Konservasi Air di Kampung Naga

59 merupakan bagian dari sirkulasi air yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Bak penampungan ini diletakkan di dekat masjid, tidak di dekat rumah penduduk, namun dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga. Ada tiga buah bak penampungan; 1 buah berkapasitas 6.000 liter, 1 buah berkapasitas 10.000 liter dan 1 buah berkapasitas 5.000 liter air. Total kapasitas air yang dapat ditampung di bak penampungan ialah 21.000 liter. Artinya, jika total kapasitas terisi penuh dan dibagikan pada seluruh rumah 109 rumah, maka satu rumah memiliki bagian bak penampungan berkapasitas 200 liter. Gambar 30 Bak penampungan air terbuka

4.4.3 Irigasi Hemat Air

Irigasi atau pengairan merupakan aspek penting bagi keberlangsungan tumbuhan. Tumbuhan yang sengaja ditanam membutuhkan perawatan yang rutin seperti pengairan. Sumber air menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini. Pada standar tolok ukur GREENSHIP, poin untuk aspek ini didapat jika suatu kawasan atau bangunan tidak menggunakan sumber air primer PDAM atau air tanah untuk penyiraman tanaman. Selain itu, kawasan atau bangunan tersebut juga harus memiliki strategi penghematan air untuk penyiraman tanaman di halaman. Pada dasarnya, Kampung Naga tidak memiliki halaman yang sifatnya individual. Namun untuk menganalogikan dengan penilaian tingkat hijau, Kampung Naga memiliki lahan-lahan kebun dan sawah serta hutan yang berada di sekeliling areal permukiman. Masyarakat memanfaatkan kondisi topografi yang berupa lereng dengan membuat sistem terasering atau sengkedan untuk irigasi dan sistem penyaluran air bersih. Air yang masuk dari Sungai Ciwulan di bagian Barat keluar sebagai mata air dan dialirkan selokan buatan menuju lahan sawah paling Barat dan kemudian mengalir ke Timur Gambar 31. Oleh karena itu, warga tidak memiliki kesulitan dalam hal pengairan, sehingga tidak memerlukan sumber air dari PDAM setempat, atau menyedot air tanah yang memerlukan energi lain. Strategi penghematan air tidak terdapat pada sistem yang diterapkan masyarakat. Namun, untuk keperluan irigasi, masyarakat tidak melakukan pembelian air. Mereka hanya memanfaatkan aliran permukaan melalui kemiringan lereng, sehingga tidak memerlukan penghematan air. Pemilihan lokasi pembuatan kampung di daerah seperti ini sudah diperhitungkan sebelumnya agar masyarakat dapat bertahan, terdapat dalam aturan Sunda kuno. 60

4.4.4 Hasil Skoring Kategori Konservasi Air Kampung Naga

Hasil penilaian dengan metode skoring standar tingkat hijau GREENSHIP untuk kategori konservasi air disajikan pada Tabel 15 berikut. Tabel 15 Hasil skoring kategori konservasi air KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP CHECK LIST KETERANGAN WAC 1 Alat Keluaran Hemat Air 3 Menghemat air dari teknologi alat keluaran air 1A Memiliki total skor penghematan air sebesar 2-3 1 Tidak terdapat proses penghematan air, sehingga poin yang didapat merupakan poin terendah √ Air tidak memerlukan penghematan karena merupakan aliran permukaan. Tidak ada penyedotan air tanah yang membutuhkan energi dan mengurangi cadangan air tanah 1B Memiliki total skor penghematan air sebesar 4-5 2 1C Memiliki total skor penghematan air sebesar 6-7 3 WC 6 L untuk seluruh WC Skor 1 4,5 L untuk 50 total WC Skor 2 4,5 L untuk seluruh WC Skor 3 Shower 9 L untuk 50 total shower Skor 1 9 L untuk seluruh shower Skor 2 Keran 7 L untuk 50 total keran Skor 1 7 L untuk seluruh keran Skor 2 Gambar 31 Sistem irigasi dan penyaluran air Kampung Naga Harun et al., 2011 61 KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP CHECK LIST KETERANGAN WAC 2 Penggunaan Air Hujan 3 Menggunakan air hujan sebagai sumber air alternatif 1A Menyediakan fasilitas penampungan air hujan berkapasitas minimum 200 liter 1 Terdapat 3 buah bak penampungan air terbuka, dengan total penampungan 21.000 liter untuk seluruh kampung, atau dengan jatah 200 liter bagi tiap- tiap rumah. √ Penampungan air merupakan fasilitas bersama dan terdapat diluar rumah. Air tidak benar-benar ditampung, namun diteruskan pada saluran permukaan lewat pipa kecil, menuju jamban- jamban di kawasan kotor. Atau 1B Menyediakan fasilitas penampungan air hujan berkapasitas minimum 500 liter 2 Atau 2 Memenuhi poin 1 dan menggunakan flushing toilet 3 WAC 3 Irigasi Hemat Air 2 Menggunakan strategi penghematan dalam penyiraman tanaman. 1 Tidak menggunakan sumber air primer PDAM atau air tanah untuk penyiraman tanaman 1 Penyiraman pekarangan, huma atau halaman kampung hanya dilakukan oleh hujan dan pengairan mata air. √ Tidak terdapat pipa PDAM atau pun penyedotan air tanah 2 Memiliki strategi penghematan air untuk penyiraman tanaman 1 Penyiraman tanaman hanya oleh hujan dan pengairan dari mata air. − TOTAL NILAI KATEGORI WAC 8 3

4.5 Sumber dan Daur Ulang Material Kampung Naga

Bahan material bangunan yang digunakan memiliki andil dalam membantu konservasi lingkungan serta menjaga kesehatan penghuni rumah. Penggunaan material lokal memiliki nilai ekologis yang tinggi karena energi yang digunakan untuk pengangkutan transportasi rendah, tentunya dengan proses pemanfaatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Bahan bangunan yang secara kesehatan tidak direkomendasikan juga sebaiknya perlu dihindari. Hal ini akan berdampak pada penggunaan zat-zat kimia seperti obat-obatan maupun wewangian yang juga kurang menyehatkan dibanding dengan menjaga lingkungan tempat tinggal. Material terbarukan seperti kayu dan bambu, merupakan material yang baik, dilihat dari sisi keberlanjutan karena dapat ditanam kembali. Namun dewasa ini, penebangan pohon mendapat pengawasan yang cukup ketat, dengan banyaknya kasus penebangan pohon yang tidak disertai penanaman kembali. Untuk mengatasi hal tersebut, penggunaan barang yang bersifat re-useable dapat digunakandipasang kembali dan barang bekas lebih disarankan untuk menjaga nilai-nilai konservasi. Nilai-nilai konservasi terhadap material bangunan pun ditunjukkan oleh masyarakat Kampung Naga Gambar 32. Material bangunan-bangunan yang terdapat dalam kampung adalah kayu dan bambu. Material tersebut didapat dari kebun masing-masing warga. Jika kekurangan material, mereka juga membeli kayu dari kampung terdekat. Untuk pengambilan kayu di kebun, mereka memilih pohon yang cukup tua dan memastikan adanya pohon pengganti terlebih dahulu. Begitu pula pada bambu yang dijaga ketersediaannya oleh warga. Dengan kapasitas areal permukiman yang sudah memasuki jumlah maksimal, maka diharapkan sumber daya material tersebut dapat berlanjut. 62

4.5.1 Penggunaan Alat Pendingin

Alat pendingin seperti refrigran memiliki keterlibatan cukup besar dalam menipisnya lapisan ozon karena penggunaan BPO bahan perusak ozon pada refrigran tersebut. Isu pemanasan global membuat penggunaan alat pendingin sangat diperhitungkan dalam menilai tingkat hijau bangunan. Dengan tidak digunakannya alat seperi refrigran yang mengeluarkan senyawa HCFC ke udara pada sistem AC, BPO pada bangunan dan kawasan tersebut menjadi berkurang. Masyarakat Kampung Naga tidak memiliki alat pendingin seperti refrigran kulkas dan AC. Mereka memanfaat sirkulasi angin segar yang ditambah dengan kelembaban optimal untuk mendapatkan udara yang sejuk. Desain rumah panggung dan lubang-lubang angin pada Barat dan Timur bagian rumah juga mempengaruhi kesejukan di dalam rumah. Angin membawa udara segar dari hutan di bukit sebelah Barat areal permukiman. Air dari mata air pun sudah cukup dingin sehingga tidak lagi memerlukan alat pendingin. Warga juga tidak terbiasa meminum minuman dengan es dan menyimpan bahan masakan untuk didinginkan. Mereka terbiasa minum dengan air hangat dan untuk makan, mereka terbiasa membeli atau mengambil bahan masakan dari kebun secukupnya, sehingga tidak bersisa dan harus disimpan dalam lemari es. Tidak adanya jaringan listrik yang masuk ke dalam pemukiman membuat kehidupan warga tidak berlebihan dan stabil. Gambar 32 Material pada 4 jenis bangunan Kampung naga 63

4.5.2 Penggunaan Material Lama

Penggunaan material lama yang dimaksud merupakan penggunaan material yang sudah dipakai sebelumnya. Syarat material tersebut menurut GBC Indonesia ialah; a. masih layak dipakai, dengan indikator; 1. tidak mengganggu kesehatan, misalnya penggunaan material yanng mengandung B3 bahan beracun dan berbahaya 2. tidak mengganggu kenyamanan, misalnya memberi kesan kusam, kotor dan sebagainya, dan 3. tidak membahayakan keamanan pengguna, misalnya dapat melukai pengguna, b. untuk elemen struktural, material bekas tidak mendapatkan apresiasi, kecuali merupakan bagian dari struktur bangunan lama yang difungsikan kembali dan c. untuk elemen mekanika elektrikal, material bekas tidak mendapatkan apresiasi. Tujuan dari penilaian pada aspek ini ialah mengetahui daur hidup material dan mengurangi sampah konstruksi. Dengan persentase penggunaan material lamabekas yang besar 45 dari total biaya penggunaan material, dimaksudkan bahwa bangunan tersebut telah mengurangi material tak terpakai yang menjadi limbah dan mengurangi pengonsumsian material baru. Penghitungan persentase penggunaan material lama dapat digunakan dengan cara: Penggunaan material lama = Harga material lama Harga material keseluruhan x 100 Untuk melakukan perhitungan ini, perlu diketahui perkiraan harga material keseluruhan yang digunakan sebuah bangunan di Kampung Naga Tabel 16. Tabel 16 Daftar harga material bangunan Kampung Naga Jenis material Satuan Harga satuan Rp Jumlah kebutuhan bangunan Rumah Pintu 2 Rumah Pintu 1 Masjid Bale Patemon Hateup daun tepus Jalon 15 000 800 300 1 000 800 Injuk ijuk Kakab 2 500 4 000 1 500 6 000 4 000 Kai kayu Kibik 2 000 000 12 8 20 15 Awi bambu Batang 5 000 200 150 400 300 Bilik anyaman bambu m 2 27 000 60 40 75 60 Kaca m 2 100 000 3.6 - - - Total Harga Material Rp 48 980 000 26 080 000 92 025 000 55 120 000 Keterangan : 1 jalon = 2 meter; 1 kakab = 1 ikat; 1 kibik = 100 m 2 Dari hasil wawancara in-depth interview pada seorang punduh ahli bangunan setempat, seluruh bangunan di Kampung Naga tidak ada yang menggunakan bahan atau material lama Tabel 17. Seluruh material yang digunakan adalah material lokal baru yang diambil dari kebun pribadi maupun 64 dibeli dari kampung lain. Masyarakat beranggapan bahwa material yang sudah tidak digunakan tidak layak digunakan kembali sebagai material konstruksi. Hal ini karena usia material bekas tidak tahan lama, dan masih terdapat sumber material baru. Kayu atau bambu yang sudah tidak digunakan dijadikan sebagai kayu bakar untuk memasak menggunakan tungku. Tabel 17 Persentase Penggunaan Material Lama pada Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material Lama Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Material Lama Rumah Pintu 2 48 980 000 048 980 000 x 100 Rumah Pintu 1 26 080 000 026 080 000 x 100 Masjid 92 025 000 092 025 000 x 100 Bale Patemon 55 120 000 055 120 000 x 100 Rata-rata Persentase yang didapat untuk material lama yang digunakan pada Kampung Naga adalah 0. Material bekas atau lama yang kembali digunakan merupakan salah satu cara untuk mengurangi biaya dan energi pengangkutan transportasi. Cara lainnya ialah dengan menggunakan material lokal yang didapat dari lingkungan sekitar. Masyarakat lebih memilih cara yang kedua untuk melakukan tindakan konservasi pada material bangunan.

4.5.3 Penggunaan Material dari Sumber yang Ramah Lingkungan

Material dari sumber yang ramah lingkungan berarti juga material yang tidak menimbulkan dampak negatif dalam proses pengolahannya mengeluarkan limbah maupun pemakaiannya. Terdapat dua jenis material ramah lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam pengkajian tolok ukur ini, yaitu;  Material dari sumber yang terbarukan  Material daur ulang Material dari sumber yang terbarukan adalah material yang bahan mentahnya berasal dari hasil pertanian yang membutuhkan masa panen jangka pendek maksimal 10 tahun. Contoh bahan mentah tersebut di antaranya:  Serat kapas  Serabut kelapa  Ijuk  Jerami  Bambu  Rotan  Kayu sengonalbasia  Eceng gondok, dll Dalam proses penilaiannya, perlu dihitung persentase penggunaan material dari sumber yang terbarukan dan material daur ulang. Formula penghitungan persentase penggunaan material dari sumber yang terbarukan sebagai berikut;