Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Permukiman

76 Persentase luas ruangan reguler didapat dengan formula: = Luas ruangan reguler berventilasi Luas ruangan reguler x 100 Hasil perhitungan persentase disajikan dalam Tabel 25 berikut. Tabel 25 Persentase luas ruangan reguler berventilasi No Jenis Bangunan Jenis Ruangan Reguler Luas ruangan reguler m 2 Luas Ruangan Reguler Berventilasi Silang m 2 Persentase Luas Ruangan Reguler berventilasi silang 1 Rumah Pintu 2 Tepas 7,3 7,3 Tengah Imah 12,25 12,25 Pangkeng 1 6,2 6,2 Pangkeng 2 7 7 Total 32,75 32,75 100 2 Rumah Pintu 1 Tepas Tengah Imah 24,3 24,3 Pangkeng 3,5 3,5 Total 27,8 27,8 100 3 Masjid Ruhang Neuteupan 120,9 120,9 Total 120,9 120,9 100 4 Bale Patemon Ruhang patemon 73,4 73,4 Total 73,4 73,4 100 Total Persentase 100 Dengan demikian, seluruh bangunan yang terdapat di Kampung Naga memiliki ventilasi silang yang dapat memenuhi sirkulasi udara bersih dalam bangunan dan mendapat poin tertinggi 2C. b Luas bukaan pada dinding Persentase luas bukaan pada dinding didapat dengan formula: = Luas bukaan pada dinding Luas ruangan reguler x 100 Hasil perhitungan persentase disajikan pada Tabel 26. Hasil persentase ini disimpulkan bahwa luas bukaan pada dinding ruangan reguler 4 jenis bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2 32, rumah pintu 1 15, masjid 19 dan balé patémon 25. Artinya seluruh bangunan di kampung ini memiliki bukaan pada dinding bangunannya lebih dari 5 standar GREENSHIP dan layak mendapatkan poin untuk tolok ukur ini. 77 Tabel 26 Persentase luas bukaan pada dinding No Jenis Bangunan Jendela Pintu Luas Ruangan Reguler Persen- tase Jumlah Ukuran m Luas m 2 Jumlah Ukuran m Luas m 2 1 Rumah Pintu 2 10 1,2 x 0,6 7,2 2 2 x 0,8 3,2 32,8 32 2 Rumah Pintu 1 3 1,2 x 0,6 2,16 1 2 x 0,8 1,6 24,3 15 3 Masjid 7 1,2 x 0,6 5,04 2 2 x 0,8 3,2 120,9 19 2 1,2 x 1,0 2,4 5 1,2 x 2,0 12 4 Bale Patemon 5 1,2 x 2,5 15 1 2 x 0,8 1,6 73,4 25 2 1,2 x 0,8 1,92 c Jarak antara bukaan inlet dan outlet Jarak inlet dan outlet pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel 27 berikut. Gambar 36 Jarak antar bukaan pada bangunan Kampung Naga 78 Tabel 27 Jarak inlet dan outlet pada bangunan di Kampung Naga Jenis Bangunan Nama Ruangan Reguler Jarak Inlet-Outlet m Rumah Pintu 2 Tepas 0,6 - 2,5 Tengah Imah 3,6 Pangkeng 2,5 Pangkeng 2 3,25 Rumah Pintu 1 Tepas dan Tengah Imah 5,9 Pangkeng 0,9 Masjid Ruhang Neuteupan 2,9 - 11,2 Bale Patemon Ruhang Patemon 2,25 - 9,0 Dari data pengamatan tersebut didapat hasil bahwa jarak inlet dan outlet ke 4 jenis bangunan di Kampung Naga kurang dari 12 m standar GREENSHIP, sehingga mendapat poin untuk tolok ukur ini. Untuk toilet, Kampung Naga menggunakan jamban di atas balong kolam ikan. Jamban ini tidak memerlukan exhaust fan karena bagian atasnya memang terbuka dan hanya ditutupi langit- langit dari ijuk. Angin yang melewati jamban ini akan mereduksi bau sehingga sirkulasi udara di dalam jamban sangat baik. Pada dapur, terdapat jendela ukuran 1,2 x 0,6 m untuk sirkulasi udara. Pengukuran langsung di lapang menyimpulkan bahwa sirkulasi udara pada bangunan Kampung Naga dengan menggunakan ventilasi silang sesuai dengan standar yang ditentukan GREENSHIP. Nilai-nilai hasil perhitungan menunjukkan bahwa secara rancangan arsitektur, kebutuhan akan sirkulasi udara melalui udara dan pintu telah diperhitungkan sejak pembangunan kampung. Sirkulasi udara dari dua jenis ventilasi tersebut adalah sirkulasi minimal. Seluruh dinding bangunan di Kampung Naga terbuat dari susunan kayu atau anyaman bilik bambu yang memiliki celah untuk masuknya udara namun tetap menahan air. Sirkulasi udara dapat menjadi lebih tinggi lagi jika memasukkan penghitungan dinding anyaman seperti ini. Artinya, desain bangunan sangat menunjang kenyamanan udara dalam rumah. 4.6.2 Minimalisasi Sumber Polutan Sumber polutan dapat berasal dari dalam lingkungan hunian. Tanpa aktivitas manusia pun memasak atau mengolah bahan mentah dalam rumah, bangunan sendiri dapat mengeluarkan polutan seperti senyawa organik yang menguap. Cat, sealant dan perekat untuk interior rumah dapat menghasilkan emisi senyawa organik yang menguap volatile organic compoundVOC dari material bangunan tersebut. Emisi material ini dapat menimbulkan keluhan kesehatan dari penghuni antara lain berupa pusing, mata perih, batuk dan bersin. Kadar VOC untuk cat sendiri dapat dilihat dalam satuan gram per liter gl disesuaikan dengan nilai batas maksimum seperti tercantum di Tabel 28, yang mengacu pada Directive 200442CE of the European Parliament and of the Council of 21 April 2001, Table A. 79 Tabel 28 Batas Nilai Maksimum Kadar VOC untuk Cat, Coating dan Pernis Tipe Produk Fase II gl WB SB Interior matt walls and ceilings Gloss 2560 o 30 30 Interior glossy walls and ceilings Gloss 2560 o 100 100 Exterior walls of mineral substrate 40 430 Interiorexterior trim and cladding paints for wood and metal 130 300 Interiorexterior trim varnishes and woodstains, including opaque woodstains 130 400 Interior and exterior minimal woodstains 130 700 Primers 30 350 Binding primers 30 750 One-pack performance coatings 140 500 Two-pack reactive performance coatings for specific end use as floors 140 500 Multi-coloured coatings 100 100 Decorative effect coatings 200 200 Keterangan: WB: Water-borne; SB: Solvent-borne; Sumber: Directive 200442CE Sedangkan untuk penggunaan sealant dan perekat untuk menyusun dan merekatkan bahan bangunan seperti kayu olahan biasanya menggunakan bahan yang tidak baik bagi kesehatan. Kadar VOC dalam satuan gram per liter gl disesuaikan dengan batas maksimum sebagaimana tercantum pada Tabel 29 berikut, yang mengacu pada South Coast Air Quality Management District California, U.S. – Rule 1168. Tabel 29 Batas Nilai Maksimum Kadar VOC untuk Perekat dan Sealant Tipe Produk Batas VOC gl Indoor carpet adhesive 50 Carpet pad adhesive 50 Wood flooring and Laminate adhesive 50 Rubber flooring adhesive 100 Sub-floor adhesive 60 Ceramic tile adhesive 50 Cave base adhesive 65 Dry wall and Panel adhesive 50 Multipurpose construction adhesive 70 Structural glazing adhesive 100 Architectural sealant 250 Sumber: South Coast Air Quality Management District SCAQMD, 2005. Menurut penilaian GREENSHIP, penggunaan sealant dan perekat serta pelapis dinding yang memiliki nilai VOC rendah memiliki emisi senyawa kimia yang rendah pula, sehingga mendapatkan poin tinggi. Dari hasil pengamatan di lapang, bangunan di Kampung Naga tidak menggunakan senyawa perekat ataupun 80 sealant, melainkan menggunakan paku dan pancang kayu paku kayu serta tali ijuk. Artinya, tidak terdapat kadar VOC yang dikeluarkan dari jenis perekat ini. Sedangkan untuk cat, masyarakat lebih memilih menggunakan kapur pertanian „Dolomit Super‟ berwarna putih untuk memberi kesan cerah dan bersih pada rumah Gambar 37. Pada kemasan hanya tercantum kandungan MESH 80, CaO 55,20, MgO 18,94 dan CaCo 90,82. Tidak tercantum bahan jenis kapur pada tabel tipe produk yang mengandung VOC. Bahan yang mengandung VOC biasanya menggunakan solvent pelarut dan tiner pengencer serta mengeluarkan bau cat yang menyengat. Namun kapur pertanian berasal dari zat organik seperti zat CaO yang berasal dari tanaman-tanaman industri atau CaCo yang berasal dari pengapuran binatang laut. Kapur ini juga tidak mengeluarkan bau yang menyengat. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa kapur pertanian tidak mengandung VOC atau mengandung kadar VOC yang rendah. Gambar 37 Kapur pertanian digunakan untuk pengecatan dinding

4.6.3 Memaksimalkan Pencahayaan Alami

Kenyamanan dan kesehatan dalam ruang permukiman ditunjang pula oleh penyinaran matahari. Sinar matahari bermanfaat bagi kesehatan dan mencegah pertumbuhan mikroba dengan cara mengurangi kelembaban ruangan serta menghemat listrik dari pemakaian lampu di siang hari. Pada tolok ukur ini, perlu dilakukan pengambilan intensitas cahaya pada bagian dalam ruang bangunan di Kampung Naga. Intensitas cahaya ini diambil dengan menggunakan alat ukur yang disebut lux meter. Lux meter diletakkan di ketinggian ± 1 meter dari permukaan lantai atau meja. Pengamatan intensitas cahaya dilakukan pada 4 jenis bangunan yaitu rumah pintu 2, rumah pintu 1, masjid dan balé patémon. Waktu dilakukan pengamatan adalah pada siang hari jam 13.00 WIB. Kondisi cuaca pada waktu pengamatan adalah cerah tidak berawan. Dari hasil pengamatan di lapang pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga, didapat hasil seperti pada Tabel 30. Tabel 30 Hasil Pengamatan Intensitas Cahaya pada Bangunan di Kampung Naga Jenis Bangunan Ruangan Intensitas Sinar Matahari lux Rumah Pintu 2 Tepas 1 623 Tengah Imah 157 Pangkéng 8 Dapur 10 Rumah Pintu 1 Tepas, Tengah Imah, dapur 25 Pangkéng 5 Masjid Ruhang neteupan 133 Balé Patémon Ruhang Patémon 135 81 Intensitas sinar matahari yang dinilai untuk mendapatkan poin pada tolok ukur ini adalah intensitas penyinaran pada ruangan reguler atau ruang keluarga dan kamar tidur. Standar GREENSHIP menentukan besar intensitas yang dinilai cukup memenuhi kenyamanan penghuninya adalah 200 lux. Dengan kerapatan bangunan yang hanya 1 – 2 meter antar rumah, membuat penyinaran pada bagian ruang dalam rumah adat Kampung Naga relatif sedikit antara 5 – 135 lux, 200 lux, terkecuali pada bagian tepas ruang tamu rumah pintu 2 yang memiliki intensitas pencahayaan cukup tinggi 1.623 lux. Intensitas pencahayaan yang tinggi pada ruangan tepas ini dikarenakan terdapat 4 buah jendela dibagian sudut ruangan. Hal ini menyebabkan cahaya yang masuk lebih banyak. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa bangunan di Kampung Naga tidak memiliki penyinaran yang cukup di atas 200 lux sesuai standar. Hubungan antara besar intensitas cahaya matahari dengan tingkat kenyamanan penghuni nampaknya memiliki pemahaman berbeda bagi masyarakat Kampung Naga. Masyarakat lebih mengedepankan kualitas istirahat dan hubungan komunikasi antar manusia di dalam maupun di luar rumah yang lebih intim. Walaupun terbilang cukup gelap pada pangkéng kamar tidur dan pawon dapur, namun hal itu dipercaya dapat menambah kenyamanan dalam beristirahat dan bercengkerama di siang hari. Selain itu, suasana yang cukup gelap tidak membuat ruangan menjadi pengap karena ada aliran udara dari atap, kolong, dinding dan ventilasi silang pada ruangan. Masyarakat juga banyak yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari sehingga kamar tidur jarang digunakan saat siang. Pada intinya, kondisi ruangan yang seperti ini disesuaikan pada fungsi ruangan dan aktivitas penghuni dalam ruangan tersebut. Konsep seperti ini, secara deskriptif menjelaskan bahwa bangunan di Kampung Naga tetap tidak mengeluarkan energi untuk pencahayaan dan tidak berlebihan dalam kehidupan sehari-hari.

4.6.4 Tingkat Akustik Permukiman

Penghuni bangunan harus mendapatkan kualitas tidur yang baik pada malam hari. Kebisingan dapat mengganggu kualitas istirahat penghuni rumah. Perlu adanya pemahaman lingkungan sekitar bangunan agar dapat mereduksi kebisingan dengan penanaman pohon ataupun penggunaan material peredam bunyi. Kriteria ini ditujukan untuk mengetahui tingkat bunyi yang optimal pada saat penghuni sedang tidur di malam hari. Alat ukur yang digunakan ialah sound level meter dengan satuan desibel dB. Pengukuran dilakukan antara pukul 22.00 – 05.00 di ruangan reguler atau kamar tidur pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2, rumah pintu 1, masjid dan balé patémon. Hasil dari pengukuran di lapang adalah seperti pada Tabel 31 berikut: Tabel 31 Hasil Pengamatan Level Bunyi pada Kampung Naga Jenis Bangunan Level Bunyi pada waktu tertentu dB Level Bunyi rata-rata dB 21.00 23.00 01.00 04.00 Rumah Pintu 2 40,9 40,3 37,9 45,7 41,2 Rumah Pintu 1 39,7 39,8 37,6 41,1 39,6 Masjid 55,1 55,4 55,5 56,5 55,6 Balé Patémon 54,1 55,1 55,4 56,4 55,3 82 Level bunyi rata-rata pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga berkisar antara 39,6 dB – 55,6 dB. Menurut standar penilaian GREENSHIP, level bunyi yang menunjang kenyamanan penghuninya adalah sebesar 40 dB. Dari hasil pengukuran, hanya bangunan rumah pintu 2 dan rumah pintu 1 yang memiliki nilai pada kisaran 40 dB, yaitu sebesar 41,2 dB dan 39,6 dB. Namun pada bangunan masjid dan balé patémon, level suara berada di atas kisaran 40 dB, yaitu sebesar 55,6 dB dan 55,3 dB. Hal ini dikarenakan terdapat suara gemercik air dari pipa di tempat wudhu masjid. Semakin malam, dengan kondisi yang semakin sepi, maka suara air akan semakin keras terdengar. Pada pukul 04,00 pagi level bunyi menjadi lebih tinggi dari pada jam-jam lainnya karena suara kokokan ayam. Ayam membangunkan warga untuk sholat subuh dan bersiap pergi ke sawah. Hal ini sangat efektif dikarenakan tidak ada mikrofon atau alat pengeras suara adzan di masjid. Mengingat perhitungan hanya dilakukan pada bangunan yang dijadikan tempat beristirahat, dalam hal ini bangunan rumah pintu 2 dan pintu 1, maka standar kebisingan pada level 40 dB tetap dapat dipenuhi Kampung Naga.

4.6.5 Hasil Skoring Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Kampung Naga

Hasil penilaian dengan metode skoring standar tingkat hijau GREENSHIP untuk kategori sumber dan daur ulang material disajikan dalam Tabel 32 berikut. Tabel 32 Hasil skoring kategori kesehatan dan kenyamanan dalam ruang KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP CHECK LIST KETERANGAN IHC 1 Sirkulasi Udara Bersih 6 Menjaga sirkulasi udara bersih di dalam rumah dan mempertahankan kebutuhan laju udara ventilasi sehingga kesehatan dan produktivitas penghuni dapat terpelihara, serta menghemat energi. Ventilasi Alami 1 Luas ventilasi minimum 5-10 dari luas lantai 1 Bangunan di Kampung Naga memiliki luas ventilasi 10 dari luas lantai, yaitu 15 - 32 dari luas lantai √ Ventilasi pada ruangan dibantu oleh material anyaman bambu pada dinding dimana udara dapat tetap masuk 2A 50 dari jumlah luas ruangan reguler didesain dengan ventilasi silang 1 Ventilasi alami sebesar 100, pada ruangan reguler seluruh bangunan di Kampung Naga Setiap ruangan di bangunan adat Kampung Naga memiliki ventilasi silang, serta terdapat sirkulasi dari bagian kolong dan atap sirkulasi dari lubang angin 2B 75 dari jumlah luas ruangan reguler didesain dengan ventilasi silang 2 2C 100 dari jumlah luas ruangan reguller didesain dengan ventilasi silang 3 √ Ventilasi Mekanis 3 Memasang exhaus fan untuk seluruh kamar mandi 1 Kamar mandi diletakkan terpisah dengan bangunan rumah dan berbentuk semi tertutup, sedangkan dapur menggunakan lubang angin dan jendela yang memanfaatkan angin membawa asap keluar rumah √ Jamban diletakkan di area kotor bagian paling Timur sehingga udara kotor dari dalam jamban tidak masuk ke area permukiman 4 Memasang exhaus fan untuk dapur 1 √ 83 KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP CHECK LIST KETERANGAN IHC 2 Minimalisasi sumber polutan 3 Mengurangi kontaminasi udara dalam ruang dari emisi material interior yang dapat membahayakan kesehatan 1 Menggunakan cat dengan VOC rendah 2 Pelapis pada dinding rumah digunakan kapur putih dengan kadar VOC rendah. √ Kapur putih membuat kesan rumah bersih dan suci. 2 Menggunakan sealant dan perekat dengan kadar VOC rendah 1 Perekat bangunan menggunakan kayu, paku dan ijuk tanpa VOC. √ Perekat ijuk dan paku kayu lebih kuat dan lebih awet. IHC 3 Memaksimalkan Pencahayaan Alami 2 Meningkatkan kualitas hidup dalam rumah dengan pencahayaan alami yang baik dan mengurangi penggunaan lampu pada siang hari 1 Cahaya matahari dapat menerangi area ruang keluarga sebanyak 200 lux dari 50 luas ruangan 1 Intensitas cahaya matahari tertinggi di area ruang keluarga yaitu pada rumah pintu 2 157 lux, belum memenuhi kriteria − Cahaya dalam ruangan tengah imah cukup gelap agar suasana berkomunikasi lebih intim 2 Cahaya matahari dapat menerangi area ruang tidur sebanyak 200 lux dari 50 luas ruangan 1 Intensitas cahaya matahari di ruang tidur teringgi hanya sebesar 8 lux pada rumah pintu 2, jauh dari kriteria − Cahaya dalam ruangan pangkeng cukup gelap agar suasana beristirahat menjadi lebih berkualitas IHC 4 Tingkat Akustik 1 Memberikan kenyamanan dari gangguan suara luar ruangan 1 Tingkat bising udara di kamar tidur maksimum 40 Db 1 Tingkat bising rata-rata di kamar tidur rumah pintu 2 dan rumah pintu 1 mencapai 39,6 - 41,2 Db √ Kebisingan hanya didapat dari suara air yang mengalir dan suara ayam berkokok TOTAL NILAI KATEGORI IHC 12 10

4.7 Manajemen Lingkungan Bangunan

Keberadaan fisik bangunan tentunya dipengaruhi pula oleh aktivitas penghuninya. Begitu pula fisik suatu permukiman secara umum. Suatu bentukan lanskap yang tertata rapi dan khas mencirikan kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Kehidupan sosial dan budaya ini kemudian membentuk suatu sistem manajemen lingkungan di sekitar rumah tinggal. Adanya sistem manajemen lingkungan membuat kerjasama yang erat antar penghuni dalam rumah dan antar warga dalam satu permukiman untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan berkelanjutan. Pada aspek ini perlu diketahui kriteria-kriteria manajemen lingkungan bangunan seperti aktivitas ramah lingkungan pada kawasan, panduan pembangunan rumah, sistem keamanan, desain dan konstruksi berkelanjutan serta inovasi desain dan teknologi. Menurut sesepuh kampung, Kampung Naga memiliki sistem tersendiri dalam menjalankan kehidupan di areal permukiman adat. Aktivitas sehari-hari terkonsentrasi pada ajaran selaras dengan alam. Tidak menentang alam namun juga tidak pasrah sepenuhnya. Semua warga dalam areal permukiman secara umum memiliki kedudukan yang sama terhadap alam. Bentuk fasad rumah yang sama menandakan bahwa manusia sama derajatnya dalam kehidupan selaras dengan alam. Kedudukan yang sejajar dengan sesama manusia dan merasa lemah terhadap kekuatan alam membuat warga senantiasa bekerja sama menjaga 84 kelestarian lingkungan. Pembuatan rumah dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat adat. Begitu pula dengan sistem keamanan. Masyarakat percaya bahwa manusia tidak bisa memprediksi bencana yang dapat datang sewaktu- waktu. Oleh karena itu, sistem keamanan diberlakukan untuk penjagaan terhadap bencana. Rancangan bentuk rumah adat pun telah diwariskan turun temurun kepada orang yang dipercaya sebagai arsitek punduh. Dengan hanya satu orang yang menguasai hitungan kebutuhan material, membuat warga tidak dapat berinovasi sendiri dengan bebas. 4.7.1 Aktivitas Ramah Lingkungan Keberadaan aktivitas yang positif dalam masyarakat permukiman membantu meningkatkan perilaku ramah lingkungan dan terciptanya suatu komunikasi yang dapat mendukung konsep arsitektur hijau baik di dalam rumah mau pun di lingkungan permukiman. Pada penilaian tolok ukur ini, perlu adanya aktivitas pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh warga penghuni suatu lingkungan permukiman. Jika telah memasuki tahap okupansi tahap telah dihuni pada bangunan baru, maka penghuni perlu turut serta dalam aktivitas menjaga lingkungan. Masyarakat Kampung Naga memiliki nilai-nilai konservasi lingkungan pada setiap aktivitasnya, baik aktivitas pribadi maupun aktivitas gotong royong. Masyarakat membagi Kampung Naga menjadi tiga kawasan, kawasan suci, kawasan bersih dan kawasan kotor. Dengan pembagian ini masyarakat menerapkan konservasi lingkungan hutan pada kawasan suci sebelah Barat permukiman, menjaga kebersihan lingkungan pada kawasan bersih areal permukiman dan memanfaatkan limbah manusia pada kawasan kotor sebelah Timur permukiman. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Kampung Naga adalah bersawah dan berhuma. Melalui kepercayaan kepada Dewi Sri, mereka menempatkan padi sebagai dasar kemakmuran. Terdapat upacara-upacara rutin yang diadakan 6 kali setahun untuk persembahan rasa syukur terhadap kemakmuran yang didapat. Masyarakat melakukan upacara panen seperti hajat sasih dan menggunakan dedaunan untuk keperluan ritual. Dedaunan tersebut didapat dari lingkungan sekitar kampung, yang artinya tanamannya dikonservasi oleh warga adat. Sistem pembuangan sampah juga dijalankan bersama dengan sistem yang baik dengan tidak menimbun sampah dalam lingkungan permukiman. Penjelasan penggunaan material pada aspek penilaian sebelumnya menjelaskan bahwa masyarakat menjalankan kehidupan keseharian dengan aktivitas ramah lingkungan. 4.7.2 Panduan Pembangunan Rumah Pembangunan rumah atau suatu bangunan memerlukan rencana dan rancangan agar bangunan tetap kokoh dan berkelanjutan. Panduan bangunan rumah berisi informasi dasar dan panduan teknis rumah dan lingkungan yang merangkum karakteristik bangunan rumah dan desain rumah. Dokumen panduan bangunan rumah ini dapat disediakan oleh developer, kontraktor, maupun oleh arsitek sebagai desainer rumah. Adanya buku panduan berisi informasi dasar dan teknis rumah dan lingkungan merupakan poin untuk tolok ukur ini.Contoh panduan teknis rumah dan lingkungan: 85 1. Terkait desain rumah:  Gambar as built  Gambar design intent yang menggambarkan konsep dan ide awal dari kriteria desain yang ditetapkan oleh arsitek dan penghuni rumah  Spesifikasi teknis rumah  Gambar rencana instalasi dan perlengkapan bangunan rumah 2. Terkait karakteristik rumah:  Panduan instalasi yang tepat  Operasi dan pemeliharaan sistem peralatan misal terkait mekanikal elektrikal Menurut punduh ahli bangunan Kampung Naga melalui wawancara in- depth interview, bangunan-bangunan di Kampung Naga tidak memiliki buku panduan khusus. Semua ketentuan pembangunan hanya dihafal dan diwariskan turun temurun kepada keturunan punduh sejak kampung ini dibangun. Oleh karena itu, penilaian pada kriteria ini tidak mendapat poin. Namun bukan berarti tidak ada rencana dan rancangan. Sebelum dibangun, upacara salametan akan mengawali seluruh rangkaian acara „mendirikan rumah‟ atau ngadeugkeun imah. Berikut adalah tahap pembuatan konstruksi imah di Kampung Naga: 1. Pekerjaan pertama adalah meratakan tanah dan mengukur besar rumah. Masyarakat Kampung Naga percaya bahwa ukuran denah rumah perlu dilebihkan sebesar telapak tangan agar penghuninya kelak selalu dikaruniai rezeki, yang diistilahkan dengan panghurip. Dipasang pula bénténgan batu-batu penahan tanah di sekeliling tapak rumah. Tatapakan batu pondasi diletakkan sesudahnya dan dilanjutkan dengan upacara pemotongan ayam. 2. Balok-balok utama dipasang; balok sisi pendek disebut gagalur sedangkan balok sisi panjang disebut sarang. Seusai pemasangan parako sebagai penyangga hawu, tiang-tiang utama didirikan dengan ketentuan 5 tiang kayu di sisi panjang, disebut 5 katimbang, dan 4 tiang kayu di sisi pendek. Dipasang pula balok-balok rangka dinding atau palang dada dan kusen. 3. Rangka atap yang telah disiapkan didirikan dan disusul dengan pemasangan penutup atapnya. 4. Tahap terakhir adalah tahap penyelesaian. Material penutup lantai, dinding, daun pintu dan daun jendela dipasang pada tahap ini. Salametan diadakan sekali lagi setelah rumah selesai. Di bawah arahan punduh, seluruh proses dikerjakan penduduk desa terutama selama tiga hari pertama. Rumah adat ini mampu bertahan hingga puluhan tahun dan ditetapkan pemerintah sebagai desain rumah anti gempa di Indonesia pada tahun 2006. Meskipun tidak memiliki buku panduan khusus, rumah adat Kampung Naga merupakan rancangan rumah berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek kondisi alam sekitar. 4.7.3 Keamanan Sistem keamanan yang baik membuat penghuni suatu rumah atau suatu permukiman menjadi nyaman. Kenyamanan terhadap keamanan akan menimbulkan sikap saling percaya antar penghuni, yang akhirnya berpengaruh pada kesehatan pikiran penghuni. Pada lingkungan moderen, semakin tingginya tingkat kriminalitas pada kawasan permukiman menyebabkan pemilik rumah 86 menggunakan sistem keamanan yang lebih ketat lagi seperti alarm atau satuan pengamanan satpam rumah. Dengan teknologi seperti alarm manual atau otomatis pada bangunan, pemilik atau penghuni merasa lebih nyaman. Sistem alarm ini diperlukan pada penilaian kriteria keamanan menurut standar GREENSHIP. Seluruh bangunan di Kampung Naga tidak memiliki alarm otomatis untuk sistem keamanan. Artinya, menurut penilaian pada tolok ukur ini, Kampung Naga tidak mendapatkan poin. Dengan pola permukiman dimana jarak antar rumah saling berdekatan dan mengenal warga satu sama lain, maka warga tidak membutuhkan alarm yang membutuhkan energi listrik. Mereka cukup berteriak atau memanggil tetangga bila mendapat masalah keamanan. Secara komunal, masyarakat Kampung Naga memiliki sebuah sistem keamanan untuk mengumpukan warga, yaitu dengan menggunakan kentongan raksasa yang diletakkan di tengah areal permukiman di depan masjid. Dengan kondisi lahan yang berupa lahan lembah, suara kentongan ini dapat menggema dan terdengar sampai radius 500 m lebih. Jumlah pukulan tergantung pada peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, masyarakat Kampung Naga tetap mempertimbangkan aspek keamanan melalui sistem alarm yang mereka punya. 4.7.4 Desain dan Konstruksi Berkelanjutan Rancangan dan pendirian bangunan pada suatu lingkungan permukiman perlu mempertimbangkan aspek berkelanjutan. Artinya, pembangunan diharapkan menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan sekitar, agar ekosistem pada lingkungan tersebut tetap bertahan. Terdapat tiga kriteria desain dan konstruksi berkelanjutan, yaitu: 1. Melibatkan minimal seorang tenaga ahli yang memiliki kompetensi dalam pembangunan rumah, mulai dari tahapan perencanaan desain sampai selesainya tahapan konstruksi termasuk aktifitas fit out. Contoh tenaga ahli bangunan adalah arsitek, ahli bangunan, ahli lanskap, desainer interior dan teknik sipil. Gambar 38 Punduh Kampung Naga 2. Adanya sistem kesehatan dan keselamatan baik untuk pekerja maupun penghuni rumah selama masa konstruksi berlangsung. 3. Adanya sistem manajemen lingkungan di dalam lahan selama masa konstruksi berlangsung. Menurut punduh ahli bangunan Kampung Naga, 1. pengerjaan konstruksi bangunan di Kampung Naga melibatkan seorang punduh yang mengetahui kebutuhan material dan tahap-tahap