Latar Belakang Kajian Konsep Arsitektur Hijau Kampung Naga, Jawa Barat

4 Gambar 1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Arsitektur Hijau

Pada akhir tahun 1980-an, dunia arsitektur mendalami suatu ilmu baru, yaitu ilmu mengenai arsitektur hijau green architecture. Bidang ilmu ini muncul sebagai konsekuensi hadirnya formulasi Komisi PBB, Brundtland Commission tahun 1987, tentang pembangunan berkelanjutan sustainable development: “development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs ”. Publikasi mengenai arsitektur hijau berkembang pada tahun-tahun berikutnya. Diantara publikator yang terkenal, terdapat pasangan suami-istri arsitek Inggris, Brenda dan Robert Vale yang menerbitkan berbagai buku dan artikel seperti „Green Architecture: Design for Suistainable Future ‟ Karyono 2010. Peningkatan pembangunan fisik menyebabkan menurunnya kemampuan alam untuk menyuplai air bersih, menurunnya kemampuan lingkungan memproses limbah cair menjadi air tanah yang layak dikonsumsi manusia, dan menurunnya kemampuan lingkungan memproses limbah padat dan gas yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Selain itu, terjadi pencemaran tanah akibat timbunan limbah padat, kontaminasi air, tanah dan polusi udara. Perubahan lingkungan buatan semakin memicu penurunan kualitas lingkungan seperti diuraikan di atas jika dalam pembangunan lingkungan binaan tidak dilakukan secara bijaksana dengan mempertimbangan faktor lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam. Diperlukan suatu langkah pembangunan yang mengarah kepada upaya meminimalkan perusakan lingkungan. Meningkatnya jumlah kandungan CO 2 di atmosfer sangat mencemaskan semua kalangan. Upaya menghentikan jumlah emisi CO 2 telah dilakukan oleh banyak pihak. Bangunan merupakan salah satu sektor dominan yang mengemisi CO 2 terbanyak ke atmosfer. Untuk itu diperlukan suatu gerakan dalan arsitektur untuk membatasi emisi CO 2 yang dihasilkan bangunan. Arsitektur hijau merupakan suatu gerakan yang mencoba ke arah tersebut, membantu meminimalkan emisi CO 2 yang ditimbulkan bangunan Karyono 2010. Arsitek-arsitek ternama dunia masa Gerakan Pembaruan modern movement umumnya lebih cenderung berperan sebagai seniman untuk menghasilkan karya seni, daripada berpikir dan bekerja sebagai ilmuwan scientist. Meskipun gerakan pembaruan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun umumnya semua itu dipakai sebagai alat untuk tujuan seni dan bukan dieksploitasi untuk keperluan yang lebih fungsional sifatnya, bagaimana membuat bangunan nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi. Berikutnya para ilmuwan kemudian tergerak menemukan pemecahan masalah ini. Pihak-pihak yang dinilai terkait dalam perbaikan lingkungan, mengatur pembatasan aktivitas manusia untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap alam. Salah satu pihak yang terkait dan bertanggung jawab langsung adalah arsitek. Selanjutnya, berbagai nama gerakan arsitektur muncul, yaitu Arsitektur Hijau, Arsitektur Berkelanjutan, Arsitektur Hemat Energi dan sebagainya, yang sangat sarat keilmuan scientific dan memiliki tujuan sama, yakni menyelamatkan bumi. Gerakan ini merupakan antisipasi arsitek untuk 6 menjawab semua permasalahan lingkungan, baik alamiah maupun buatan yang sedang dalam proses degradasi menuju kehancuran. Diakui atau tidak, gerakan ini muncul dan menyadarkan manusia akan adanya pergeseran titik tolak dan tujuan manusia dalam berarsitektur Karyono 2010.

2.2 Definisi dan Prinsip Arsitektur Hijau

Arsitektur hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, termasuk energi, air dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Arsitektur hijau merupakan langkah untuk merealisasikan kehidupan manusia yang berkelanjutan. Ketika komisi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan menghasilkan suatu deklarasi yang populer dengan Brundtland report, dimana di dalamnya diformulasikan definisi Pembangunan Berkelanjutan, para arsitek mulai memahami dan mengambil sikap terhadap kandungan deklarasi tersebut. Di negara maju, gerakan arsitektur berkelanjutan sudah mengarah kepada perundangan, sehingga pada saatnya hanya arsitek yang merancang dengan konsep keberkelanjutan yang diberi izin bekerja sebagai perancang Karyono 2010. Arsitektur hijau merupakan konsekuensi dari konsep arsitektur berkelanjutan. Bahwa dengan merancang arsitektur hijau, diharapkan manusia dapat hidup dan melakukan aktivitas di muka bumi ini secara berkelanjutan. Arsitektur hijau meminimalkan penggunaan sumber daya alam oleh manusia untuk menjamin generasi mendatang dapat memanfaatkan bagi kehidupannya kelak. Arsitektur hijau juga menggarisbawahi perlunya meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh bangunan terhadap lingkungan, dimana manusia hidup Priatman 2002. Robert dan Brenda Vale 1991 mengatakan bahwa pendekatan hijau untuk lingkungan binaan melibatkan pendekatan holistik dengan desain bangunan, semua sumber daya yang masuk pada sebuah gedung akan menjadi material, bahan bakar, atau kontribusi pengguna yang perlu untuk dipertimbangkan jika arsitektur berkelanjutan dibuat untuk kesehatan manusia. Pendapat Sim Van Der Ryn dan Calthorpe 1996 menjelaskan bahwa kita harus dapat memasukkan sebuah pemahaman ekologi yang mendalam pada suatu desain dari produk, bangunan, dan lanskap. Menurut Brenda dan Robert Vale 1991, terdapat 6 prinsip dasar dalam perencanaan Green Architecture, yaitu : 1. conserving energy, yang berarti sebuah bangunan seharusnya didesain atau dibangun dengan pertimbangan operasi bangunan yang meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil, 2. working with climate, bangunan seharusnya didesain untuk bekerja baik dengan iklim dan sumber daya energi alam, 3. minimizing new resources, bangunan seharusnya didesain untuk meminimalisir penggunaan sumber daya dan pada akhir penggunaannya bisa digunakan untuk hal arsitektur lainnya, 4. respect for users, arsitektur hijau mempertimbangkan kepentingan manusia yang terlibat didalamnya, 5. respect for site, bangunan didesain dengan meminimalisir perusakan alam.