perkandangan, penanganan penyakit, perkawinan, pemerahan, penanganan pasca panen, penanganan limbah, pemasaran, dan distribusi. Sehingga jelas dalam hasil
penelitian ini bahwa jumlah dan kondisi pakan memengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan.
1. Pakan
Pakan yang diberikan peternak responden meliputi hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan ampas singkong. Pakan hijauan yang diberikan adalah jenis
rumput lapang, rumput gajah Pennisetum purpureum, dan rumput raja Pennisetum purputhypoides. Rumput-rumput tersebut didapatkan dari lahan
mereka sendiri, atau lahan yang peternak sewa dari Perhutani dengan sistem sharing. Harga sewa lahan sebesar Rp 700 per tumbak dengan rata-rata luas lahan
yang disewa peternak sekitar 100 tumbak dengan konversi satu tumbak sama dengan 14 m
2
. Biaya sewa lahan langsung dipotong oleh koperasi dari hasil setor susu setiap 15 hari sekali.
Pemberian ampas tahu dan ampas singkong bertujuan untuk mengurangi penggunaan konsentrat sehingga mengurangi biaya produksi. Kelompok ternak
membeli ampas tahu dan ampas singkong dalam satuan mobil bak sehingga peternak anggota tidak perlu repot untuk mencari dan membeli ampas tahu dan
ampas singkong dari pihak lain. Harga konsentrat mako yang dijual dari kelompok ternak adalah Rp 100 000 per 50 kg atau senilai Rp 2 000 per kg. Harga
ampas tahu sebesar Rp 29 000 per karung dengan jumlah per karungnya sebanyak 50 kg sehingga harga per satuannya sebesar Rp 580. Harga ampas singkong relatif
lebih murah yaitu Rp 27 000 per 50 kg sehingga harga per satuannya sebesar Rp 540. Hanya beberapa peternak yang menambahkan ampas tahu sebagai pakan
tambahan bagi hewan ternaknya, karena harga ampas tahu yang lebih mahal dibandingkan ampas singkong. Menurut Anisa 2008, komposisi penggunaan
pakan akan memengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan. Pemberian rumput yang lebih banyak akan menghasikan susu dengan kadar lemak yang lebih
tinggi namun dengan produksi susu yang rendah. Selain itu, pakan hijauan mengandung serat kasar yang tinggi sehingga mengakibatkan pakan sulit dicerna
jika diberi secara berlebihan.
Tabel 13 Rata-rata Pemberian Pakan Ternak Sapi Perah di Kampung Areng
Tipe Usahaternak
Rata-rata kepemilikan
sapi ST Konsentrat
KgbulanST Ampas tahu
KgbulanST Ampas singkong
KgbulanST Tipe I
3.22 176.27
163.71 209.96
Tipe II 2.24
184.10 209.26
252.79
Sumber : Data Primer diolah 2014
Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa jumlah pakan yang diberikan memengaruhi jumlah susu yang dihasilkan. Jumlah pemberian pakan untuk
usahaternak sapi perah tipe II lebih banyak dibandingkan usahaternak sapi perah tipe I. Selisih pemberian pakan diantara kedua tipe usahaternak tersebut untuk
setiap satuan ternak sebanyak 7.83 kg per bulan konsentrat, 45.55 kg per bulan ampas tahu, dan 42.83 kg per bulan ampas singkong.
2. Tenaga Kerja
Jenis tenaga kerja dalam setiap usaha dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK. Penggunaan
tenaga kerja responden di Kampung Areng menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria HKP dengan jumlah jam kerja 8 jam per hari, dimulai dari pukul 05.00 -
06.00. Penyetoran susu di pagi hari dilakukan mulai pukul 05.30 - 06.00, dilanjutkan mencari dan membuat pakan hijauan serta memberi makan sapi pukul
08.00 - 11.00, dan terakhir memberi pakan dan memandikan sapi, membersihkan kandang, serta memerah susu untuk penyetoran kedua pada pukul 16.30. jumlah
waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahaternak sapi perah untuk setiap satuan ternak dalam satuan HKP ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng
Jenis Kegiatan Tipe I
Tipe II Jumlah HKPST
Jumlah HKPST Pemeliharaan kandang
0.12 0.14
Memandikan sapi 0.10
0.07 Pemberian pakan
0.07 0.10
Pemerahan 0.05
0.07 Pencarian pakan
0.25 0.34
Operasional biogas 0.05
- Jumlah
0.65 0.72
Sumber : Data Primer diolah 2014
Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja yang paling sedikit adalah pada usahaternak tipe I, yaitu 0.65 HKP per hari
untuk setiap satuan ternak. Hal tersebut menunjukkan bahwa satu HKP pada peternak tipe I dapat menangani 2 ekor sapi dewasa, sedangkan pada usahaternak
sapi perah tipe II dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja 0.72 HKP per hari menunjukkan bahwa satu HKP dapat menangani 1 ekor sapi dewasa. Rataan ini
belum mencapai efisiensi penggunaan tenaga kerja, karena menurut Sinaga 2003 satu HKP seharusnya mampu menangani 7-8 ekor sapi dewasa.
Seluruh responden di Kampung Areng menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang mayoritasnya terdiri dari suami dan istri. Kegiatan yang dilakukan
oleh tenaga kerja meliputi pencarian pakan hijauan, pemberian pakan, pemerahan, memandikan sapi, membersihkan kandang, dan operasional biogas. Upah tenaga
kerja pria per hari sebesar Rp 35 000 dan upah tenaga kerja wanita Rp 25 000. Upah tenaga kerja pria lebih besar dibandingkan wanita, karena waktu kerja pria
yang lebih lama dan pekerjaan yang lebih berat. Upah tenaga kerja dalam keluarga tidak dibayarkan secara langsung namun merupakan opportunity cost jika
peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
3. Kandang
Kandang merupakan salah satu faktor produksi yang perlu diperhatikan, baik dari segi konstruksi maupun penggunaannya. Konstruksi kandang harus kuat
dan dan tahan lama. Bentuk dan tipe kandang diupayakan sesuai dengan lokasi agrosistemnya. Responden di Kampung Areng memelihara semua sapinya di
kandang dan tidak digembalakan. Sebagian peternak menempatkan kandangnya di samping atau di belakang rumahnya untuk menghindari pencurian terhadap hewan
ternaknya. Konstruksi kandang dari atap hingga lantai perlu diperhatikan secara khusus karena kondisi kandang dapat memengaruhi produktivitas susu yang
dihasilkan oleh sapi. Ukuran kandang yang digunakan sekitar 1.0 x 1.5 m sampai 1.5 x 2.0 m dengan ketinggian antara 2.5
– 3 m untuk satu ekor sapi dewasa, namun biasanya peternak menyatukan dua ekor sapi dalam satu lokal dengan
ukuran 3 m x 2.5 m. Luas kandang pedet lebih kecil dari ukuran kandang sapi dewasa yaitu setengah kali luas kandang sapi dewasa dengan ketinggiian kandang
yang dibuat sama. Bagian atap kandang ditutup dengan menggunakan genteng. Dinding kandang dibuat setinggi leher, bagian bawah dinding kandang terbuat
dari semen dan bagian atasnya dibuat dengan menggunakan kayu. Pembuatan
lantai kandang beragam, ada yang dibuat dengan menggunakan semen, kayu, dan gabungan antara semen dan kayu dengan bagian lantai depan menggunakan
semen dan bagian belakangnya dibuat dengan menggunakan kayu. Jarak antar kayu untuk lantai yang terbuat dari kayu tidak terlalu renggang, hal tersebut
dilakukan supaya kaki sapi tidak terjepit. Sebagian peternak menggunakan karpet berbahan karet sebagai alas lantai kandang ternaknya. Karpet tersebut digunakan
supaya sapi dapat berpijak lebih aman karena lantai kandang yang hanya menggunakan semen dapat menyebabkan sapi terpeleset jika lantai sedang dalam
keadaan basah. Untuk mengalirkan air bekas memandikan ternak dan membersihkan kandang maka dibuat parit atau selokan dengan kedalaman 5-10
cm dan lebar 30-40 cm, parit tersebut berfungsi untuk menghindari terjadinya genangan.
6.2 Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Tipe I dan II
Pendapatan usahaternak terdiri dari komponen penerimaan dan biaya. Dalam penelitian ini, usahaternak dibedakan berdasarkan pemanfaatan limbah
ternak sapi perah, yaitu usahaternak sapi perah tipe I dan II. Usahaternak sapi
perah tipe I adalah usahaternak yang telah melakukan pengolahan limbah ternak
untuk dijadikan biogas, sedangkan usahaternak sapi perah tipe II adalah usahaternak yang belum melakukan pengolahan ternak menjadi biogas. Seluruh
komponen pada penerimaan dan biaya, baik usahaternak sapi perah tipe I maupun usahaternak sapi perah tipe II dikonversi ke satuan bulan dan dihitung berdasarkan
rataannya.
6.1.1 Penerimaan usahaternak sapi perah tipe I dan II
Penerimaan yang diperoleh peternak di Kampung Areng terbagi menjadi penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai dihasilkan dari penjualan susu
ke KPSBU Koperasi Peternak Susu Bandung Utara, penjualan pedet, dan penjualan pupuk. Penerimaan non tunai dihasilkan dari susu untuk konsumsi
keluarga dan penjualan pupuk yang digunakan sendiri untuk lahan pertanian peternak. Selain itu terdapat tambahan penerimaan non tunai pada usahaternak
sapi perah tipe I yang berasal dari penghematan pembelian gas elpiji akibat penggunaan biogas.
Rata-rata produksi susu sapi pada responden yang memanfaatkan limbah kotoran ternak usahaternak sapi perah tipe I di Kampung Areng untuk setiap
satuan ternak sebanyak 351.94 liter per bulan dengan harga jual susu rata-rata sebesar Rp 4 100 per liter. Harga jual susu tiap peternak bervariasi mulai dari Rp
4 000 - Rp 4 200 per liter. Perbedaan harga susu ini tergantung dari kualitas susu yang dihasilkan. Penerimaan yang berasal dari penjualan susu ini merupakan
sumber penerimaan tunai terbesar karena sebesar 84.04 penerimaan total dihasilkan dari penjualan susu.
Sumber penerimaan tunai lain berasal dari penjualan pupuk. Pupuk hasil ampas biogas yang telah dikeringkan dijual kepada bandar atau kepada petani
dengan rata-rata harga jual pupuk sebesar Rp 8 000 per karung. Selain dijadikan pupuk kering, pengolahan ampas biogas juga dapat dijadikan pupuk dengan media
cacing tanah. Harga pupuk yang dijadikan media cacing tanah dijual dengan harga yang lebih mahal yaitu Rp 15 000 per karung. Meskipun harga jual pupuk dengan
media cacing tanah lebih mahal daripada pupuk pengeringan biasa, namun masih sedikit peternak yang mengolah pupuk dengan media cacing tanah dikarenakan
pengolahan pupuk dengan metode ini memerlukan lahan yang cukup luas. Cukup tingginya permintaan pupuk organik dari kotoran sapi perah ini menunjukkan
bahwa pupuk hasil ampas biogas memiliki nilai ekonomi dan dapat menjadi penghasilan tambahan bagi peternak.
Sumber penerimaan tunai juga dihasilkan dari penjualan pedet. Mayoritas peternak lebih sering menjual pedet jantan dibanding pedet betina karena pedet
betina digunakan sebagai bibit sedangkan pedet jantan dijual karena keterbatasan kandang dan tidak dapat menghasilkan susu. Harga jual pedet jantan bervariasi
mulai dari Rp 3 000 000 hingga Rp 6 500 000 tergantung ukurannya. Rata-rata harga jual satu ekor pedet pada usahaternak sapi perah tipe I sebesar Rp 5 000
000. Rata-rata penerimaan tunai usahaternak sapi perah tipe I untuk setiap satuan ternak sebesar Rp
1 632 671 per bulan .
Penerimaan non tunai yang diperoleh peternak berasal dari jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga, jumlah pupuk yang digunakan oleh peternak
untuk usaha pertaniannya, serta penghematan konsumsi energi sebagai akibat penggunaan biogas. Penerimaan non tunai dari susu yang dikonsumsi sendiri oleh
keluarga peternak menghasilkan nilai yang paling kecil diantara komponen penerimaan lainnya, hal ini dikarenakan mayoritas peternak tidak mengonsumsi
susu hasil perahannya dan semua susu langsung dijual ke koperasi, hanya sekitar 2-5 peternak saja yang mengonsumsinya dengan rata-rata jumlah susu yang
dikonsumsi yaitu 0.10 liter per bulan. Pupuk dari ampas biogas juga digunakan sendiri oleh peternak untuk memupuk lahan pertaniannya. Jumlah pupuk yang
digunakan sendiri oleh peternak lebih sedikit yaitu sekitar 24 dari total pupuk yang dihasilkan. Penghematan dari pengurangan biaya konsumsi gas elpiji dan
minyak tanah memberikan tambahan penghasilan bagi peternak yang memanfaatkan limbah ternaknya untuk dijadikan biogas. Penghematan biaya
pembelian gas elpiji dan minyak tanah ini menyumbang 3.22 dari total penerimaan yang diperoleh peternak pengguna biogas. Meskipun nilai
penghematan yang dihasilkan dari penggunaan biogas tidak terlalu besar, namun dengan penghematan tersebut cukup mengurangi beban pengeluaran rumah
tangga peternak. Penerimaan non tunai ini menyumbang sebesar 4.90 dari total penerimaan yang diperoleh usahaternak sapi perah tipe I. Penjumlahan dari
penerimaan tunai dan non tunai menghasilkan penerimaan total untuk setiap satuan ternak sebesar Rp
1 716 781 per bulan
Tabel 15.
Tabel 15 Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Tipe I RpbulanST
Sumber Penerimaan Produksi
Harga Nilai
Persentase
Penerimaan Tunai Susu literST
351.94 4 100
1 442 831 84.04
Pupuk karung 11.23
8 000 89 840
5.23
Pedet ST 0.02
4 983 871 100 000
5.83
Sub total 1 632 671
95.10 Penerimaan Non Tunai
Susu liter 0.10
4 100 410
0.02
Pupuk karung 3.55
8 000 28 400
1.65 Penghematan
konsumsi energi 55 300
55 300 3.22
Sub total 84 110
4.90 Total Penerimaan
1 716 781 100
Sumber : Data Primer diolah 2014
Komponen pada penerimaan usahaternak sapi perah tipe II hampir sama dengan komponen penerimaan usahaternak sapi perah tipe I, namun pada
penerimaan usahaternak sapi perah tipe II tidak ada penghematan energi. Penerimaan tunai dari usahaternak sapi perah tipe II di antaranya penerimaan dari