Elemen Lembaga yang terlibat

yang dapat mengancam ketersediaan RTH kota, seperti alih fungsi lahan alami menjadi kawasan terbangun yang dilakukan oleh pribadi individu masyarakat ataupun oleh corporateperusahaan pengembang perumahan, yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya. Gambar 25.Matriks driver power-dependence sub elemen Pada elemen lembaga yang terlibat

5.9.3. Elemen Program yang dibutuhkan

Setelah terbitnya UUPR 262007 dan dicanangkannya Program Pengembangan Kota Hijau P2KH, oleh Ditjend Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, maka acuan dari pihak pengelola tingkat kota maupun kabupaten sudah semakin jelas. Sehingga langkah ke arah pencapaian tujuan lebih kondusif. Terdapat 8 delapan sub elemen dalam elemen kebutuhan program sebagaimana disajikan pada Tabel 41. Tabel 41. Elemen Program yang dibutuhkan No. Sub Elemen Program yang dibutuhkan 1 Penerbitan Perda RTH 2 Pembuatan RDTR rencana zonasi 3 Pendataan inkonsistensi tata ruang 4 Sistem informasi RTH yang dapat diakses warga 5 Koordinasi antar instansi terkait 6 Peningkatan konsistensi regulasi 7 Sosialisasi nilai ekologi dan ekonomi RTH kepada warga 8 Menggalang kemitraan pemerintah dan masyarakat Dinas Pertanian Kehutanan 7 Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan 5 Dinas Cipta Karya, Dept PU 1 Lembaga Swadaya Masyarakat 2 Pemerintah Kota 9 Perguruan Tinggi 4 Masyarakat 3 Pihak Swasta 8 Badan Pertanahan Nasional 6 Gambar 26. Struktur Hirarkhi Sistem pada Elemen Lembaga yang terlibat Gambar 27. Struktur Hirarki Elemen Program yang dibutuhkan Agar dapat menuju perubahan yang diharapkan, maka pengelola RTH kota memerlukan elemen aktivitas program yang dibutuhkan. Pada Gambar 27 terlihat bahwa struktur hirarki elemen program yang dibutuhkan terdiri atas 3 level hirarkhi. Sub elemen 2 pembuatan RDTR dan Zonasi menempati posisi pada level tertinggi dan sebagai elemen kunci yang akan menjadi dasar mempengaruhi program yang berada pada level di bawahnya, yaitu level 2 dan 3. Posisi ini memberi gambaran bahwa pembuatan Rencana Detail Tata Ruang RDTR dan Zonasi merupakan kunci dari terlaksananya program-program pada level di bawahnya, yaitu penerbitan Perda RTH sub elemen 1, pendataan inkonsistensi tata ruang sub elemen 3, koordinasi antar instansi sub elemen 5 dan peningkatan konsistensi regulasi sub elemen 6. Dengan dibuatnya rencana zonasi dan RDTR, maka penerbitan Perda RTH, pendataan inkonsistensi tata ruang, sistem koordinasi antar instansi, dan peningkatan konsistensi regulasi akan meningkat. Hal ini karena dengan dibuatnya RDTR sebagai acuan, maka sistem koordinasi dan pendataan inkonsistensi tata ruang lebih mudah dilakukan, daripada jika hanya menggunakan RTRW yang skalanya terlalu makro. Dengan demikian maka konsistensi regulasi akan meningkat sejalan dengan Perda yang telah diterbitkan. Ketika konsistensi terhadap regulasi meningkat maka kepercayaan masyarakat terhadap kelembagaan meningkat dan mendorong meningkatnya peran serta masyarakat dalam menjaga keberadaan RTH. Pada kondisi Sistem Informasi RTH dapat diakses warga Sosialisasi nilai ekonomi RTH Menggalang kemitraan pemerintahan dan masyarakat Penerbitan Perda RTH Pendataan Inkonsistensi Tata Ruang Sistem Koordinasi antar Instansi meningkat Peningkatan konsistensi regulasi Pembuatan RDTR dan rencana Zonasi demikian, maka program berikutnya akan lebih mudah mendapatkan dukungan masyarakat. Program pembuatan Sistem Informasi RTH yang dapat diakses warga, dan sosialisasi nilai ekonomi RTH, dapat menjadi sarana efektif dalam meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya RTH. Jika pemahaman masyarakat sudah semakin baik, maka upaya menggalang kemitraan pemerintah dan masyarakat akan lebih mudah untuk dilakukan.

5.9.4. Elemen Kendala Program

Dalam pencapaian tujuan program, terdapat beberapa kendala program yang harus diatasi, yang meliputi 9 sub elemen Tabel 42. Pengelola RTH kota harus dapat mengatasi kendala demi kendala yang dijumpai dalam usaha pencapaian tujuan pengelolaan. Pada Gambar 27 terlihat bahwa struktur hirarki elemen kendala program terdiri atas 5 level hirarkhi. Sub elemen 1 koordinasi antar stakeholders, 2 belum tersedianya RDTR dan 3 pemahaman nilai ekonomi RTH menempati posisi pada level tertinggi dan sebagai elemen kunci menjadi kendala utama, yang apabila kendala ini dapat diatasi maka akan membantu teratasinyakendala yang berada pada level di bawahnya, yaitu level 2 dan 3 dst. Posisi ini memberi gambaran bahwa ketiga kendala utama tersebut harus diperhatikan dan diupayakan untuk dapat diatasi. Ketersediaan RDTR merupakan kendala bagi terjalinnya koordinasi antar stakeholders, jika kedua kendala ini dapat diatasi, didukung oleh pemahaman masyarakat yang lebih baik terhadap nilai ekonomi RTH maka pemahaman masyarakat diharapkan akan meningkat. Jika kondisi ini sudah tercapai maka partisipasimasyarakat akan lebih tinggi sehingga dapat menghilangkan kendala pada level yang sama yaitu keterbatasan dana pengelolaan. Pemahaman yang tinggi terhadap manfaat ekonomi RTH dapat memotivasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan RTH, dengan tenaga atau dana. Selanjutnya maka konsistensi terhadap regulasi akan membaik dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran tata ruang dapat direalisasikan dengan dukungan moril dari masyarakat. Pada tahap akhir maka kendala keterbatasan ketersediaan lahan untuk RTH dapat diatasi dicari solusinya.Misalnya dengan mengajak masyarakat untuk merubah RTH privat menjadi RTH publik. Berdasarkan kekuatan penggerak dan ketergantungannya, maka sub elemen 5 Partisipasi masyarakat masih relative terbatas, 3 Belum dipahaminya nilai ekonomi RTH, 1 Koordinasi antar stakeholders masih rendah dan sub