keluarga peternak menghasilkan nilai yang paling kecil diantara komponen penerimaan lainnya, hal ini dikarenakan mayoritas peternak tidak mengonsumsi
susu hasil perahannya dan semua susu langsung dijual ke koperasi, hanya sekitar 2-5 peternak saja yang mengonsumsinya dengan rata-rata jumlah susu yang
dikonsumsi yaitu 0.10 liter per bulan. Pupuk dari ampas biogas juga digunakan sendiri oleh peternak untuk memupuk lahan pertaniannya. Jumlah pupuk yang
digunakan sendiri oleh peternak lebih sedikit yaitu sekitar 24 dari total pupuk yang dihasilkan. Penghematan dari pengurangan biaya konsumsi gas elpiji dan
minyak tanah memberikan tambahan penghasilan bagi peternak yang memanfaatkan limbah ternaknya untuk dijadikan biogas. Penghematan biaya
pembelian gas elpiji dan minyak tanah ini menyumbang 3.22 dari total penerimaan yang diperoleh peternak pengguna biogas. Meskipun nilai
penghematan yang dihasilkan dari penggunaan biogas tidak terlalu besar, namun dengan penghematan tersebut cukup mengurangi beban pengeluaran rumah
tangga peternak. Penerimaan non tunai ini menyumbang sebesar 4.90 dari total penerimaan yang diperoleh usahaternak sapi perah tipe I. Penjumlahan dari
penerimaan tunai dan non tunai menghasilkan penerimaan total untuk setiap satuan ternak sebesar Rp
1 716 781 per bulan
Tabel 15.
Tabel 15 Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Tipe I RpbulanST
Sumber Penerimaan Produksi
Harga Nilai
Persentase
Penerimaan Tunai Susu literST
351.94 4 100
1 442 831 84.04
Pupuk karung 11.23
8 000 89 840
5.23
Pedet ST 0.02
4 983 871 100 000
5.83
Sub total 1 632 671
95.10 Penerimaan Non Tunai
Susu liter 0.10
4 100 410
0.02
Pupuk karung 3.55
8 000 28 400
1.65 Penghematan
konsumsi energi 55 300
55 300 3.22
Sub total 84 110
4.90 Total Penerimaan
1 716 781 100
Sumber : Data Primer diolah 2014
Komponen pada penerimaan usahaternak sapi perah tipe II hampir sama dengan komponen penerimaan usahaternak sapi perah tipe I, namun pada
penerimaan usahaternak sapi perah tipe II tidak ada penghematan energi. Penerimaan tunai dari usahaternak sapi perah tipe II di antaranya penerimaan dari
penjualan susu ke KPSBU dengan jumlah susu rata-rata yang dihasilkan untuk setiap satuan ternak sapi laktasi produksi sebanyak 354.17 liter per bulan dengan
harga rata-rata penjualan susu ke koperasi sebesar yaitu Rp 4 100 per liter.
Penjualan pupuk ke petani sebanyak 5 karung per bulan dengan harga jual pupuk sebesar Rp 8 000 per karung. Sama halnya dengan usahaternak sapi perah tipe I,
harga penjualan pedet jantan bervariasi dari Rp 3 000 000 - Rp 6 000 000 dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 5 000 000 per ekor. Komponen penerimaan pada
usahaternak sapi perah tipe II ditambah dengan penjualan kotoran dengan harga Rp 1 000 per karung yang biasa peternak jual kepada Kelompok Karya Ibu,
dimana nantinya kotoran tersebut akan diolah untuk dijadikan pupuk dengan media cacing tanah. Rata-rata penerimaan tunai yang diperoleh peternak pada
usahaternak sapi perah tipe II lebih kecil dibandingkan usahaternak sapi perah tipe I.
Tabel 16 Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Tipe II RpbulanST
Sumber Penerimaan Produksi
Harga Nilai Persentase
Penerimaan Tunai Susu literST
354.17 4 100 1 452 097
89.49
Pupuk karung 5
8 000 40 000
2.47
Kotoran karung 5.82
1 000 5 820
0.36
Pedet ST 0.02
5 000 000 100 000
6.16
Sub total 1 597 917
98.48 Penerimaan Non Tunai
Susu liter 0.6
4 100 2 460
0.15
Pupuk karung 2.78
8 000 22 240
1.37
Sub total 24 689
1.52 Total Penerimaan
1 622 617 100
Sumber : Data Primer diolah 2014
Berdasarkan tabel data penerimaan dari kedua jenis usahaternak maka dapat terlihat jika produktivitas sapi perah pada usahaternak tipe II lebih besar
dibandingkan usahaternak tipe I. Selisih produksi susu diantara kedua tipe usahaternak sebesar 2.23 liter per ST atau senilai Rp 9 101. Penerimaan yang
berasal dari penjualan pupuk baik hasil olahan langsung dari kotoran sapi maupun diolah dari ampas biogas juga memberikan kontribusi yang perlu diperhitungkan
terhadap penerimaan peternak. Saat ini, penjualan pupuk hasil ampas biogas hanya dijual melalui bandar atau dijual langsung kepada petani lain yang
domisilinya masih di sekitar Kampung Areng. Pengemasan yang masih sederhana dengan menggunakan karung bekas konsentrat atau pakan tambahan dan belum
meluasnya penjualan pupuk organik ke beberapa toko pupuk di luar wilayah Kampung Areng menjadikan penjualan pupuk organik dari kotoran ternak belum
begitu berkembang. Padahal penggunaan pupuk organik memberikan nilai lebih, bukan hanya untuk tanaman namun dapat mengurangi kerusakan lingkungan
karena penggunaan pupuk sintetis.
6.1.2 Biaya usahaternak sapi perah tipe I dan II
Komponen biaya pada penelitian ini adalah biaya tunai antara lain biaya pakan konsentrat, biaya rumput, biaya ampas tahu dan ampas singkong, biaya air,
dan biaya listrik untuk penerangan kandang. Biaya rumput dihitung berdasarkan luasan lahan yang disewa peternak untuk menanam rumput di lahan milik
Perhutani dengan sistem sharing, sedangkan biaya air dan listrik yang digunakan untuk kegiatan usahaternak dihitung berdasarkan proporsi dari total pengeluaran
air dan listrik yang dibayarkan oleh peternak. Biaya inseminasi buatan IB dan kesehatan hewan Keswan merupakan bagian pelayanan yang diberikan secara
gratis oleh KPSBU kepada peternak yang menjadi anggotanya, bila pun membayar dokter hewan yang membantu pada proses persalinan sapi, hal
tersebut hanya sebagai ungkapan rasa terima kasih peternak dan tidak dipatok besaran biaya. Komponen yang termasuk biaya non tunai mencakup biaya
penyusutan kandang dan peralatan, biaya tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya iuran anggota koperasi.
Tabel rata-rata biaya usahaternak sapi perah tipe I memperlihatkan bahwa biaya pakan yang terdiri dari biaya konsentrat, ampas singkong, ampas tahu, dan
pakan hijauan merupakan biaya input produksi terbesar dalam kegiatan usahaternak di Kampung Areng. Untuk setiap satuan ternak, biaya pakan yang
dikeluarkan sebesar Rp 598 133 per bulan atau 43.61 dari biaya total. Komponen biaya terbesar kedua adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu
sebesar 42.92 atau senilai Rp 588 560 per bulan untuk setiap satuan ternak. Meskipun biaya tenaga kerja dalam keluarga merupakan jenis biaya non tunai
namun biaya tersebut harus tetap diperhitungkan dalam biaya input produksi. Biaya tenaga kerja dalam keluarga ini tidak dibayarkan secara langsung karena
merupakan opportunity cost bila peternak menggunakan tenaga kerja luar