Penanganan Limpasan Air Hujan

48 merupakan salah satu standar dari GREENSHIP. Dengan adanya alat pemantau konsumsi listrik seperti sub-meteran untuk lampu, alat pendingin AC dan stop kontak, poin pada aspek ini menjadi tinggi. Kampung Naga memiliki aturan tersendiri dalam pengonsumsian energi listrik. Masyarakat menghindari masuknya aliran listrik dengan daya yang besar seperti kabel listrik PLN. Penggunaan kayu dan daun sebagai material bangunan di Kampung Naga menjadi alasan utama mengapa hal tersebut dilakukan. Masyarakat menghindari potensi terjadinya kebakaran. Selain itu, masyarakat beranggapan bahwa dengan masuknya listrik akan mengubah gaya hidup yang sederhana dan tidak berlebihan. Gaya hidup berlebihan akan membuat perbedaan di setiap manusia yang pada hakikatnya sama dihadapan Tuhan. Tidak adanya jaringan listrik yang masuk ke dalam kampung membuat penilaian pada aspek ini rendah atau tidak berpoin. Namun, meski dalam standar penilaian GREENSHIP hal ini tidak termasuk hijau, pada prinsipnya justru terdapat nilai-nilai ekologis yang tinggi diterapkan oleh masyarakat. Dari total 109 rumah tinggal yang dihuni, terdapat 9 rumah tinggal yang memiliki televisi dan radio. Artinya, warga tetap membutuhkan hiburan, teknologi dan juga pengonsumsian energi listrik. Namun energi listrik tersebut didapat dari sumber listrik berupa accu 7 rumah dan solar panel 2 rumah seperti pada Gambar 22. Daya yang dihasilkan memang tidak sebesar yang dialirkan jaringan listrik, namun inilah yang diharapkan warga agar tidak terus menerus mengonsumsi listrik. Dalam analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kampung Naga memiliki kontrol konsumsi energi listrik yang tinggi sehingga menambah penghematan listrik negara.

4.3.2 Pencahayaan Penerangan Buatan dalam Kampung

Penerangan buatan adalah penerangan yang menggantikan cahaya langsung matahari. Penerangan buatan berkaitan erat dengan sumber energi listrik seperti yang disebutkan sebelumnya. Pada standar GREENSHIP, penerangan buatan dinilai mendapatkan poin yang tinggi ketika dapat diketahui berapa besaran pengeluaran daya dari lampu yang digunakan dengan perhitungan satuan Wattm 2 . Selain itu juga menggunakan fitur otomatis seperti sensor gerak, timer, atau sensor cahaya minimal 1 ruangan di dalam rumah. Dengan perhitungan yang pengeluaran daya yang tidak terlalu tinggi dan kontrol pemakaian melalui teknologi sensor, diharapkan mampu mengurangi besarnya energi yang dikonsumsi oleh pemakaian lampu. Rumus perhitungan untuk mengetahui besaran Wattm 2 : Gambar 22 Penggunaan tenaga accu untuk menghidupkan televisi, dan Penggunaan solar cell 49 Daya pencahayaan = jumlah lampu x daya lampu α + . . + jumlah lampu x daya lampu n Luasan area Standar tingkat hijau yang dibuat dengan penerapan teknologi di dalamnya tidak terpenuhi oleh Kampung Naga. Dengan tidak terdapatnya jaringan listrik, maka jaringan penerangan lampu dalam rumah maupun kampung tidak dapat dibangun. Oleh karena itu, sebagai pengganti lampu, masyarakat Kampung Naga menggunakan lampu petromak berbahan bakar minyak tanah untuk menerangi rumah. Walaupun terangnya berkisar antara 2-5 lux, sangat kecil sekali dibanding dengan lampu bohlam, namun dirasa cukup untuk menerangi kegiatan malam seperti berkumpul bersama dan sholat di masjid. Dengan redupnya cahaya yang ditimbulkan, dipercaya dapat menambah keakraban dalam bercengkerama di malam hari, menimbulkan perasaan tenang dan membantu untuk beristirahat dengan rileks sehingga siap beraktifitas keesokan harinya. Penggunaan lampu petromak ini menggunakan bahan bakar minyak tanah yang didapatkan warga di luar areal permukiman dengan jarak 500 meter, seharga Rp 4000,-liter. Satu liter minyak tanah dapat digunakan hingga satu minggu atau 7 hari. Setiap rumah rata- rata menggunakan 2 buah lampu petromak untuk penerangan. Sehingga biaya yang diharus dikeluarkan per bulan ialah, Biaya minyak tanah = 4 minggu x 2 petromak x Rp 4000,- = Rp 32.000,-bulan = Rp 1066,-hari Biaya penggunaan ini perlu dibandingkan dengan biaya pemakaian energi listrik untuk 2 buah lampu. Pemakaian daya listrik untuk dua buah lampu per bulan pada rumah hunian konvensional dapat dihitung dengan rumusan, Pemakaian per hari = Besaran Watt Lampu1000 x Jumlah jam Sebagai contoh, Pemakaian per hari = 5 Watt1000 x 12 jam = 0,06 KwH Dengan besaran watt lampu yang berbeda 5 Watt, 25 Watt, 40 Watt dan jenis rumah yang berbeda Gol. R-1, Gol. R-2, Gol. R-3 didapat biaya pemakaian listrik 2 buah lampu berkisar antara Rp 1.494,- untuk lampu 5 watt pada rumah sederhana Gol. R-1 dengan daya 450 VA, hingga Rp 38.937,- untuk lampu 40 watt pada rumah Gol. R-3 dengan daya lebih dari 6600 VA Tabel 9 dan 10. Tabel 9 Tarif pemakaian listrik untuk 2 buah lampu Besaran Daya Lampu Rata-rata Jumlah Jam per Hari Besaran KwH per hari2 lampu Besaran KwH per Bulan2 lampu Tarif Listrik Tahap Akhir Oktober 2013 KwH Rumah Gol. R-1 Daya 450 VA- 2200VA Rumah Gol. R-2 Daya 3500 VA- 5500 VA Rumah Gol. R-3 Daya 6600 VA 5 Watt 12 jam 0,12 KwH 3,6 KwH Rp415 - Rp979 Rp1.145 Rp1.352 25 Watt 12 jam 0,6 KwH 18 KwH 40 Watt 12 jam 0,96 KwH 28,8 KwH 50 Tabel 10 Total tarif penggunaan 2 lampubulan Total Tarif Penggunaan 2 lampuBulan Rumah Gol. R-1 Rumah Gol. R-2 Rumah Gol. R-3 Rp 1.494 – Rp 3.524 Rp 4.122 Rp 4.867 Rp 7.470 – Rp 17.622 Rp 20.610 Rp 24.336 Rp 11.952 – Rp 28.195 Rp 32.976 Rp 38.937 Sumber: Lampiran Peraturan Menteri ESDM No. 30 Tahun 2012 Tanggal 12 Desember 2012 Dari hasil penghitungan biaya pemakaian lampu petromak di Kampung Naga dan lampu bohlam konvensional, didapat hasil bahwa penggunaan lampu petromak dalam sebulan masih lebih mahal dibanding penggunaan lampu bohlam konvensional. Dengan semakin langkanya bahan bakar minyak dapat dikatakan nilai penghematan biaya dan energi listrik untuk penerangan di Kampung Naga pada aspek ini rendah.

4.3.3 Pengkondisian Udara

Pengkondisian udara yang dimaksud dalam standar ini adalah penggunaan teknologi air conditioner AC di dalam rumah. Penggunaan AC untuk tingkat hijau yang baik adalah penggunaan dengan perencanaan yang sesuai kebutuhan ruangan. Persentase penggunaan AC dari total luas lahan dan koefesien kinerja COP dari AC yang digunakan, menjadi pertimbangan dalam penilaian pada aspek ini. Penggunaan lebih rendah dari atau maksimum 50 dari total luas lantai bangunan merupakan kriteria yang baik. Pemaksimalan penyebaran kondisi sejuk dan dingin pada ruangan rumah dari sumber dingin, menjadi solusi bagi kesejukan seluruh ruangan rumah. Pada Kampung Naga, penilaian pada aspek ini dibuat TIDAK BERLAKU. Sesuai dengan ketentuan GREENSHIP sendiri, penilaian mengenai pengkondisian udara ini dapat tidak dilakukan bila rumah tidak menggunakan AC. Rumah-rumah adat di Kampung Naga memiliki kondisi udara yang cukup sejuk tanpa menggunakan AC. Udara sejuk ini didapat dengan memaksimalkan kondisi topografi di areal permukiman yang berupa lembah. Rumah-rumah ini menghadap ke arah Utara dan Selatan saling berhadapan dan sejajar dengan arah angin berhembus dari arah Barat atas bukit ke arah Timur sungai. Rapatnya jarak antar rumah yang menggunakan material kayu dan daun ini, membuat kelembaban lingkungan tinggi. Kelembaban lingkungan yang tinggi ini tereduksi oleh angin yang berhembus sehingga menyebabkan kondisi sejuk yang nyaman untuk aktivitas dalam rumah Gambar 23. Pembuatan lubang angin pada sisi Barat dan Timur, serta desain bangunan yang berupa rumah panggung juga berpengaruh pada perputaran udara yang optimal menyejukkan ruang dalam. Angin masuk ke dalam langit-langit melalui lubang angin yang kecil di sebelah Barat. Angin ini kemudian terperangkap dan berputar di dalam langit-langit sebelum keluar melalui lubang angin di sebelah Timur. Proses ini membuat plafon para di langit-langit rumah menjadi dingin ketika siang hari, dan menimbulkan kesejukan di dalam rumah. Begitu pula dengan desain rumah panggung. Angin yang terpecah datang dari Barat, masuk ke