67
bertahap dilakukan apabila ukuran ikan tidak seragam, dimana hanya ikan yang telah mencapai ukuran konsumsi yang ditangkap dengan jaring sedangkan sisanya
di pelihara lagi sampai mencapai ukuran konsumsi. Waktu panen disesuaikan dengan permintaan konsumen, dalam hal ini pedagang pengumpul. Setelah
panen, maka pembeli langsung datang ke lokasi tambak dan transaksi jual beli dilakukan. Pembayaran dilakukan dengan dua cara yakni secara tunai di lokasi
tambak dan setelah ikan habis terjual 2-3 hari. Pemanenan secara total dilakukan dengan menguras tambak sehingga ikan
dapat di panen semuanya, selanjutnya dilakukan persiapan tambak untuk pemeliharaan periode berikutnya. Metode panen ikan yang dilakukan oleh
petambak di Holtekam adalah dengan panen selektif dan juga panen total. Pengelolaan air limbah pada saat panen perlu dilakukan sehingga peluang
tergelontornya lumpur cair yang mengandung banyak bahan organik ke saluran dapat dikurangi. Hasil pengamatan dan wawancara selama penelitian didapatkan
bahwa rata-rata jumlah petakan yang dipanen adalah 10 petak atau setara 10 ha setiap minggu. Buangan bahan organik dapat dikurangi pada saat panen dengan
melakukan pengurangan air secara bertahap sehingga lumpur cair dari tambak yang terbuang dapat dikurangi. Setelah panen, sisa air dalam tambak di diamkan
2–3 hari untuk memberikan waktu terjadinya pengendapan lumpur dan bahan organik yang ada.
Penanganan ikan yang telah dipanen dilakukan oleh pembeli yang selanjutnya diantar ke pasar atau rumah makan dan restoran. Penanganan ikan
segar umumnya dilakukan dengan sistim rantai dingin yakni diusahakan ikan berada pada suhu dingin sejak panen sampai tiba di konsumen. Sistim rantai
dingin ini umumnya menggunakan es curah yang diletakkan dalam wadah berupa boks Styrofoam, selanjutnya ikan disusun secara berlapis dengan serpihan es. Hal
ini dimaksudkan agar ikan dapat tiba di tangan konsumen dalam keadaan segar dan mutunya baik.
4.7 Analisis Finansial
Analisis yang dilakukan terhadap usaha tambak bandeng berdasarkan data musim tanam terakhir. Penerimaan petambak adalah jumlah nilai hasil tambak
68
yaitu perkalian produksi tambak pada musim tanam tersebut dengan harga yang berlaku pada saat penelitian Kadariah et al. 1978. Produksi utama tambak di
Holtekam adalah ikan bandeng dan hasil sampingan lainnya berupa udang dan ikan liar yang diperoleh selama masa pemeliharaan. Namun, hasil sampingan itu
digunakan untuk keperluan rumah tangga pengelola tambak. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan nilai hasil produksi
dengan pengeluaran nilai total biaya. Total biaya pengeluaran merupakan biaya produksi yang dikeluarkan. Rincian biaya investasi dan biaya produksi dapat
dilihat pada Lampiran 4 dan 5, sedangkan struktur biaya usaha tambak dan hasil analisis pendapatan usaha bandeng pada lampiran 6 dan 7.
Keuntungan atau pendapatan yang diperoleh petambak skala sempit 1–3 ha berkisar antara Rp.10
. 770
. 000,-tahun sampai Rp. 18
. 186
. 000,-tahun,
dengan pendapatan rata-rata Rp.13 .
423 .
000,- 1 hatahun, dengan RC = 1.96 dan BEP produksi 225 kg dan BEP harga Rp. 3.576,- Lampiran 6. Pada skala
sedang pendapatan petambak berkisar antara Rp. 69 .
604 .
000,-5 hatahun sampai Rp. 89
. 404
. 000,-tahun dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 81
. 720
. 000,-
5 hatahun dengan RC = 2.72 dan BEP produksi 781 kg dan BEP harga Rp. 10
. 296,- Lampiran 7.
Pendapatan rata-rata petambak pada masing-masing skala usaha tersebut telah melampaui pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di Kota
Jayapura, dimana pendapatan minimal tersebut di dekati dengan Upah Minimum Ragional UMR. UMR untuk Kota Jayapura Provinsi Papua adalah
Rp. 950 .
000,-bulan atau Rp. 11 .
400 .
000 tahun Bappeda Kota Jayapura 2010. Hasil analisis kelayakan usaha budidaya bandeng secara monokultur
lampiran 9 dan 10 menunjukkan bahwa usaha budidaya yang dilakukan selama 10 tahun dengan discount rate 19 layak untuk dilakukan. Skala usaha kecil
dengan luas 1 ha menghasilkan NPV sebesar Rp. 6 .
938 .
061,- , Net BC sebesar 1.16 dan IRR sebesar 26.9. Sedangkan skala usaha sedang dengan luas 5 ha
menghasilkan NPV sebesar Rp. 274 .
625 .
279,-, Net BC sebesar 2.90 dan IRR sebesar 50.9. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya bandeng di tambak
baik skala kecil maupun sedang walaupun dengan pola tradisional menguntungkan dan berpeluang untuk di kembangkan ke arah teknologi
69
tradisional plus dan semi intensif. Pengembangan budidaya bandeng dengan teknologi semi intensif adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan input
sarana produksi, sehingga peningkatan produksi budidaya dapat tercapai dan dampak limbah budidaya dapat diminimalisir sehingga kelestarian sumberdaya
perairan pesisir tetap terjaga.
4.8 Keterkaitan antara Kegiatan Budidaya, Limbah Perairan dan Keuntungan Usaha Budidaya bagi Pemanfaatan lahan Pesisir secara
Berkelanjutan. Pengembangan kegiatan budidaya tambak sangat tergantung pada
tersedianya sumberdaya alam pesisir. Untuk menjaga keberlanjutan usaha budidaya tambak dalam kawasan pesisir, pengaturan dan penetapan luas areal
pertambakan serta penerapan teknologi budidaya harus sesuai dengan daya dukung dan dinamika lingkungan perairan pesisir. Dari hasil pengamatan
terhadap karakteristik parameter kualitas air dan perhitungan daya dukung perairan menunjukkan bahwa perairan pesisir Holtekam mampu mendukung
keberlanjutan usaha budidaya tambak. Hal ini dapat dilihat dari kondisi parameter kualitas air yang umumnya relatif baik dan kapasitas volume perairan untuk
mengencerkan limbah dari tambak cukup besar. Tingkat teknologi budidaya yang diterapkan saat ini di tambak Holtekam
masih dalam kategori tradisional plus dimana ada input produksi yaitu benih, pupuk dan pompa dengan padat tebar 10–25 ekor100 m
2
Analisis finansial menunjukkan bahwa usaha budidaya tambak saat ini memberikan keuntungan yang cukup besar, hal ini didukung oleh potensi pasar
yang besar dengan harga komoditas ikan yang tinggi. Oleh sebab itu dalam rangka pengembangan usaha budidaya tambak di Holtekam masih memungkinkan
terutama untuk meningkatkan teknologi budidaya. Hasil perhitungan skenario pengembangan tambak menjadi semi intensif menunjukkan bahwa dari segi
. Kategori tradisional plus ini dapat dikatakan memberikan dampak yang relatif kecil terhadap
lingkungan perairan karena belum ada input pakan buatan. Sebagaimana diketahui bahwa limbah utama dari budidaya intensif berupa bahan organik dan
nutrien sekitar 35 sebagai hasil buangan dari sisa pakan, buangan metabolisme dan feses ikan Primavera 1994.
70
volume buangan limbah tambak yang masuk ke saluran Kali Buaya dan Laut masih dapat diasimilasi dan mengalami pengenceran dan pembilasan. Namun dari
segi kualitas air beberapa parameter kualitas air telah melampaui standar baku mutu yang diisyaratkan.
Pengembangan usaha budidaya tambak harus tetap memperhatikan aspek sosial, aspek ekologi daya dukung dan aspek ekonomi karena ketiga aspek ini
saling berkaitan. Keterkaitan antara daya dukung dengan pengembangan tambak secara berkelanjutan, perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak stakeholder
yang mengelola dan memanfaatkan kawasan pesisir Holtekam. Pemerintah Kota Jayapura dan pelaku usaha petambak harus bertanggung jawab secara bersama
untuk meminimalisasi dampak limbah budidaya terhadap lingkungan perairan pesisir.
Peraturan yang jelas tentang lokasi pengembangan dan luas areal tambak di Holtekam yang dibangun harus berdasarkan data daya dukung kawasan perairan
pesisir. Selain itu, Pemerintah harus mendorong dan mendukung penelitian praktek budidaya berkelanjutan sustainable management practice serta terus
menerus mensosialisasikan kegiatan tersebut melalui penyuluhan dan pelatihan, baik oleh penyuluh perikanan maupun melalui lembaga teknis, lembaga penelitian
dan perguruan tinggi. Sosialisasi ini perlu didukung percontohan dengan membuat demplot-demplot percontohan untuk lebih meyakinkan petambak akan
pentingnya praktek budidaya berkelanjutan, Bagi pelaku usaha budidaya tambak, harus disadari bahwa praktek budidaya
tambak yang tidak berkelanjutan unsustainable management practices dengan mengejar keuntungan semata, hanya akan memberikan manfaat sementara dan
pada akhirnya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang permanen. Kerusakan lingkungan akan menurunkan produksi tambak sehingga secara ekonomi
menyebabkan kerugian yang besar. Kegiatan usaha budidaya tambak yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan menerapkan cara budidaya yang baik best
management practice dengan pengelolaan usaha yang baik dan terencana yakni
melakukan persiapan seperti pengeringan dan pengolahan dasar tambak yang baik, penggunaan pupuk dan pakan yang efisien dan pengelolaan kualitas air yang
baik, pemantauan hama dan penyakit dan metode panen yang benar Tacon
71
Forster 2003; Lin Yi 2003. Penggunaan probiotik bakteri pengurai yang benar untuk mengoptimalkan pemanfaatan nutrien dan makanan sehingga
diharapkan akan diperoleh hasil produksi yang maksimal dan bahan limbah buangan tambak dapat dikurangi. Pengelolaan air limbah tambak dapat dilakukan
dengan mengendapkan terlebih dahulu air limbah dalam kolam pengendapan Michael Jr 2003; Schneider et al. 2005; Machibya Mwanuzi 2006; Brazil
Sumnerfelt 2006; Khan Khan 2007 sebelum dibuang ke saluran atau dialirkan melalui kawasan mangrove yang berfungsi sebagai filter alami Robertson
Phillips 1995; Primavera 2006. Pemanfaatan kawasan mangrove sebagai filter alami tambak dapat dimaksimalkan dengan mempertahankan zona green belt dan
menanam pohon mangrove kembali di sepanjang pinggiran saluran tambak dan sungai di areal pertambakan. Kawasan hutan mangrove yang dibutuhkan untuk
mereduksi nitrogen dan fosfat dari limbah buangan 1 ha tambak udang semi intensif adalah 2-3 ha, dan untuk tambak intensif dibutuhkan ekitar 22 ha
Robertson Phillips 1995 Pengembangan teknologi budidaya seperti sistim resirkulasi dan integrasi
budidaya dapat mengurangi dampak negatif dan keberlanjutan usaha budidaya. Disamping itu, kegiatan budidaya tambak dapat dilakukan dengan diversifikasi
spesies budidaya baik secara monokultur udang, bandeng, nila dan kepiting, maupun polikultur bandengnila dan udang atau jenis ikan lainnnya yang
bernilai ekonomis. Salah satu jenis ikan alternatif budidaya yang dapat dikembangkan adalah ikan nila Oreochromis niloticus, karena mempunyai
beberapa keunggulan baik secara biologis maupun secara ekonomis. Secara biologis karena jenis ikan ini pemakan fitoplankton dan makrofita herbivore,
pertumbuhannya cepat, toleransi terhadap salinitas cukup besar dan tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim. Secara ekonomis rasa
daging lebih gurih dan nilai jualnya tinggi. Penerapan Silvofishery juga merupakan salah satu alternatif yang sangat mendukung keberlanjutan usaha
budidaya sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya pesisir Primavera 2006. Melalui diversifikasi sistim budidaya, diharapkan dapat memanfaatkan
sumberdaya pesisir secara optimal sehingga memberikan keuntungan ekonomi secara maksimal dan kelestarian sumberdaya pesisir tetap terpelihara.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kondisi kualitas perairan pesisir Holtekam masih baik dengan daya dukung
sebesar 10 452 915 m
3
2. Aktivitas budidaya tambak Holtekam yang berpotensi memberikan limbah
terhadap lingkungan perairan pesisir adalah pemanenan. dengan tingkat produktifitas tambak maksimal lestari
sebesar 1463 tonthn.
3. Limbah buangan budidaya tambak belum menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan perairan pesisir Holtekam.
5.2 Saran
Mengacu pada hasil dan pembahasan serta kesimpulan di atas, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan daya dukung perairan maka tambak Holtekam dapat ditingkatkan
teknologi pengelolaanya menjadi tradisional plus seluas 1 .
125 ha atau semi intensif 563 ha danatau intensif 104.5 ha.
2. Produktivitas kawasan tambak Holtekam dapat dimaksimal dengan menerapkan
pola budidaya terpadu polikultur udang bandeng, kepiting, ikan nila. 3.
Pengembangan pengelolaan tambak tambak holtekam diharapkan menerapkan cara budidaya ikan yang baik best management practices untuk
memaksimalkan produksi dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan serta meminimalisir dampak buangan limbah terhadap lingkungan.
4. Kawasan mangrove green belt di sepanjang pantai Holtekam dan pinggir
saluran Kali Buaya diharapkan tetap dijaga dan dipertahankan sehingga fungsi ekologisnya sebagai filter alami dapat terpelihara.