2.2. Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan
Pemanfaatan ruang kota dapat dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu pemanfaatan sebagai ruang terbangun built-up area dan ruang terbuka.
Ruang terbuka dalam berbagai macam bentuknya adalah bagian kota yang tanpa bangunan, mulai dari tamanhutan kota yang bervegetasi hingga ruang-
ruang yang tidak bervegetasi seperti: hamparan areal parkir, jalur jalan, lapangan terbang, dan lain-lain. Ruang terbuka dibedakan menjadi ruang terbuka non hijau
RTNH yang lebih dikenal dengan ruang terbuka openspace, dan ruang terbuka hijau RTH kota. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada RTH kota.
Ruang Terbuka Hijau suatu kota adalah bagian kawasanruang perkotaan yang ditumbuhi tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang
dibudidayakan, guna peningkatan kualitas dan kapasitas lingkungan perkotaan. Dengan demikian maka RTH kota dapat berupa ruang-ruang terbuka
openspaces di berbagai tempat di wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi secara langsung maupun
tidak langsung untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya Nurisjah, 1996.
Ruang Terbuka Hijau kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kota, yang dikembangkan berdasarkan kawasan peruntukan kota,
terdiri atas: 1 kawasan pemukiman kepadatan tinggi, 2 kawasan pemukiman kepadatan sedang, 3 kawasan pemukiman kepadatan rendah, 4 kawasan
industri, 5 kawasan perkantoran, 6 kawasan sekolah, kampus perguruan tinggi, 7 kawasan perdagangan, 8 kawasan jalur jalan, 9 kawasan jalur
sungai, 10 kawasan jalur pesisir pantai, dan 11 kawasan jalur pengaman utilitasisolasi
. Istilah RTH menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988 adalah ruang-ruang
dalam kota atau wilayah lain yang lebih luas, baik dalam bentuk suatu areakawasan maupun dalam bentuk memanjangjalur, di mana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer dan menunjang kelestarian air tanah,
keberadaan RTH di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk
meningkatkan kualitas lansekap kota.
Klasifikasi RTH yang ditetapkan oleh Dinas Tata Kota, berdasarkan ukurannya adalah sebagai berikut:
1. RTH Makro, yaitu RTH yang berbentuk daerah pertanian, perikanan, dan kehutanan.
2. RTH Medium, yaitu RTH yang berbentuk area pertamanan, sarana olah raga dan pemakaman.
3. RTH Mikro, yaitu lahan-lahan terbuka yang ada pada setiap daerah yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum, seperti taman lingkungan
community park, lapangan olah raga, taman bermain play ground, dan lain-lain.
RTH sengaja dibangun secara merata di seluruh wilayah kota untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan, antara lain:
1 fungsi bio-ekologis fisik, pengadaan RTH yang memberi jaminan
sebagai bagian dari sistem sirkula si udara ’paru-paru kota’, pengatur iklim
mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia
habitat satwa, penyerap pengolah polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin;
2 fungsi sosial, ekonomi produktif dan budaya: RTH dalam hal ini mampu
menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media bersosialisasi dan komunikasi warga kota, tempat berekreasi, tempat
pendidikan, dan juga penelitian;
3 ekosistem perkotaan; RTH sebagai produsen oksigen dengan aneka
tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain;
4 fungsi estetis, keberadaan RTH meningkatkan kenyamanan, memperindah
lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan. RTH
mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota agar bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau
kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel
kereta api, dan bantaran sungai di perkotaan. Pembagian ruang wilayah kota secara lengkap beserta besaran proporsinya
terhadap luas wilayah kota disajikan pada Gambar 2.
Ruang Wilayah Kota
Ruang Terbangun 60 Ruang Terbuka 40
Ruang Hunian
40 Ruang Non
Hunian 20
Jaringan Jalan
20 Taman-
Taman Kota
12,5 Lainnya
Non Hijau
12,5
RTH di Ruang Hunian:
Asumsi KDB maks:80
RTH =20 x 40 = 8
RTH di Ruang Non Hunian:
Asumsi KDB maks: 90
RTH = 10 x 20 = 2
RTH Privat = 10 RTH di Jaringan
Jalan: Asumsi Jalur Hijau:
30 RTH = 30 x 20
= 6 Sungai, Jalan KA,
SUTET Asumsi 20 hijau
RTH = 20 x 7,5 = 1,5
RTH Publik= 20
Gambar 2. Pembagian Ruang Wilayah Kota
Sumber: Departemen PU 2005
Berdasarkan kepemilikannya, RTH dibedakan menjadi dua, yaitu:
1 RTH milik pribadi atau badan hukum, misalnya: halaman rumah tinggal,
perkantoran, tempat ibadah, sekolah atau kampus, hotel, rumah sakit, kawasan perdagangan pertokoan, rumah makan, kawasan industri, stasiun,
bandara, pelabuhan, dan lahan pertanian kota.
2 RTH milik umum, yaitu lahan kota dengan tujuan penggunaan utama
ditanami berbagai jenis pohon untuk memelihara fungsi lingkungan, yang dikelola pemerintah daerah, dan dapat dipergunakan masyarakat umum,
seperti taman rekreasi, taman olahraga, taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau jalan; bantaran rel kereta api, saluran umum tegangan
ekstra tinggi SUTET, bantaran sungai, serta hutan kota HK konservasi, HK
wisata, HK zona industri, HK antar-zona permukiman, HK tempat koleksi dan penangkaran flora dan fauna.
Kriteria Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau menurut hirarkhi dan penggunaannya sebagaimana Tabel 2. Tabel 2. Standar Luas Ruang Terbuka Umum
Hirarkhi Wilayah
Jumlah KK wilayah
Jumlah jiwa wilayah
Ruang terbuka
m
2
1000 jiwa
Penggunaan Ruang Terbuka
Ketetanggaan 1.200
4.320 12.000
Lapangan bermain,areal rekreasi, taman rumah pekarangan
Komuniti 10.000
36.000 20.000
Lap bermain, lapangan atau taman, koridor lingkungan termasuk ruang terbuka
ketetanggaan Kota
100.000 40.000
Ruang terbuka umum, taman, areal bermain, termasuk ruang terbuka kommuniti
Wilayah Regional
1.000.000 80.000
Ruang terbuka umum, taman, areal rekreasi, hutan kota, jalur lingkar lingkar kota,
sawahkebun
Sumber: Simonds, 1983
Pendekatan Penentuan Kebutuhan Luasan RTH dan Hutan Kota
Untuk menentukan luasan RTH kota dilakukan dengan beberapa pendekatan, di antaranya seperti diuraikan berikut ini:
1. Pendekatan Luasan Prosentase Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, pemerintah telah
menetapkan bahwa setiap kota atau kabupaten harus mematuhi peraturan untuk menyediakan RTH kota dengan luasan minimal 30 dari total luasan
kota atau kabupaten. Proporsi minimal 30 tersebut terdiri atas 20 RTH publicumum dan 10 RTH privatswastaperorangan. Sebelumnya juga
pernah diberlakukan Peraturan Pemerintah PP No. 63 Tahun 2002, yang mengatur luasan hutan kota minimal sebesar 10 dari luas total wilayah kota.
2. Pendekatan berdasarkan Luasan Lahan per Kapita Pendekatan ini mengacu pada ketetapan dari Departemen Pekerjaan
Umum, yang menyatakan bahwa untuk kota dengan kebutuhan luasan RTH tinggi, ditetapkan standard 3-6 m
2
kapita atau 100 oranghektar, sedangkan untuk kota dengan kebutuhan RTH rendah standarnya 2-3 m
2
kapita. Nilai standard ini relatif kecil dibandingkan dengan standar pada beberapa negara
maju Inggris 11,5 m
2
kapita; dan Amerika Serikat 60 m
2
kapita, namun relatif seimbang dengan beberapa negara Asia. Standard luasan lahan per kapita
Negara Malaysia sebesar 1,9m
2
kapita; Jepang 5,0m
2
kapita;. Ketentuan ini sangat kondisional, terkait keterbatasan luas lahan masing-masing negara.
Pendekatan lainnya adalah berdasarkan KDB Koefisien Dasar Bangunan misalnya KDB=40, artinya maksimal 40 luas lahan yang bisa
dibangun, sedangkan sisanya yang 60 seharusnya berupa tutupan vegetasi. Ketentuan ini sudah diberlakukan sejak lama, tetapi masih sedikit yang
mematuhi, sehingga porsi 60 cenderung diisi tutupan non vegetasi. Untuk mengatasi hal ini, kemudian dibuat peraturan yang lebih tegas menyatakan
aturan KDH Koefisien Dasar Hijau, KDH= 60 atau KDH=40 tergantung situasi, diserahkan pada kebijakan pemerintah setempat.
3. Pendekatan Berdasarkan Issue Penting Perhitungan luasan RTH suatu kota dapat juga didasarkan pada Issue
penting suatu kota. Contoh issue penting yang dapat dijadikan kriteria untuk menetapkan luasan pada suatu kota atau kabupaten antara lain adalah RTH
untuk pemenuhan kebutuhan air, RTH untuk penyediaan oksigen, penyerap gas CO
2,
serta penyerap dan penjerap polutan udara, ataupun RTH untuk mitigasi bencana banjir.
2.3. Manfaat Ekologi RTH pada Kawasan Perkotaan