76 Persentase luas ruangan reguler didapat dengan formula:
= Luas ruangan reguler berventilasi
Luas ruangan reguler x 100
Hasil perhitungan persentase disajikan dalam Tabel 25 berikut. Tabel 25 Persentase luas ruangan reguler berventilasi
No Jenis
Bangunan Jenis Ruangan Reguler
Luas ruangan
reguler m
2
Luas Ruangan Reguler
Berventilasi Silang m
2
Persentase Luas Ruangan Reguler
berventilasi silang 1
Rumah Pintu 2 Tepas
7,3 7,3
Tengah Imah 12,25
12,25 Pangkeng 1
6,2 6,2
Pangkeng 2 7
7
Total 32,75
32,75 100
2 Rumah Pintu 1
Tepas Tengah Imah 24,3
24,3 Pangkeng
3,5 3,5
Total 27,8
27,8 100
3 Masjid
Ruhang Neuteupan 120,9
120,9
Total 120,9
120,9 100
4 Bale Patemon
Ruhang patemon 73,4
73,4
Total 73,4
73,4 100
Total Persentase 100
Dengan demikian, seluruh bangunan yang terdapat di Kampung Naga memiliki ventilasi silang yang dapat memenuhi sirkulasi udara bersih
dalam bangunan dan mendapat poin tertinggi 2C.
b Luas bukaan pada dinding
Persentase luas bukaan pada dinding didapat dengan formula:
= Luas bukaan pada dinding
Luas ruangan reguler x 100
Hasil perhitungan persentase disajikan pada Tabel 26. Hasil persentase ini disimpulkan bahwa luas bukaan pada dinding ruangan reguler 4 jenis
bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2 32, rumah pintu 1 15, masjid 19 dan balé patémon
25.
Artinya seluruh bangunan
di kampung ini memiliki bukaan pada dinding bangunannya lebih dari 5
standar GREENSHIP dan layak mendapatkan poin untuk tolok ukur ini.
77 Tabel 26 Persentase luas bukaan pada dinding
No Jenis
Bangunan Jendela
Pintu Luas
Ruangan Reguler
Persen- tase
Jumlah Ukuran m
Luas m
2
Jumlah Ukuran m
Luas m
2
1 Rumah Pintu 2
10 1,2 x 0,6
7,2
2 2 x 0,8
3,2 32,8
32
2 Rumah Pintu 1
3 1,2 x 0,6
2,16 1
2 x 0,8 1,6
24,3 15
3 Masjid
7 1,2 x 0,6
5,04
2 2 x 0,8
3,2 120,9
19
2 1,2 x 1,0
2,4
5 1,2 x 2,0
12
4 Bale Patemon
5 1,2 x 2,5
15 1
2 x 0,8 1,6
73,4 25
2 1,2 x 0,8
1,92
c Jarak antara bukaan inlet dan outlet
Jarak inlet dan outlet pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel 27 berikut.
Gambar 36 Jarak antar bukaan pada bangunan Kampung Naga
78 Tabel 27 Jarak inlet dan outlet pada bangunan di Kampung Naga
Jenis Bangunan Nama Ruangan Reguler
Jarak Inlet-Outlet m Rumah Pintu 2
Tepas 0,6 - 2,5
Tengah Imah 3,6
Pangkeng 2,5
Pangkeng 2 3,25
Rumah Pintu 1 Tepas dan Tengah Imah
5,9 Pangkeng
0,9 Masjid
Ruhang Neuteupan 2,9 - 11,2
Bale Patemon Ruhang Patemon
2,25 - 9,0
Dari data pengamatan tersebut didapat hasil bahwa jarak inlet dan outlet ke
4 jenis bangunan di Kampung Naga kurang dari 12 m standar GREENSHIP, sehingga mendapat poin untuk tolok ukur ini. Untuk toilet, Kampung Naga
menggunakan jamban di atas balong kolam ikan. Jamban ini tidak memerlukan exhaust fan karena bagian atasnya memang terbuka dan hanya ditutupi langit-
langit dari ijuk. Angin yang melewati jamban ini akan mereduksi bau sehingga sirkulasi udara di dalam jamban sangat baik. Pada dapur, terdapat jendela ukuran
1,2 x 0,6 m untuk sirkulasi udara.
Pengukuran langsung di lapang menyimpulkan bahwa sirkulasi udara pada bangunan Kampung Naga dengan menggunakan ventilasi silang sesuai dengan
standar yang ditentukan GREENSHIP. Nilai-nilai hasil perhitungan menunjukkan bahwa secara rancangan arsitektur, kebutuhan akan sirkulasi udara melalui udara
dan pintu telah diperhitungkan sejak pembangunan kampung. Sirkulasi udara dari dua jenis ventilasi tersebut adalah sirkulasi minimal. Seluruh dinding bangunan di
Kampung Naga terbuat dari susunan kayu atau anyaman bilik bambu yang memiliki celah untuk masuknya udara namun tetap menahan air. Sirkulasi udara
dapat menjadi lebih tinggi lagi jika memasukkan penghitungan dinding anyaman seperti ini. Artinya, desain bangunan sangat menunjang kenyamanan udara dalam
rumah. 4.6.2 Minimalisasi Sumber Polutan
Sumber polutan dapat berasal dari dalam lingkungan hunian. Tanpa aktivitas manusia pun memasak atau mengolah bahan mentah dalam rumah,
bangunan sendiri dapat mengeluarkan polutan seperti senyawa organik yang menguap. Cat, sealant dan perekat untuk interior rumah dapat menghasilkan emisi
senyawa organik yang menguap volatile organic compoundVOC dari material bangunan tersebut. Emisi material ini dapat menimbulkan keluhan kesehatan dari
penghuni antara lain berupa pusing, mata perih, batuk dan bersin.
Kadar VOC untuk cat sendiri dapat dilihat dalam satuan gram per liter gl disesuaikan dengan nilai batas maksimum seperti tercantum di Tabel 28, yang
mengacu pada Directive 200442CE of the European Parliament and of the Council of 21 April 2001, Table A.
79 Tabel 28 Batas Nilai Maksimum Kadar VOC untuk Cat, Coating dan Pernis
Tipe Produk Fase II gl
WB SB
Interior matt walls and ceilings Gloss 2560
o
30 30
Interior glossy walls and ceilings Gloss 2560
o
100 100
Exterior walls of mineral substrate 40
430 Interiorexterior trim and cladding paints for wood and metal
130 300
Interiorexterior trim varnishes and woodstains, including opaque woodstains
130 400
Interior and exterior minimal woodstains 130
700 Primers
30 350
Binding primers 30
750 One-pack performance coatings
140 500
Two-pack reactive performance coatings for specific end use as floors 140
500 Multi-coloured coatings
100 100
Decorative effect coatings 200
200
Keterangan: WB: Water-borne; SB: Solvent-borne; Sumber: Directive 200442CE
Sedangkan untuk penggunaan sealant dan perekat untuk menyusun dan merekatkan bahan bangunan seperti kayu olahan biasanya menggunakan bahan
yang tidak baik bagi kesehatan. Kadar VOC dalam satuan gram per liter gl disesuaikan dengan batas maksimum sebagaimana tercantum pada Tabel 29
berikut, yang mengacu pada South Coast Air Quality Management District California, U.S.
– Rule 1168. Tabel 29 Batas Nilai Maksimum Kadar VOC untuk Perekat dan Sealant
Tipe Produk Batas VOC gl
Indoor carpet adhesive 50
Carpet pad adhesive 50
Wood flooring and Laminate adhesive 50
Rubber flooring adhesive 100
Sub-floor adhesive 60
Ceramic tile adhesive 50
Cave base adhesive 65
Dry wall and Panel adhesive 50
Multipurpose construction adhesive 70
Structural glazing adhesive 100
Architectural sealant 250
Sumber: South Coast Air Quality Management District SCAQMD, 2005.
Menurut penilaian GREENSHIP, penggunaan sealant dan perekat serta pelapis dinding yang memiliki nilai VOC rendah memiliki emisi senyawa kimia
yang rendah pula, sehingga mendapatkan poin tinggi. Dari hasil pengamatan di lapang, bangunan di Kampung Naga tidak menggunakan senyawa perekat ataupun
80 sealant, melainkan menggunakan paku dan pancang kayu paku kayu serta tali
ijuk. Artinya, tidak terdapat kadar VOC yang dikeluarkan dari jenis perekat ini. Sedangkan untuk cat, masyarakat lebih memilih menggunakan kapur pertanian
„Dolomit Super‟ berwarna putih untuk memberi kesan cerah dan bersih pada rumah Gambar 37. Pada kemasan hanya tercantum kandungan MESH 80,
CaO 55,20, MgO 18,94 dan CaCo 90,82. Tidak tercantum bahan jenis kapur pada tabel tipe produk yang mengandung VOC. Bahan yang mengandung
VOC biasanya menggunakan solvent pelarut dan tiner pengencer serta mengeluarkan bau cat yang menyengat. Namun kapur pertanian berasal dari zat
organik seperti zat CaO yang berasal dari tanaman-tanaman industri atau CaCo yang berasal dari pengapuran binatang laut. Kapur ini juga tidak mengeluarkan
bau yang menyengat. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa kapur pertanian tidak mengandung VOC atau mengandung kadar VOC yang rendah.
Gambar 37 Kapur pertanian digunakan untuk pengecatan dinding
4.6.3 Memaksimalkan Pencahayaan Alami
Kenyamanan dan kesehatan dalam ruang permukiman ditunjang pula oleh penyinaran matahari. Sinar matahari bermanfaat bagi kesehatan dan mencegah
pertumbuhan mikroba dengan cara mengurangi kelembaban ruangan serta menghemat listrik dari pemakaian lampu di siang hari. Pada tolok ukur ini, perlu
dilakukan pengambilan intensitas cahaya pada bagian dalam ruang bangunan di Kampung Naga. Intensitas cahaya ini diambil dengan menggunakan alat ukur
yang disebut lux meter. Lux meter diletakkan di ketinggian ± 1 meter dari permukaan lantai atau meja.
Pengamatan intensitas cahaya dilakukan pada 4 jenis bangunan yaitu rumah pintu 2, rumah pintu 1, masjid dan balé patémon. Waktu dilakukan pengamatan
adalah pada siang hari jam 13.00 WIB. Kondisi cuaca pada waktu pengamatan adalah cerah tidak berawan. Dari hasil pengamatan di lapang pada 4 jenis
bangunan di Kampung Naga, didapat hasil seperti pada Tabel 30.
Tabel 30 Hasil Pengamatan Intensitas Cahaya pada Bangunan di Kampung Naga
Jenis Bangunan Ruangan
Intensitas Sinar Matahari lux
Rumah Pintu 2 Tepas
1 623 Tengah Imah
157 Pangkéng
8 Dapur
10 Rumah Pintu 1
Tepas, Tengah Imah, dapur 25
Pangkéng 5
Masjid Ruhang neteupan
133 Balé Patémon
Ruhang Patémon 135
81 Intensitas sinar matahari yang dinilai untuk mendapatkan poin pada tolok
ukur ini adalah intensitas penyinaran pada ruangan reguler atau ruang keluarga dan kamar tidur. Standar GREENSHIP menentukan besar intensitas yang dinilai
cukup memenuhi kenyamanan penghuninya adalah 200 lux. Dengan kerapatan bangunan yang hanya 1
– 2 meter antar rumah, membuat penyinaran pada bagian ruang dalam rumah adat Kampung Naga relatif sedikit antara 5
– 135 lux, 200 lux, terkecuali pada bagian tepas ruang tamu rumah pintu 2 yang memiliki
intensitas pencahayaan cukup tinggi 1.623 lux. Intensitas pencahayaan yang tinggi pada ruangan tepas ini dikarenakan terdapat 4 buah jendela dibagian sudut
ruangan. Hal ini menyebabkan cahaya yang masuk lebih banyak. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa bangunan di Kampung Naga tidak
memiliki penyinaran yang cukup di atas 200 lux sesuai standar.
Hubungan antara besar intensitas cahaya matahari dengan tingkat kenyamanan penghuni nampaknya memiliki pemahaman berbeda bagi masyarakat
Kampung Naga. Masyarakat lebih mengedepankan kualitas istirahat dan hubungan komunikasi antar manusia di dalam maupun di luar rumah yang lebih
intim. Walaupun terbilang cukup gelap pada pangkéng kamar tidur dan pawon dapur, namun hal itu dipercaya dapat menambah kenyamanan dalam beristirahat
dan bercengkerama di siang hari. Selain itu, suasana yang cukup gelap tidak membuat ruangan menjadi pengap karena ada aliran udara dari atap, kolong,
dinding dan ventilasi silang pada ruangan. Masyarakat juga banyak yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari sehingga kamar tidur jarang
digunakan saat siang. Pada intinya, kondisi ruangan yang seperti ini disesuaikan pada fungsi ruangan dan aktivitas penghuni dalam ruangan tersebut. Konsep
seperti ini, secara deskriptif menjelaskan bahwa bangunan di Kampung Naga tetap tidak mengeluarkan energi untuk pencahayaan dan tidak berlebihan dalam
kehidupan sehari-hari.
4.6.4 Tingkat Akustik Permukiman
Penghuni bangunan harus mendapatkan kualitas tidur yang baik pada malam hari. Kebisingan dapat mengganggu kualitas istirahat penghuni rumah. Perlu
adanya pemahaman lingkungan sekitar bangunan agar dapat mereduksi kebisingan dengan penanaman pohon ataupun penggunaan material peredam
bunyi. Kriteria ini ditujukan untuk mengetahui tingkat bunyi yang optimal pada saat penghuni sedang tidur di malam hari. Alat ukur yang digunakan ialah sound
level meter dengan satuan desibel dB. Pengukuran dilakukan antara pukul 22.00
– 05.00 di ruangan reguler atau kamar tidur pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2, rumah pintu 1, masjid dan balé patémon. Hasil dari
pengukuran di lapang adalah seperti pada Tabel 31 berikut:
Tabel 31 Hasil Pengamatan Level Bunyi pada Kampung Naga
Jenis Bangunan Level Bunyi pada waktu tertentu dB
Level Bunyi rata-rata dB
21.00 23.00
01.00 04.00
Rumah Pintu 2 40,9
40,3 37,9
45,7 41,2
Rumah Pintu 1 39,7
39,8 37,6
41,1 39,6
Masjid 55,1
55,4 55,5
56,5 55,6
Balé Patémon 54,1
55,1 55,4
56,4 55,3
82 Level bunyi rata-rata pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga berkisar
antara 39,6 dB – 55,6 dB. Menurut standar penilaian GREENSHIP, level bunyi
yang menunjang kenyamanan penghuninya adalah sebesar 40 dB. Dari hasil pengukuran, hanya bangunan rumah pintu 2 dan rumah pintu 1 yang memiliki
nilai pada kisaran 40 dB, yaitu sebesar 41,2 dB dan 39,6 dB. Namun pada bangunan masjid dan balé patémon, level suara berada di atas kisaran 40 dB, yaitu
sebesar 55,6 dB dan 55,3 dB. Hal ini dikarenakan terdapat suara gemercik air dari pipa di tempat wudhu masjid. Semakin malam, dengan kondisi yang semakin sepi,
maka suara air akan semakin keras terdengar. Pada pukul 04,00 pagi level bunyi menjadi lebih tinggi dari pada jam-jam lainnya karena suara kokokan ayam.
Ayam membangunkan warga untuk sholat subuh dan bersiap pergi ke sawah. Hal ini sangat efektif dikarenakan tidak ada mikrofon atau alat pengeras suara adzan
di masjid. Mengingat perhitungan hanya dilakukan pada bangunan yang dijadikan tempat beristirahat, dalam hal ini bangunan rumah pintu 2 dan pintu 1, maka
standar kebisingan pada level 40 dB tetap dapat dipenuhi Kampung Naga.
4.6.5 Hasil Skoring Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Kampung Naga
Hasil penilaian dengan metode skoring standar tingkat hijau GREENSHIP untuk kategori sumber dan daur ulang material disajikan dalam Tabel 32 berikut.
Tabel 32 Hasil skoring kategori kesehatan dan kenyamanan dalam ruang
KODE TUJUAN
NO TOLOK UKUR
NILAI ANALISIS
GREENSHIP CHECK
LIST KETERANGAN
IHC 1 Sirkulasi Udara Bersih
6
Menjaga sirkulasi udara bersih di dalam rumah dan mempertahankan
kebutuhan laju udara ventilasi sehingga kesehatan dan produktivitas penghuni
dapat terpelihara, serta menghemat energi.
Ventilasi Alami
1 Luas ventilasi
minimum 5-10 dari luas lantai
1 Bangunan di
Kampung Naga memiliki luas
ventilasi 10 dari luas lantai,
yaitu 15 - 32 dari luas lantai
√ Ventilasi pada
ruangan dibantu oleh material
anyaman bambu pada dinding
dimana udara dapat tetap
masuk
2A 50 dari jumlah luas
ruangan reguler didesain dengan
ventilasi silang 1
Ventilasi alami sebesar 100,
pada ruangan reguler seluruh
bangunan di Kampung Naga
Setiap ruangan di bangunan adat
Kampung Naga memiliki
ventilasi silang, serta terdapat
sirkulasi dari bagian kolong
dan atap sirkulasi dari
lubang angin 2B
75 dari jumlah luas ruangan reguler
didesain dengan ventilasi silang
2 2C
100 dari jumlah luas ruangan reguller
didesain dengan ventilasi silang
3 √
Ventilasi Mekanis
3 Memasang exhaus fan
untuk seluruh kamar mandi
1 Kamar mandi
diletakkan terpisah dengan
bangunan rumah dan berbentuk
semi tertutup, sedangkan dapur
menggunakan lubang angin dan
jendela yang memanfaatkan
angin membawa asap keluar rumah
√ Jamban
diletakkan di area kotor
bagian paling Timur sehingga
udara kotor dari dalam jamban
tidak masuk ke area
permukiman
4 Memasang exhaus fan
untuk dapur 1
√
83
KODE TUJUAN
NO TOLOK UKUR
NILAI ANALISIS
GREENSHIP CHECK
LIST KETERANGAN
IHC 2 Minimalisasi sumber polutan
3
Mengurangi kontaminasi udara dalam ruang dari emisi
material interior yang dapat membahayakan kesehatan
1 Menggunakan cat
dengan VOC rendah 2
Pelapis pada dinding rumah
digunakan kapur putih dengan
kadar VOC rendah.
√ Kapur putih
membuat kesan rumah bersih
dan suci.
2 Menggunakan sealant
dan perekat dengan kadar VOC rendah
1 Perekat bangunan
menggunakan kayu, paku dan
ijuk tanpa VOC. √
Perekat ijuk dan paku kayu lebih
kuat dan lebih awet.
IHC 3 Memaksimalkan Pencahayaan Alami
2
Meningkatkan kualitas hidup dalam rumah dengan
pencahayaan alami yang baik dan mengurangi
penggunaan lampu pada siang hari
1 Cahaya matahari
dapat menerangi area ruang keluarga
sebanyak 200 lux dari 50 luas ruangan
1 Intensitas cahaya
matahari tertinggi di area ruang
keluarga yaitu pada rumah pintu
2 157 lux, belum memenuhi kriteria
− Cahaya dalam
ruangan tengah imah cukup
gelap agar suasana
berkomunikasi lebih intim
2 Cahaya matahari
dapat menerangi area ruang tidur sebanyak
200 lux dari 50 luas ruangan
1 Intensitas cahaya
matahari di ruang tidur teringgi
hanya sebesar 8 lux pada rumah
pintu 2, jauh dari kriteria
− Cahaya dalam
ruangan pangkeng cukup
gelap agar suasana
beristirahat menjadi lebih
berkualitas
IHC 4 Tingkat Akustik
1 Memberikan kenyamanan
dari gangguan suara luar ruangan
1 Tingkat bising udara
di kamar tidur maksimum 40 Db
1 Tingkat bising
rata-rata di kamar tidur rumah pintu
2 dan rumah pintu 1 mencapai 39,6 -
41,2 Db √
Kebisingan hanya didapat
dari suara air yang mengalir
dan suara ayam berkokok
TOTAL NILAI KATEGORI IHC 12
10
4.7 Manajemen Lingkungan Bangunan
Keberadaan fisik bangunan tentunya dipengaruhi pula oleh aktivitas penghuninya. Begitu pula fisik suatu permukiman secara umum. Suatu bentukan
lanskap yang tertata rapi dan khas mencirikan kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Kehidupan sosial dan budaya ini kemudian membentuk suatu
sistem manajemen lingkungan di sekitar rumah tinggal. Adanya sistem manajemen lingkungan membuat kerjasama yang erat antar penghuni dalam
rumah dan antar warga dalam satu permukiman untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan berkelanjutan. Pada aspek ini perlu diketahui kriteria-kriteria
manajemen lingkungan bangunan seperti aktivitas ramah lingkungan pada kawasan, panduan pembangunan rumah, sistem keamanan, desain dan konstruksi
berkelanjutan serta inovasi desain dan teknologi.
Menurut sesepuh kampung, Kampung Naga memiliki sistem tersendiri dalam menjalankan kehidupan di areal permukiman adat. Aktivitas sehari-hari
terkonsentrasi pada ajaran selaras dengan alam. Tidak menentang alam namun juga tidak pasrah sepenuhnya. Semua warga dalam areal permukiman secara
umum memiliki kedudukan yang sama terhadap alam. Bentuk fasad rumah yang sama menandakan bahwa manusia sama derajatnya dalam kehidupan selaras
dengan alam. Kedudukan yang sejajar dengan sesama manusia dan merasa lemah terhadap kekuatan alam membuat warga senantiasa bekerja sama menjaga
84 kelestarian lingkungan. Pembuatan rumah dilakukan secara gotong royong oleh
masyarakat adat. Begitu pula dengan sistem keamanan. Masyarakat percaya bahwa manusia tidak bisa memprediksi bencana yang dapat datang sewaktu-
waktu. Oleh karena itu, sistem keamanan diberlakukan untuk penjagaan terhadap bencana. Rancangan bentuk rumah adat pun telah diwariskan turun temurun
kepada orang yang dipercaya sebagai arsitek punduh. Dengan hanya satu orang yang menguasai hitungan kebutuhan material, membuat warga tidak dapat
berinovasi sendiri dengan bebas. 4.7.1 Aktivitas Ramah Lingkungan
Keberadaan aktivitas yang positif dalam masyarakat permukiman membantu meningkatkan perilaku ramah lingkungan dan terciptanya suatu komunikasi yang
dapat mendukung konsep arsitektur hijau baik di dalam rumah mau pun di lingkungan permukiman. Pada penilaian tolok ukur ini, perlu adanya aktivitas
pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh warga penghuni suatu lingkungan permukiman. Jika telah memasuki tahap okupansi tahap telah dihuni pada
bangunan baru, maka penghuni perlu turut serta dalam aktivitas menjaga lingkungan.
Masyarakat Kampung Naga memiliki nilai-nilai konservasi lingkungan pada setiap aktivitasnya, baik aktivitas pribadi maupun aktivitas gotong royong.
Masyarakat membagi Kampung Naga menjadi tiga kawasan, kawasan suci, kawasan bersih dan kawasan kotor. Dengan pembagian ini masyarakat
menerapkan konservasi lingkungan hutan pada kawasan suci sebelah Barat permukiman, menjaga kebersihan lingkungan pada kawasan bersih areal
permukiman dan memanfaatkan limbah manusia pada kawasan kotor sebelah Timur permukiman.
Mayoritas mata pencaharian masyarakat Kampung Naga adalah bersawah dan berhuma. Melalui kepercayaan kepada Dewi Sri, mereka menempatkan padi
sebagai dasar kemakmuran. Terdapat upacara-upacara rutin yang diadakan 6 kali setahun untuk persembahan rasa syukur terhadap kemakmuran yang didapat.
Masyarakat melakukan upacara panen seperti hajat sasih dan menggunakan dedaunan untuk keperluan ritual. Dedaunan tersebut didapat dari lingkungan
sekitar kampung, yang artinya tanamannya dikonservasi oleh warga adat. Sistem pembuangan sampah juga dijalankan bersama dengan sistem yang baik dengan
tidak menimbun sampah dalam lingkungan permukiman. Penjelasan penggunaan material pada aspek penilaian sebelumnya menjelaskan bahwa masyarakat
menjalankan kehidupan keseharian dengan aktivitas ramah lingkungan. 4.7.2 Panduan Pembangunan Rumah
Pembangunan rumah atau suatu bangunan memerlukan rencana dan rancangan agar bangunan tetap kokoh dan berkelanjutan. Panduan bangunan
rumah berisi informasi dasar dan panduan teknis rumah dan lingkungan yang merangkum karakteristik bangunan rumah dan desain rumah. Dokumen panduan
bangunan rumah ini dapat disediakan oleh developer, kontraktor, maupun oleh arsitek sebagai desainer rumah. Adanya buku panduan berisi informasi dasar dan
teknis rumah dan lingkungan merupakan poin untuk tolok ukur ini.Contoh panduan teknis rumah dan lingkungan:
85 1.
Terkait desain rumah:
Gambar as built Gambar design intent yang menggambarkan konsep dan ide awal dari
kriteria desain yang ditetapkan oleh arsitek dan penghuni rumah
Spesifikasi teknis rumah Gambar rencana instalasi dan perlengkapan bangunan rumah
2. Terkait karakteristik rumah:
Panduan instalasi yang tepat Operasi dan pemeliharaan sistem peralatan misal terkait mekanikal
elektrikal Menurut punduh ahli bangunan Kampung Naga melalui wawancara in-
depth interview, bangunan-bangunan di Kampung Naga tidak memiliki buku panduan khusus. Semua ketentuan pembangunan hanya dihafal dan diwariskan
turun temurun kepada keturunan punduh sejak kampung ini dibangun. Oleh karena itu, penilaian pada kriteria ini tidak mendapat poin. Namun bukan berarti
tidak ada rencana dan rancangan. Sebelum dibangun, upacara salametan akan
mengawali seluruh rangkaian acara „mendirikan rumah‟ atau ngadeugkeun imah. Berikut adalah tahap pembuatan konstruksi imah di Kampung Naga:
1. Pekerjaan pertama adalah meratakan tanah dan mengukur besar rumah.
Masyarakat Kampung Naga percaya bahwa ukuran denah rumah perlu dilebihkan sebesar telapak tangan agar penghuninya kelak selalu
dikaruniai rezeki, yang diistilahkan dengan panghurip. Dipasang pula bénténgan batu-batu penahan tanah di sekeliling tapak rumah. Tatapakan
batu pondasi diletakkan sesudahnya dan dilanjutkan dengan upacara pemotongan ayam.
2. Balok-balok utama dipasang; balok sisi pendek disebut gagalur sedangkan
balok sisi panjang disebut sarang. Seusai pemasangan parako sebagai penyangga hawu, tiang-tiang utama didirikan dengan ketentuan 5 tiang
kayu di sisi panjang, disebut 5 katimbang, dan 4 tiang kayu di sisi pendek. Dipasang pula balok-balok rangka dinding atau palang dada dan kusen.
3. Rangka atap yang telah disiapkan didirikan dan disusul dengan
pemasangan penutup atapnya. 4.
Tahap terakhir adalah tahap penyelesaian. Material penutup lantai, dinding, daun pintu dan daun jendela dipasang pada tahap ini. Salametan
diadakan sekali lagi setelah rumah selesai.
Di bawah arahan punduh, seluruh proses dikerjakan penduduk desa terutama selama tiga hari pertama. Rumah adat ini mampu bertahan hingga puluhan tahun
dan ditetapkan pemerintah sebagai desain rumah anti gempa di Indonesia pada tahun 2006. Meskipun tidak memiliki buku panduan khusus, rumah adat
Kampung
Naga merupakan
rancangan rumah
berkelanjutan dengan
mempertimbangkan aspek kondisi alam sekitar. 4.7.3 Keamanan
Sistem keamanan yang baik membuat penghuni suatu rumah atau suatu permukiman
menjadi nyaman. Kenyamanan terhadap keamanan
akan menimbulkan sikap saling percaya antar penghuni, yang akhirnya berpengaruh
pada kesehatan pikiran penghuni. Pada lingkungan moderen, semakin tingginya tingkat kriminalitas pada kawasan permukiman menyebabkan pemilik rumah
86 menggunakan sistem keamanan yang lebih ketat lagi seperti alarm atau satuan
pengamanan satpam rumah. Dengan teknologi seperti alarm manual atau otomatis pada bangunan, pemilik atau penghuni merasa lebih nyaman. Sistem
alarm ini diperlukan pada penilaian kriteria keamanan menurut standar GREENSHIP.
Seluruh bangunan di Kampung Naga tidak memiliki alarm otomatis untuk sistem keamanan. Artinya, menurut penilaian pada tolok ukur ini, Kampung Naga
tidak mendapatkan poin. Dengan pola permukiman dimana jarak antar rumah saling berdekatan dan mengenal warga satu sama lain, maka warga tidak
membutuhkan alarm yang membutuhkan energi listrik. Mereka cukup berteriak atau memanggil tetangga bila mendapat masalah keamanan. Secara komunal,
masyarakat Kampung Naga memiliki sebuah sistem keamanan untuk mengumpukan warga, yaitu dengan menggunakan kentongan raksasa yang
diletakkan di tengah areal permukiman di depan masjid. Dengan kondisi lahan yang berupa lahan lembah, suara kentongan ini dapat menggema dan terdengar
sampai radius 500 m lebih. Jumlah pukulan tergantung pada peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, masyarakat Kampung Naga tetap mempertimbangkan
aspek keamanan melalui sistem alarm yang mereka punya. 4.7.4 Desain dan Konstruksi Berkelanjutan
Rancangan dan pendirian bangunan pada suatu lingkungan permukiman perlu mempertimbangkan aspek berkelanjutan. Artinya, pembangunan diharapkan
menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan sekitar, agar ekosistem pada lingkungan tersebut tetap bertahan. Terdapat tiga kriteria desain dan konstruksi
berkelanjutan, yaitu:
1. Melibatkan minimal seorang tenaga ahli yang memiliki kompetensi
dalam pembangunan rumah, mulai dari tahapan perencanaan desain sampai selesainya tahapan konstruksi termasuk aktifitas fit out.
Contoh tenaga ahli bangunan adalah arsitek, ahli bangunan, ahli lanskap, desainer interior dan teknik sipil.
Gambar 38 Punduh Kampung Naga 2.
Adanya sistem kesehatan dan keselamatan baik untuk pekerja maupun penghuni rumah selama masa konstruksi berlangsung.
3. Adanya sistem manajemen lingkungan di dalam lahan selama masa
konstruksi berlangsung. Menurut punduh ahli bangunan Kampung Naga,
1. pengerjaan konstruksi bangunan di Kampung Naga melibatkan
seorang punduh yang mengetahui kebutuhan material dan tahap-tahap