BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sikh adalah salah satu ‘agama’ yang ada di dunia. Sikh didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji 1469-1539 pada akhir abad ke-15, dan berkembang pesat
pada abad ke-16 sampai ke-17. Sikh di dirikan di Punjab yang berarti ‘tanah dari 5 sungai, suatu daerah antara Pakistan dan barat daya India. Agama ini mayoritas
berkembang pada masyarakat suku Punjabi itu sendiri. Pesatnya perkembangan agama Sikh juga menyebabkan terjadinya
penyebaran ke seluruh wilayah di dunia. Begitu juga dengan wilayah di Indonesia, secara khusus di Sumatera Utara. Menurut Tengku Luckman Sinar 1991, dalam
tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain di kota Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang
Siantar, Perbaungan, dan Tebing Tinggi. Sikh secara umum merupakan salah satu ajaran agama. Akan tetapi,
menurut Bapak Daliph Singh wawancara pada tanggal 18 April 2012
1
, kata Sikh itu sendiri mempunyai arti yakni “belajar terus-menerus”, hidup dalam
kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru
2
.
1
Bapak Dalip Singh merupakan salah satu Pendeta kaum Sikh yang saat ini bertugas di Gurdwara Tebing Tinggi.
2
Waheguru merupakan sebutan kepada Tuhan kaum Sikh.
Universitas Sumatera Utara
Seperti semua agama yang ada di dunia, Sikh juga memiliki tata cara penyembahan tersendiri terhadap Waheguru. Penyembahan rutin mereka salah
satunya ialah ibadah bersama jemaat yang mereka lakukan di Gurdwara
3
setiap hari Minggu yang dimulai pukul 09.00 WIB dan biasanya berakhir pada pukul
12.00 WIB. Ibadah ini terdiri dari 3 bagian besar yang dimulai dengan pelaksanaan Asa Di Waar lalu Kirtan dan di akhiri dengan Ardas. Asa Di Waar
berasal dari kata ‘Asa’ yang mempunyai arti pengharapan, ‘Di’ yang artinya ‘kepada Tuhan’, dan Waar yang artinya nyanyian. Jadi Asa Di Waar dapat
diartikan sebagai nyanyian-nyanyian yang berisi tentang perngharapan kepada Tuhan. Kirtan adalah bentuk pemujaan kepada Waheguru. Ini dilakukan dengan
menyanyikan lagu-lagu pujian yang diambil dari kitab suci Sri Guru Granth Sahib
. Ardas adalah doa yang umum bagi umat Sikh dan biasanya dilakukan di akhir ibadah. Ini adalah suatu cara untuk mengingat Waheguru, guru-guru dan
juga pengorbanan yang dilakukan semua umat Sikh. Dalam penulisan ilmiah ini, penulis lebih lanjut akan membahas tentang
Asa Di Waar secara spesifik, yang merupakan bagian pertama dalam tata ibadah
mingguan Sikh. Asa Di Waar
merupakan kumpulan 24 ayat yang di ambil dari halaman 462-475 kitab suci Sikh yang bernama “Sri Guru Grant Sahib” yang biasanya
untuk mempermudah penggunaannya dibuat kedalam 1 buah buku. Asa Di Waar merupakan kidung pujian yang selalu menjadi pendahuluan dalam ibadah. Asa Di
Waar dalam ibadah rutin umat Sikh biasanya dinyanyikan dengan menggunakan
3
Gurdwara ialah nama rumah ibadah kaum Sikh. Gurdwara artinya gerbang menuju Guru. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan tiang tinggi yang diujungnya berkibar bendera berwarna
kuning yang mereka sebut dengan Nishan Sahib bendera kaum Sikh.
Universitas Sumatera Utara
beberapa alat musik, seperti harmonium dan tabla. Asa Di Waar memakai konsep call and respon
dengan cara bersahut-sahutan dalam pelaksanaannya, dimana sebagai contoh ayat pertama dinyanyikan oleh pemimpin yang bertindak sebagai
pimpin disini ialah pemusik secara langsung lalu ayat itu diulangi lagi oleh para peserta yang bertindak sebagai peserta ialah jemaat. Demikian seterusnya
sampai ayat ke-24 selesai dinyanyikan. Asa Di Waar biasanya berdurasi kurang lebih 60 sampai 90 menit.
Dalam pelaksanaannya, Asa Di Waar berarti membaca ayat-ayat yang berupa pengharapan kepada Waheguru dengan cara dinyanyikan. Oleh sebab
penyajian dinyanyikan maka Asa Di Waar memiliki melodi dan teks. Pada umumnya melodi dalam Asa Di Waar dinyanyikan secara berulang-ulang, tetapi
teksnya berubah-ubah sesuai dengan setiap ayat yang isinya berbeda-beda. Ini disebut dengan strofik. Dengan kata lain, Asa Di Waar lebih mengutamakan kata-
kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic. Lebih lanjut penulis ingin melihat hubungan antara teks dan melodi musikal pada Asa Di Waar. Hal ini
menjadi satu dari beberapa alasan penulis untuk mengangkat topik ini sebagai objek penelitian.
Hal lain yang menjadi ketertarikan penulis ialah menurut hasil wawancara dengan bapak Daliph Singh, penulis mendapati bahwa ke-24 ayat pada Asa Di
Waar memiliki cerita dan makna tersendiri. Sehingga penulis ingin melihat lebih
jauh tentang makna yang terkandung di dalam Asa Di Waar ini. Hal lain yang menjadi alasan penulis untuk mengangkat Asa Di Waar
sebagai topik penelitian ialah karena Kirtan serta Ardas telah diteliti terlebih
Universitas Sumatera Utara
dahulu dan telah dibuat ke dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Departemen Etnomusikologi. Sehingga penulis merasa penting untuk melihat satu bagian lagi
dari tiga bagian besar ibadah Sikh yaitu Asa Di Waar tersebut. Karena Asa Di Waar ini merupakan bagian dari ibadah keagaaman, maka
penelitian dilakukan di Gurdwara Perbandak Committee, yang terletak di Jalan Teuku Umar, Medan. Lebih lanjut, karya tulis ilmiah ini akan diberi judul,
“Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee
, Tengku Umar, Medan.”
1.2 Pokok Permasalahan