ekonomi seperti: perikanan, pariwisata, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan industri Dahuri et al. 2009.
Dibalik prospek cerah dari wilayah pesisir dengan laju pertumbuhan penduduk dan berbagai aktivitas di sekitarnya, menimbulkan berbagai tekanan
terhadap sumberdaya, yang diindikasikan dengan munculnya berbagai problem di wilayah pesisir. Beberapa kawasan pesisir dan laut di Indonesia, seperti: Pantai
Utara Jawa, Selat Malaka, Teluk Jakarta, Selat Makassar dan lain-lain telah mengalami kerusakan sampai pada tingkat daya dukung lingkungan yang tidak
mampu lagi ditolelir. Eksploitasi yang berlebihan terhadap ekosistem mangrove dan terumbu karang akan menghilangkan fungsi ekologisnya seperti peredam
badai dan gelombang, menurunnya jumlah tangkapan dan produksi perikanan serta terjadinya pencemaran perairan pesisir akan berdampak terhadap hilangnya
beberapa jenis spesies ekonomis penting Cicin-Sain Knecht 1998. Pencemaran merupakan salah satu faktor yang paling penting di antara
penyebab kerusakan wilayah pesisir dan laut Dahuri et al. 1996. Hal ini disebabkan karena pencemaran tidak saja merusak habitat atau mematikan
komponen biota perairan, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan bahkan mematikan manusia yang memanfaatkan biota dari wilayah pesisir yang tercemar.
2.2 Daya Dukung Perairan Pesisir
Daya dukung adalah batasan banyaknya organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Daya dukung lingkungan
sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke dalam lingkungan tanpa
menyebabkan pencemaran. Jadi, daya dukung adalah ultimate constrait yang diperhadapkan pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti
ketersediaan makanan, ruang, tempat berpijah, penyakit, siklus predator, cahaya matahari atau salinitas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
memperkirakan daya dukung suatu kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya adalah faktor kualitas dan kuantitas perairan. Faktor kualitas perairan
berhubungan dengan kualitas fisik, kimia dan biologi perairan, sedangkan faktor kuantitas berhubungan dengan kemampuan wilayah pesisir untuk melakukan
degradasi secara alami terhadap limbah yang masuk kedalam perairan pesisir tersebut Widigdo Suwardi 2002.
Kuantitas atau volume air yang tersedia telah digunakan untuk menentukan jumlah pakan maksimum tahunan yang dapat diberikan untuk
menentukan daya dukung lahan pada budidaya air tawar di Denmark Roque d’Orbcastel et al. 2008. Metode yang sama digunakan oleh Widigdo
Pariwono 2003 untuk menentukan daya dukung lingkungan kawasan pertambakan di kabupaten Subang Jawa barat, Teluk Jakarta Jakarta dan
Kabupaten Serang Banten, Sitorus 2005 in Prasita 2007 di Kabupaten Subang Jawa Barat, Prianto et al. 2006 di Kota Dumai Riau, Prasita 2007 di
Kabupaten Gresik, dan Mustafa dan Tarunamulia 2009 di Kabupaten Barru. Modifikasi Metode tersebut telah digunakan dalam penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui daya dukung perairan dan kapasitas asimilasi alaminya untuk menampung limbah bagi pengelolaan tambak secara berkelanjutan.
Allison 1981 in Widigdo Suwardi 2002 menyatakan bahwa kelayakan perairan umum untuk kegiatan budidaya maka perairan penerima
limbah harus memiliki volume 60–100 kali lipat volume limbah cair yang dibuang ke perairan tersebut. Jumlah limbah cair maksimum dari kegiatan budidaya yang
masuk ke perairan umum adalah 10 dari total volume air perairan penerima limbah. Limbah cair maksimum dari kawasan budidaya yang dibuang ke perairan
umum sebesar 10 dari total volume tambak atau kolam, maka volume air tambakkolam maksimum adalah 10 volume air perairan umum air yang masuk
ke perairan pantai. Daya dukung kawasan untuk perikanan budidaya dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain : daya dukung lahan, tingkat tekhnologi budidaya yang diterapkan dan manajemen usaha. Daya dukung lahan budidaya dipengaruhi oleh
gabungan berbagai faktor seperti mutu sumber air salinitas, arus air di pantai, pasang surut, ketinggian lahan, dan kondisi tanah pantai.
Untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir dari kerusakan maka menjadi sangat penting untuk menentukan adanya kawasan penyangga green belt,
menetapkan atau mempertahankan kawasan lindung. Menurut Kepres Nomor 32 Tahun 1990, penentuan zona lindung untuk sempadan sungai memperhatikan :
1 sekurang-kurangnya 100 m kiri-kanan sungai besar dan 50 m di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman; dan 2 untuk sungai di kawasan
pemukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inpeksi antara 10–15 m. Kriteria yang dapat dipakai untuk penentuan
kawasan lindung mangrove adalah minimal 130 kali rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis surut terendah kea rah darat.
Secara ekologis terdapat saling keterkaitan antara tambak dan mangrove. Ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar
khususnya bahan-bahan organik Robertson Phillips 1995; Primavera 2006. Disamping itu, mangrove berfungsi sebagai kawasan penting untuk breeding
grounds, nursery area dan habitat bagi berbagai biota perairan Odum 1972;
Widigdo Suwardi 2002.
2.3 Kualitas Perairan Pesisir 2.3.1 Suhu