5.3. Pengaruh Perubahan Luasan RTH Kota terhadap Banjir
Perubahan tutupan lahan dan pola penggunaan lahan perkotaan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1972 lahan perkotaan seluas
1,659,0ha dan meningkat hingga 2,607,0 ha 1989 menjadi 5,214,0 ha 2011. Peningkatan ini berkontribusi terhadap menurunnya luasan RTH kota, dari
3,673,5 ha 1972 menjadi 3,318,0 ha 1989 dan 1,659,0 ha 2011. Perubahan ini memberi kontribusi terhadap peningkatan angka koefisien
aliran permukaan Curve NumberCN, dan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan sebagai penyebab banjir. Hal ini karena manfaat RTH kota
dalam meresapkan air menjadi berkurang seiring dengan menurunnya luasan penutupan kanopi pohon. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi kondisi
permukaan tanah, karena berubahnya 2 unsur yang mempengaruhi siklus hidrologi, yaitu : infiltrasi, dan limpasan permukaan run-off. Menurut Kodoatie
2008, air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sedangkan sisanya akan menjadi limpasan permukaan, tergantung
pada keadaan tanahnya. Laju alih fungsi lahan alami hutan menjadi kawasan terbangun,
termasuk permukiman akanmemperkecil kapasitas Infiltrasi dan memperbesar limpasan permukaan. Akibatnya potensi banjir meningkat, karena hutan yang
awalnya mempunyai kemampuan yang besar dalam meresapkan air dan menahan limpasan permukaan run-off, akan kehilangan kemampuannya pada
saat telah berubah menjadi pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Penutupan lahan permukiman berakibat hujan yang turun meningkatkan
debit sungai, karena dengan semakin menurunnya kapasitas air meresap ke dalam tanah, maka jumlah volume limpasan permukaan meningkat. Pada kota-
kota yang mempunyai tutupan lahan kedap air yang mendominasi kawasan kotanya, maka potensi kejadian banjir akan semakin besar. Hal inilah yang
diduga dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengakibatkan semakin besarnya kejadian banjir di berbagai kota besar di Indonesia.
Hasil analisis GIS pada citra landsat Kota Bogor multi-tahun dari 1972- 2011 sebagaimana disajikan terdahulu pada Gambar 15, menunjukkan adanya
kecenderungan kenaikan dan penurunan penggunaan lahan, terlihat telah terjadi kenaikan lahan perkotaan dan padang rumput, dan penurunan lahan RTH, lahan
pertanian dan semak. Data perubahan penutupan lahan menunjukkan adanya kecenderungan beberapa penggunaan lahan yang mempengaruhi volume runoff
dan reduksi limpasan permukaan, yaitu perubahan luasan lahan perkotaan, lahan RTH dan semak.Sejalan dengan hasil analisis GIS ini, Bappeda Kota
Bogor 2010 juga mencatat bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, beberapa jenis penutupan lahan cenderung mengalami perubahan luasan
penggunaan lahan, dengan indikasi meningkatnya luasan kawasan terbangun dan menurunnya kawasan lahan alami kota Tabel 21.
Tabel 21. Perubahan penggunaan Lahan Kota Bogor 2000-2010 Penggunaan Lahan
Tahun 2000 Tahun 2005
Tahun 2010 Permukiman
3,134,21 ha 3,183,73 ha
3,311,65 ha Perdagangan jasa
75,39 ha 81,02 ha
86,65 ha Perumahan
877,48 ha 1,020,08 ha
1,250,71 ha Lapangan Olah Raga
154,31 ha 151,71 ha
149,10 ha Kebun
570,30 ha 564,95 ha
545,60 ha Ladang
435,25 ha 421,11 ha
406,53 ha Kawasan Hijau
1,770,21 ha 1,715,97 ha
1,637,30 ha Sawah
2,205,82 ha 2,112,72 ha
2,012,01 ha Semak
406,84 ha 400,72 ha
354,59 ha Sumber :Bappeda 2010
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya korelasi antara kondisi penutupan lahan dengan koefisien limpasan permukaanbilangan kurva curve
number CN. Pada lembaran output model terlihat perbedaan antara nilai CN
pada kondisi tanpa RTH dan CN pada kondisi dengan RTH, dan besarnya potensi reduksi penurunan volume limpasan permukaan sebagai nilai jasa
ekosistem dari keberadaan RTH Kota. Semakin besar proporsi lahan kota yang mempunyai penutupan lahan bervegetasiRTH maka potensi reduksi yang dapat
diperoleh sebagai manfaat ekologis dalam melindungi kota dari bahaya banjir juga semakin besar. Analisis tutupan lahan dari tahun ke tahun memberikan
output model pendugaan CN, run off dan reduksi limpasan yang berkorelasi terhadap prosentaseproporsi tutupan lahan RTH nya Lampiran 17. Besarnya
nilai manfaat ekologi reduksi limpasan ini kemudian dikalikan dengan harga satuan dari bangunan teknis pengendalian banjir seperti dam penahan atau dam
pengendali sehingga diperoleh nilai dugaan manfaat ekonomi RTH dalam pengendalian banjir.
Hasil analisis CITY Green juga menunjukkan adanya perubahan tutupan lahan yang semakin didominasi oleh penambahan kawasan terbangun berupa
pembangunan kawasan pemukiman yang semakin pesat sejak tahun 1996, 2001 hingga tahun 2005. Pembangunan pemukiman di Kecamatan Bogor Utara terjadi
demikian pesat, demikian juga di Kecamatan Bogor Timur, dan Tanah Sareal dengan munculnya beberapa kawasan perumahan barudengan luasan yang
cukup besar, seperti Peruumahan Bukit Cimanggu Villa dan Taman Yasmin.Kondisi ini membuat ketersediaan RTH berkurang dan mempengaruhi
kemampuan RTH dalam menurunkan limpasan permukaan.Hasil analisis multi tahun menunjukkan adanya korelasi antara ketersediaan RTH kota dan besarnya
volume air limpasan yang dapat diresapkan sehingga dapat menurunkan volume limpasan permukaan, menurunkan ancaman resiko banjir.
Penurunan kemampuan RTH dalam mereduksi volume limpasan permukaan oleh keberadaan RTH kota yang semakin sempit ini juga akan
menurunkan nilai manfaat ekonomi yang merupakan manfaat RTH dalam pengendalian banjir. Semakin besar luas RTH kota maka kemampuannya akan
semakin besar sehingga potensinya dalam meresapkan air hujan akan bermanfaat menurunkan limpasan permukaan. Jika volume limpasan permukaan
dapat diturunkan, maka volume air yang masuk ke sungai akan berkurang, sehingga kenaikan debit sungai dapat dihindarkan. Dengan demikian maka
resiko banjir akan menurun, luas genangan juga akan berkurang. Kondisi ini dapat menurunkan biaya eksternalitas yang ditanggung oleh masyarakat dan
pemerintah Kota Bogor. Posisi Kota Bogor sebagai satu kesatuan ekosistem DAS, dalam hal ini
terkait hubungan antaraBogor di sub DAS Ciliwung Tengah sebagai hulu dan Jakarta di Bagian hilir, maka peningkatan volume limpasan permukaan akan
berdampak meningkatnya debit sungai Ciliwung yang akan berkontribusi terhadap banjir Jakarta.Dalam penelitian ini dianalisis seberapa besar manfaat
RTH kota dalam mengurangi volume limpasan permukaan. Dengan konsep RTH kota ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan Kota Bogor.
Dari hasil analisis CITYGreen, tutupan RTHtahun 1972 memberikan manfaat ekologi penurunan volume limpasan permukaan sebesar 6,528,740.07
cu ft Lampiran 1, 3 dan 4. Pada deskripsi lembar analysis report dapat dibaca bahwa keberadaan RTH mempengaruhi nilai Curve Number CN, yaitu dari
85,00 kondisi jika tanpa RTH menjadi 75,00 kondisi jika ada RTH 46, sedangkan run off sebesar 2.02 inchi kondisi tanpa RTH menjadi1.30 inchi
kondisi dengan RTH. Hasil analisis yang disajikan dalam bentuk peta tutupan
lahan serta nilai nominal dari manfaat ekologinya dalam tampilan yang sederhana namun jelas, merupakan salah satu media hasil analisis yang mudah
dipahami oleh berbagai pihak, sehingga aparat pemerintah maupun masyarakat dapat lebih mengerti makna keberadaan RTH dengan adanya nilai ekologi
penurunan angkan CN maupun volume debit yang dapat direduksi, yang bermanfaat mengurangi volume air limpasan yang masuk ke sungai, yang
selama ini merupakan penyebab banjir. Pemahaman ini sangat besar artinya karena dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keberadaan RTH.
Dari hasil keluaran model ini dapat disimak adanya beberapa perubahan nilai manfaat ekologi yang berbeda antara kondisi ada RTH dan tanpa RTH yang
bisa menjelaskan potensi nilai manfaat dari RTH kota yang ada. Selanjutnya dengan mengacu pada harga standar biaya konstruksi pembangunan konstruksi
dam pengendali banjir sebesar 2.00 per cu ft, diperoleh nilai manfaat sebesar 153,057,480.15 yang merupakan manfaat ekonomi keberadaan RTH kota dalam
pengendalian potensi banjir. Demikian juga untuk tahun 1989 dengan kondisi RTH kota 52 akan
diperoleh manfaat ekologi CN sebesar 76.00 ada RTH dibanding 87.00 jika tanpa RTH, dengan run off sebesar 1,37 inchi, dibanding 2,18 inchi jika tanpa
RTH, serta jumlah volume limpasan permukaan yang dapat dimitigasi sebesar 6,094,832.58 yang secara nominal memberikan keuntungan ekonomi sebesar
1721,189,665.16. Dan demikian seterusnya analisis manfaat ekonomi layanan terukur RTH kota Bogor dilakukan hingga tahun 2011. Manfaat yang diperoleh
pada tahun ini adalah berupa CN = 75.00 dibanding CN=77.00 jika tanpa RTH, run off sebesar 1.30 inch dari nilai 1.43 inch jika tanpa RTH, serta volume
limpasan permukaan yang dapat dimitigasi sebesar 3,817,689.18 cu ft, dengan nilai manfaat nominal sebesar 27,635,378.36 Lampiran 15-16.Hasil analisis
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara luas penutupan RTH dan manfaatnya mereduksi limpasan permukaan yang dapat dilihat dari nilai CN pada
kondisi ada RTH dan tanpa RTH.Semakin kecil luasan RTH maka perbedaan kedua nilai CN tersebut juga semakin kecil.Semakin kecil nilai CN berarti bahwa
prosentase air hujan yang menjadi limpasan permukaan semakin kecil pula. Seberapa kuat hubungan antara pengaruh penurunan RTH kota terhadap
volume limpasan permukaan diuji lebih lanjut dengan analisis regresi linier sederhana. Hasil analisis menjelaskan model regresi linier sebagai berikut : Y =
338,1 + 0,454 X, dengan nilai R koefisien korelasi sebesar 0,636, yang
menjelaskan hubungan antara penurunan RTH kota terhadap volume reduksi limpasan sebesar 63,6; sedangkan nilai R
2
koefisien determinansi sebesar 0,404, yang artinya 40,4 variasi yang terjadi terhadap banyak sedikitnya
perubahan volume reduksi limpasan disebabkan oleh perubahan luasan RTH Lampiran 17, sedangkan sisanya tidak dapat dijelaskan.
5.4. Pengaruh penurunan RTH Kota terhadap Kualitas udara kota