dibakar maka akan meledak. Pada pengisian pertama ini masukkan bahan baku ke dalam digester sampai penuh, gas pertama akan dihasilkan dengan
membutuhkan waktu 4-15 hari. Setelah proses tersebut pengisisan bahan baku secara rutin dua hari sekali dengan jumlah sekitar dua ember kotoran ternak
atau tergantung kapasitas reaktor biogas. Gas yang dihasilkan di salurkan melalui pipa paralon yang langsung terhubung pada kompor biogas.
3. Tahap pengambilan Limbah biogas diperoleh dari melubernya kotoran yang
bercampur air seperti lumpur dari outlet ketika proses pemasukan bahan baku. Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari limbah yang telah diambil
gasnya oleh bakteri metan atau bakteri biogas, bentuknya seperti lumpur atau disebut sludge. Sisa bahan ini masih mempunyai kandungan nitrogen yang
tinggi sehingga baik dijadikan pupuk. Komponen penting untuk mengoperasikan biogas adalah kompor.
Berikut ini adalah cara mengoperasian kompor biogas :
1. Membuka sedikit kran gas yang ada pada kompor memutar ke sebelah kiri
2. Menyalakan korek api dan sulut tepat diatas tungku kompor.
3. Apabila menginginkan api yang lebih besar, kran gas dapat dibuka lebih besar
lagi, demikian pula sebaliknya. Api dapat disetel sesuai dengan kebutuhan dan keinginan kita.
Perimbangan gas dan udara harus diatur dalam jumlah yang tepat sehingga biogas akan terbakar dengan baik yang ditandai dengan nyala api berwarna biru.
Jika api berubah warna menjadi kuning, hal ini mengindikasikan bahwa ruang pembakaran tersumbat dan perlu pembersihan. Junaedi 2002 mengemukakan
bahwa tempat terbaik dan teraman sangat penting untuk meletakkan unit produksi biogas. Jarak rumah ke tempat instalasi biogas sekurang-kurangnya 10 meter dan
terpisah dari tempat memasak dan sumber air, sehingga limbah ikutannya tidak mencapai sumber air bersih dan tidak memcemari kehidupan keluarga dan tempat
pengolahan pangan ketika memasukkan limbah tanaman dan kotoran ternak serta bahan organik ke unit biogas. Namun, dianjurkan juga menempatkan unit biogas
tidak terlalu jauh dari rumah, supaya tidak mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk membeli pipa yang lebih panjang. Pipa gas harus dijaga dan dicegah supaya
tidak bocor dan jika dipasang menyeberang jalan hendaknya dibenam ke dalam tanah.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Teknis Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng
Jenis ternak sapi perah yang dimiliki oleh peternak responden adalah jenis Friesian Holstein FH. Menurut Achmad 2011, bangsa sapi Friesian Holstein
terkenal dengan produksi susunya yang tinggi dengan persentase lemak susu sekitar 3-7. Sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga
mencapai 25 000 kg susu per tahun apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung, dan
menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Hasil survei di Balai Penelitian Ternak BPT Ciawi Bogor menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang
paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Jenis sapi perah Frisian Holstein. Hal tersebut didasari oleh tingkat produksi susu yang
dihasilkan lebih besar dari jenis lain dalam satu tahun dan memiliki kadar lemak yang lebih kecil Tabel 11, bila dibandingkan dengan jenis sapi perah lain
sehingga lebih baik bagi kesehatan. Tabel 11 Produksi Susu yang Dihasilkan Bangsa Sapi Perah
No Bangsa Sapi Perah
Produksi Susu kgtahun
Persentase Lemak Susu
1 Ayshire
5 000 4.0
2 Brown Swiss
5 000 – 5 500
4.0 3
Guernsey 4 500
4.7 4
Fries Holland 5 750
3.7 5
Jersey 4 000
5.0
Sumber : Bade dan Blakey 1991 dalam Achmad 2011
Sapi perah yang dimiliki oleh peternak responden terdiri dari laktasi kosong, laktasi kering kandang, dara, jantan muda, pedet jantan, dan pedet betina.
Jumlah ternak dalam penelitian ini diukur dalam Satuan Ternak ST, dengan ketentuan untuk satu ekor sapi dewasa laktasi kosong, laktasi kering kandang,
dan laktasi bunting adalah 1 ST, sapi muda dara bunting, dara kosong, dan pejantan muda adalah 0.5 ST, dan anak sapi pedet jantan dan pedet betina
adalah 0.25 ST. Usaha peternakan sapi perah yang terdapat di Kampung Areng termasuk usahaternak rakyat karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata
kepemilikan sapi perah peternak responden yaitu 3.22 ST pada usahaternak sapi perah tipe I dan 2.24 ST pada usahaternak sapi perah tipe II.
Tabel 12 Komposisi Rata-rata Populasi Sapi Perah yang Dimiliki Responden
No Kriteria sapi perah Jumlah Satuan Ternak ST
Usahaternak sapi perah tipe I
Usahaternak sapi perah tipe II
1 Laktasi Kosong
2.55 1.81
2 Laktasi Kering Kandang
0.13 0.07
3 Dara
0.32 0.20
4 Jantan muda
0.05 0.04
5 Pedet Betina
0.07 0.06
6 Pedet Jantan
0.10 0.06
Jumlah 3.22
2.24
Sumber : Data Primer diolah 2014
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata peternak pada usahaternak sapi perah tipe I memiliki sapi perah sebanyak 3.22 ST, sedangkan pada usahaternak sapi
perah tipe II memiliki jumlah yang lebih sedikit, yaitu 2.24 ST. Rata-rata persentase sapi laktasi yang berproduksi sebesar 79.19, dan rata-rata ketersedian
bakal calon pengganti induk yaitu dara sebesar 9.94 pada usahaternak sapi perah tipe I. Pada usahaternak sapi perah tipe II, persentase sapi laktasi yang
berproduksi sebesar 80.80 dan sapi dara sebesar 8.93. Jumlah rata-rata pemilikan sapi bakal pengganti induk pada kedua tipe usahaternak berada
dibawah batas ideal yaitu sebesar 14.29 Sudono 1983. Usahaternak sapi perah tipe I rata-rata memiliki sapi sebanyak 3.22 ST
dengan jumlah sapi produksi 2.55 ST. Rata-rata produksi susu per bulan sebanyak 869.03 liter dengan produktivitas sapi produksi sebanyak 351.94 liter per bulan
untuk setiap satuan ternak. Usahaternak sapi perah tipe II rata-rata memiliki sapi sebanyak 2.24 ST dengan jumlah sapi produksi 1.81 ST. Rata-rata produksi susu
per bulan sebanyak 637.78 liter dengan produktivitas sapi produksi sebanyak 354.17 liter per bulan untuk setiap satuan ternak. Produksi susu yang dihasilkan
oleh sapi perah saat penelitian dilakukan berada dalam kondisi yang kurang baik, karena rata-rata jumlah susu yang diproduksi per hari terbilang sedikit yaitu 11.73
liter per ekor, hasil produksi ini lebih kecil dari produksi harian dalam kondisi normal yang bisa mencapai 17-20 liter per ekor. Jumlah produksi susu yang kecil
ini dikarenakan kondisi ampas singkong yang kurang baik karena jumlah produksi susu dipengaruhi oleh jumlah dan kondisi pakan. Sudono et.al 2003 dalam
Achmad 2011 menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk memacu produksi susu tidak terlepas dari aspek pemeliharannya, seperti
penyediaan bibit unggul, pemberian pakan konsentrat dan hijauan,
perkandangan, penanganan penyakit, perkawinan, pemerahan, penanganan pasca panen, penanganan limbah, pemasaran, dan distribusi. Sehingga jelas dalam hasil
penelitian ini bahwa jumlah dan kondisi pakan memengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan.
1. Pakan
Pakan yang diberikan peternak responden meliputi hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan ampas singkong. Pakan hijauan yang diberikan adalah jenis
rumput lapang, rumput gajah Pennisetum purpureum, dan rumput raja Pennisetum purputhypoides. Rumput-rumput tersebut didapatkan dari lahan
mereka sendiri, atau lahan yang peternak sewa dari Perhutani dengan sistem sharing. Harga sewa lahan sebesar Rp 700 per tumbak dengan rata-rata luas lahan
yang disewa peternak sekitar 100 tumbak dengan konversi satu tumbak sama dengan 14 m
2
. Biaya sewa lahan langsung dipotong oleh koperasi dari hasil setor susu setiap 15 hari sekali.
Pemberian ampas tahu dan ampas singkong bertujuan untuk mengurangi penggunaan konsentrat sehingga mengurangi biaya produksi. Kelompok ternak
membeli ampas tahu dan ampas singkong dalam satuan mobil bak sehingga peternak anggota tidak perlu repot untuk mencari dan membeli ampas tahu dan
ampas singkong dari pihak lain. Harga konsentrat mako yang dijual dari kelompok ternak adalah Rp 100 000 per 50 kg atau senilai Rp 2 000 per kg. Harga
ampas tahu sebesar Rp 29 000 per karung dengan jumlah per karungnya sebanyak 50 kg sehingga harga per satuannya sebesar Rp 580. Harga ampas singkong relatif
lebih murah yaitu Rp 27 000 per 50 kg sehingga harga per satuannya sebesar Rp 540. Hanya beberapa peternak yang menambahkan ampas tahu sebagai pakan
tambahan bagi hewan ternaknya, karena harga ampas tahu yang lebih mahal dibandingkan ampas singkong. Menurut Anisa 2008, komposisi penggunaan
pakan akan memengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan. Pemberian rumput yang lebih banyak akan menghasikan susu dengan kadar lemak yang lebih
tinggi namun dengan produksi susu yang rendah. Selain itu, pakan hijauan mengandung serat kasar yang tinggi sehingga mengakibatkan pakan sulit dicerna
jika diberi secara berlebihan.