Imbal Jasa Lingkungan dan Pendugaan Nilai Lingkungan RTH Kota

pembangunan RTH, meskipun tidak melibatkannya mulai dari tahap perencanaannya. Wewenang perencanaan RTH, pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan RTH kota selain oleh Pemerintah Daerah juga terbuka peluang adanya keterlibatan pihak swasta dan masyarakat untuk berpartisipasi sejak tahap perencanaan, pembangunan maupun pengelolaan RTH kota, dengan memberikan kemudahan bagi pihak swasta dan masyarakat untuk memberikan dukungan dana. Kebijakan pengembangan RTH kota sebaiknya juga didukung oleh ketersediaan sumberdaya manusia SDM yang handal dalam hal perencanaan, pengelolaan dan pengawasan. Untuk itu sangat diperlukan adanya kelembagaan yang jelas, yang diatur dengan manajemen yang baik. Beberapa point penting dalam perencanaan misalnya pemetaan kawasan potensial untuk pengembangan RTH; dalam pengelolaan diharapkan SDM yang mempunyai kemampuan memotivasi dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan RTH; sedangkan dalam pengawasan diperlukan SDM yang peka dan mampu mengendalikan kegiatan yang dikhawatirkan dapat mengancam keberadaan RTH atau menurunkan kualitas RTH.

2.5. Imbal Jasa Lingkungan dan Pendugaan Nilai Lingkungan RTH Kota

Salah satu masalah yang diduga menjadi penyebab dan terus berlangsungnya kerusakan dan perusakan sumber daya hutan dan lahan alami adalah tidak adanya kebijakan fiskal yang ramah lingkungan atau kebijakan fiskal hijau green fiscal policy. Perhitungan manfaat imbal jasa lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya hutan hanya dapat terimplementasi dengan baik apabila didukung oleh empat instrument yakni, regulasi, fiskal, administrasi, dan informasi Nurrohmat et.al., 2009. Peraturan perundangan tentang Imbal Jasa Lingkungan IJL sebetulnya sudah ada sejak lama, yaitu UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-2 Agraria, dalam pasaln14 terkait tentang pemanfaatan air. Kemudian juga PP No 6 tahun 2007 jo PP No 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Namun dalam tataran praktisnya pelaksanaan pembayaran IJL ini masih sangat terbatas. Dalam skala kecil, IJL ini sudah dilaksanakan, namun belum sepenuhnya sesuai dengan teori maupun metode IJL yang benar. Salah satu contoh pelaksanaan IJL adalah antara Pemerintah Kabupaten Cirebon dan Kuningan Jawa Barat, dimana Pemerintah Kabupaten Cirebon membayar IJL sebesar Rp 5 M tahun atas jasa air yang dimanfaatkannya kepada Pemerintah Kabupaten Kuningan. Tabel 3. Jenis-jenis Nilai Ekosistem Alami Nilai Guna Use Values Nilai Bukan Guna Non-Use Values Nilai Guna Langsung Direct Use Nilai Guna Tidak Langsung Indirect Use Nilai Pilihan Option Values Nilai Eksistensi Existence Values Produk kayu kayu gergajian, kayu lapis, kayu bakar Perlindungan air tanah Penggunaan langsung dan tidak langsung di masa depan Keanekaragaman hayati kehidupan liar Siklus nutrient Produk non-kayu makanan, obat- obatan, materi genetik Penurunan polusi udara Nilai kebudayaan Nilai warisan Regulasi Mikro- klimat Nilai intrinsic Nilai wasiat Pendidikan, rekreasi, dan penggunaan kultural Cadangan karbon Tempat hidup manusia Kenyamanan landscape Sumber : Nurrohmat, et.al 2009 Pada Tabel 3 disajikan berbagai jenis nilai ekosistem alami. Hal terpenting dalam penilaian nilai sumberdaya alami bukan hanya pada aspek teknis valuasi ekonominya, tetapi lebih diperlukan juga sentuhan akhir finishing touch dari implementasi valuasi ekonomi, baik berupa mekanisme pelaksanaan maupun alternatif kebijakan. Selain kategori manfaat seperti dikemukakan di atas, de Groot 1993 dalam Fakultas Kehutanan IPB 1999 mengelompokkan fungsi dan manfaat sumber daya hutan sebagai berikut: 1. Fungsi-fungsi pengaturan regulation functions Kelompok fungsi ini berkaitan dengan fungsi ekosistem hutan yang berperan sebagai pengatur dan pemelihara proses-proses yang bersifat ekologis dan pendukung sistem kehidupan, seperti pengaturan iklim, komposisi kimia di atmosfer, tata air, proses pembentukan tanah, perlindungan daerah aliran sungai, fiksasi energi matahari, pengaturan dan perbaikan keanekaragaman hayati. 2. Fungsi-fungsi sebagai pembawa, penyedia, dan media carrier functions Kelompok fungsi ini berkaitan dengan fungsi sumber daya hutan sebagai penyedia ruang dan media infrastuktur untuk berbagi aktivitas manusia seperti tempat hidup habitat, media produksi berbagai barang konsumsi, rekreasi, dan lain-lain. 3. Fungsi-fungsi produksi production functions Sumber daya hutan menyediakan berbagai hasil hutan sebagai sumber pangan, obat-obatan, energi, serta berbagai bahan baku lainnya untuk berbagai kepentingan manusia. 4. Fungi informasi information functions Sumber daya hutan dapat berfungsi sebagai sumber berbagai informasi dan sumber inspirasi untuk keperluan sosial budaya, spiritual, sejarah, kesenian, ilmu pengetahuan, dan teknologi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan penelitian. Penilaian terhadap imbal jasa lingkungan dari keberadaan ekosistem alami hutan dan juga RTH kota dapat dilakukan dengan berbagai metode pendekatan. Tabel 4 menunjukkan ragam nilai potensi ekonomi dari sumberdaya hutan yang merupakan rangkuman dari berbagai metodependekatan perhitungan Nurrohmat dan Soeparmoko, 2009. Salah satu ekosistem alam yang diintroduksikan dan dianjurkan terdapat di wilayah perkotaan adalah Ruang Terbuka Hijau RTH Kota, karena berbagai manfaat ekologisnya dalam pengendalian permasalahan degradasi kualitas lingkungan kota, seperti banjir, polutan, dan emisi GRK yang mengancam keberlanjutan kota. Namun keberadaan RTH belakangan ini sangat terancam oleh pesatnya perkembangan kota yang cenderung mengarah pada konflik kepentingan penggunaan lahan kota, keberadaan RTH kota sulit dipertahankan oleh berbagai sebab, salah satu diantaranya adalah karena keterbatasan pihak perencana dalam mengartikulasikan nilai ekonomi RTH kota. 28 Tabel 4. Ragam Nilai Potensi Ekonomi Hutan Sumber : Nurrohmat dan Suparmoko 2009 No. Tema Penelitian Metode Kategori Nilai Estimasi Nilai SDA 1 Manfaat Hidrologis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGP Jawa Barat 1992 TCM dan CVM NGTL Rp 280 jutahath 2 Penilaian Manfaat Wisata Alam Kawasan Konservasi 1993 TCM NGL Rp 194.621.662th 3 Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Sekitar TNGP 1994 Biaya Pengadaan dan Harga Pasar NGL Rp 67.640kapitath 4 Penilaian Manfaat Hasil Hutan Masyarakat Badui 1996 Harga Pasar dan Harga Pengganti NGL Rp 211.030kapitath 5 Penilaian Ekonomi Ekosistem Mangrove 5.328 ha. Subang. Jabar 1997 Biaya Rehabilitasi dan Biaya Pengadaan NGL Rp 17.495 miliarth NGTL Rp 12.67 miliarth Nilai Pilihan Rp 191.829 miliarth Nilai Ekstensi Rp 33.522 miliarth 6 Valuasi Ekonomi Taman Nasional Bunaken Sulut 1999 TCM dan CVM Perikanan NGL Kontingensi Rekreasi NGL Rp 8.5 miliarth Perlindungan NGTL Rp 9.8 miliarth Rp 9.6 miliarth 7 Nilai Ekonomi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Lampung 2000 Biaya pengganti. TCM. dan Biaya Pengadaan Nilai Biomassa NGL Rp 14.020 miliarth Nilai Wisata NGL Rp 9.357 jutath Nilai Produksi NGTL Rp 1.770 miliarth Nilai Hidrologi NGTL Rp 636.614 jutath 8 Nilai Ekonomi Taman Nasional Lore Lindu 2008 Metode Kontingensi NGL dan NGTL Nilai bervariasi tergantung pada lokasi desa dan preferensi. Rata-rata Rp 20.000.000th

2.6. Penilaian Manfaat RTH Kota