Validasi Model Untuk pendugaan nilai penyerapan Polutan

digunakan dalam perencanaan RTH Kota. Selanjutnya hasil uji keberlakuan penyerapan polutan NOx disajikan pada Tabel 31 dan Lampiran 2c. Tabel 30 . Verifikasi hasil simulasi model CITYGreen dengan hasil pengukuran lapang metode T- test penyerapan Polutan SOx: TABEL ANOVA t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Serapan SO2 gram dg CITYgreen Serapan SO2 gram dg Pengukuran Lapang Mean 1821,6 2074,385455 Variance 2383916,832 3209385,08 Observations 11 11 Hypothesized Mean Difference df 20 t Stat -0,354498411 PT=t one-tail 0,363337911 t Critical one-tail 1,724718218 PT=t two-tail 0,726675822 t Critical two-tail 2,085963441 Pendugaan Reduksi Polutan SO2 Serapan SO2 gram dg CITYgreen Serapan SO2 gram dg Pengukuran Lapang 1.306,80 1.321,92 1.742,40 2.131,92 5.227,20 5.961,60 3.484,80 4.259,52 3.484,80 3.810,24 871,20 837,00 871,20 845,64 435,60 628,56 871,20 1.211,76 871,20 993,60 871,20 816,48 Tabel 31 . Verifikasi hasil simulasi model CITYGreen dengan hasil pengukuran lapang metode T- test penyerapan Polutan NOx: TABEL ANOVA 1. Pendugaan Reduksi Polutan NO2 Serapan NO2 gram dg CITYgreen Serapan NO2 gram dg Pengukuran Lapang 2.613,60 2.673,22 4.356,00 4.311,22 11.761,20 12.055,68 8.276,40 8.613,70 7.405,20 7.705,15 1.742,40 1.692,60 1.742,40 1.710,07 1.306,80 1.271,09 2.178,00 2.450,45 1.742,40 2.009,28 1.742,40 1.651,10 t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Serapan NO2 gram dg CITYgreen Serapan NO2 gram dg Pengukuran Lapang Mean 4078,8 4194,868364 Variance 12305978,78 13124403,87 Observations 11 11 Hypothesized Mean Difference df 20 t Stat -0,076336766 PT=t one-tail 0,469954825 t Critical one-tail 1,724718218 PT=t two-tail 0,939909651 t Critical two-tail 2,085963441 Hasil analisis juga memberikan beberapa catatan mengenai keunggulan dan kelemahan CITYGreen sebagai berikut: Keunggulan 1. Citygreen merupakan piranti lunak program estimasi nilai ekologis lingkungan, dimana perhitungan dasarnya menggunakan beragam hasil penelitian terkait,yang dilakukan secara kontinyu sehingga dapat menggambarkan kondisi pertumbuhan dan perkembangan pepohonan secara periodik. Model simulasi ini dapat dikategorikan dinamis, karena ada unsur waktu serta skenario yang saling terkait dan berhubungan satu sama lain 2. Nilai ekonomi yang didapat dari hasil analisis tersebut dihasilkan berdasarkan nilai potensial lingkungan nilai eksistensi dan nilai jasa ekosistem hutan kota dari nilai penggunaan tidak langsung, dan bukan hanya dihitung berdasarkan nilai ekonomis kayu saja. 3. Hasil analisis Citygreen dalam valuasi jasa ekosistem ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan lingkungan perkotaan secara umum. Hal ini merupakan hal yang baru. mengingat bahwa selama ini nilai ekonomi jasa ekosistem sering dinilai under value 4. Citygreen mampu melakukan perhitungan secara cepat dan tepat, dengan akurasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dari manfaat ekologis keberadaan pepohonan dan vegetasi dengan parameter berbeda yang dapat digunakan sebagai dasar justifikasi potensi lingkungan terhadap pembangunan kota 5. Citygreen juga dilengkapi dengan simulasi model alternatif tree growth modellingyang merupakan simulasi dinamis perhitungan manfaat ekologis lingkungan. Model alternatif ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran jangka panjang tentang nilai manfaat ekologis dan ekonomi dari keberadaan pepohonan kepada pemangku kepentingan. Model ini merupakan skenario yang dapat disetting sesuai dengan maksud dan tujuan studi 6. CITYgreen mengestimasi jumlah polusi yang dapat dijerab dan tersimpan berdasarkan studi sebelumnya, berkaitan dengan data polusi kota yang digunakan sebagai benchmark 7. Mengestimasi laju penjerapan dan penyimpananan carbon berdasarkan luas area penutupan kanopi pohon dan tipe distribusi pohon. 8. Nilai ekonomi dihitung berdasarkan externality cost atau biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran biaya kesehatan dan mengurangi biaya untuk wisata Beberapa Kelemahan CITYGreen: 1. Indonesia secara umum belum ada standar nominal untuk menentukan externality cost sehingga biaya yang terhitung sebagai hasil analisis ekonomi nya didasarkan pada nilai externality cost dari kota yang digunakan sebagai benchmarkdlm CITYGreen 2. Perlu adanya penyesuaian nilai adjusment value dari nilai tren polusi untuk kota-kota di Indonesia sehingga perhitungan nya menjadi lebih akurat 3. Penangkapan polutan yang dihitung dalam Citygreen terbatas pada polutan yang ditangkap oleh kanopi pepohonan, tanpa memperhitungkan manfaat semak, perdu dangroundcover lain.

5.7. Skenario Pengembangan RTH Kota

Sistem pertamanan kota ini berpusat pada Kebun Raya Bogor yang merupakan pusat dari RTH Bogor, kemudian dihubungkan dengan jalur hijau jalan menuju pada taman-taman kota yang dibangun kemudian pada kawasan kecamatan Bogor Barat, Bogor Utara, Tanah Sareal dan Bogor Selatan. Bappeda Kota Bogor, 2007.Dengan rata-rata ketersediaan RTH yang cukup tinggi dibandingkan kota lain. Keberadaan RTH kota dalam berbagai bentuknya yang relatif bervariasi, membuat kota penelitian ini cukup nyaman, dengan pola penyebaran RTH yang dominan mengumpul pada lokasi-lokasi tertentu. Hasil pengamatan lapang menunjukkan kecenderungan pola mengumpul juga terlihat pada setiap wilayah kecamatan. Sejalan dengan hasil penelitian Nurisjah 2005 yang menyebutkan bahwa masyarakat Kota Bogor mempunyai preferensi dan pilihan tersendiri terhadap RTH kotanya, dengan pilihan tertinggi pada RTH mengelompok berbentuk kawasanarea, dengan ukuran yang relatif luas, dan berfungsi sosial, arsitektural serta biofisik. Preferensi masyarakat ini merupakan modal dasar yang mendukung upaya optimalisasi nilai fungsional RTH dalam penyediaan RTH sesuai pilihan masyarakat, yaitu yang berkonfigurasi alami, berbentuk ruang publik yang akomodatif, dan memberi peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dalam menjaga kelestarian keberadaan RTH eksisting serta pencapaian terwujudnya Bogor Kota Hijau diperlukan konsep pengelolaan RTH yang lebih baik di masa depan. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa kecenderungan peningkatan kawasan terbangun semakin tinggi dari tahun ke tahun; disamping itu pada periode tahun 2005-2010 terdeteksi kecenderungan perubahan lahan pertanian kota lebih dari 8 dan telah berakibat menurunnya luas RTH kota, sedangkan upaya penambahan taman kota yang dilakukan masih kurang dari 1. Untuk itu maka intervensi kebijakan harus dilakukan untuk mencegah semakin tingginya laju penurunan RTH, sehingga dalam penelitian ini dirancang beberapa alternatif skenario dimana masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hasil simulasi dan analisis selengkapnya akan dibahas lebih rinci pada pembahasan berikut. Rancangan pengelolaan RTH Kota Bogor yang dikembangkan dalam penelitian ini dibuat dengan berdasarkan pada konsep utama, yaitu : merancang RTH untuk mengurangi volume limpasan permukaan, dan menurunkan polutan konsentrasi karbon ambient. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dalam penyusunan skenario ini diperhatikan parameter yang signifikan berpengaruh terhadap manfaat RTH dalam menurunkan limpasan permukaan, Tabel 32. Target pencapaian peningkatan kuantitas RTH menuju Bogor Kota Hijau Parameter Acuan target pencapaian perbaikan kondisi RTH Kota Kondisi Eksisting Target RTRW 2011-2031 Rencana Aksi Kota Hijau Tahun 2012- 2014 Bogor Kota Hijau Tahun 2030 dst Penataan Kawasan Terbangun pemukiman dll Sesuai kondisi tahun 2010 Pemukiman diarahkan pada kec Bogor Barat, Selatan Tanah Sareal Pembangunan pemukimandengan acuan KDB dan KDH Mulai diarahkan membangun secara vertikal, mengacu pada konsep “Kota dalam Taman” Jumlah penduduk Jumlah Selalu meningkat dengan laju 3 tahun Meningkat dengan laju 2tahun Pembatasan Meningkat dengan laju 1 tahun menurunkan jumlah Laju pertumbuhan di bawah 1tahun