hutan
303,0701
Hutan Aman
2,2876
Hutan Cukup Rentan
27,4254
Hutan Rentan
79,0712
Hutan Sangat Rentan
194,2858
2 Vegetasi mangrove
39,7549
Vegetasi mangrove Cukup Rentan
0,0006
Vegetasi mangrove Rentan
0,3308
Vegetasi mangrove Sangat Rentan
39,4235
3 Kebun
25,6609
Kebun Cukup Rentan
2,0474
Kebun Rentan
3,8170
Kebun Sangat Rentan
19,7965
4 Lahan Terbangun
6,1840
Lahan Terbangun Rentan
0,4057
Lahan Terbangun Sangat Rentan
5,7783
5 Lahan Terbuka
53,0235
Lahan Terbuka Aman
0,0003
Lahan Terbuka Cukup Rentan
1,1982
Lahan Terbuka Rentan
20,4985
Lahan Terbuka Sangat Rentan
31,3266
Total Luas Genangan
427,6933
Sumber: Hasil Analisis 2011 Wilayah yang tergenang cukup luas dapat dikatakan terjadi di sepanjang
pesisir Kecamatan Sukakarya, maka perlu diketahui tingkat kerentanan di lokasi yang tergenang. Tahapan dalam pembuatan tingkat kerentanan dibutuhkan peta
tematik seperti Peta Kontur Gambar 41, Peta Jarak Genangan Gelombang 30 M Gambar 46 dan Peta Bentuklahan Gambar 47. Masing-masing peta tematik
diberi bobot seperti pada Tabel 14, Tabel 15 dan Tabel 16 kemudian dilakukan proses tumpang susun overlay sehingga diperoleh Peta Tingkat Kerentanan
Gambar 48 pembagian kelas terdapat pada Tabel 17. Hasil analisis menunjukkan luas sebaran genangan dari masing-masing kelas tertera pada Tabel 26.
Tabel 26. Luas sebaran genangan dari masing-masing kelas tingkat kerentanan Kelas Tingkat Kerentanan
Luas sebaran genangan ha Aman
2,6893 Cukup Rentan
31,4052 Rentan
102,6931 Sangat Rentan
293,0427
Kelas Sangat Rentan mempunyai sebaran yang sangat luas dan terdapat di sepanjang pesisir bagian timur, semakin ke arah barat menjadi berangsur Aman.
Hal ini disebabkan oleh: 1. Kontur, 2. Bentuklahan dan 3. Jarak Genangan.
5.3 Rangkuman Genangan Akibat Tsunami
1. Kejadian gempa bumi yang diikuti oleh tsunami pada tanggal 24 Desember 2004 mengakibatkan pesisir timur dan bagian tengah Pulau
Weh rusak akibat gelombang. Kerusakan yang terjadi meliputi infrastruktur dan ekosistem pesisir dan mangrove.
2. Tinggi gelombang tsunami yang dimodelkan 30 m, pemodelan genangan inundasi menggunakan model builder. Genanganinundasi terjadi hampir
disemua tutupan lahan. Luas genangan seluruhnya 427,6933 ha tersebar di Vegetasi mangrove 39,7549 ha , Hutan 303,0701 ha, Kebun 25,6609
ha, Lahan Terbangun 6,1840 ha, Lahan Terbuka 53,0234 ha. 3. Wilayah yang terkena inundasi di pesisir yang memiliki tingkat kerentanan
yang sangat rentan, semakin ke arah barat berangsur menjadi aman dipengaruhi oleh kontur, bentuk lahan dan jarak genangan.
6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI
6.1 Kerusakan Ekosistem Mangrove Akibat Tsunami
Tsunami yang menerjang pesisir Kecamatan Sukakarya dengan tinggi gelombang datang run up antara 2- 5 m mengakibatkan kerusakan di ekosistem
mangrove, kawasan tambak, infrastruktur, rumah, kedai dan pondok penginapanbungalow.
Lokasi kerusakan umumnya yang berhadapan langsung dengan perairan Teluk Lhok Pria Laot, yaitu Teluk Boih, Pantai Lhok Weng, Pantai Lhut, dan
Pantai Lam Nibong. Wilayah ekosistem mangrove yang dampak kerusakan relatif rendah adalah pantai TWA Alur Paneh dan Teluk Boih karena memiliki gumuk
pasir sand dune, jarak antara garis pantai dengan ekosistem mangrove antara 30-50 m, kelerengan pantai yang relatif terjal sekitar 5
o
hasil pengukuran lapangan tertera di lampiran 2 dengan jenis pantai berbatu.
Ekosistem mangrove yang terdapat di lokasi penelitian tersebar di Pantai TWA Alur Paneh, Teluk Boih, Pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1, Pantai Lhok
Weng 3Teupin Layeu 2, Pantai Lhut Gambar Peta 49. Pesisir Pantai Lho Weng 2Teupin Layeu 1, Pantai Lho Weng 3Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai
Lhok Weng 1Lam Nibong memiliki garis pantai yang relatif dekat dengan perairan Teluk Lho Pria Laot. Pantai Lhut 1 kerusakan ekosistem mangrove rusak
parah sejauh 300 m karena tidak memiliki garis pantai, topografi datar dengan kemiringan 1
o
-2
o
. Ekosisitem mangrove Pantai Lhut 2, Pantai Lhok Weng 1Lam Nibong, Pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu1, Lhok Weng 2bTeupin Layeu 1b
dan Pantai Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 semakin menuju ke arah pedalaman hinterland secara berangsur kerusakan ekosistem mangrove tidak terlalu rusak.
Hal ini disebabkan karena jarak dari garis pantai ke ekosistem mangrove kurang lebih 30-50 m, kerapatan mangrove cukup padat, sebagian besar kategori pohon
dengan tinggi pohon rata-rata sekitar 20-30 m. Ekosistem mangrove di lokasi tersebut memiliki kerapatan yang cukup dan didominasi oleh kategori pohon
sehingga dapat mereduksi tsunami.
6.2 Jenis Kerapatan dan Ketebalan Ekosistem Mangrove di Lokasi Penelitian dan Strategi Mitigasi
Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai, anakan dan pohon di TWA Alur Paneh dan Teluk Boih adalah
Rhizophora stylosa. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai di Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 2bTeupin
Layeu 1b Rhizophora mucronata, kategori anakan dan pohon adalah Rhizophora apiculata. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove di Lhok
Weng 3Teupin Layeu 2 untuk kategori semai, anakan dan pohon adalah Rhizophora apiculata. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan
mangrove di Pantai Lhut 1 untuk kategori semai adalah Rhizophora apiculata. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori
semai, anakan dan pohon di Pantai Lhut 2 adalah Rhizophora stylosa. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai, anakan
dan pohon di Pantai Lho Weng 1Lam Nibong adalah Rhizophora apiculata. Dominasi jenis spesies di lokasi penelitian pada umumnya Rhizophora apiculata
yang tumbuh di zonasi pinggir pantai. Kerapatan pohon mangrove di setiap pengamatan memiliki jumlah yang
berbeda-beda TWA Alur Paneh 8 pohon per 100 m
2
, Teluk Boih 8 pohon per 100 m
2
, Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 14 pohon per 100 m
2
, Lhok Weng 2 bTeupin Layeu 1b 14 pohon per 100 m
2
, Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 17 pohon per 100 m
2
, Pantai Lhut 2 9 pohon per 100 m
2
dan Lhok Weng 1Lam Nibong 13 pohon per 100 m
2
. Kerapatan pohon mangrove yang memiliki individu pohon terbanyak adalah di Lhok Weng 3Teupin Layeu 2. Ketebalan
ekosistem mangrove di setiap pengamatan memiliki ketebalan yang berbeda pula TWA Alur Paneh 171,7781 m, Teluk Boih 171,7781 m, Lhok Weng 2Teupin
Layeu 1 104,2048 m, Lhok Weng 2bTeupin Layeu 1b 104,2048 m, Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 238,7321 m, Pantai Lhut 2 99,5399 m dan Lhok
Weng 1Lam Nibong 50,9065 m. Ketebalan mangrove yang memiliki tebal maksimal adalah Lhok Weng 3Teupin Layeu2. Dengan memperhatikan hasil
pengamatan lapangan maka Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 memiliki kerapatan dan ketebalan yang maksimal.
Upaya mitigasi yang dilakukan di penelitian ini dengan mengaplikasikan ketebalan maksimal yaitu 238 m dan kerapatan maksimal yaitu 17 pohon per 100
m
2
kedalam SIG dengan menggunakan persamaan 15 b. Persamaan 15 b dibuat dalam bentuk spasial kedalam masing-masing ekosistem mangrove menghasilkan
Peta Reduksi Tsunami I Gambar 50. Peta Reduksi Tsunami I menginformasikan nilai yang terendah 0,0161 dan tertinggi 0,1193, kemudian diolah untuk
mendapatkan 4 kelas, rentang nilai tertinggi-nilai terendah dibagi 4 0,1193- 0,01614, maka diperoleh interval kelas 0,02581. Pembagian 4 kelas yaitu
1.Rendah 0,0161-0,0419, 2. Sedang 0,0419-0,0677, 3.Tinggi 0,0677-0,0935 dan 4.Sangat Tinggi 0,0935-0,1193. Peta Reduksi Tsunami I terbagi dalam 4
kelas tertera dalam Tabel 27. Tabel 27. Kelas tingkat reduksi mangrove
Kisaran Nilai Total Overlay Tingkat Reduksi
Kelas Tingkat Reduksi TRM0,0419
1 Rendah
0,0419 TRM 0,0677 2
Sedang 0,0677TRM 0,0935
3 Tinggi
TRM0,0935 4
Sangat Tinggi Ket: TRM = Tingkat Reduksi Mangrove
Peta Reduksi Tsunami I Gambar 50 menginformasikan kemampuan ekosistem mangrove dengan kerapatan yang sesuai dengan lokasi pengamatan
dalam mereduksi tsunami. Proses selanjutnya dilakukan usaha untuk mereduksi genangan akibat tsunami dengan cara Peta Reduksi Tsunami I Gambar 50
dilakukan proses tumpang susun overlay dengan Peta Tingkat Kerentanan Gambar 48 menggunakan persamaan 16 menghasilkan Reduksi Genangan I.
Hasil dari proses Reduksi Genangan I menghasilkan nilai tertinggi 380 dan terendah 180 maka dibagi menjadi 4 empat kelas sebagai berikut 1. Aman 0-
230, 2. Cukup Rentan 230-280, 3. Rentan 280-330 dan 4. Sangat Rentan 330-380.
Hasil proses Reduksi Genangan I dibuat dalam bentuk spasial menjadi Peta Reduksi Genangan I Gambar 51 terbagi menjadi 4 kelas terdapat dalam Tabel
28.
Tabel 28. Kelas Reduksi Genangan I Kisaran Nilai Total_Skor
Tingkat Kerentanan Kelas Tingkat Kerentanan
RG I 230 1
Aman 230RG I280
2 Cukup Rentan
280RG I 330 3
Rentan RG I 330
4 Sangat Rentan
Ket RG I = Reduksi Genangan I Dari Peta Reduksi Genangan I Gambar 51 sebaran Kelas Sangat Rentan
tersebar di wilayah pesisir timur lokasi penelitian dengan luas sebaran 290,7681 ha, Kelas Rentan luas 104,6581 ha, Kelas Cukup Rentan luas 31,7147 ha dan
Kelas Aman luas 2,7388 ha. Pola sebaran genangan semakin ke arah dalam semakin aman dengan luas yang relatif kecil. Luas sebaran sangat rentan tampak
terdapat di sepanjang pesisir timur Teluk Lhok Pria Laot. Hasil Peta Reduksi Genangan I masih terdapat wilayah yang tergenang menunjukkan bahwa
ekosistem mangrove tidak dapat menahan tinggi gelombang run up 30 m, perlu dilakukan usaha mitigasi kembali agar wilayah pesisir dapat tereduksi dari
tsunami. Usaha yang dilakukan dengan cara peningkatan kerapatan ekosistem mangrove.
Kerapatan ekosistem mangrove di setiap lokasi ditingkatkan dari yang sesuai dengan habitatnya menjadi 15 pohon per 100 m
2
. Dalam proses ini menggunakan persamaan 17 b. Persamaan 17 b dibuat dalam bentuk spasial ke
dalam masing-masing ekosistem mangrove menghasilkan Peta Reduksi Tsunami II Gambar 52. Peta Reduksi Tsunami II menginformasikan nilai yang terendah
0,0163 dan tertinggi 0,1193, kemudian diolah untuk mendapatkan 4 kelas, rentang nilai tertinggi-nilai terendah dibagi 4 0,1193 -0,01634, maka diperoleh interval
kelas 0,0258. Pembagian 4 kelas yaitu; 1.Rendah 0,0163-0,0421, 2. Sedang 0,0421-0,0678, 3. Tinggi 0,0678-0,0936 dan 4. Sangat Tinggi 0,0936-0,1193.
Hasil proses Reduksi Tsunami II dibuat dalam bentuk spasial menjadi Peta Reduksi Tsunami II Gambar 52 terbagi menjadi 4 kelas terdapat dalam Tabel
29.
Tabel 29. Kelas tingkat reduksi peningkatan kerapatan mangrove Kisaran Nilai Total Overlay
Tingkat Reduksi Kelas Tingkat Reduksi
TRPR 0,0420 1
Rendah 0,0420 TRPR0,0678
2 Sedang
0,0678TRPR 0,0936 3
Tinggi TRPR0,0936
4 Sangat Tinggi
Ket: TRPR = Tingkat Reduksi Peningkatan Kerapatan Mangrove Peta Reduksi Tsunami II Gambar 52 merupakan hasil peningkatan
kerapatan ekosistem mangrove di setiap lokasi pengamatan Tahap berikutnya Peta Reduksi Tsunami II Gambar 52 ditumpang susunkan overlay dengan Peta
Tingkat Kerentanan Gambar 48 menggunakan persamaan 18 sehingga menghasilkan Peta Reduksi Genangan II Gambar 53. Hasil dari proses Reduksi
Genangan II menghasilkan nilai tertinggi 380 dan terendah 180 maka dibagi menjadi 4 kelas dengan pembagian sesuai dengan Tabel 20 adapun pembagian
kelas yaitu 1. Aman 180-230, 2. Cukup Rentan 230-280, 3. Rentan 280-330 dan 4. Sangat Rentan 330-380.
Hasil proses Reduksi Genangan II dibuat dalam bentuk spasial menjadi Peta Reduksi Genangan II Gambar 53 terbagi menjadi 4 kelas terdapat dalam Tabel
30. Tabel 30. Kelas Reduksi Genangan II
Kisaran Nilai Total_Skor Tingkat Kerentanan
Kelas Tingkat Kerentanan RG I 230
1 Aman
230RG I280 2
Cukup Rentan 280RG I 330
3 Rentan
RG I 330 4
Sangat Rentan Ket RG I = Reduksi Genangan II
Dari Peta Reduksi Genangan II Gambar 53 sebaran Kelas Sangat Rentan tersebar di sepanjang wilayah pesisir timur lokasi penelitian dengan luas sebaran
290, 7681 ha, Kelas Rentan luas 104, 6581 ha, Kelas Cukup Rentan luas 31,7147 ha dan Kelas Aman 2,7388 ha. Luas sebaran baik dari Peta Reduksi Genangan II
dan Peta Reduksi Genangan I memiliki luas yang sama, jadi dapat diartikan penambahan kerapatan ekosistem mangrove tidak signifikan dalam mereduksi
tsunami. Alternatif strategi mitigasi lain dengan cara penambahan ketebalan ekosistem mangrove di lokasi yang sesuai untuk ekosistem mangrove yaitu Pantai
TWA Alur Paneh, Teluk Boih, Pantai Lhok weng 2Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 2bTeupin Layeu 1b, Pantai Lhok Weng 3 Teupin Layeu 2, Pantai Lhut
dan Pantai Lhok Weng 1Lam Nibong sejauh 102 m ke arah laut dengan kerapatan 15 pohon per 100 m
2
. Hasil penambahan ketebalan mangrove ditampilkan dalam
Peta Strategi Mitigasi. Gambar 54. Tujuan penambahan ekosistem mangrove ke arah laut sejauh 102 m hasil
analisis dan kerapatan setiap lokasi pengamatan 15 pohon per 100m
2
diharapkan dapat menahan tsunami. Dengan demikian dilakukan penanaman kembali
replanting vegetasi mangrove di setiap lokasi pengamatan. Jumlah vegetasi yang diperlukan sesuai dengan karakteristik sifat habitat ekosistem mangrove di
masing-masing lokasi. Kondisi Pulau Rubiah yang memiliki luas 34 ha dan merupakan lokasi
taman laut. Pulau Rubiah tidak memiliki ekosistem mangrove namun memiliki vegetasi pantai. Pada saat terjadi tsunami pulau ini cukup parah kerusakannya
karena berhadapan langsung dengan Teluk Lho Pria Loat dan tidak ada sabuk pelindung green belt. Strategi mitigasi yang dilakukan dengan membuat setback
atau sempadan pantai sejauh 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat Pasal 21 UU No. 272007 dan Pasal 56 ayat 1 PP No. 262008. Kemudian di utara
Pulau Rubiah terdapat Pulau Seulako dengan luas 5 ha merupakan pulau vulkanik sehingga tidak mengalami kerusakan akibat tsunami.
6.3 Penanaman Mangrove Replanting
Penanaman mangrove dilakukan di wilayah pesisir yang sangat rentan. Lokasi sangat rentan terjadi disemua lokasi pengamatan, oleh karena itu
penanaman mangrove dilakukan dari utara lokasi penelitian hingga selatan. Lokasi penanaman vegetasi mangrove Pantai TWA Alur Paneh, Pantai Teluk
Boih, Pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 2bTeupin Layeu 1b, Pantai Lhok Weng 3Teupin Layeu 2, Pantai Lhut 2 dan Pantai Lhok Weng
1Lam Nibong. Penambahan ketebalan ekosistem mangrove di setiap lokasi pengamatan
dengan jarak 102 m ke arah laut disesuaikan dengan tingkat kelangsungan hidup survival rate dari masing-masing ekosistem dan panjang garis pantai. Pantai
Lhut 2 spesies yang sesuai adalah Rhizophora stylosa untuk kategori pohon memerlukan 1.510.110 pohon sedangkan untuk kategori anakan 16.425.758 buah
anakan Lampiran 8. Pantai TWA Alur Paneh spesies yang digunakan Rhizophora apiculata untuk kategori pohon dan anakan, jumlah vegetasi yang
diperlukan 931.770 pohon Lampiran 9. Pantai Teluk Boih rehabilitasi dengan spesies Rhizophora apiculata, jumlah 843.030 pohon untuk kategori pohon dan
anakan Lampiran 10. Pantai Lhok Weng 1Lam Nibong spesies yang digunakan Rhizophora apiculata dengan jumlah kategori pohon 553.860 pohon dan untuk
kategori anakan 1.292.340 buah anakan Lampiran 11. Pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1 memerlukan spesies Rhizophora apiculata untuk kategori
pohon dan anakan sejumlah 765.000 pohon Lampiran 12. Lhok Weng 2bTeupin Layeu 1b baik kategori pohon dan anakan memerlukan 99.450 pohon dengan jenis
spesies Rhizophora apiculata Lampiran 13. Pantai Lhok Weng 3Teupin Layeu 2 memerlukan spesies Rhizophora apiculata untuk kategori pohon sejumlah
2.490.840 pohon untuk kategori anakan 2.717.280 buah anakan Lampiran 14. Penanaman mangrove ke arah laut sejauh 102 m diharapkan dapat
mereduksi tsunami. Implikasi penelitian ini terhadap aspek ekologi adalah menjaga dan merawat konservasi ekosistem mangrove terutama pada wilayah
yang rawan bencana. Penanaman vegetasi mangrove di lokasi tersebut sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sabang Tahun 2014 Gambar 55 Peta
RTRW Kota Sabang. Seperti halnya lokasi Pantai TWA Alur Paneh dan Teluk
Boih diperuntukan untuk pariwisata namun hasil dari analisis merupakan wilayah yang sangat rentan sehingga dilakukan penanaman vegetasi mangrove ke arah laut
sehingga jenis pariwisata bisa diusulkan yang berbasis ekosistem mangrove. Selanjutnya lokasi pantai Lhok Weng 2Teupin Layeu 1, Lhok Weng 2bTeupin
Layeu 1b, Lhok Weng 3Teupun Layeu 2, Pantai Lhut 1, Pantai Lhut 2 dan Pantai Lhut 3 merupakan kawasan penghijauan, sehingga jika dilakukan penanaman
kembali vegetasi mangrove sesuai dengan arahan RTRW. Penanaman mangrove dapat dilakukan dilokasi yang sesuai dengan substrat
mangrove yang terdiri atas pasir lempungan hingga lempung berpasir. Di beberapa lokasi di pesisir timur Pulau Weh tidak selalu terdapat mangrove upaya
mitigasi yang dilakukan dengan vegetasi pantai seperti nypa, cemara laut dan kelapa
Penanaman ekosistem mangrove tidak dapat dilakukan di Pulau Rubiah dan Pulau Seulako. Pulau Rubiah dengan melakukan sempadan pantai sejauh 100 m
ke arah daratan dengan mengoptimalkan vegetasi pantai. Pulau Seulako tidak perlu perlakukan khusus karena merupakan pulau vulkanik.
6.4 Sosialisasi Bencana Tsunami kepada Masyarakat dan Kelembagaan
Indonesia yang terletak diantara tiga lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo- Australia merupakan daerah yang rentan akan bencana gempabumi yang dapat
diikuti tsunami. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendeteksian gempabumi dan tsunami dan sosialisasi kepada masyarakat akibat dari bencana dan
pencegahannya. Pemasangan alat “Ocean Bottom Unit” dan “Buoy Tsunami Indonesia Early
Warning System” Gambar 56 telah dipasang tahun 2008 di sekitar perairan Pulau Rondo pada posisi 6.0955
o
LU dan 95.0981
o
BT. Ocean Bottom Unit OBU diletakkan pada kedalaman 2.000 m, dilengkapi sensor dapat mendeteksi
anomali elevasi muka laut atau tsunami. OBU secara aktif mengirim data melalui underwater acoustic modem ke tsunami buoy yang terpasang di permukaan laut.
“Tsunami Buoy” berperan sebagai penerima data dari OBU dan mentranmisikan data tersebut melalui Satelit ke Gedung I BPPT Diposaptono dan Budiman
2008. Selain pemasangan alat maka perlu dilakukan sosialisasi masyarakat
bagaimana menyelematkan diri dari bahaya gempabumi dan tsunami. Bencana gempabumi dan tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 melanda
negara-negara yang berada di Samudera Indonesia Indian Ocean maka melalui The Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO IOC-
UNESCO membangun sistem peringatan dini tsunami regional. Koordinasi antar berbagai negara telah dilakukan dalam rangka pembangunan sistem tersebut
termasuk membentuk
task team
yang selanjutnya
tergabung dalam
Intergovernmental Coordination Group for The Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System ICGIOTWS. Sistem peringatan dini regional
diujicobakan melalui kegiatan “Indian Ocean Wave Exercise” 2009, dengan skenario persis seperti bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004. Sistem
peringatan dini dapat berjalan cepat kepada masyarakat dengan adanya kerjasama antara Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana PUSDALOPS PB
dan Aparat Penanggulangan Bencana dalam merespon informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG untuk meneruskan kepada
masyarakat dan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan respon tanggap darurat. Dalam pengoperasian sistem peringatan dini agar dapat berjalan
maksimal perlu adanya peningkatan kapasitas dari PUSDALOPS dan Aparat juga simulasi penanggulangan bencana dilakukan setahun dua kali.
Gambar 56. Alat “Ocean Bottom Unit” dan “Tsunami Buoy”
Diposaptono dan Budiman 2008