Sumber dan Daur Ulang Material Kampung Naga

64 dibeli dari kampung lain. Masyarakat beranggapan bahwa material yang sudah tidak digunakan tidak layak digunakan kembali sebagai material konstruksi. Hal ini karena usia material bekas tidak tahan lama, dan masih terdapat sumber material baru. Kayu atau bambu yang sudah tidak digunakan dijadikan sebagai kayu bakar untuk memasak menggunakan tungku. Tabel 17 Persentase Penggunaan Material Lama pada Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material Lama Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Material Lama Rumah Pintu 2 48 980 000 048 980 000 x 100 Rumah Pintu 1 26 080 000 026 080 000 x 100 Masjid 92 025 000 092 025 000 x 100 Bale Patemon 55 120 000 055 120 000 x 100 Rata-rata Persentase yang didapat untuk material lama yang digunakan pada Kampung Naga adalah 0. Material bekas atau lama yang kembali digunakan merupakan salah satu cara untuk mengurangi biaya dan energi pengangkutan transportasi. Cara lainnya ialah dengan menggunakan material lokal yang didapat dari lingkungan sekitar. Masyarakat lebih memilih cara yang kedua untuk melakukan tindakan konservasi pada material bangunan.

4.5.3 Penggunaan Material dari Sumber yang Ramah Lingkungan

Material dari sumber yang ramah lingkungan berarti juga material yang tidak menimbulkan dampak negatif dalam proses pengolahannya mengeluarkan limbah maupun pemakaiannya. Terdapat dua jenis material ramah lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam pengkajian tolok ukur ini, yaitu;  Material dari sumber yang terbarukan  Material daur ulang Material dari sumber yang terbarukan adalah material yang bahan mentahnya berasal dari hasil pertanian yang membutuhkan masa panen jangka pendek maksimal 10 tahun. Contoh bahan mentah tersebut di antaranya:  Serat kapas  Serabut kelapa  Ijuk  Jerami  Bambu  Rotan  Kayu sengonalbasia  Eceng gondok, dll Dalam proses penilaiannya, perlu dihitung persentase penggunaan material dari sumber yang terbarukan dan material daur ulang. Formula penghitungan persentase penggunaan material dari sumber yang terbarukan sebagai berikut; 65 Penggunaan material terbarukan = Harga material dari sumber terbarukan Harga material keseluruhan x 100 Sedangkan formula untuk penghitungan persentase penggunaan material daur ulang adalah sebagai berikut; Penggunaan material daur ulang = Harga material daur ulang Harga material keseluruhan x 100 Dari hasil wawancara in-depth interview kepada punduh setempat, hampir seluruh material bangunan di Kampung Naga berasal dari material terbarukan karena berasal dari hasil pertanian lokal. Material-material tersebut di antaranya;  Daun tepus dan ijuk penutup atap dengan masa panen setahun sekali  Kayu sengonalbasia kusen dan rangka dengan masa panen 5 – 7 tahun sekali  Bambu tali lantai dan dinding dengan masa panen 2 – 5 tahun sekali  Batu kali pondasi dan penahan tanah dapat diperoleh di sungai sesuai kebutuhan  Untuk pengikat antar unit material digunakan kayu pancang paku kayu dan serat ijuk. Namun terdapat material kaca pada bangunan rumah pintu 2 yang bukan merupakan material terbarukan, sehingga harga material terbarukan pada rumah pintu 2 adalah Rp 48.620.000,00. Rincian penggunaan material dari sumber terbarukan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Persentase Penggunaan Material Terbarukan Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material Terbarukan Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Material Terbarukan Rumah Pintu 2 48 620 000 48 980 000 48 620 00048 980 000 x 100 99 Rumah Pintu 1 26 080 000 26 080 000 26 080 00026 080 000 x 100 100 Masjid 92 025 000 92 025 000 92 025 00092 025 000 x 100 100 Bale Patemon 55 120 000 55 120 000 55 120 00055 120 000 x 100 100 Rata-rata 99,75 Nilai persentase yang mencapai 99,75 menyimpulkan bahwa seluruh material yang digunakan pada bangunan-bangunan di Kampung Naga menggunakan material terbarukan. Selanjutnya menurut punduh, tidak terdapat material yang mengalami proses daur ulang pada bangunan di Kampung Naga. Semua proses persiapan material dilakukan di dalam kampung, seperti pencucian, perendaman, penjemuran dan pemotongan, serta material dalam keadaan baru. Artinya, tidak terdapat biaya untuk mendapatkan material daur ulang bagi semua bangunan Tabel 19. 66 Tabel 19 Persentase Penggunaan Material Daur Ulang Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material Daur ulang Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Material Daur Ulang Rumah Pintu 2 48 980 000 048 980 000 x 100 Rumah Pintu 1 26 080 000 026 080 000 x 100 Masjid 92 025 000 092 025 000 x 100 Bale Patemon 55 120 000 055 120 000 x 100 Rata-rata Penilaian pada tolok ukur ini berkesimpulan bahwa Kampung Naga menggunakan material dari sumber yang ramah lingkungan terbarukan serta tidak menggunakan bahan yang sifatnya daur ulang. Tidak menunjangnya teknologi yang terdapat di dalam kampung menjadi salah satu alasan proses daur ulang tidak dilakukan, selain karena material daur ulang bekas dianggap tabu oleh masyarakat Kampung Naga untuk diolah kembali. Di samping itu, proses penggunaan material terbarukan mengajarkan masyarakat untuk terus hidup berdampingan dengan alam, mengambil dari alam harus diikuti dengan memberi pada alam, begitu juga sebaliknya. 4.5.4 Penggunaan Material dengan Proses Ramah Lingkungan Material dengan proses ramah lingkungan merupakan material yang manufakturnya memiliki Sertifikat Manajemen Lingkungan SML untuk penggunaan sumber daya dan pengolahan limbah. Hal ini harus dibuktikan dengan adanya sertifikat yang resmi baik berskala nasional maupun internasional. Persentase penggunaan material dengan proses ramah lingkungan dapat dihitung dengan formula sebagai berikut; Pengunaan material dengan SML = Harga material dengan SML Harga material keseluruhan x 100 Penggunaan material dengan sertifikat nampaknya tidak terdapat dalam Kampung Naga. Menurut wawancara in-depth interview dengan punduh, seluruh kayu dan bahan lain yang digunakan oleh warga untuk membangun rumah diperoleh dari sumber daya lokal yang tidak bersertifikat. Segala jenis pohon yang diperlukan ditanam sendiri oleh warga atau sudah ada sejak sebelumnya di kebun masing-masing atau pun kampung terdekat. Hal tersebut berarti bahwa tidak terdapat harga material yang memiliki SML, sehingga perhitungan dapat diasumsikan seperti pada Tabel 20. Oleh karena itu, dalam penilaian penggunaan material dengan proses ramah lingkungan yang tolok ukurnya berupa SML, Kampung Naga tidak mendapatkan poin. Namun jika melihat proses penggunaan dan pengolahan materialnya, masyarakat Kampung Naga memiliki pengetahuan untuk kelestarian lingkungan yang diwariskan secara turun temurun. Pada proses pengolahannya, warga hanya memilih pohon sesuai kebutuhan dan sudah dewasa atau agak tua. Jika pohon dinilai tidak mempengaruhi ekosistem dan jumlah pohon tersebut, maka warga akan menebangnya. Setelah ditebang, pohon tersebut direndam terlebih dahulu di 67 dalam air kolam selama 40 hari. Selanjutnya, pohon tersebut dipotong sesuai kebutuhan dan tidak ada material sisa. Penjemuran dilakukan setelah proses pemotongan. Penjemuran ini dilakukan di sisi-sisi rumah yang terkena asap dari lubang angin dekat dapur. Setiap ampas atau sisa dari proses tersebut dapat dimanfaatkan. Misalnya ranting pohon dapat dijadikan kayu bakar, dedaunannya dapat dijadikan kompos, serta serbuk kayu sisa pemotongan dapat dijadikan bahan kerajinan dan kompos. Pada kesimpulannya, proses pengolahan yang ramah lingkungan sebenarnya telah diterapkan melalui sistem yang tersirat secara adat Kampung Naga dengan sangat baik. Tabel 20 Persentase Penggunaan Material SML Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material SML Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Material SML Rumah Pintu 2 48 980 000 048 980 000 x 100 Rumah Pintu 1 26 080 000 026 080 000 x 100 Masjid 92 025 000 092 025 000 x 100 Bale Patemon 55 120 000 055 120 000 x 100 Rata-rata

4.5.5 Penggunaan Kayu Bersertifikat

Kayu merupakan material yang sangat sensitif terhadap jalannya nilai-nilai arsitektur ekologis. Penggunaan material kayu yang berasal dari hasil penebangan illegal merupakan tindakan yang secara kasat mata tidak mencerminkan perilaku ekologis. Hal ini dikarenakan penebangan yang tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang legal, tidak mengindahkan aspek keberlanjutan lingkungan. Sertifikat legal yang dimaksud berupa FAKO Faktur Angkutan Kayu Olahan atau FAKB Faktur Angkutan Kayu Bulat. Persentase penggunaan kayu bersertifikat didapat melalui formula sebagai berikut; Penggunaan kayu bersertifikat = Harga kayu bersertifikat Harga material keseluruhan x 100 Menurut keterangan punduh Kampung Naga, sama seperti halnya untuk sertifikat material dengan SML, Kampung Naga juga tidak menggunakan kayu bersertifikat seperti halnya standar bangunan hijau yang dianjurkan. Hal tersebut membuat penilaian pada aspek ini tidak mendapat poin. Perhitungan persentase penggunaan kayu bersertifikat dimana harga kayu bersertifikat diasumsikan nol disajikan pada Tabel 21. Penggunaan kayu tanpa sertifikat tersebut bukanlah suatu tindakan ilegal dan tidak bertanggung jawab. Masyarakat tradisional tidak memiliki kesulitan untuk memanfaatkan apa yang menjadi bagian dari tanah adat. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang berbunyi, “Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber 68 daya alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat tersebut dengan wilayah yanng bersangkutan”. Artinya, pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat adat untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di wilayahnya, termasuk pepohonan kayu. Tabel 21 Persentase Penggunaan Kayu Bersertifikat Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Kayu Bersertifikat Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Kayu Bersertifikat Rumah Pintu 2 48 980 000 048 980 000 x 100 Rumah Pintu 1 26 080 000 026 080 000 x 100 Masjid 92 025 000 092 025 000 x 100 Bale Patemon 55 120 000 055 120 000 x 100 Rata-rata Pertimbangan mengenai pemberian hak ini didasarkan pada kearifan lokal dan kehidupan holistik yang diterapkan masyarakat adat Indonesia, termasuk masyarakat adat Kampung Naga. Pemanfaatan yang disertai dengan pemeliharaan lingkungan yang bertanggung jawab ditunjukkan dengan kehidupan masyarakat adat yang sederhana dan tetap lestari. Pengambilan material kayu di wilayah adat bagi kebutuhan masyarakat adat tersebut dianggap legal dan bertanggung jawab.

4.5.6 Penggunaan Material Prefab

Material prefabrikasi merupakan material yang telah diproduksi sesuai dengan kebutuhan secara detail di lapangan. Sistem prefabrikasi ini lebih didefinisikan pada material dengan sistem pengolahan manufaktur industri. Diharapkan melalui sistem prefabrikasi ini, pekerja konstruksi hanya melakukan pemasangan saja tanpa harus memotong sehingga menghasilkan sampah konstruksi. Persentase penggunaan material prefabrikasi ini dapat diperoleh dengan perhitungan; Penggunaan material prefabrikasi = Harga material prefabrikasi Harga material keseluruhan x 100 Menurut punduh¸ kebutuhan material untuk pembuatan bangunan di Kampung Naga telah melalui penghitungan matematis sesuai kebutuhan. Ilmu penghitungan matematis ini hanya punduh yang mengetahui secara turun temurun dan dipercaya sangat sesuai sehingga tidak ada material yang berlebih. Penggunaan material prefab diasumsikan sebagai material pabrik dengan sistem pengolahan yang menggunakan energi besar dan didapat melalui sistem produksi off site di luar kampung sesuai kebutuhan pada bangunan. Dari 6 jenis material yang digunakan untuk membuat sebuah bangunan adat daun tepus, ijuk, kayu sengon, bambu, bilik dan kaca hanya material kaca pada bangunan rumah pintu 2 yang pengolahannya dilakukan dengan proses manufaktur pabrik dan menggunakan sistem off site. Kebutuhan kaca pada rumah pintu 2 ini adalah 3,6 69 m 2 , dengan harga per m 2 -nya adalah Rp 100.000,-. Total Harga material prefabrikasi ini sebesar Rp 360.000,-. Persentase penggunaan material prefab dapat diketahui seperti pada Tabel 22 berikut: Tabel 22 Persentase Penggunaan Material Prefabrikasi Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material Prefabrikasi Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Penggunaan Rumah Pintu 2 360 000 48 980 000 360 00048 980 000 x 100 0,75 Rumah Pintu 1 26 080 000 026 080 000 x 100 Masjid 92 025 000 092 025 000 x 100 Bale Patemon 55 120 000 055 120 000 x 100 Total 0,75 Hasil perhitungan material prefabrikasi tersebut tidak sesuai tolok ukur GREENSHIP. Kampung Naga memiliki persentase penggunaan material prefabrikasi sebesar 0,75, jauh lebih kecil dari batas minimum sebesar 30. Penilaian tersebut mempunyai kesimpulan bahwa permukiman Kampung Naga tidak memenuhi tingkat hijau pada kriteria material prefabrikasi ini. Namun, meskipun demikian, material lain yang dibutuhkan seperti hateup, ijuk, dan bilik, tetap dikerjakan di luar lokasi off site walaupun tanpa proses pabrikasi. Material- material tersebut merupakan material terbarukan dan dikerjakan secara manual oleh pengrajin. Pengrajin ini berada di kampung tetangga, di luar Kampung Naga. Penggunaan material lainnya, seperti kayu dan bambu, diolah dalam areal permukiman. Namun pengolahan tersebut dilakukan secara holistik sesuai kebutuhan dan tidak menimbulkan sampah pengolahan. Serbuk- serbuk kayu sisa pengolahan dikumpulkan untuk dibuat barang kerajinan seperti teko poci, gelas dan lain-lain. Dalam proses pengolahan, warga cukup menggunakan benda-benda tajam seberti kapak dan bedog golok. Warga tidak menggunakan mesin yang menggunakan energi listrik untuk menyala. Sisa kayu yang tidak terpakai direndam dan dijemur kembali untuk keperluan sewaktu-waktu.

4.5.7 Penggunaan Material Lokal

Suatu proses pengangkutan material dari sumbernya menuju lokasi pembuatan bangunan memerlukan biaya penggunaan energi. Semakin jauh material didapat, maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan sehingga akan membuat bangunan tersebut semakin jauh dari konsep hijau. Material lokal yang dimaksud adalah material yang memiliki kriteria sebagai berikut:  Bahan mentah atau bahan bakunya berasal dari dalam wilayah radius 1000 km dari lokasi proyek atau dalam negeri,  Proses produksi atau manufakturnya berasal dari dalam wilayah radius 1000 km dari lokasi proyek atau dalam negeri. Menurut punduh Kampung Naga, bahan material seluruhnya didapat dari lingkungan sekitar kampung. Jika pun terdapat material yang harus dibeli, dapat 70 dibeli dari kampung tetangga yang maksimal jaraknya 3 –5 km. Perhitungan persentase penggunaan material lokal dilakukan dengan formula sebagai berikut: Penggunaan material lokal = Harga material lokal Harga material keseluruhan x 100 Harga material lokal kemudian diasumsikan sama dengan harga keseluruhan material yang digunakan, karena seluruh material adalah material lokal, termasuk material kaca yang diperoleh dari radius 1000 km sesuai standar, sehingga didapat hasil perhitungan seperti pada Tabel 23. Dari hasil penghitungan pada empat jenis bangunan yang terdapat pada Kampung Naga, dapat disimpulkan bahwa seluruh bangunan di Kampung Naga menggunakan material lokal dan memenuhi poin yang tinggi pada tolok ukur ini. Dengan tidak adanya akses bagi kendaraan beroda ke dalam areal permukiman Kampung Naga, maka proses pengangkutan material dengan skala besar pun akan sulit dilakukan. Tabel 23 Persentase Penggunaan Material Lokal Bangunan Kampung Naga Jenis Bangunan Harga Material Lokal Harga Material Keseluruhan Formula Persentase Penggunaan Rumah Pintu 2 48 980 000 48 980 000 48 980 00048 980 000 x 100 100 Rumah Pintu 1 26 080 000 26 080 000 26 080 00026 080 000 x 100 100 Masjid 92 025 000 92 025 000 92 025 00092 025 000 x 100 100 Bale Patemon 55 120 000 55 120 000 55 120 00055 120 000 x 100 100 Rata-rata 100 Oleh karena itu, material yang didapat dari luar kampung tidak terlalu banyak dan sesuai dengan kapasitas tenaga manusia untuk mengangkut, sehingga warga tidak tergiur untuk melakukan pemborongan material yang berlebihan.

4.5.8 Pemilahan Sampah

Sistem pemilahan sampah termasuk dalam penilaian konservasi material yang terdapat di Kampung Naga. Material sisa konstruksi, sampah rumah tangga dan sampah lingkungan dapat diolah kembali sesuai kebutuhan dan tidak menumpuk di sembarang tempat sehingga mengganggu keindahan. Menurut penilaian GREENSHIP, dengan adanya sistem pemilahan sampah organik dan anorganik, maka lingkungan tersebut dapat memperoleh poin tinggi. Pada pengamatan di lapang, terdapat sistem pembuangan sampah yang terkendali di Kampung Naga. Sampah organik sisa makanan yang kecil dapat dibuang langsung ke sela-sela lantai dapur yang disebut lantai palupuh dan dimakan oleh ayam ternak di kolong rumah. Sampah padat dibuang ke carangka wadah sampah khas Kampung Naga yang terdapat di setiap sudut kampung dan di setiap bagian depan rumah. Setelah sampah terkumpul, maka akan dipilah mana yang organik sisa makanan dan dedaunan dan yang anorganik plastik dan beling. Sampah organik kemudian diolah menjadi kompos atau pakan ternak. Sampah anorganik dipilah kembali menjadi sampah plastik dan beling. Sampah 71 plastik dan beling ini dikumpulkan pada bak penampungan sampah berbeda yang terdapat di tepi sungai Ciwulan bagian Timur areal permukiman. Sampah plastik kemudian dilebur dengan cara dibakar. Sedangkan sampah beling dikumpulkan guna dimanfaatkan oleh pemulung dari luar kampung yang ingin menjualnya. Daur pemilahan sampah dapat dilihat pada Gambar 33. Sistem penanganan sampah seperti ini telah dilakukan sejak dahulu dan masih bertahan dan diaplikasikan sampai generasi sekarang. Pemilahan sampah yang diaplikasikan dengan baik oleh masyarakat kampung menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Alasan kenyamanan, keindahan dan kepedulian terhadap larangan sesepuh pamali terhadap aktivitas membuang sampah sembarangan, membuat warga tetap menjalankan sistem sirkulasi sampah tersebut. Namun, meskipun terdapat sistem pemilahan sampah organik dan anorganik, limbah abu dari hasil pembakaran yang dibuang ke sungai kurang mendapat perhatian. Masyarakat hanya bergantung pada proses filtrasi alam, yaitu dari tanaman di tepian sepanjang sungai untuk mereduksi limbah abu tersebut.

4.5.9 Hasil Skoring Kategori Sumber dan Daur Ulang Material

Hasil penilaian dengan metode skoring standar tingkat hijau GREENSHIP untuk kategori sumber dan daur ulang material disajikan dalam Tabel 24 berikut. Gambar 33 Daur pemilahan sampah 72 Tabel 24 Hasil skoring kategori sumber dan daur ulang material KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP CHECK LIST KETERANGAN MRC 1 Refrigran Bukan Perusak Ozon 1 Menghindari penipisan lapisan ozon karena penggunaan BPO pada refrigran 1 Tidak menggunakan refrigran HCFC untuk sistem AC 1 Masyarakat Kampung Naga tidak menggunakan alat pendingin apa pun untuk menyejukkan makanan, hanya mengandalkan kelembaban udara dalam ruangan yang cukup √ Tidak terdapat energi listrik untuk penggunaan alat pendingin. Makanan yang diolah dihitung secukupnya oleh wanita, sehingga yang dibutuhkan tidak berlebihan dan menimbulkan sisa MRC 2 Penggunaan Material Lama 3 Memperpanjang daur hidup material dan mengurangi sampah konstruksi 1 Menggunakan material lama sebesar minimum 15 dari total biaya material yang digunakan 1 Tidak terdapat penggunaan material lama untuk pembuatan bangunan di Kampung Naga, artinya, persentase penggunaan adalah − Bagi masyarakat kampung, penggunaan material bekas adalah tabu, selama masih banyak sumber daya lingkungan yang dapat dimanfaatkan sesuai keperluan. 2 Menggunakan material lama sebesar minimum 30 dari total biaya material yang digunakan 2 − 3 Menggunakan material lama sebesar minimum 45 dari total biaya material yang digunakan 3 − MRC 3 Material dari sumber yang ramah lingkungan 2 Mendorong penggunaan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber yang ramah lingkungan 1 Menggunakan material dari sumber terbarukan sebesar minimum 20 dari total biaya material yang digunakan 1 Material yang digunakan untuk membangun pemukiman Kampung Naga merupakan material dari sumber terbarukan sebesar 100 √ Masyarakat menggunakan sistem tebang pilih pohon sesuai keperluan 2 Menggunakan material yang berasal dari proses daur ulang sebesar minimum 30 dari total biaya material yang digunakan 1 Tidak terdapat material daur ulang, material yang digunakan adalah material baru − Penggunaan material daur ulang hanya untuk kerajinan tangan dan bukan untuk material utama bangunan MRC 4 Material dengan Proses Produksi Ramah Lingkungan 1 Menghindari kerusakan ekologis dari produksi produk material 1 Menggunakan material yang proses produksinya memiliki sistem manajemen lingkungan, sebesar minimum 30 dari total biaya material yang digunakan 1 Seluruh material yang digunakan merupakan sumber daya lokal yang tidak bersertifikat dan ada pada wilayah dengan hak ulayat − Penggunaan material dari tumbuhan dan jumlah bahan yang disesuaikan dengan kebutuhan menyebabkan tidak ada limbah berbahaya pada bangunan MRC 5 Kayu Bersertifikat 2 Mendukung penggunaan kayu legal dan menjaga keberlanjutan hutan 1 Penggunaan kayu bersertifikat legal 1 Kayu yang digunakan adalah kayu pohon sengonalbasia yang didapat dari kebun sendiri atau dibeli dari kampung terdekat, sehingga tidak terdapat sertifikat − Wilayah suatu lingkungan adat telah diakui pemerintah sebagai hak ulayat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan adat Atau 2 Penggunaan kayu dengan sertifikat lembaga independen seperti LEI atau FRC 2 73 KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP CHECK LIST KETERANGAN MRC 6 Material Prefab 3 Mengurangi sampah dari aktifitas konstruksi 1 Menggunakan material yang menggunakan sistem off site prefabrikasi, sebesar minimum 30 dari total biaya material yang digunakan 3 Masyarakat Kampung Naga menggunakan material dengan sistem off site prefabrikasi sebesar 0,75, yaitu pada material kaca − Material terbarukan dengan proses pengolahan in site tetap tanpa sampah konstruksi berarti, limbah dimanfaatkan sebagai kerajinan MRC 7 Material Lokal 2 Mengurangi jejak karbon dan meningkatkan ekonomi setempat 1 Menggunakan bahan material dari dalam negeri 1 Penggunaan seluruh material didapat dari lingkungan sekitar dengan radius 1- 1,5 km yang masyarakat tempuh dengan berjalan kaki √ Penggunaaan material memiliki jejak karbon yang rendah dengan jarak angkut yang dekat 2 Menggunakan bahan material dari radius 1000 km 1 √ MRC 8 Pemilahan Sampah 1 Membantu tercapainya sistem manajemen sampah yang baik sampai dengan rantai pembuangan akhir di TPA 1 Pemilahan sampah organik dan anorganik 1 Terdapat bak sampah yang diperuntukkan bagi sampah beling, sampah plastik, dan sampah daun organik √ Sistem pemilahan sampah organik dan anorganik telah ada sejak dahulu dan dipertahankan sampai sekarang TOTAL NILAI KATEGORI MRC 15 5

4.6 Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Permukiman

Salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam penilaian konsep arsitektur hijau ialah pencapaian kesehatan dan kenyamanan fisik bagi stake holder suatu pemukiman. Penghematan energi serta tindakan konservasi perlu diseimbangkan dengan kebutuhan fisik masyarakat di dalamnya. Penghuni di lokasi tersebut dapat merasakan ruang yang secara spasial kurang nyaman, suhu yang terlalu ekstrim, pencahayaan terlalu lemah atau terlalu silau, level suara terlalu tinggi sehingga menimbulkan kebisingan, kualitas udara tidak cukup baik, dan sebagainya. Kenyamanan fisik manusia ini terkait dengan lima aspek, yaitu spasial ruang, termal suhu ruang, visual pencahayaan, auditorial suara atau bunyi, serta olfactual penciuman. Aspek-aspek terkait indra ini harus dipenuhi oleh lingkungan hunian. Dalam penilaian tingkat hijau, diperlukan data pengukuran mengenai kelima aspek tersebut. Pengukuran dilakukan sesuai standar-standar penghitungan GREENSHIP. Standar GREENSHIP sendiri melakukan pengukuran pada empat aspek secara garis besar, yaitu:  sirkulasi udara bersih,  minimalisasi sumber polutan,  memaksimalkan pencahayaan alami, serta  tingkat akustik pemukiman Pada Kampung Naga, keberadaan lingkungan yang asri dan tertata rapi membuat masyarakatnya terlihat nyaman dan tentram. Ajaran adat leluhur yang mengarahkan warganya untuk hidup berdampingan serta menerima semua yang ada di alam. Menurut warga, masyarakat awal Kampung Naga telah 74 mempertimbangkan pemilihan lokasi bermukim terkait baik dan buruknya. Aliran air serta udara bersih harus mudah didapat untuk menghindari berbagai hal negatif seperti penyakit. Area permukiman dibangun di daerah lereng gawir pada bukit yang lebih tinggi dari bukit di sebelah Timur. Hal ini menyebabkan sinar matahari pagi yang sehat didapat secara optimal oleh masyarakat Gambar 34. Untuk memudahkan masuknya cahaya ke dalam rumah, masyarakat merancang jendela di sudut ruangan agar cahaya matahari lebih banyak masuk, serta penggunaan sky light pada atap rumah. Sikap masyarakat yang ramah dan santun juga dipengaruhi oleh kenyamanan berkomunikasi tanpa terganggu bunyi- bunyi bising kendaraan dan mesin-mesin konstruksi. Konsep perencanaan pembangunan yang mengintergrasikan kenyamanan warganya dan keadaan lingkungan ini kemudian diamati dengan melakukan pengukuran sesuai tolok ukur.

4.6.1 Sirkulasi Udara Bersih

Udara bersih dari lingkungan yang masih asri tentunya sangat mudah didapat. Udara tersebut diarahkan untuk masuk ke dalam rumah, menjangkau bagian dalam rumah sebelum akhirnya keluar melalui ventilasi yang berbeda. Perputaran udara bersih dalam rumah ini perlu diperhatikan sehingga udara atau angin membuat suhu udara dalam rumah sejuk dan nyaman bagi penghuninya. Keberadaan ventilasi menjadi penting untuk proses perputaran udara ini. Definisi ventilasi yang dimaksud adalah bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka. Ventilasi silang membuat udara yang berputar akan menjangkau bagian dalam rumah. Ketentuansyarat ruangan dengan ventilasi silang adalah sebagai berikut: 1 Penyediaan bukaan untuk inlet dan outlet tempat masuknya dan keluarnya udara. 2 Bukaan pada dinding atau atap minimal 5 dari luas ruangan reguler, dengan perhitungan Gambar 34 Kampung Naga mendapatkan sinar matahari pagi yang optimal 75 luas bukaan pada dinding total luas ruangan reguler x 100 3 Jarak antara bukaan inlet dan outlet tidak lebih dari 12 meter. 4 Untuk verifikasi jumlah luas ruangan reguler yang memiliki ventilasi silang, dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut: total luas ruangan reguler yang berventilasi silang total luas ruangan reguler x 100 Ruangan reguler di sini adalah ruangan yang terdapat aktivitas seperti ruang keluarga. Sedangkan yang tidak termasuk ruangan reguler adalah kamar mandi, toilet, dapur, gudang dan tempat parkir. Pada toilet dan dapur perlu menggunakan ventilasi mekanis antara lain exhaust fan, karena laju udara biasanya tidak cukup untuk mengurangi polusi udara dari aktivitas di ruangan tersebut. Dari hasil pengamatan di Kampung Naga, didapat data sebagai berikut: a Jumlah luasan ruangan reguler yang memiliki ventilasi silang Ruangan reguler pada masing-masing bangunan disajikan pada Gambar 35 berikut. Gambar 35 Area ruangan reguler pada bangunan Kampung Naga 76 Persentase luas ruangan reguler didapat dengan formula: = Luas ruangan reguler berventilasi Luas ruangan reguler x 100 Hasil perhitungan persentase disajikan dalam Tabel 25 berikut. Tabel 25 Persentase luas ruangan reguler berventilasi No Jenis Bangunan Jenis Ruangan Reguler Luas ruangan reguler m 2 Luas Ruangan Reguler Berventilasi Silang m 2 Persentase Luas Ruangan Reguler berventilasi silang 1 Rumah Pintu 2 Tepas 7,3 7,3 Tengah Imah 12,25 12,25 Pangkeng 1 6,2 6,2 Pangkeng 2 7 7 Total 32,75 32,75 100 2 Rumah Pintu 1 Tepas Tengah Imah 24,3 24,3 Pangkeng 3,5 3,5 Total 27,8 27,8 100 3 Masjid Ruhang Neuteupan 120,9 120,9 Total 120,9 120,9 100 4 Bale Patemon Ruhang patemon 73,4 73,4 Total 73,4 73,4 100 Total Persentase 100 Dengan demikian, seluruh bangunan yang terdapat di Kampung Naga memiliki ventilasi silang yang dapat memenuhi sirkulasi udara bersih dalam bangunan dan mendapat poin tertinggi 2C. b Luas bukaan pada dinding Persentase luas bukaan pada dinding didapat dengan formula: = Luas bukaan pada dinding Luas ruangan reguler x 100 Hasil perhitungan persentase disajikan pada Tabel 26. Hasil persentase ini disimpulkan bahwa luas bukaan pada dinding ruangan reguler 4 jenis bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2 32, rumah pintu 1 15, masjid 19 dan balé patémon 25. Artinya seluruh bangunan di kampung ini memiliki bukaan pada dinding bangunannya lebih dari 5 standar GREENSHIP dan layak mendapatkan poin untuk tolok ukur ini.