sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi terkait RTH yaitu Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas Lingkungan hidup, serta Bappeda Kota
Bogor.Peubah dan sumber data yang digunakan disajikan pada Tabel 8. berikut ini.
Tabel 8. Peubah dan Sumber data
3.4. Tahapan Penelitian
Untuk mencapai tujuan sebagaimana diharapkan dalam penelitian ini, secara umum pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahap. yaitu:1.
studi pustakaliterature, 2. tahap pengumpulan data, 3. tahap pengolahan dan analisis data; serta 4. tahap pembahasan hasil olahan data, pembahasan dan
Peubah dan Sumber Data
No. Peubah
Unit Sumber Data
1. ANALISIS SPASIAL GIS
a. lahan perkotaankawasan terbangun ha
b. kanopi pohon RTH ha
c. padang rumput ha
d. Areal semak belukar ha
e. Lahan pertanian ha
f. Areal tubuh air ha
f. Lahan kedap air
2. ANALISIS ALOKASI RTH 2009 ha
3. ANALISIS REGRESI BERGANDA
a. Perubahan luas lahan RTH ha
b. ha
c. Pertambahan jumlah peduduk Jiwatahun
4. Kondisi sosial ekonomi
a. Kependudukan Jumlah penduduk
Jiwa BPS, BAPPEDA, Dinas Catatan Sipil
Imigrasi Jiwatahun
Emigrasi Jiwatahun
Jumlah kendaraan unittahun
b. Lahan Bervegetasi Pengurangan RTH
hatahun Penambahan Lahan Terbangun
hatahun c. Rencana Penambahan RTH
ha Master Plan RTH Kota Bogor, Bapeda
5. Diskusi mendalam orang
BPS, BAPPEDA, BPN, Dinas Tata Ruang, Dinas P2B, BMKG
Peta penggunaan lahan tahun 1972, 1978 1989, 1996, 2001, 2006, dan 2011 analisis citra landsat
dengan resolusi 30m dan Peta RBI Skala 1:
Analisis citra qUICKbIRD resolusi 10m dan Peta RBI Skala 1: 25,000 Peta RTRW
Pertambahan areal permukimanbangunan
BPS, BAPPEDA, DPPKAD, BPLH, Dinas Catatan Sipil dan dinas terkait di lingkungan
Pemerintah Kota Bogor
perumusan hasil analisis untuk menjawab tujuan penelitian; dan 5. Tahap penulisan disertasi sebagai hasil akhir kegiatan penelitian.
Gambar 11. Lokasi Penelitian
3.5. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan output berupa sebuah model kebijakan pengelolaan RTH Kota untuk pembangunan Kota Hijau
dengan menggabungkan dua metode pendekatan yaitu hard system methodology
, berupa penggunaan model pendugaan manfaat RTH dengan CITYGreen 5.0, dan soft system methodology untuk perumusan model kebijakan,
dalam hal ini menggunakan Interpretative Structural Modelling ISM. Adapun kajian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.5.1. Kajian 1: Menganalisis perubahan penutupan lahan kota Bogor dengan metode GIS pada citra satelit Tahun 1972-2011.
Analisis ini bertujuan untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota Bogor pada periode tahun 1972 hingga 2011, terutama terkait
pada peningkatan penutupan lahan kawasan terbangun dan menurunnya penutupan lahan RTH kota. Interpretasi citra landsat dilakukan untuk memetakan
tutupan lahan kota Bogor. Dalam proses interpretasi digunakan citra dengan penutupan awan sekecil mungkin agar diperoleh hasil terbaik. Pengklasifikasian
dilakukan secara teracu supervised classification dengan metode kemiripan maksimum maximum likelihood untuk mendapatkan peta tutupan lahan.
3.5.1.1. Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan data untuk mengkaji perkembangan dinamika
perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor dilakukan dengan metode analisis GIS dengan bantuan program CITYGreen dari peta penggunaan lahan hasil Citra
Landsat 1972, 1978, 1989, 1996, 2001, 2006 dan 2011. Citra diperoleh dari BIOTROP.
3.5.1.2. Analisis Data Untuk melihat perubahan penggunaan lahan RTH yang terjadi di Kota
Bogor pada periode tersebut, maka dilakukan digitasi terhadap peta digital citra Landsat, dengan metode berbasis Sistem Informasi Geografi SIG. Hasil yang
diperoleh kemudian dianalisis lebih lanjut dengan analisis regresi linier, untuk menganalisis hubungan dan kecenderungan perubahan tutupan lahan RTH dari
tahun ke tahun.
3.5.1.3. Variabel yang diamati Variabel dalam kajian ini adalah perubahan penggunaan lahan alami
RTH kota. Atribut yang tertuang dalam peta penggunaan lahan terdiri atas 7 tipe penutupan lahan, yaitu: lahan pertanian, lahan kedap air, padang rumput,
semak, kanopi pohon RTH, lahan perkotaan kawasan terbangun, dan muka air.Metode analisis data: analisis untuk pendugaan manfaat kanopi pohon
dilakukan melalui analisis spasial dengan menggunakan teknik SIG Sistem Informasi Geografi bantuan software analisis CITYGreen model versi 5.0.
3.5.2. Kajian 2 : Dari hasil analisis perubahan tutupan lahan kota, diperoleh data perubahan luasan RTH kota, kemudian dilakukan analisis lebih lanjut untuk
melihat pengaruh penurunan lahan RTH kota terhadap 3 parameter kualitas ekologis kota sebagai berikut:
3.5.2.1. Menganalisis pengaruh penurunan RTH kota terhadap banjir Pengaruh penurunan luas RTH terhadap potensi banjir dapat dilihat dari
besarnya kapasitas reduksi yang dihasilkan sebagai manfaat RTH kota dalam mengurangi volume limpasan. Konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah pengendalian banjir dengan cara meningkatkan potensi pepohonan dalam RTH kota dalam menjerap air limpasan, mengurangi volume limpasan
yang masuk ke sungai 3.5.2.2. Menganalisis pengaruh penurunan RTH kota terhadap emisi carbon
Pengaruh penurunan luas RTH kota terhadap kapasitas karbon dikaji dengan analisis regresi linier terhadap luasan RTH dan nilai potensi reduksipenjerapan
carbon sebagai manfaat keberadaan RTH kota dari tahun ke tahun. 3.5.2.3. Menganalisis pengaruh penurunan RTH kota terhadap polutan
Pengaruh penurunan luas RTH kota terhadap penurunan kualitas udara berupa meningkatnya polutan, dikaji dengan analisis regresi linier terhadap luasan RTH
dan nilai potensi penjerapan polutan sebagai manfaat keberadaan RTH kota dari tahun ke tahun.
3.5.3. Kajian 3 : Merancang bangun sistem pengelolaan RTH Kota Kajian ke tiga ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:
3.5.3.1. Analisis kebutuhan RTH kota Perhitungan kebutuhan RTH kota idealdihitung dengan mengacu pada beberapa
ketentuan perundangan tentang RTH, yaitu Undang-undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 Pasal 29 ayat 1, bahwa RTH kota minimal 30 dari luas
kota untuk mendapatkan gambaran luasan ideal RTH kota yang harus dicapai, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05PRTM2008 tentang Pedoman
penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan, yaitu standart luas RTH perkapita sebesar 17,3 m
2
jiwa.Dan kebutuhan RTH untuk Kota Hijau adalah 40 luas wilayah kota.
Selanjutnya dilakukan penghitungan kebutuhan RTH kota untuk fungsi penjeraban emisi karbon dan polutan, dengan cara menghitung jumlah emisi total
Kota Bogor yang dihasilkan dari kegiatan penduduk dan kendaraan bermotor. Kemudian dibagi dengan kemampuan RTH menjerap carbon polutan, sehingga
diperoleh luasan idealnya. Rumus : potensi RTH menjerap karbon = B = C x Jd x Jp x Bk x Ld
B = kemampuan RTH menjerap karbon C = potensi penjerapan menurut jenis pohon
Jd = Jumlah daun Jp = Jumlah pohon
dalam pendugaan potensi ini digunakan data penelitian yang telah ada terdahulu, kemudian dikonversi ke dalam kemampuan pohon, sesuai jenis pohon
yang ada pada tapak analisis 3.5.3.2. Validasi Model:
Untuk memenuhi kebutuhan RTH sebagai penjerap polutan dan karbon, maka disusun beberapa skenario rancangan pemenuhan RTH Kota. Model CityGreen
digunakan untuk simulasi ketercukupan RTH dan pendugaan potensi penjerapan carbon polutannya. Untuk itu, sebelum digunakan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan, terlebih dahulu dilakukan uji validasi model. Tahap Verifikasi dan validasi model untuk uji keberlakuan Model CityGreen
dilakukan dengan cara Uji-T terhadap hasil pengukuran lapang dan hasil simulasipendugaan yang diperoleh dari analisis CITYGreen Uji keberlakuan ini
dilakukan terhadap hasil analisis Limpasan permukaan, penjerapan Carbon dan
penjerapan polutan. Setelah uji keberlakuan dapat membuktikan bahwa hasil simulasi model CITYGreen tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran lapang,
maka CITYGreen valid untuk dipakai dalam perencanaan RTH kota. Adapun tahapan uji validasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Uji Validasi terhadap Potensi reduksi limpasan permukaan Uji validasi reduksi limpasan permukaan dilakukan dengan cara membandingkan
hasil pengukuran lapang dengan hasil pendugaan yang diperoleh dari model CITYGreen. Untuk pembandingan ini maka telah dibuat beberapa plot percobaan
dengan ukuran 4m x 22 m Kartasapoetra, 1987 dan plot lain sesuai tapak.Perhitungan limpasan permukaan hasil pengukuran lapang diukur dengan
rumus metode rasional, sebagai berikut: Q = C. I. A, dimana Q = debit air m
3
jam atau ljam C = koefisien run off bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya run off terhadap curah hujan =rata-rata limpasan permukaan rata-rata curah hujan
I = Intensitas hujan mmjam, diambil nilai maksimum A = luas area m
2
ha Penggunaan rumus ini dipilih karena penutupan tanah berpengaruh terhadap
aspek hidrologi kawasan, dan setiap tipe penutupan muka tanah mempunyai kemampuan yang berbeda dalam meresapkan air. Proporsi air hujan yang
mengalir di atas permukaan tanah pada setiap penggunaan lahan disebut koefisien limpasan. Pengendalian banjir dengan lebih konseptual, dapat
dilakukan dengan mengatasi akar persoalannya, yaitu menekan penggunaan lahan agar koefisien limpasan serendah mungkinSinukaban, 2005.
Jumlah limpasan permukaan dapat diduga berdasarkan luas area, intensitas hujan tertinggi dan nilai C. Dari hasil pengukuran besarnya limpasan
permukaan dan besarnya curah hujan dapat diperoleh nilai C. Dan untuk menghitung jumlah air hujan yang jatuh dan volume limpasan permukaannya,
diperlukan data curah hujan tertinggi harian.
b. Uji validasi terhadap potensi reduksi carbon Uji validasi reduksi karbon dihitung dengan membandingkan antara hasil
pendugaan reduksi carbon dari model CITYGreen dengan hasil pengukuran manual beberapa penelitian terdahulu.
Menurut Permana 2006 daya serap CO
2
berdasarkan jenis vegetasi : Pohon 129,92 kghektar jam. Cara ini dipakai sebagai alternatif pembandingan,
disamping dapat juga dipakai hasil temuan penelitian terdahulu, Puslitbang PU sebagai berikut :
-kemampuan serapan CO
2
per tanaman = 0,649772 kgtanaman atau 0,019306 kgm
2
lahan RTH penanaman dengan kerapatan tinggi. Jumlah absorbsi CO
2
oleh setiap pohon yang tumbuh di atas tanah sulit diukur dengan peralatan, tetapi kegiatan zat hijau daun atas pohon seimbang
dengan luasan canopy yang terlihat dari atas. Jumlah potensi absorbs pada umumnya sekitar 2,9 ton C hektar canopy. Luas canopy ini dapat diukur melalui
analisis citra satelit yang berwarna. NILIIM-Puslitbang PU, 2007 c. Uji validasi terhadap potensi reduksi polutan.
Uji validasi reduksi polutan dihitung dengan membandingkan antara hasil pendugaan reduksi polutan dari model CITYGreen dengan hasil pengukuran
manual beberapa penelitian terdahulu, atau mengacu pada pedoman teknik Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No. 076KPTSDb1999. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum, . yaitu Pedoman Pemilihan Tanaman untuk mereduksi polusi udara NOx, CO dan
SOx. Cara Pengukuran dan perhitungan:
1. Mengukur diameter vertical kerimbunan daun, mengukur diameter horizontal kerimbunan daun, kemudian hitung rata-ratanya.
2. Menaksir persen kerimbunan daun, terhadap ruangan yang membentuk kanopi. Jika seluruh daun tersebut menutupi seluruh ruangan kanopi,
maka persen kerimbunan daunnya = 100. 3. Menghitung volume kerimbunan daun berdasarkan bentuk kanopi
pohon, 4. Menghitung Volume ruang dengan rumus sbb:
Volume ruang = Panjang ruang x lebar ruang x tinggi ruang
5. Selanjutnya Lihat angka reduksi pada Tabel Pengurangan Konsentrasi NOx, atau CO atau SOx oleh kelompok pohon, sesuai Pedoman Teknik.
Hasil studi Puslitbang Jalan dan Jembatan 1998, potensi pengendalian polutan NOx dan SOx mempunyai kisaran selang yang bervariasi, yaitu: Pohon :
16,70 -67,39; perdu : 6,56 – 80, dan semak berkisar 18,13 – 67,33
3.5.3.3. Merancang Bangun Model Pengelolaan RTH Kota a Merancang 4 scenario untuk kemudian dipilih alternatif terbaik yang dapat
memberikan manfaat terbaik dalam 3 hal penjerapan karbon polutan serta nilai CN koefisien limpasan terkecil RTH kota, sebagai berikut:
Skenario 0S-0: Kondisi Eksisting sebagai Skenario Nol RTH 17 Skenario Pesimis S-1 : Sesuai RTRW Kota Bogor MasterPlan RTH
RTH 20 Skenario Moderat S-2: Perhitungan kebutuhan RTH sesuai UUPR
No 26 tahun 2007 RTH 30 Skenario Optimis S-3: Bogor Kota Hijau RTH 40 :
Dari ke empat skenario tersebut mempunyai perbedaan utama pada proporsi luas tutupan lahan terbangun dan lahan RTH nya. Keempat skenario akan
memberikan hasil yang berbeda terhadap peubah yang diuji. Perbedaan skenario memberikan hasil yang berbeda polutan, carbon dan angka CN.
Selanjutnya dibuat matriks untuk membandingkan hasil simulasi.
b Memilih alternatif scenario terbaik dengan mengacu pada matriks di atas, merekomendasikan usulan perbaikan untuk perencanaan kota, kemudian
menyusun kebijakan strategis untuk melaksanakan scenario terbaik tersebut rancang bangun kebijakan dengan metode ISM
Tabel Hasil simulasi dari 4 skenario S-0
S-1 S-2
S-3 Lahan terbangun
Lahan RTH Reduksi polutan
Reduksi karbon Angka CN
3.6. Pendekatan Hard System Methodology Analisis CITYGreen